Anda di halaman 1dari 3

Tidak Syar'i nya pemerintah dalam menetapkan 1 ramadhan 1433 H..

oleh Rifki Ayyash pada 20 Juli 2012 pukul 11:22 Ya! tidak syar'i, dikarenakan dalam menentukan 1 ramadhan mengggunakan VOTING dari ormas-ormas islam... yang jumlah antara ormas yg ahlussunnah dan ahlul bid'ah berbeda jauh dan tak seimbang.. lebih anehnya lagi, pemerintah menolak kesaksian seorang muslim yang telah melihat hilal, dikarenakan ormas NU mengatakan bahwa hal itu adalah TIDAK MUNGKIN karena pada sore tersebut berdasarkan ilmu astronomi hilal belum 2 derajat.. padahal kalau sudah pasti tidak mungkin terlihat, kenapa ormas NU tersebut menurunkan tim rukyat pada sore tersebut? belum lagi ada ormas yang mengatakan bahwa PERSATUAN lebih penting, sayangnya.. mereka lebih memilih BERSATU kepada pemerintah, bukan kepada KEBENARAN... berikut beberapa hal yang harus dipahami oleh kita semua..

[1]. Perlu sama-sama dipahami, bahwa urusan ibadah memiliki aturan berbeda dengan muamalah. Ibadah memiliki khashaish (kekhususan-kekhususan) yang merupakan hak prerogatif Allah dan Rasul-Nya. Dalam soal ibadah shaum, Haji, dan hari raya, Nabi Saw memerintahkan metode RUKYATUL HILAL (melihat awal bulan). Tidak masalah kita menjalankan ibadah berbeda dengan kalender, asalkan syarat-syarat ketentuan ibadah itu terpenuhi. Dalam urusan ibadah memakai Rukyatul Hilal, sedangkan dalam urusan muamalah memakai kalender (hasil hisab). Tidak mengapa semua ini.

[2]. Sudah ada pernyataan yang datang SEBELUM pengumuman Sidang Itsbat Depag RI, bahwa ada di antara kaum Muslimin di Cakung Jakarta sudah melihat hilal. Maka pengumuman ini harus diterima, selama yang bersangkutan mau bersumpah. Demikian kaidah aslinya. Apapun teori ilmu falaq, nasehat MUI, perhitungan ahli hisab ormas Islam, pantauan astronomi, dll. semua itu menjadi tidak berlaku, jika sudah ada kaum Muslimin yang mengaku telah melihat hilal. Inilah dasar aplikasi Syariat Islam aslinya, sebelum kaum ahli hisab/pakar astronomi menguasai wilayah ibadah ini. Hal itu sesuai sabda Nabi Saw.: Shumuu li ruyatihi wa ufthiruu li ruyatihi (shaumlah kalian dengan melihat hilal, dan berbukalah -saat awal Syawal- dengan melhatnya juga). [HR. Bukhari Muslim].

[3]. Depag RI dan ormas-ormas Islam tertentu jelas TELAH MENOLAK KESAKSIAN beberapa Muslim yang telah melihat hilal. Padahal dalam riwayat diceritakan, Datanglah seorang Baduwi menghadap Rasulullah, kemudian ia berkata, Sungguh saya telah melihat bulan! Kemudian beliau bersabda, Adakah engkau bersa ksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, jawabnya, Ya. Beliau bersabda, Adakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah pesuruh Allah? Jawabnya, Ya. Beliau bersabda, Hai Bilal, undanglah kepada orang banyak, supaya esok hari mereka berpuasa. (HR Ibnu Hibban, Daruquthni, Baihaqi, Hakim dari Ibnu Abbas ra).. Lihatlah, cara ini sangat mudah, sangat mudah, sangat simple; sebelum akhirnya DIBUAT KERUH oleh para ahli hisab, para ahli falaqiyyah, para pakar astronomi, dan sebagainya. Padahal Nabi Saw bersabda: Yassiruu wa laa tuassiruu (permudahlah, jangan dibuat susah).

