Anda di halaman 1dari 11

Makalah individu

PENGENDALIAN VEKTOR FILARIASIS

Nama Kelas Stambuk

: : :

TISKA MARISKA W4 1412100173

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2011/2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Makassar, April 2013

Penulis

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Vektor adalah anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit, seperti yang sudah diartikan diatas. Adapun dari penggolongan binatang ada dikenal dengan 10 golongan yang dinamakan phylum diantaranya ada 2 phylum sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara penularan penyakit malaria, deman berdarah, dan Phyluml chodata yaitu tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes), pinjal Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk sebagai vektor dan tikus binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang berfimgsi sebagai vektor dan binatang pengganggu. Namun kedua phylum sangat berpengaruh didalam menyebabkan kesehatan pada manusia, untuk itu keberadaan vektor dan binatang penggangu tersebut harus di tanggulangi, sekalipun demikian tidak mungkin membasmi sampai keakar-akarnya melainkan kita hanya mampu berusaha mengurangi atau menurunkan populasinya kesatu tingkat ertentu yang tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Dalam hal ini untuk mencapai harapan tersebut perlu adanya suatu managemen pengendalian dengan arti kegiatan-kegiatan/proses pelaksanaan yang bertujuan untuk memurunkan densitas populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan. Pada penulisan ini sebelum membahas metode pengendalian secara sederhana pemberantasan vektor malaria, terlebih dahulu disampaikan secara pengertian serta ciri-ciri vektor dan binatang pengganggu.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Jelaskan pengertian vektor filariasis? 2. Apasaja vektor nyamuk? 3. Bagaimana cara penularannya? 4. Apasaja gejalanya? 5. Bagaimana metodologi pengendaliannya?

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian vektor filariasis Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau kronik (Depkes RI, 2005). Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah. Mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu: 1. Wuchereria bancrofti 2. Brugia malayi 3. Brugia timori (Gandahusada, 1998). B. Vektor Nyamuk Di Indonesia telah terindentifikasi 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres yang menjadi vektor filariasis. Sepuluh spesies nyamuk Anopheles diidentifikasikan sebagai vektor Wuchereria bancrofti tipe pedesaan. Culex quinquefasciatus merupakan vektor Wuchereria bancrofti tipe perkotaan. Enam spesies Mansonia merupakan vektor Brugia malayi. Di Indonesia bagian timur, Mansonia dan Anopheles barbirostris merupakan vektor filariasis yang paling penting. Beberapa spesies Mansonia dapat menjadi vektor Brugia malayi tipe subperiodik nokturna. Sementara Anopheles barbirostris merupakan vektor penting Brugia malayi yang terdapat di Nusa Tenggara Timur dan kepulauan Maluku Selatan. Perlu kiranya mengetahui bionomik (tata hidup) vektor yang mencakup tempat berkembangbiak, perilaku menggigit, dan tempat istirahat untuk dapat melaksanakan pemberantasan vektor filariasis. Tempat perindukan nyamuk berbeda beda tergantung jenisnya.

