Anda di halaman 1dari 7

"Sahabat Sejati" Amanda, Amanda, tunggu aku sebentar.

Sekolah baru saja usai, Amanda sedang berjalan pulang ketika mendengar suara seseorang memanggilnya. Dia menoleh ke belakang. Terlihat Nisa berlari mengejarnya dengan tergopoh-gopoh. Ada apa Nisa?, tanya Amanda keheranan. Begini, aku mau mengembalikan ini, kata Nisa sambil mengangsurkan sebuah tas plastik kepada Amanda. Amanda, melihat isi tas plastik tersebut, lalu bertanya, Lho, kenapa dikembalikan, kamu tidak suka sepatu ini ya? Tidak, ee..., maksudku, aku suka sepatu itu. Lantas mengapa sepatu ini kamu kembalikan kepadaku, apakah kamu tidak memerlukannya?, tanya Amanda menyelidik. Sebenarnya aku sangat memerlukan sepatu itu, tapi...., suara Nisa terhenti, dia ragu-ragu untuk meneruskannya. Tapi apa Nisa?, tanya Amanda lagi. Nisa teringat dengan kejadian kemarin. Ketika itu, dia baru saja pulang dari sekolah. Saat masuk rumah, segera ditemuinya Ibunya yang sedang memasak di dapur. BuBu lihat, katanya sambil berjingkat-jingkat penuh kegirangan. Ibunya menengok sebentar ke arah Nisa, kemudian kembali sibuk mengaduk-aduk masakannya di panci, Lihat apanya? Lihat ini dong Bu, bagus sekali kan, kata Nisa sambil mengangkat kaki kirinya, menunjukkan sepatu baru yang sedang dipakainya. Ibunya menengok sekali lagi sambil berkata, Iya, bagus sekali sepatu yang kau pakai. Omong-omong, sepatu itu pinjam dari siapa? Ah Ibu, ini sepatu milikku, kata Nisa dengan nada gembira. O begitu. Lho, jadi kamu sudah membuka tabunganmu ya. Memangnya sudah terkumpul banyak uang tabunganmu?, tanya ibunya. Tidak, uang tabunganku masih utuh di dalam celengan. Sepatu ini aku dapat dari Amanda. Dia yang memberikannya untukku Ah masak sih, kok bisa begitu?, tanya ibunya tidak percaya. Ingat, kamu jangan suka meminta-minta lho pada teman-temanmu, lanjutnya. Tentu tidak dong Bu, sergah Nisa, ceritanya begini: kebetulan Amanda membeli sepatu baru minggu lalu, tapi ternyata sepatu itu kebesaran sedikit. Karena itu Amanda menawarkannya kepadaku. Lantas aku coba, kok pas sekali untukku. Lalu Amanda memberikannya untukku. Wah beruntung sekali kamu Nisa. Apakah ayah dan ibu Amanda mengetahuinya?, tanya ibu Nisa. Tentu saja Bu. Mana berani Amanda memberikannya tanpa sepengetahuan orang tuanya. Mereka baik sekali ya Bu, kata Nisa. Iya. Tapi aku yakin Bapakmu tidak akan suka, kata ibu Nisa sambil tetap memasak.

Tidak mungkin dong Bu, kata Amanda yakin, Bapak pasti juga akan gembira. Tunggu saja kalau Bapak pulang nanti, wanti-wanti ibunya. Benar. Ketika ayahnya pulang ke rumah setelah seharian mengemudi becak, Nisa langsung menyambutnya dengan memamerkan sepatu barunya. Tapi jawaban ayahnya seperti perkiraan ibunya tadi. Apa? Kau diberi sesuatu lagi oleh temanmu. Cepat kembalikan. Kita sudah menerima pemberian terlalu banyak dari mereka Nisa. Dulu tas dan peralatan tulis-menulis. Bulan lalu seragammu juga diberi oleh ayah Amanda serta uang sekolahmu dilunasinya ketika Bapak tidak punya uang. Sudah tidak terhitung lagi pemberian mereka kepada kita Tapi Pak, Amanda memberikannya dengan ikhlas kepadaku, kata Nisa membela diri. Betul. Bapak tidak menyangkal ketulusan hati mereka. Tapi ini sudah terlalu banyak. Mereka selalu membantu kita, tapi apa yang bisa kita berikan kepada mereka? Tidak ada, kata ayah Nisa dengan sedih. Mereka tidak mengharapkan balasan dari kita Pak, kata Nisa mencoba meyakinkan ayahnya. Tidak. Pokoknya sepatu tersebut harus dikembalikan segera, jawab ayah Nisa dengan tegas. Dan jangan menerima lagi pemberian mereka. Keluarga Pak Ahmad memang baik sekali, tetapi kita tidak bisa terus-menerus menerima bantuan dari mereka tanpa kita bisa membalasnya. Apa yang bisa kita berikan kepada mereka, mereka itu kaya sekali dan tidak memerlukan sesuatu dari kita yang miskin ini. Tapi Pak, Nisa mencoba menawar. Tidak ada tetapi, ini sudah menjadi keputusan Bapak. Sepatu itu sudah harus dikembalikan besok. Ya Pak, kata Nisa menyerah. Amanda memandang wajah Nisa yang sedih ketika menceritakan alasannya mengembalikan sepatu pemberiannya tersebut. Ya sudah, nggak usah sedih. Bagaimana kalau sepatu ini tetap kamu simpan saja, tidak usah bilang ayahmu, kata Amanda menghibur. Tidak bisa. Aku sudah janji pada Bapak untuk mengembalikan sepatu ini, kata Nisa. OK. Aku simpankan dulu ya sepatu ini, nanti jika ayahmu sudah tidak marah lagi, kamu boleh mengambilnya lagi Baiklah Amanda, kamu baik sekali. Kamu memang sahabatku yang sejati, kata Nisa sambil memeluk sahabat karibnya itu. Keesokan harinya, Amanda tidak masuk sekolah. Nisa mencari-cari ke manapun di sekolah tapi Nisa tetap tidak tampak juga. Pada jam pelajaran ketiga Pak Guru memberi pengumuman kepada murid-murid sekelas Nisa: Anak-anak, ada kabar buruk. Pak Ahmad, ayah Amanda mengalami kecelakaan mobil pagi tadi. Beliau terluka parah dan sekarang berada di rumah sakit memerlukan darah yang cukup banyak. Bapak akan segera meminta guru-guru untuk mendonorkan darah bagi Pak Ahmad. Kalian dibolehkan pulang lebih awal. Anak-anak segera berebut keluar kelas untuk pulang. Nisa juga segera keluar ruangan dan

berlari menuju ke tempat ayahnya biasa mangkal. Terlihat ayahnya masih duduk di atas becaknya menunggu calon penumpang. Nisa bergegas menemuinya dan menceritakan pengumuman Pak Guru tadi. Mereka berdua segera menuju ke rumah sakit dan menuju ke ruang gawat darurat di mana ayah Amanda dirawat. Setelah ayah Nisa menjelaskan maksud kedatangannya, seorang kerabat Pak Ahmad menunjukkan jalan ke ruang PMI untuk donor darah. Setelah darahnya diambil, terlihat para guru sekolah Amanda berdatangan dan sebagian mendonorkan darahnya. Berkat sumbangan darah dari ayah Nisa dan para guru, kondisi Pak Ahmad segera membaik. Terima kasih banyak, Pak Arif, kata Pak Ahmad pada saat menengok Pak Ahmad di rumah sakit. Berkat bantuan Pak Arif, saya bisa pulih kembali seperti sediakala. Ah tidak Pak, itu memang sudah kewajiban saya untuk membantu sesama. Apalagi kan selama ini keluarga Pak Ahmad sudah sangat sering membantu kami, tanpa kami mampu membalasnya, kata ayah Nisa. Pak Arif tidak perlu memikirkan untuk membalasnya. Kami melakukan semuanya selama ini dengan ikhlas. Nisa kan teman Amanda yang paling akrab dan sering membantu Amanda dalam belajar dan mengerjakan tugas-tugasnya. Saya kira itu sudah cukup. Karena itu terima kasih Pak Arif telah menyelamatkan nyawa saya, kata ayah Amanda sambil tersenyum. Sama-sama Pak, kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan yang tak terhitungkan selama ini, kata Pak Arif. Nisa dan Amanda saling berpandangan dengan gembira mendengar percakapan kedua orang tua mereka. Kalau begitu, boleh kan saya memberikan sepatu saya kepada Nisa, tanya Amanda. Tentu saja, tentu saja Amanda. Begitu kan Pak Arif. Ini sebagai ungkapan terima kasih kami, kata ayah Amanda cepat-cepat. Baiklah, jawab ayah Nisa tidak mampu menolaknya. Horeeeeeeeeee, teriak Amanda dan Nisa bersama-sama sambil melompat-lompat gembira. Ha.ha.ha., ayah ibu Amanda dan Nisa tertawa berderai melihat kelakuan kedua anak itu.

Arti Persahabatan
Ayo, dong!! Kalau tak cepat kita bisa terlambat!teriak Lucia kepada temannya, Eric. Iya, tunggu bentar, tali sepatuku lepas, lagian kamu juga yang salah, bangun kok jam 6? jawab Eric. Lucia malas menjelaskan, jadi ia hanya diam dan mendengus kesal. Jangan banyak tanya, aku begadang ngerjain PR, tau!jelas Lucia. Dan Eric pun selesai mengikat tali sepatunya yang lepas. Mereka berdua lari ke sekolah, dan sampai tepat sebelum bel berbunyi. Untung enggak terlambat, kalau terlambat, bisa-bisa kita dimarahi guru piket yang galak itu! ujar Lucia, lega. Eric hanya manggut-manggut, dia sedang memperhatikan teman baiknya sejak kecil itu. Bagi Eric, Lucia sudah seperti saudaranya. Setiap hari pergi dan pulang sekolah bersama, belajar bersama. Tapi mereka tetap saja sering bertengkar karena masalah sepele. Dan biasanya Eric yang mengalah. Sebab dia tahu sifatnya Lucia, keras kepala namun baik hati dan bisa diandalkan. Bel sekolah berbunyi, menandakan seluruh siswa SMP Tunas Bangsa dipersilahkan pulang, kecuali yang ada kegiatan ekskul di sekolah. Lucia dan Eric mengikuti ekskul Karate yang diadakan setiap hari Rabu sepulang sekolah. Lucia dan Eric sama hebatnya, sudah hampir mencapai sabuk hitam yang menjadi impian mereka. Guru pembina sangat salut pada mereka atas prestasi tersebut. Pulang bareng lagi kan, Lucia? tanya Eric. Lucia mengangguk sambil memukul pundak Eric. Eric langsung mengerti, itu artinya Lucia minta tunggu sebentar, kalau bukan ke toilet ya, mau jajan dulu. Setelah Lucia kembali, mereka pulang. Rumah mereka bersebelahan, kedua orangtua mereka sudah berteman akrab. Ayah Lucia dan ayah Eric adalah rekan kerja, sedangkan kedu ibu mereka adalah teman sejak SD yang bertemu kembali ketika Eric pindah rumah ketika masih TK. Lucia mempunyai cita-cita, yaitu menjadi orang yang berguna untuk orang lain. Dia ingin menjadi dokter gigi. Sedangkan Eric, mempunyai cita-cita menjadi dokter anak, atau guru olahraga. Ya, Eric memang senang pada kekuatan fisik. Sedangkan Lucia menyukai fisik dan ilmu pengetahuan. Mereka menjadi saingan di kelas. Dalam pelajaran, mencari teman, bahkan dalam kekuaan fisik. Tapi sebenarnya, mereka saling menyayangi seperti saudara. Eric, kamu udah ngerjain PR IPA belum? Kalau udah, kita tanding yuk, siapa yang dapat nilai paling tinggi! tantang Lucia. Eric dengan gemas menjawab Terserah! Aku lagi gak niat nih, capek tanding terus. Ayo, anak-anak, duduk semua! Ada pengumuman penting dari pihak sekolah! teriak Bu Guru yang baru saja masuk ke kelas. Setelah semua murid duduk, Bu Guru pun mengutarakan maksudnya

Anak-anak, untuk menyambut hari ulang tahun sekolah ini, kalian para siswa siswi kelas 1 SMP akan mengadakan acara. Untuk kelas kita, Ibu usulkan Festival Olahraga, ada yang punya usul lain? jelas Bu Guru. Setelah menunggu beberapa saat, Bu Guu bicara lagi. Sepertinya semua setuju, ya? Baiklah, kalau begitu usulan kelas kita kepada Kepala Sekolah adalah mengadakan Festival Olahraga, dan untuk ketua panitia mungkin Eric saja ya? Yang lain bagaimana? Setuju semuanya?. Seetujuuuu!!!!!!!!!! Eric dan Lucia yang jago di bidang olahraga pun senang. Lucia langsung menghampiri Eric yang sedang melamun. Ketua! Jangan melamun terus dong! Kita harus menyusun rencana untuk melaksanakan Festival Olahraga nanti. Dan aku mau, di festival nanti ada pertandingan basket, baseball, sepak bola dan lomba lari. Kurasa cukup segitu saja. Atau ada yang mau ditambahkan? ujar Lucia panjang lebar. Tidak ada respon dari Eric. Lucia yang sedang panas-panasnya, langsung membentak Eric. Ketua bodoh! Dari tadi usul wakilnya gak pernah ditanggapin! Ketua apaan nih? Masa harus digetok dulu sih, kepalanya biar nyadar?. Eric yang sedang bingung, kaget mendengar perkataan Lucia. Dan terjadilah adu mulut antara mereka berdua. Kamu tuh gak punya pengertian apa?! Aku tuh lagi pusing tau! Gak perlu teriak-teriak di dekat aku! Terserah kamu aja deh, mau festival apa dan lomba apa! Aku lagi gak mau ambil pusing sama kamu! teriak Eric sambil berlalu ke halaman belakang sekolah. Lucia pun mengikuti karena keheranan. Untuk pertama kalinya Lucia melihat Eric murung. Lucia pun mengalah dan minta maaf. Setelah Eric memaafkannya, Lucia pun bertanya Ada apa, Eric? Kok kamu murung? Mukamu kelihatan kusut tuh, belum disetrika ya?. iya, belum disterika, Kenapa? Kamu mau nyetrika mukaku? Memang setrikanya udah panas? sahut Eric. Mau saja sih aku menyetrika mukamu yang kusut itu, tapi udah dicuci belum? Kalau belum dicuci, ntar setrikaku yang rusak canda Lucia. Mereka pun tertawa bersama. Aku sedang kesal, nih. Habisnya ada anak kelas 2 yang nantangin aku main basket dan baseball, anaknya ada dua, waktunya bersamaan, apa yang harus ku tanggapi, ya? Basket atau baseball? jelas anak yang sedang murung ini. Lucia mendengarkan dengan eksama cerita Eric yang sedang kebingungan. Dan Lucia mengungkapkan pendapatnya Gak usah ditanggepin deh, anak kelas 2 yang galak itu, lebih baik kamu biarkan saha mereka, kalau menganggumu, pukul saja dengan jurus karatemu. Tapi kalau ku biarkan, mereka akan melukai semua anak di kelas kita, sepertinya mereka juga mengancam akan membuatku malu di depan orang banyak jika aku melapor pada guru atau kepala sekolah ujar Eric, lesu. Lucia berpikir keras, dan akhirnya ia menemuukan sebuah ide, namun cukup gila untuk mengatakan ini adalah ide yang masuk akal. Kedua anak kelas 2 itu kan tidak saling kenal, bagaimana kalau aku menyamar menjadi kamu, untuk mengikuti pertandingan basket, sedangkan kamu mengajak kakak kelas yang lain untuk bertanding baseball di tempat lain, jadi gak ketahuan kalau ada 2 Eric. Lagian wajah kita mirip banget, udah kayak saudara kembar, kan? Lucia menjelaskan ide gilanya.

Eric yang kaget, hanya bisa mengikuti perkataan Lucia, setelah melihat Lucia mengepalkan tangannya kepada Eric. Dan tibalah hari pertandingan tersebut. Lucia, kau beneran akan menyamar sebagai aku? Suara dan wajah kita memang mirip, tapi postur tubuh kan beda banget! ujar Eric. Dan Eric pun mendapat satu pukulan dari Lucia. Jangan mentang-mentang aku cewek, kamu bilang postur tubuh beda jauh dong! Aku kan sengaja pake baju yang gede, biar mirip kayak kamu, bodoh! teriak Lucia (kata-kata kasarnya jangan ditiru, ya). Eric hanya menganga melihat Lucia memakai pakaian anak cowok. memang iya, sih, kalau Lucia pake baju kayak gitu, beneran mirip kayak anak cowok gumam Eric dalam hati. Lucia, eh maksudnya Eric ke-2 bertanding basket. Sedangkan Eric yang asli mengikuti pertandingan baseball. Dan. YES! Aku menang! Dengan begini penyamaranku berhasil! teriak Lucia dalam hati. Namun keceriaannya berubah ketika melihat sesuatu yang ganjil. Para pemain basket yang tadi, nampak berubah. Ya ampun! Ternyata mereka perempuan! Pantas saja tadi, aku merasa kekuatan mereka hampir sama denganku. Tapi kenapa mereka menyamar menjadi laki-laki? gumam Lucia. Salah satu dari para perempuan itu maju dan berkata Kami ini hanya ingin melihat, seberapa mampu anak yang bernama Eric, yang katanya jago main basket, kami hanya ingin menguji, seberapa besar nyali Eric untuk mengahadapi lawan yang senior. Kami juga ingin melihat, apa reaksinya ketika dia tahu bahwa lawannya adalah perempuan, tapi ternyata, yang datang malah temannnya, perempuan lagi! kau takkan bisa menipu mata kami dengan penampilan seperti itu, sebab tetap saja postur tubuh kalian berbeda, tega sekali si Eric itu, menyuruh perempuan untuk menggantikannya lanjut mereka. Eric bukan orang seperti itu, lagi pula aku yang ingin menggantikannya, karena dia juga ada pertandingan dengan anak kelas 2 dalam bidang baseball, lagian kalian kakak kelas yang tidak ada kerjaan malah menganggu anak kelas 1. anak cowok lagi. kalau anak cewek sih gak apa ujarku. kalau kalian mau membukikan perkataanku, datang saja ke lapangan taman baseball di dekat sini, kalian akan melihat, Eric yang asli berjuang demi teman-teman sekelasnya! teriak Lucia, panjang lebar sambil lari ke lapangan baseball. Terpaksa kakak kelas tadi mengikuti Lucia untuk membuktikan perkataan Lucia. Salah seorang dari mereka mengikuti Lucia untuk mencari satu kepastian yang berbeda dari teman-temannya. Eric!!! Kamu menang kan? teriak Lucia dari jauh. Eric memalingkan pandangannya ke arah Lucia yang beru saja sampai di lapangan. Eric ikut berteriak Ya! Aku menang melawan mereka dengan tim baseball dadakan yang kubuat sendiri! Kamu sendiri menang tidak?. Ya! Aku menang melawan kakak kelas yang ternyata perempuan ujar Lucia. Eric yang sudah mendekat ke arah Lucia terkejut. Jadi kakak ini pacarnya ketua tim lawanku? Tadi aku memukul bola dan mengenai kepalanya. Saat pingsan ia mengigau tentang basket dan seorang gadis berambut coklat panjang bernama Karina jelas Eric kepada kakak kelas yang tadi bicara dengan Lucia.

Ya! Kami hanya ingin menguji persahabatan kalian yang sudah terjalin sejak kecil. Jangan sampai berujung buruk seperti aku dan Ben yang tadi Eric buat pingsan. Lucia dan Eric heran Kami mendengar ada anak kelas yang bersahabat baik sejak kecil dan kulihat kalian sangat akrab. Kami ingin menguji keakraban kalian sampai dimana. Aku yang menyusun rencana ini agar kalian tidak kehilangan sahabat seperti aku dan Ben yang khilangan sahabat baik kami karena mereka salah paham ujar Karina panjang lebar. Tak apa, Kak. Kami sangat senang atas perhatiannya. Aku dan Eric juga minta maaf karena telah membuat kakak dan pacar kakak kesusahan. Karena rencana kak Karina dan Kak Ben, kami jadi saling tolong menolong. Tapi darimana kakak tahu, kalau kami sdang bertengkar? tanya Lucia. Aku tahu dari teman sekelas kalian. Katanya kalian sedang bertengkar untuk menentukan cabang olahraga di festival nanti, kalian saling berselisih pendapat lagi dan akhirnya beretengkar sungguhan, padahal biasanya kalian hanya bertengkar canda kan?jelas Kak Karina. Lucia hanya mengangguk. Sejak saat itu, Lucia dan Eric tidak pernah bertengkar lagi. mereka kini selalu berependapat sama, kalau pun berebeda pendapat, mereka akan menggunakan akal untuk menyatukan pendapat masing-masing. Mereka pun sering bermain bersama Kak Karina dan Kak Ben ketika hari libur. Bahan kalau mau ada ulangan atau ujian, mereka berempat belajar bersama. Lucia dan Eric pun mengerti artinya persahabatan sejati. Yaitu saling adanya toleransi. Mereka yang dulunya bersahabat namun selalu bertengkar, kini menjadi bersahabat dengan bertengkar sebatas candaan belaka Sadar, mereka sudah sadar Festival Olahraga pun dimulai. segala susunan acara yang kami buat berjalan dengan sangat lancar. semua siswa bersenang-senang mengikuti berbagai perlombaan. ada juga yang membuka stand untuk berjualan. pokoknya, acar Festival Olahraga SMP Tunas Bangsa sukses besar!! Persahabatan itu merupakan hal terindah yang bisa dimiliki siapapun dan kita yang memlikinya, bersyukurlah kini aku pun akan menjaga persahabatanku dengan sahabatsahabatku yang tersayang..

Anda mungkin juga menyukai