[4]. Perlu diketahui bahwa metode penetapan melalui Sidang Itsbat Depag RI itu ternyata merupakan bentuk dari memaksakan metode hisab/falaqiyyah secara EKSTREM. Ini adalah bentuk kesesatan baru yang tidak sesuai Sunnah Nabi Saw. Mengapa dikatakan demikian? Sebab mereka jelas-jelas MENOLAK kesaksian beberapa orang Muslim di Cakung yang telah mengaku melihat hilal. Kata mereka, Tidak mungkin hilal sudah terlihat! Menurut perhitungan kami

dan pengamatan astronomi, seharusnya hilal belum terlihat. Nah itu dia , mereka menolak kesaksian melihat hilal karena alasan perhitungan ilmu falaq dan pantauan astronomi. Padahal Nabi Saw tidak mempersyaratkan hal itu. Cukuplah kesaksian seorang Muslim yang mau disumpah, itu sudah cukup.

[5]. Kita harus memahami, bahwa Allah Taala berkuasa atas segala kejadian di alam ini. Bisa jadi, sesuatu yang tidak mungkin secara ilmu falaq/astronomi, bisa menjadi mungkin menurut Allah Taala. Apakah kita meragukan Kekuasaan Allah? Percayakah Anda, bahwa bisa saja Allah menampakkan hilal kepada sebagian hamba-Nya dan menutup hilal bagi sebagian yang lain? Hal itu sangat bisa terjadi dan sering terjadi. Tampaknya hilal adalah karunia Allah Taala kepada hamba-hamba-Nya. Dan prediksi sains tidak selalu sesuai kenyataan. Banyak bukti-bukti di lapangan bahwa prediksi sains berbeda dengan kenyataan, misalnya prediksi cuaca, prediksi badai, prediksi gunung meletus, prediksi tsunami, prediksi janin dalam kandungan, prediksi usia harapan hidup pasien, prediksi penyakit dalam tubuh, prediksi hasil panen, prediksi pertumbuhan tanaman, prediksi kecepatan kendaraan, dll. Apakah di semua keadaan itu sains bisa memberikan hasil prediksi sempurna? Contoh kekeliruan informasi sains. BMKG pernah memprediksi ancaman tsunami di Sumatera telah berlalu, tetapi kemudian tsunami melanda Mentawai dan sekitarnya, ratusan orang meninggal disana. Sebaiknya Ummat Islam jangan memutlakkan hasil analisis sains, meskipun jangan pula menolaknya mentah-mentah.

[6]. Para ahli falaqiyyah/ahli hisab/pakar astronomi sering marah kalau mendengar ada seorang Muslim mengaku sudah melihat hilal. Mereka beralasan, Tidak mungkin terlihat. Itu bohong semata! Berdasarkan perhitungan kami, hilal belum terlihat! Orang-orang ini bersikap IRONIS, seolah hak dalam penentuan urusan din ini ada di tangan mereka sepenuhnya. Seolah, mereka berada dalam maqam mashum, yang tak tersentuh kesalahan. Masya Allah, laa haula wa laa quwwata illa billah. Disini kita bisa buktikan, bahwa orang-orang itu bersikap TIDAK KONSISTEN dengan sikapnya. Pertama, kita bertanya ke mereka, Mengapa Anda menolak kesaksian Muslim yang sudah melihat hilal? Mereka jawab, Berdasarkan perhitungan kami, dan diperkuat hasil pantauan astronomi, hilal tak mungkin terlihat. Bohong besar kalau ada yang mengaku sudah melihat. Kedua, kita bertanya lagi, Kalau hilal tak mungkin terlihat, lalu bagaimana solusinya? Mereka jawab, Ya, bulan Ramadhan kita istikmal-kan menjadi 30 hari. Mudah bukan! Nah, disana itu bukti sikap TIDAK KONSISTEN mereka. Bagaimana kalau langit tertutup mendung terus, darimana mereka akan bisa melihat hilal? Perlu diketahui, Observatorium Boscha itu berkali-kali gagal mengamati gerhana, komet, atau meteor gara-gara langit terhalang oleh mendung/awan. Metode istikmal (menggenapkan bulan menjadi 30 hari) adalah metode Sunnah, bukan berdasarkan teori-teori falaqiyyah/astronomi. Kalau mereka mau mengambil Sunnah dalam soal ISTIKMAL, mengapa mereka menolak Sunnah dalam kesaksian seorang Muslim bahwa dia sudah melihat hilal? Dimana sikap konsisten mereka?

[7]. Para pakar falaqiyyah/ahli hisab/astronomi menuduh bahwa kesaksian beberapa Muslim yang telah melihat hilal pada saat senja hari kemarin, sebagai bentuk kebohongan. Masya Allah, padahal Nabi Saw hanya mempersyaratkan SUMPAH saja untuk memverifikasi kesaksian itu. Hal tersebut adalah bentuk kemudahan dalam Syariat.

[8]. Andaikan perhitungan ilmu falaq/ilmu hisab/astronomi dalam soal Rukyatul Hilal harus diterima sebagai KEPASTIAN, maka itu sama saja dengan membuang Sunnah Rukyatul Hilal itu sendiri. Kalau begitu caranya, ya sudah

Anda tetapkan saja jadwal Ramadhan/Syawal secara abadi seperti jadwal shalat abadi. Jadi, tidak usah bertele -tele bicara Rukyatul Hilal. Karena percuma juga mereka melakukan Rukyatul Hilal tadi malam, kalau nanti pasti ditolak karena tidak sesuai perhitungan ilmu falaq/ilmu hisab/astronomi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa AROGANSI para pakar ilmu falaq/ilmu hisab/astronomi berhasil membuang Sunnah Rukyatul Hilal dari kehidupan kaum Muslimin. Nah, inilah yang saya sebut sebagai sikap EKSTREM orang-orang itu.

[10]. Lalu bagaimana dengan nasehat agar kaum Muslimin lebih mengutamakan PERSATUAN daripada kesaksian Rukyatul Hilal? Bantahannya sebagai berikut: (a). Dalam Surat Ali Imran dikatakan, Watashimu bi hablillahi jamian, wa laa tafarraquu. Dalam ayat ini berpegang teguh kepada kebenaran DIDAHULUKAN dari persatuan. Hikmahnya, apa artinya bersatu kalau ingkar terhadap Syariat Islam?; (b). Ibnu Masud menjelaskan pengertian Al Jamaah, Ittifaqu bil haqqi walau kunta wahid (sepakat dengan kebenaran walau engkau hanya seorang diri). Kita harus berpegang dengan kebenaran, meskipun seorang diri; (c). Dalam Sunnah disebutkan sabda Nabi Saw, Innamat thaatu fil maruf (bahwa ketaatan itu hanya dalam hal yang maruf saja). Mengingkari kesaksian melihat hilal adalah maksiyat serius, harus ditolak, kita tak boleh mematuhinya; (d). Persatuan yang dikehendaki oleh Islam adalah persatuan yang Syari, bukan persatuan yang membuang kaidah Sunnah Rasululullah Saw; (e). Bersatu di atas kebathilan justru sangat dilarang dalam Islam, seperti disebut dalam Surat Al Maaidah, Wa laa taawanuu alal itsmi wal udwan (jangan kalian bekerjasama di atas dosa dan permusuhan); (f). Para ulama, salah satunya Ibnu Utsaimin rahimahullah, mengatakan bahwa kalau ada Muslim yang melihat hilal, sementara Ulil Amri sudah menyatakan bahwa hari itu hari berpuasa, maka dia dipersilakan berbuka untuk dirinya sendiri dan tak mengumumkan hasil pantauan hilalnya.

[11] Jika kita berpedoman kepada hadits Rasulullah di atas, terlihat jelas bahwa untuk penentuan ruyah hilal Ramadhan cukup dengan persaksian satu orang yang adil.Tidak pernah Rasulullah mengatakan karena menurut hisab ketinggian hilal belum 2 derajat, maka kesaksianmu ditolak. Rasulullah tidak mengenal yang namanya Imkanur Rukyat.

[12] siapa bilang umat muslim harus BERSAMA-SAMA DENGAN PEMERINTAH dalam berpuasa dan berhari raya? penduduk Madinah pernah tak sama dengan Muawiyah di Syam saat menjadi khalifah. Para sahabat yang ada di Madinah ditanya, Alam taktafii biruyati Muawiyah (Apakah rukyah Muawiyah tak cukup?). Mereka bilang, Tidak. Jadi, itu artinya, tak ada kewajiban ikut pemerintah dalam hal ini.Bayangkan, itu seorang khalifah, dan Muawiyah sangat faqih, bukannya seperti pemerintah yang tak jelas, penuh korup, dan mendustakan al-qur'an...

akhir kata, buat sahabat-sahabatku, selamat menjalankan ibadah puasa ramadhan... semoga menjadi cerdas.. karena Akan datang kepada umat manusia tahun-tahun yang penuh tipudaya. Di dalamnya para pendusta dianggap

benar, sementara orang-orang benar dianggap pendusta; di dalamnya para pengkhianat dianggap amanah, sementara orang-orang amanah dianggap pengkhianat (HR Ibn Majah). wassalamu'alaikum wr wb..

Anda mungkin juga menyukai