Umumnya nyamuk beristirahat di tempat-tempat teduh, seperti semak-semak sekitar tempat perindukan dan di dalam rumah pada tempat-tempat yang gelap. Sifat nyamuk dalam memilih jenis mangsanya berbeda-beda, ada yang hanya suka darah manusia (antrofilik), darah hewan (zoofilik), dan darah keduanya (zooantrofilik). Terdapat perbedaan waktu dalam mencari mangsanya, ada yang di dalam rumah (endofagik) dan ada yang di luar rumah (eksofagik). Perilaku nyamuk tersebut berpengaruh terhadap distribusi kasus filariasis. Setiap daerah mempunyai spesies nyamuk yang berbeda-beda (Depkes RI, 2005). C. Cara Penularan Pada saat nyamuk menghisap darah manusia/hewan yang mengandung mikrofilaria, mikrofilaria akan terbawa masuk ke dalam lambung nyamuk dan melepaskan selubungnya kemudian menembus dinding lambung nyamuk bergerak menuju otot atau jaringan lemak di bagian dada. Mikrofilaria akan mengalami perubahan bentuk menjadi larva stadium I (L1), bentuknya seperti sosis berukuran 125-250m x 10-17m dengan ekor runcing seperti cambuk setelah 3 hari. Larva tumbuh menjadi larva stadium II (L2) disebut larva preinfektif yang berukuran 200-300m x 15-30m dengan ekor tumpul atau memendek setelah 6 hari. Pada stadium II larva menunjukkan adanya gerakan. Kemudian larva tumbuh menjadi larva stadium III (L3) yang berukuran 1400m x 20m. Larva stadium L3 tampak panjang dan ramping disertai dengan gerakan yang aktif setelah 8-10 hari pada spesies Brugia dan 10-14 hari pada spesies Wuchereria. Larva stadium III (L3) disebut sebagai larva infektif. Apabila seseorang mendapat gigitan nyamuk infektif maka orang tersebut berisiko tertular filariasis. Pada saat nyamuk infektif menggigit manusia, maka larva L3 akan keluar dari probosisnya dan tinggal di kulit sekitar lubang gigitan nyamuk kemudian menuju sistem limfe. Larva L3 Brugia malayi dan Brugia timori akan menjadi cacing dewasa dalam kurun waktu 3,5 bulan, sedangkan Wuchereria bancrofti memerlukan waktu lebih 9 bulan (Depkes RI, 2005). D. Gejala Gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut) dan gejala lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandai dengan demam berulang 1-2 kali atau lebih setiap bulan selama 3-4 hari apabila bekerja berat,

timbul benjolan yang terasa panas dan nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka di badan, dan teraba adanya tali urat seperti tali yang bewarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan kearah ujung kaki atau tangan. Gejala lanjut (kronis) ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita sehingga menimbulkan cacat yang menetap (Depkes RI, 2005). E. Metodologi Pengendalian Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka memurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting didasarkan prinsip dan konsep yang benar. Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut : 1. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara

pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/membahayakan. 2. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata lingkungan hidup. Sesuai dengan hal tulisan di atas, penulis mencoba menyampaikan suatu metode pengendalian/pemberantasan nyamuk malaria secara sederhana. Pemberantasan Vektor Malaria dengan cara Sederhana. Pemberantasan secara sederhana ini adalah dilakukan untuk anopheles aconitus dan Anopheles sundaicus yang merupakan vektor malaria. Dalam pemberantasan ini terlebih dahulu dilakukan pengamatan dengan melihat umur tanaman padi, khususnya tanaman padi rata-rata 4 minggu setelah tanam, karena hal ini menerangkan densitas aconitus mulai meninggi. Tempat perindukan nyamuk anopheles aconitus adalah tempat yang tertutup oleh tanaman air, sedangkan bila permukaan airnya bersih densitasnya rendah, pada hakekatnya tinggi rendahnya densitas anopheles aconitus sulit di ramalkan.

Dari hasil suatu penelitian dan pengamatan, untuk menanggulangi nyamuk aconitus dapat dilakukan dengan pengendalian yang sederhana yaitu dengan cara non kimiawi yang tidak mempunyai efek pencemaran lingkungan. Cara ini dapat dilakukan secara gotong-royong maupun perorangan oleh masyarakat. 1. Pengamatan Vektor Pengamatan vektor sangat penting karena dari kegiatan ini akan terkumpul data yang menerangkan keadaan dan perilaku vektor (nyamuk aconitus) pada suatu waktu. Cara pemberantasan sederhana ini dilakukan terlebih dahulu meninjau lapangan dan menganalisa keadaan lingkungan, khusus tempat peridukan vektor. Nyamuk anopheles aconitus tempat perindukan sering di jmnpai di sawah dan saluran irigasi, dan daerah yang petaninya tidak menanam padi dengan serentak, pada daerah seperti ini densitas anopheles aconitus tinggi. Bila penanaman padi oleh petani dilakukan dengan serentak maka densitas nyamuk tersebut anopheles aconitus menyenangi darah hewan binatang akan tetapi banyak di jumpai menggigit orang diluar rumah, tempat istirahat utama adalah tebing parit, Sungai yaitu di bagian dekat air yang lembab, nyamuk ini di dalam rumah akan hinggap di bagian bawah dinding setinggi + 80 cm dari lantai. Pemberantasan Penyebaran anopheles aconitus terutama dijumpai pada daerah persawahan, sebenarnya upaya pemberantasan vektor utama yang dapat dilakukan adalah penyemprotan runah serta bangunan-bangunan lainnya, seperti dengan

