Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengertian dan Penelitian Obesitas dan Hipertensi Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak yang

berlebihan

di jaringan lemak tubuh

dan dapat mengakibatkan terjadinya beberapa

penyakit. Hubungan obesitas dan hipertensi telah diketahui sejak lama dan kedua keadaan ini sering dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Pada Swedish Obese Study didapatkan angka kejadian hipertensi pada obesitas adalah sebesar 13,5% dan angka ini akan makin meningkat seiring dengan peningkatan indeks massa tubuh dan waist-hip- ratio. Telah banyak penelitian yang mempelajari mekanisme yang mendasari

hipertensi pada obesitas ini. Dahulu hal ini dihubungkan dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin dan sleep apnea syndrome, akan tetapi akhir-akhir ini terjadi pergeseran konsep, dimana diduga terjadinya resistensi leptin merupakan penyebab yang mendasari beberapa perubahan hormonal, metabolik, neurologi dan hemodinamik pada hipertensi dengan obesitas. Penanganan hipertensi dengan obesitas adalah meliputi usaha menurunkan berat badan dan penggunaan obat anti hipertensi. Upaya menurunkan berat badan dapat dilakukan melalui perubahan gaya hidup, latihan jasmani, diet dan pemakaian obat anti obesitas. Obat anti hipertensi umumnya diberikan pada pasien obesitas dengan hipertensi yang gagal menurunkan berat badannya atau pada hipertensi derajat sedang berat. Penyekat enzim konverting angiotensin, angiotensin reseptor bloker, kalsium antagonis dan alfa bloker merupakan obat anti hipertensi yang dapat diberikan pada keadaan ini. Diuretik dan beta bloker walaupun memiliki efektifitas yang baik untuk mengontrol tekanan darah, tetapi memiliki efek yang kurang menguntungkan pada obesitas. Hipertensi dan obesitas merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Prevalensi kedua keadaan ini adalah cukup tinggi dan makin meningkat dari tahun ke tahun.Swedish Obese Study melaporkan angka kejadian hipertensi pada obesitas adalah sekitar 13,6 % dan Framingham study mendapatkan peningkatan insidens hipertensi, diabetes mellitus dan angina pektoris pada organ dengan obesitas dan resiko ini akan lebih tinggi lagi pada obesitas tipe sentral. Banyak penelitian membuktikan adanya hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian hipertensi dan diduga peningkatan berat badan memainkan peranan penting pada mekanisme timbulnya hipertensi pada orang dengan obesitas. Mekanisme terjadinya hal tersebut belum sepenuhnya dipahami, tetapi pada obesitas didapatkan

adanya peningkatan volume plasma dan curah jantung yang akan meningkatkan tekanan darah. Hal ini mungkin berkaitan dengan beberapa perubahan gaya hidup, latihan

jasmani, diet dan pemakaian obat anti obesitas, sedangkan untuk obat anti hipertensi sampai saat ini belum ada rekomendasi mengenai obat antihipertensi utama yang

dianjurkan untuk keadaan ini. Rekomendasi Joint national Committee-VI (JNC-IV) untuk penanganan pasien hipertensi dengan obesitas lebih memfokuskan penanganan non

farmakologi untuk menurunkan berat badan. Rekomendasi World Health Organisation/ International Society of Hypertension (1999) untuk hipertensi juga memfokuskan pada penurunan berat badan sebagai penanganan utama untuk pasien obesitas tanpa memberikan rekomendasi yang spesifik untuk obat anti hipertensi sebagai penanganan farmakologi. Padahal umumnya pasien obesitas tersebut sering mengalami kesulitan dan kegagalan untuk menurunkan berat badannya. B. Patogenesis Hipertensi pada Obesitas Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan, akan tetapi patogenesis hipertensi pada obesitas masih belum jelas benar. Beberapa ahli berpendapat peranan faktor genetik sangat menentukan kejadian hipertensi pada obesitas, tetapi yang lainnya berpendapat bahwa faktor lingkungan mempunyai peranan yang lebih utama. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya peningkatan prevalensi obesitas dari tahun ke tahun tanpa adanya perubahan genetik, selain itu pada beberapa populasi/ ras dengan genetik yang sama mempunyai angka prevalensi yang sangat berbeda. Mereka berkesimpulan walaupun faktor genetik berperan tetapi faktor lingkungan mempunyai andil yang besar. Saat ini dugaan yang mendasari timbulnya hipertensi pada obesitas adalah peningkatan volume plasma dan peningkatan curah jantung yang terjadi pada obesitas berhubungan dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin dansleep apnea syndrome, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir ini terjadi pergeseran konsep, dimana diduga terjadi perubahan neuro-hormonal yang mendasari kelainan ini. Hal ini mungkin disebabkan karena kemajuan pengertian tentang obesitas yang berkembang pada tahun-tahun terakhir ini dengan ditemukannya leptin. Leptin sendiri merupakan asam amino yang disekresi terutama oleh jaringan adipose dan dihasilkan oleh gen ob/ob. Fungsi utamanya adalah pengaturan nafsu makan dan pengeluaran energi tubuh melalui pengaturan pada susunan saraf pusat, selain itu leptin juga berperan pada perangsangan saraf simpatis, meningkatkan sensitifitas insulin, natriuresis, diuresis dan angiogenesis. Normal leptin disekresi kedalam sirkulasi darah dalam kadar yang rendah, akan tetapi pada obesitas umumnya didapatkan peningkatan

kadar leptin dan diduga peningkatan ini berhubungan dengan hiperinsulinemia melalui aksis adipoinsular. C. Penanganan Hipertensi pada Obesitas Sampai saat ini belum ada satupun rekomendasi dan guidelines yang secara khusus membahas mengenai penanganan hipertensi pada obesitas. Rekomendasi Joint National Committee-IV (JNC-VI) untuk penanganan pasien hipertensi dengan obesitas lebih memfokuskan penanganan untuk menurunkan berat badan, sedangkan rekomendasi World Health Organisation/ International Society of Hypertension (1999) untuk

hipertensi tidak memberikan rekomendasi yang spesifik obat anti hipertensi yang digunakan pada obesitas. Beberapa publikasi menganjurkan upaya menurunkan berat badan sebagai langkah pertama yang harus dilakukan sebelum memulai terapi obat antihipertensi. Tetapi ahli lain berpendapat hipertensi pada obesitas haruslah diterapi dengan lebih agresif mengingat pada pasien obesitas umumnya mengalami kegagalan untuk menurunkan berat badannya, juga pada obesitas sering disertai dengan kelainan metabolik lainnya seperti diabetes, hiperlipidemia, dan lain-lain dengan akibat kerusakan organ target seperti hipertrofi ventrikel, hiperfiltrasi glomerulus dan mikroalbuminaria. D. Obat Anti Hipertensi Obat anti hipertensi umumnya diberikan pada pasien obesitas dengan hipertensi yang gagal menurunkan berat badannya atau pada hipertensi derajat sedang-berat. Pilihan obat anti hipertensi yang akan diberikan pada paaien obesitas haruslah

mempertimbangkan efeknya terhadap berat badan dan efek metabolisme yang mungkin terjadi. Beberapa ahli menganjurkan golongan penyekat enzim konverting antagonis (EKA), angiotensin reseptor bloker (ARB), kalsium antagonis dan alfa bloker sebagai pengobatan lini pertama. Hal ini didasarkan pada efektifitasnya untuk mengontrol tekanan darah dan tidak didapatkannnya gangguan metabolisme lipid dan glukosa selama pemberian obat tersebut. Penyekat EKA merupakan obat anti hiprtensi utama pada pasien obesitas, karena selain dapat mengontrol tekanan darah obat ini dapat memperbaiki metabolisme glukosa. Salah satu teori yang menjelaskan hal tersebut adalah aktivitas jalur kinin yang timbul pada pemberian penyekat EKA, akan meyebabkan peningkatan blood flow pada tingkat jaringan, terjadi perbaikan sensitifitas insulin dan ambilan glukosa oleh jaringan. Reisin, dkk membandingkan efektifitas lisinopril dan hydrochlorothiazide pada pasien obesitas dengan hipertensi. Didapatkan efektifitas yang sama dari kedua obat dalam mengontrol

tekanan darah, tetapi diperlukan dosis yang cukup besar untuk Hydrochlorothiazide (50mg) untuk menyamai efektifitas lisinopril dalam dosis kecil (10 mg). Selain itu didapatkan peningkatan gula darah dan penurunan kalium serum pada pemberian hidrochlorothiazide, dimana hal ini tidak didapatkan pada lisinopril. Kalsium antagonis adalah obat alternatif lain yang dapat diberikan pada obesitas. Obat ini memiliki efektifitas sama dengan penghambat EKA untuk mengontrol tekanan darah dan tidak mempengaruhi metabolisme lipid dan glukosa. Beta bloker merupakan obat yang biasanya diberikan sebagai terapi utama hipertensi pada pasien jantung koroner, gagal jantung dan usia lanjut, tetapi penggunaan beta bloker pada obesitas akan menimbulkan beberapa kendala karena akan mempersulit usaha penurunan berat badan. Pada satu studi metaanalisis dari 8 artikel tentang hubungan beta bloker dan berat badan, didapatkan kesimpulan adanya peningkatan berat badan pada pasien yang mendapat beta bloker, dengan peningakatan rata-rata sebesar 1,2 kg dan terutama terjadi pada bulan-bulan awal. Selain itu pemberian beta bloker akan

menurunkan sensitifitas insulin dan meningkatkan trigliserida serta menurunkan HDL kolesterol. Oleh karena itu beberapa ahli menganjurkan pada obesitas diberikan jika ada indikasi yang beta bloker

tepat, karena pemberian jangka panjang akan

memberikan beberapa efek yang kurang menguntungkan. E. Ringkasan Obesitas merupakan suatu keadaan dimana terdapat jaringan adipose dalam proporsi yang abnormal dalam tubuh. Hubungan obesitas dengan hipertensi telah diketahui sejak lama. Diduga timbulnya hipertensi pada obesitas adalah berkaitan dengan meningkatnya volume plasma dan curah jantung akibat berbagai perubahan hormonal, metabolik, neurologi dan hemodinamik yang terjadi pada obesitas. Penanganan terhadap hipertensi pada obesitas adalah meliputi usaha menurunkan berat badan dan penggunaan obat anti hipertensi. Penyekat EKA, angiotensin reseptor bloker, kalsium antagonis dan alfa bloker merupakan obat anti hipertensi yang dapat diberikan pada keadaan ini. Diuretik dan beta bloker walaupun memiliki efektifitas yang baik untuk mengontrol tekanan darah, tetapi memiliki beberapa efek yang kurang mnguntungkan pada obesitas.

DAFTAR PUSTAKA Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung. Doengoes, E. M. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3, EGC : Jakarta. http:// metro.vivakepnews.com// Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. NANDA, Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2005-2006 Wong & Whaleys. (2002). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai