Anda di halaman 1dari 4

Pemprov Sulsel Perluas instalasi pengolahan air

Rab, 03/10/2012 - 12:12

Kepala UPTD Mamminasata Dinas Tata Ruang dan pemukiman Sulawesi Selatan, Zulkarnain Kitta yang ditemui di ruang kerjanya, Selasa 02 Oktober 2012 mengatakan bahwa pembangunan Instalasi pengolahan air (IPA) baru sangat mendesak untuk mengantisipasi dan makin terbatasnya pelayanan penyediaan air bersih. Zulkarnaim menambahkan, IPA baru akan dibangun Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk memperluas cakupan pelayanan air bersih yang berkapasitas 1000 liter per detik dan akan memanfaatkan air baku dari bendungan bili-bili. Pelayanan air bersih di wilayah makassar oleh PDAM yang saat ini mencakup 72 persen penduduk dan diperkirakan menurun hingga 50 persen dalam waktu 3-5 tahun mendatang. Rencana pembangunan IPA baru baru ini sudah pada tahap studi kelayakan. Bila jalan sesuai dengan jadwal, detail engineeringdesign (DED) dan tender fisik dimulai tahun depan, sehingga pembangunan dapat dilakukan pada 2015 mendatang dan Bappenas sudah menyetujui. Anggaran untuk pembangunan IPA baru diperoleh dari pemerintah pusat dan pemprov sulsel dengan total anggaran sekira Rp 876.3 miliar. Operasional dan perawatan dilakukan pemprov sulsel dan pendistribusian air baku diserahkan pada ke PDAM. Pertumbuhan penduduk per tahun di Makassar mencapai 30.000 jiwa. Apa bila tidak ada penambahan kapasitas produksi air bersih dalam waktu yang dekat, maka dipastikan pelayanan akan turun hingga 50 persen dalam waktu 3-5 tahun. Sementara, Air dari IPA baru akan didistribusikan keempat kota dengan kapasitas masing-masing, PDAM makassar 600 liter per detik, PDAM gowa 200 liter per detik, PDAM Maros 130 liter per detik dan PDAM Takalar 70 liter per detik. Layanan PDAM Kota Makassar Sabtu, 15 Mei 2010 09:05

Air Bersih Perusahaan Daerah Air Minum Kota Makassar, terus menerus mengalami perkembangan melalui tahap demi tahap dalam lintasan sejarah yang cukup panjang, yang berawal pada Tahun 1924 dengan dibangunnya Instalasi Pengolahan Air (IPA) Ratulangi oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan debit awal 50 ltr/det, kemudian pada jaman pendudukan Jepang ditingkatkan menjadi 100 ltr/det. Air baku diambil dari Sungai Jeneberang yang terletak 7 Km disebelah Selatan pusat kota. Air dari sungai tersebut dipompa IPA Ratulangi melalui saluran tertutup ke Instalasi Ratulangi. Seiring dengan usianya, IPA Ratulangi berangsur-angsur mengalami penurunan kapasitas produksi, pada tahun 1976 turun menjadi 50 ltr/det hingga saat ini. Untuk memenuhi kebutuhan air bagi penduduk Kota Makassar yang makin meningkat, maka pada Tahun 1977 dibangun Instalasi II Panaikang dengan kapasitas tahap pertama 500 ltr/det. Air bakunya diambil dari bendung Lekopancing Sungai Maros sejauh 29,6 Km dari Kota Makassar. Kemudian pada Tahun 1985 melalui paket pembangunan Perum Perumnas dibangun Instalasi III Antang dengan kapasitas awal 20 ltr/det. Pada Tahun 1989 IPA Panaikang ditingkatkan menjadi 1.000 ltr/det. Tahun 1992 IPA Antang ditingkatkan pula kapasitasnya menjadi 40 ltr/det. Dan pada Tahun 1993 lewat paket bantuan hibah Pemerintah Pusat dibangun Instalasi IV kapasitas 200 ltr/det di Maccini Sombala. Penambahan demi penambahan kapasitas produksi rupanya belum mampu mengimbangi laju pertumbuhan penduduk, permukiman dan industri, sehingga melalui Proyek Pengembangan Sistim Penyediaan Air Bersih Kota Makassar pada Tahun 2000, dibangun Instalasi V Somba Opu dengan kapasitas 1.000 ltr/det di Kabupaten Gowa yang sumber air bakunya dari Dam Bili-Bili sejauh 16 Km. Sumber Air Baku memanfaatkan air permukaan yaitu sungai Maros di Kabupaten Maros dan Sungai Jeneberang di Kabupaten Gowa yang saat ini mengalami gangguan kekeruhan akibat longsoran IPA Batang Kaluku Gunung Bawakaraeng. PDAM Kota Makassar sampai saat ini telah menjangkau 692.308 jiwa penduduk dari 1.139.822 jiwa total penduduk Kota Makassar atau 62,22 %. Dari jumlah tersebut 59,42 % dilayani melalui pipa, sisanya 2,8 % dilayani melalui non pipa. Luas wilayah distribusi telah mencapai radius 11.250 Ha. Ini berarti, pelayanan air bersih PDAM Makassar telah menjangkau 65 % dari luas wilayah Kota Makassar yang mempunyai luas 17.577 Ha. Sistim distribusi adalah pemompaan dengan sistim tertutup dengan menggunakan pipa mulai diameter 50 mm sampai 1.000 mm dengan panjang pipa keseluruhan 2.701.233,45 Meter. Potensi Air Tanah Potensi Sumberdaya air tanah bebas/dangkal berkisar pada kedudukan dari 0 sampai 22 m dari permukaan laut. Muka air tanah berkisar dari 0,15 m sampai 0,75 m dengan jenis lapisan akifer berupa pasir halus, pasir lempung. Untuk parasitas berkisar 30 % sampai 55 %. Ketersediaan air

tanah setiap tahunnya akan mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk, sektor industri. Pada beberapa Kecamatan hampir setiap tahunnya mengalami keterbatasan air. Suplai air dari PDAM belum mampu mencukupi kebutuhan air penduduk Kota Makassar. Maka alternatifnya penggunaan air tanah dan PDAM harus dipadukan. Penggunaan air tanah tanpa pengaturan, akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan misalnya lonsor dan lain-lain. Jika standar pemakaian air adalah 125 liter/orang/hari, maka jumlah air yang harus disediakan setiap harinya adalah 139.086.000 liter. Dengan diresmikannya PDAM dari Dam Bili-bili oleh pemerintah pada tahun 2001 ini diharapkan keterbatasan air dapat teratasi di Kota Makassar. SEKTOR AIR BERSIH DI INDONESIA Pelayanan air bersih di Indonesia mengalami perubahan dan transformasi sejak keterlibatan pihak swasta pada tahun 90-an serta reformasi ekonomi dan politik tahun 1997. Sebelumnya, penyediaan air bersih dipandang sebagai fungsi publik yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Sedangkan, tugas utama pemerintah pusat adalah menerbitkan kebijakan nasional dan memberikan bantuan teknis bagi pembangunan prasarana air minum. Mulai tahun 90-an pihak swasta diberikan kesempatan untuk ambil bagian dalam pembangunan prasarana air minum dengan tujuan memberikan insentif bagi penanaman investasi di bidang air minum. Akibat dari krisis ekonomi tahun 1997, Pemerintah mulai memberlakukan air sebagai komoditi ekonomi dan sosial. Pada tahun 2004, undang-undang sumber daya air disyahkan yang memberi kerangka landasan hukum bagi penyediaan dan penyelenggaraan air minum. Undang-undang tersebut selanjutnya membuka kesempatan bagi koperasi, perusahaan swasta dan komunitas untuk berpartisipasi dalam pembangunan penyediaan air minum, serta memungkinkan pembentukan badan regulator yang berfungsi menjamin pelayanan yang prima dengan harga terjangkau, menjaga keseimbangan kepentingan antara konsumen dan penyelenggara, serta meningkatkan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum. Sebelum tahun 1968, hanya beberapa kota saja di Indonesia yang memiliki sistem penyediaan air bersih (PDAM), dan jumlahnya meningkat menjadi 306 pada tahun 1995. Namun, beberapa tahun setelah krisis ekonomi, kondisi dari semua PDAM mengalami penurunan. Sebanyak 243 PDAM masih memiliki hutang kepada Pemerintah Pusat melalui Departemen Keuangan. Berdasarkan penilaian atas kinerja PDAM pada tahun 1998, hanya 21 PDAM yang dinilai sehat, dan selebihnya tergolong kurang sehat sampai dengan tidak sehat. Gambaran umum menunjukkan bahwa cakupan layanan di daerah perkotaan hanya mencapai 39% dari 85 juta penduduk kota. Tingkat kehilangan air di atas 40%. Mengingat adanya keterbatasan dana, maka pembangunan baru atau perluasan mengalami penundaan. Situasi di atas telah mendorong perubahan kebijakan yang menyoroti beberapa masalah yang dihadapi mencakup peningkatan pelayanan dan cakupan, kesinambungan pelayanan, dan investasi baru. Pada tahun 1999, Pemerintah telah mensyahkan UU No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang mengalihkan kewenangan investasi kepada pemerintah daerah dan PDAM. Dalam rangka menunjang peran serta swasta, telah diterbitkan pula peraturan-peraturan yang memberi peluang kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta dengan badan usaha milik pemerintah, mengingat PDAM merupakan layanan publik yang diberi mandat untuk memproduksi dan menjual air minum. Restrukturisasi PDAM juga dilakukan untuk meningkatkan kinerjanya. Mengingat keterbatasan dana dan upaya percepatan pembangunan prasarana, maka Pemerintah telah membentuk Komite Kebijakan Pembangunan Infrastuktur yang berfungsi melakukan koordinasi dan mengurangi hambatan dalam pembangunan prasarana. PDAM berdasarkan petunjuk teknis

Departemen Dalam Negeri menerapkan struktur tarif berdasarkan konsumsi dan penggolongan pelanggan. Struktur tariff ini memungkinkan subsidi silang antara konsumen yang mampu dan yang kurang mampu. Besarnya tarif ditetapkan oleh Pemerintah Daerah bersama DPRD berdasarkan pertimbangan keterjangkauan masyarakat dan situasi sosio-ekonomi-politik. Tingkat keterjangkauan masyarakat bervariasi menurut tingkat pelayanan dan harga air. Pada umumnya, pengeluaran rata-rata rumah tangga untuk air minum adalah sebesar 1-2% dari pendapatan, tetapi dalam banyak kasus masyarakat, terutama yang tidak mendapatkan akses ke sistem air minum, harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk air minum yang diperoleh dari penjaja air. Read more at: http://waterforgeo.blogspot.com/2011/02/air-bersih-di-indonesia.html Copyright waterforgeo.blogspot.com sponsor The Jatem Coorporation

Anda mungkin juga menyukai