menggunakan fenitrothion, namun pemberantasan ini membutuhkan biaya berlipat ganda, dan harus di sadari bahwa dengan penyemprotan adalah suatu

kebijaksanaan jangka pendek sedangkan jangka panjang adalah pengelolaan lingkungan. Cara sederhana diharapkan, yang memungkinkan dapat dilakukan oleh masyarakat dan mampu mengerjakannya. Untuk mengurangi densitas anopheles aconitus petani diharapkan merawat saluran irigasi, bagian tepi saluran tidak ada kantong-kantong air hingga air mengalir lancar, dan menanam padi harus serentak sehingga densitas anopheles aconitus terbatas pada periode pendek yaitu pada minggu ke 4 hingga minggu ke 6 setelah musim tanam.

Pengendalian Jentik Perkembangan jentik hingga dewasa membutuhkan air jika tidak ada air akan mati, maka pengeringan berkala sawah hingga kering betul, merupakan cara pengendalian jentik anopheles aconitus yang dapat dilakukan oleh masyarakat petani. Perkembangan dari telur hingga menjadi nyamuk diperlukan waktu 13-16 hari, karenanya pengeringan cukup dilakukan dipersawahan, yang dilakukan setiap 10 kali selama 2 hari. Cara lain yaitu petani diharapkan membudayakan tanaman selang-seling antara tanaman berair dengan tanaman tanpa air misalnya palawija, penebaran ikan pemakan jentik. ikan yang di tebarkan tidak mesti ikan kecil tetapi dapat ikan yang mempunyai nilai ekonomi misalnya ikan mujahir, semua keterangan diatas adalah untuk pengendalian jentik. Pengendalianyamuk dewasa dengan hewan ternak Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk anopheles aconitus adalah nyamuk yang senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan anopheles aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah kolong dekat dengan rumah). Perlu diketahui bahwa nyamuk anopheles aconitus ini memiliki ciri-cirinya berwarna agak kehitam-hitaman dan rusuk ke 6 mempunyai 3 noda hitam, jumpai pada ujung rusuk ke 6 putih serta moncong (promboces) separuh bagian ke ujungnya coklat ke kuning-kuningan. Nyamuk anopheles aconitus banyak dijumpai didaerah pulau jawa sedangkan di Sumatera Utara banyak dijumpai didaerah Tapanuli.

BAB III KESIMPULAN

1. Pengendalian anopheles aconitus dengan metode sedarhana ini dapat mengajak, khususnya masyarakat petani dalam pemberantasan tanpa menggunakan biaya. 2. Masyarakat petani diharapkan agar tetap memelihara kondisi saluran pengairan sehingga aliran air di persawahan tetap lancar tanpa ada kantongkantong dipinggir saluran. 3. Petani harus menanam padinya serentak dan mengeringkan sawahnya tiap 10 hari selama 2 hari. 4. Petani diharapkan membudayakan pola tanam selang-seling yaitu tanaman basah dan tanaman kering. 5. Ternak agar ditempatkan kandangnya di dekat perindukan diluar rumah, dan tidak menyatu dengan rumah, serta penebaran ikan pemakan jentik di sawah. 6. Pemberantasan vektor malaria secara sederhmla ini sangat bermanfaat di daerah-daerah pedesaan/pedalaman yang mempunyai areal persawahan yang luas dan metode pemberantasan sederhana ini tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.

DAFTARPUSTAKA 1.Santio

Kirniwardoyo (1992), Pengamatan dan pemberatasan vektor malaria, sanitas. Puslitbang Kesehatan Depkes Rl Jakarta 2.Adang Iskandar, Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu, APKTS Pusdiknakes. Depkes RI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai