Anda di halaman 1dari 22

BAB II ISI

2.1. Fisiologi Tidur Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian1,4. Tidur tidak dapat diartikan sebagai meanifestasi proses deaktivasi sistem Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron di substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center).

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu: 1. Tipe Rapid Eye Movement (REM) 2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM) Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam. Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat stadium, antara lain: Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang disebut gelombang teta.

Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah.

Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.

Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)

Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM.1,4

Pola siklus tidur dan bangun adalah bangun sepanjang hari saat cahaya terang dan tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya perubahan gelap dan terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata dan mempengaruhi suatu bagian di hipotalamus yang disebut nucleus supra chiasmatic (NSC). NSC akan mengeluarkan neurotransmiter yang mempengaruhi pengeluaran berbagai hormon pengatur temperatur badan, kortisol, growth hormone, dan lain-lain yang memegang peranan untuk bangun tidur. NSC bekerja seperti jam, meregulasi segala kegiatan bangun tidur. Jika pagi hari cahaya terang masuk, NSC segera mengeluarkan hormon yang menstimulasi peningkatan temperatur badan, kortisol dan GH sehingga orang terbangun. Jila malam tiba, NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga orang mengantuk dan tidur. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula pineal. Saat hari mulai gelap, melatonin dikeluarkan dalam darah dan akan mempengaruhi terjadinya relaksasi serta penurunan temperatur badan dan kortisol. Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam 9 pagi.5

Perubahan tidur akibat proses menua

Orang usia lanjut membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur ( berbaring lama di tempat tidur sebelum tidur) dan mempunyai lebih sedikit/lebih pendek waktu tidur nyenyaknya. Pada penelitian di laboratorium tidur, orang usia lanjut mengalami waktu tidur yang dalam lebih pendek, sedangkan tidur stadium 1 dan 2 lebih lama. Hasil uji dengan alat polysomnographic didapatkan penurunan yang bermakna dalam slow wave sleep dan rapid eye movement (REM). Orang usia lanjut juga lebih sering terbangun di tengah malam akibat perubahan fisik karena usia dan penyakit yang dideritanya sehingga kualitas tidur secara nyata menurun. Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama sirkadian tidur normal yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan terang. Dalam irama sirkadian yang normal terdapat peranan pengeluaran hormon dan perubahan temperatur badan selama siklus 24 jam. Ekskresi kortisol dan GH meningkat pada siang hari dan temperatur badan menurun di waktu malam. Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol. Melatonin menurun dengan meningkatnya umur. Penelitian lain menunjukkan kualitas tidur usia lanjut yang sehat, juga tergantung pada bagaimana aktivitasnya pada siang hari. Bila siang hari sibuk dan aktif sepanjang hari, pada malam hari tidak ada gangguan dalam tidurnya, sebaliknya bila siang hari tidak ada kegiatan dan cenderung tidak aktif, malamnya akan sulit tidur.5

Hypnograms memerlihatkan perbedaan karakter tidur pada orang muda dan orang tua. Dibandingkan dengan orang muda, Orang tua cenderung memiliki onset tidur yang lama, tidur yang terfragmentasi, bangun terlalu dini di pagi hari dan menurunnya tidur tahap 3 dan 4.5

2.2 Definisi Insomnia Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.

2.3 Klasifikasi Insomnia

Insomnia Primer Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.

Insomnia Sekunder Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.

Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu International code of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) IV dan International Classification of Sleep Disorders (ISD).

Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu: Organik Non organik Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur) Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpu buruk, berjalan sambil tidur, dll) Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder. Insomnia disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.

Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu: 1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain 2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum 3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu 4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini menetap dan diderita minimal 1 bulan. Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi, insomnia diklasifikasikan menjadi: a. Acute insomnia b. Psychophysiologic insomnia c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception) d. Idiopathic insomnia e. Insomnia due to mental disorder f. Inadequate sleep hygiene g. Behavioral insomnia of childhood h. Insomnia due to drug or substance i. Insomnia due to medical condition j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition, unspecified (nonorganic) k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)
10

2.4. Etiologi Insomnia Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.

Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi. Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid. Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah malam.

Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.

Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.3,10

2.5 Faktor Resiko Insomnia Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko insomnia meningkat jika terjadi pada: Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur. Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia meningkat sejalan dengan usia. Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur. Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia. Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari sering meningkatkan resiko insomnia.1,4 2.6 Tanda dan Gejala Insomnia

Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari Sering terbangun pada malam hari

Bangun tidur terlalu awal Kelelahan atau mengantuk pada siang hari Iritabilitas, depresi atau kecemasan Konsentrasi dan perhatian berkurang Peningkatan kesalahan dan kecelakaan Ketegangan dan sakit kepala Gejala gastrointestinal 1,3,7

2.7 Diagnosis Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:


Pola tidur penderita. Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang. Tingkatan stres psikis. Riwayat medis. Aktivitas fisik Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan pola tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan pengisian kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu tidur Anda selama 2 minggu. Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia. Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi, gerakan mata, dan gerakan tubuh.6 Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ7 Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti: a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.

Kriteria lama tidur (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada transient insomnia) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)

2.8 Tatalaksana 1. Non Farmakoterapi a. Terapi Tingkah Laku Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita insomnia. Terapi tingkah laku meliputi Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik. Teknik Relaksasi. Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood. Terapi kognitif. Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau dalam grup. Restriksi Tidur. Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.3,6 Kontrol stimulus Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas. Instruksi dalam terapi stimulus-kontrol:8 1. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca, menonton televisi, makan atau bekerja. 2. Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam waktu 20 menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur, tinggalkan tempat tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan hal-hal yang membuat santai. Hindari menonton televisi. Bila sudah merasa mengantuk kembali ke tempat tidur, namun bila alam 20 menit di tempat tidur tidak juga dapat tidur, kembali lakukan hal yang membuat santai, dapat berulang dilakukan sampat seseorang dapat tidur. 3. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal tidur-bangun (kontrol waktu). 4. Tidur siang harus dihindari.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur. Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa. Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur. Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan pernapasan atau beribadah Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada malam hari. Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari kebisingan Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.

Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin Menghindari makan besar sebelum tidur Cek kesehatan secara rutin Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik1,2,3,6

2. Farmakologi Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu benzodiazepine dan nonbenzodiazepine. a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam) b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur : Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur) Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep inducing anti-insomnia yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting) Misalnya pada gangguan anxietas Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke proses tidur selanjutnya) Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Prolong latent phase Anti-Insomnia, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik) Misalnya pada gangguan depresi Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep Maintining Anti-Insomnia, yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting).

Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur. Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat) Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut

Lama Pemberian Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan Sleep EEG yang menetap sekitar 6 bulan lamanya. Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena Psychological Dependence (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat ditanggulangi.

Efek Samping Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur

Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-insomnia (waktu paruh) : Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam) gejala rebound lebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik Waktu paruh sedang, seperti Estazolam gejala rebound lebih ringan Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam menimbulkan gejala hang over pada pagi harinya dan juga intensifying daytime sleepiness Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi disinhibiting effect yang menyebabkan rage reaction

Interaksi obat Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan potensiasi efek supresi SSP yang dapat menyebabkan oversedation and respiratory failure Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal enzyme atau produce protein binding displacement sehingga jarang menimbulkan interaksi obat atau dengan kondisi medik tertentu.

Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol atau CNS Depressant lain, resiko kematian akan meningkat.

Perhatian Khusus Kontraindikasi : o Sleep apneu syndrome o Congestive Heart Failure o Chronic Respiratory Disease Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko menimbulkan teratogenic effect (e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)1,3,9

2.9 Komplikasi Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.

Komplikasi insomnia meliputi


Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah. Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi kecelakaan. Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi Kelebihan berat badan atau kegemukan Daya tahan tubuh yang rendah Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

2.10 Prognosis Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.

gangguan tidur menurut DSM-IV-TR.


I. GANGGUAN TIDUR PRIMER I.1 Dissomnia I.1.a Insomnia primer I.1.b Hipersomnia primer I.1.c Narkolepsi I.1.d Gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan I.1.e Gangguan tidur irama sirkadian (gangguan jadwal tidur-bangun) I.1.f Dissomnia yang tidak ditentukan I.2 Parasomnia II.2.a Gangguan mimpi buruk II.2.b Gangguan teror tidur II.2.c Gangguan tidur berjalan II.2.d Parasomnia yang tidak ditentukan II. GANGGUAN TIDUR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN MENTAL LAIN II.1 Insomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II II.2 Hipersomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II III. GANGGUAN TIDUR LAIN III.1 Gangguan tidur karena kondisi medis umum III.1.a Kejang epilepsi; asma berhubungan dengan tidur III.1.b Nyeri kepala kluster & hemikrania paroksismal kronik berhubungan dengan tidur III.1 c Sindrom menelan abnormal berhubungan dengan tidur III.1.d Asma berhubungan dengan tidur III.1.e Gejala kardiovaskuler berhubungan dengan tidur III.1.f Refluks gastrointestinal berhubungan dengan tidur III.1.g Hemolisis berhubungan dengan tidur (Hemoglobinuria Nokturnal Paroksismal) III.2 Gangguan tidur akibat zat III.2.a Pemakaian obat hipnotik jangka panjang III.2.b Obat antimetabolit III.2.c Obat kemoterapi kanker III.2.d Preparat tiroid III.2.e Anti konvulsan III.2.f Anti depresan III.2.g Obat mirip hormon Adenokortikotropik (ACTH); kontrasepsi oral; alfa metil dopa; obat penghambat beta.

GANGGUAN TIDUR PRIMER DISSOMNIA


Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh tidur ( failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty in staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi diantaranya. Gambaran penting dari dissomnia adalah perubahan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur. Gangguan ini meliputi insomnia, yang mana terjadi gangguan tidur pada awal dan pemeliharaannya; hipersomnia, yaitu gangguan dari waktu tidur yang berlebihan atau sleep attacks; gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan; dan gangguan tidur irama sirkadian, dimana terdapat ketidaksesuaian antara pola tidur seseorang dengan pola tidur normal lingkungannya.

INSOMNIA PRIMER
Insomnia adalah ketidakmampuan secara relatif pada seseorang untuk dapat tidur atau mempertahankan tidur baik pada saat ingin tidur, keadaan tidur yang tenang/sedang tidur ataupun bangun saat pagi sebelum waktunya (hal ini dikenal sebagai insomnia jenis awal/initial, jenis intermediate dan jenis terminal/late insomnia) atau jika orang tadi bangun dalam keadaan segar. Gangguan insomnia biasa terjadi sebelum seseorang berusia 40 tahun tetapi prevalensi tertinggi dijumpai pada usia di atas 65 tahun. Insomnia dapat disebabkan oleh gangguan mental lainnya, penyakit organik atau akibat penggunaan obat tertentu (insomnia sekunder) atau mungkin idiopatik (insomnia primer). Insomnia dikelompokan menjadi : Insomnia primer, yaitu insomnia menahun dengan sedikit atau sama sekali tidak berhubungan dengan berbagai stres maupun kejadian. Insomnia sekunder, yaitu suatu keadaan yang disebabkan oleh nyeri, kecemasan obat, depresi, atau stres yang hebat. Insomnia primer cirinya ditandai dengan adanya kesulitan dalam memulai atau mempertahankan tidur atau non restoratif atau tidur tidak nyenyak selama 1 bulan dan tidak disebabkan oleh gangguan mental, keadaan medikal umum, dan penggunaan zat. Insomnia sering terjadi di masyarakat umum dan lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan; meskipun hanya sedikit jumlah orang-orang dengan insomnia yang berkonsultasi ke dokter. Kesulitan tidur lebih sering terjadi pada orang tua, wanita, individu dengan pendidikan rendah dan status ekonomi rendah, dan orangorang dengan masalah medis kronis. Transient insomnia sering terjadi pada orang yang biasanya tidur normal. Bentuk insomnia ini terjadi bersamaan dengan adanya stres piskologis akut, seperti saat kehilangan. Keadaan ini cenderung untuk sembuh sendiri. Insomnia kronis adalah kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam selama sebulan atau lebih. Salah satu penyebab kronik insomnia yang paling umum adalah depresi. Penyebab lainnya adalah arthritis, gangguan ginjal, gagal jantung, sleep apnea, sindrom restless legs, parkinson, dan hypertyroidism. Namun demikian, insomnia kronis bisa juga disebabkan oleh faktor perilaku, termasuk penyalahgunaan kafein, alkohol, dan substansi lain, siklus tidur/bangun yang disebabkan oleh kerja lembur dan kegiatan malam hari lainnya, dan stres kronik. a. Penyebab Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik, dan pemakaian obat-obatan. Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi, atau ketakutan. Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah.

Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa orang tertidur secara normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian dan sulit untuk tertidur kembali. Kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah dan merasa belum puas tidur. Terbangun pada dini hari, pada usia berapapun, merupakan pertanda dari depresi. Orang yang pola tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang terbalik, mereka tertidur bukan pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya tidur. Selain itu, perilaku di bawah ini juga dapat menyebabkan insomnia pada beberapa orang : Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka) Kekhawatiran tidak dapat tidur Menkonsumsi kafein secara berlebihan Minum alkohol sebelum tidur Merokok sebelum tidur Tidur siang/sore yang berlebihan Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur

b. Gejala Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Insomnia bisa dialami dengan berbagai cara : Sulit untuk tidur Tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami kesulitan untuk tetap tidur (sering bangun) Bangun terlalu awal Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala insomnia. Gejala yang dialami waktu siang hari adalah mengantuk, resah, sulit berkonsentrasi, sulit mengingat, gampang tersinggung. c. Diagnosis Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian terhadap : pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi (contohnya : perceraian, kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan mekanisme pertahanan yang keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai eksaserbasi yang dapat memberi petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa hidup tertentukah? Atau mungkin disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian pula riwayat pola tidur maupun siklus harian (rest/activity cycle) sangat bermanfaat dalam menentukan suatu diagnosis. Insomnia juga dapat menjadi suatu keluhan dari pasien yang sebenarnya menderita sleep apnea atau myoclonus-nocturnal. Pada pasien dengan insomnia primer harus diperiksa riwayat medis dan psikiatrinya. Riwayat medis harus dinilai secara seksama, mengenai riwayat penggunaan obat dan pengobatan. Pengukuran sleep hygiene digunakan untuk memonitor pasien dengan insomnia kronis. Pengukuran ini meliputi : - Bangun dan pergi ke tempat tidur pada waktu yang sama setiap hari, walaupun pada akhir pekan. - Batasi waktu ditempat tidur setiap harinya. - Tidak menggunakan tempat tidur sebagai tempat untuk membaca, nonton TV atau bekerja. - Meninggalkan tempat tidur dan tidak kembali selama belum mengantuk - Menghindari tidur siang. - Latihan minimal tiga atau empat kali tiap minggu (tetapi bukan pada sore hari, kalau hal ini akan mengganggu tidur).

- Pemutusan atau pengurangan konsumsi alkohol, minuman yang mengandung kafein, rokok dan obat-obat hipnotiksedatif. Banyak aspek dari program yang mungkin akan menyulitkan pasien. Meskipun demikian, cukup banyak pasien yang termotivasi untuk meningkatkan fungsinya dengan cara melakukan pengukuran ini. d. Pengobatan Meskipun pengobatan hipnotik-sedatif (misalnya pil tidur) tidak dapat mencegah insomnia, tetapi dapat memberikan perbaikan secara bertahap. Obat-obat tersebut seharusnya kita gunakan terutama untuk merawat

transient dan insomnia jangka pendek. Manfaat jangka panjang biasanya sulit untuk dinilai dan kebanyakan pasien menjadi tergantung pada pengobatan ini. Benzodiazepin merupakan obat pilihan pertama untuk alasan kenyamanan dan manfaatnya. Benzodiazepin sebagai obat tidur meliputi estazolam, 1-2 mg malam hari; flurazepan, 15-30 mg malam hari; quazepam, 7,5 15 mg malam hari; temazepam, 15-30 mg malam hari dan triazolam, 0,25 0,25 mg malam hari. Non benzodiazepin alternatif adalah zolpidem, 5-10 mg malam hari; dan zaleplon, 10-20 mg malam hari, kedua obat ini menimbukan sedikit efek ketergantungan, toleransi, dan cenderung untuk menyebabkan somnolen seharian. Obat-obat lain yang sering digunakan meliputi chloralhydrate (500-2000 mg), hipnotik-sedatif golongan non barbiturat akan meningkat potensinya bila dikonsumsi bersama alkohol, antihistamin diphenhydramine (25-100 mg) dan doxylamine (25-100 mg). Sedatif antidepresan seperti trazodone (50-20 mg) sering digunakan dalam dosis rendah sebagai hipnotik untuk pasien yang menderita insomnia primer.

Kriteria Diagnostik untuk Insomnia Primer menurut DSM-IV-TR A. Keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama sekurangnya satu bulan. B. Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan penderitaan yang bermakana secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. C. Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi, gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia. D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental lain (misalnya, gangguan depresi berat, gangguan kecemasan umum, delirium). E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

HIPERSOMNIA PRIMER
Hipersomnia primer terdapat pada 5% populasi dewasa, pria dan wanita mempunyai kemungkinan sakit yang sama. Yang dimaksud dengan hipersomnia primer adalah tidur yang berlebihan atau terjadi serangan tidur ataupun perlambatan waktu bangun. Hipersomnia mungkin merupakan akibat dari penyakit mental, penyakit organik (termasuk obat-obatan) atau idiopatik. Gangguan ini merupakan kebalikan dari insomnia. Seringkali penderita dianggap memiliki gangguan jiwa atau malas. Penderita hipersomnia membutuhkan waktu tidur lebih dari ukuran normal. Pasien biasanya akan tidur siang sebanyak 1-2 kali per hari, dimana setiap waktu tidurnya melebihi 1 jam. Meski banyak tidur, mereka selalu merasa letih dan lesu sepanjang hari. Gangguan ini tidak terlalu serius dan dapat diatasi sendiri oleh penderita dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen diri.

Polysomnography memperlihatkan penurunan gelombang delta, peningka-tan kesadaran, dan pengurangan masa laten REM pada pasien dengan hipersomnia primer. Pengobatan dari hipersomnia primer meliputi kombinasi antara pengu-kuran sleep hygiene, obat-obatan stimulan, dan tidur siang untuk beberapa pasien. Obat-obat stimulan dapat mempertahankan kesadaran; dextroamphetamine dan methylphenidate keduanya mempunyai masa paruh yang singkat dan di minum dalam dosis terbagi. Femoline, stimulan kerja lama, dapat juga digunakan. Modafinil, yang digunakan untuk mengobati narkolepsi, dapat juga digunakan untuk mengobati hipersomnia primer. Antidepresan trisiklik (seperti protriptyline) dapat juga digunakan. Karena obat-obatan stimulan dapat menimbulkan ketergantungan, maka penggunaannya harus benar-benar diawasi.

Kriteria Diagnostik untuk Hipersomnia Primer menurur DSM-IV-TR A. Keluhan yang menonjol adalah mengantuk berlebihan di siang hari selama sekurangnya satu bulan (atau lebih singkat jika rekuren) seperti yang ditunjukkan oleh episode tidur yang memanjang atau episode tidur siang hari yang terjadi hampir setiap hari. B. Mengantuk berlebihan di siang hari menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. C. Mengantuk berlebihan di siang hari tidak dapat diterangkan oleh Insomnia dan tidak terjadi semata-mata selam perjalan gangguan tidur lain (misalnya, narkolepsi, gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia) dan tidak dapat diterangkan oleh jumlah tidur yang tidak adekuat. D. E. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan lain. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

NARKOLEPSI
Narkolepsi adalah salah satu bentuk hipersomnia yang paling sering terjadi. Narkolepsi adalah gangguan tidur yang diakibatkan oleh gangguan psikologis dan hanya bisa disembuhkan melalui bantuan pengobatan dokter ahli jiwa. Narkolepsi ditandai dengan bertambahnya waktu tidur yang berhubungan dengan keinginan tidur yang tidak dapat ditahan sebagai salah satu gejala, atau kombinasi antara gejala seperti cataplexy, sleep paralysis, atau hypnagogic hallucinations. Kelainan ini menyerang 1 diantara 2000 orang, jumlah penderita pria yang sama dengan wanita.

Narkolepsi mungkin merupakan penyakit herediter karena setengah pasien narkolepsi mempunyai keluarga yang sakit serupa. Gejala dari narkolepsi adalah ditemukannya serangan tidur yang berakhir dari beberapa detik hingga 30 menit atau lebih lama. Pasien narkolepsi juga dapat mengalami serangan tidur pada saat bekerja, selama percakapan atau pada keadaan normal lainnya. Narkolepsi dijumpai pada pasien yang berusia di bawah 25 tahun (90%). 80% pasien narkolepsi mengalami episode cataplexy, dimana terjadi kehilangan kontrol otot secara tiba-tiba yang dapat menyebabkan orang tersebut pingsan tanpa kehilangan kesadaran. Keadaan ini dapat terjadi sebagai respon terhadap suatu keadaan emosional seperti mengalami kegembiraan atau kejutan. Sleep paralysis lebih jarang terjadi dibandingkan dengan cataplexy. Sleep paralysis akan menyebabkan

kehilangan muscle tone yang bersifat sementara sehingga menimbulkan ketidakmampuan untuk bergerak. Hyponagonic hallucination merupakan penerimaan halusinasi yang menyenangkan, biasanya melihat atau mendengar sesuatu yang terjadi ketika orang-orang jatuh tidur (hypnopompic hallucinations terjadi hanya setelah bangun). Gejala auxillary ini secara umum akan timbul beberapa tahun setelah gangguan tidur.

Anamnesis mengenai riwayat tidur memegang peranan penting dalam menegakkan Polysomnography dengan MSLT digunakan untuk

narkolepsi.

menegakkan diagnosa narkolepsi dan membantu para dokter untuk menemukan gangguan tidur lain seperti gangguan pernafasan yang berhubungan dengan gangguan tidur. Pasien narkolepsi akan mengalami masalah-masalah psikologis, yang akan mempengaruhi kehidupan keluarganya, lingkungan kerja, dan interaksi sosial. Penatalaksanaan dari narkolepsi mencakup pengobatan yang berbeda untuk serangan tidur dan gejala auxilary. Stimulan adalah obat yang sering digunakan untuk mengatasi serangan tidur karena mula kerjanya yang singkat dan sedikitnya efek samping yang ditimbulkan. Sebagai contoh, methylphenidate sangat tepat untuk mengatasi serangan tidur/sleep attack, digunakan dalam dosis terbagi dengan dosis awal 5 mg, dosis tersebut dinaikkan secara bertahap hingga 60 mg per hari. Dextroamphetamine dapat digunakan dengan dosis yang serupa. Pemoline digunakan dengan dosis antara 18,75 sampai 150 mg, dengan dosis yang terbagi. Modafinil, merupakan obat baru yang disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration sebagai alternatif lain dalam pengobatan narkolepsi. Obat tersebut toleransinya baik dan efek kardiovaskular-nya sedikit; dosis hariannya 200 sampai 400 mg. Antidepresan trisiklik sering digunakan untuk menangani cataplexy atau sleep paralysis tetapi mempunyai sedikit efek pada serangan tidur; dosis yang digunakan untuk mengontrol gejala ini lebih rendah dibandingkan dengan dosis yang digunakan untuk mengobati depresi (misalnya, imipramin, 10 sampai 75 mg malam hari). Dokter harus menjelaskan tentang gangguan ini kepada pasien dan keluarganya. Rekan kerja dan lingkungan sosial harus juga diberikan pengeta-huan mengenai gejala dari narkolepsi. Kerjasama dan pertolongan dari lingkungan sosial diperlukan untuk mengurangi kesulitan kerja dan membantu menurunkan tingkat kebutuhan pasien terhadap obatobatan stimulan.

GANGGUAN TIDUR BERHUBUNGAN DENGAN PERNAPASAN


Apnea merupakan gangguan tidur yang cukup serius. Lebih dari 5 juta penduduk AS mengalaminya. Central apnea timbul sebagai akibat kerusakan pada pusat pernafasan sehingga tidak dapat memulai usaha respirasi periperal. Pada orang dewasa gangguan pernafasan yang berkaitan dengan gangguan tidur dicirikan dengan episode penghentian nafas selama 10 detik atau lebih selama tidur, dengan frekuensi 10 kali atau lebih tiap jam, dan dengan penurunan desaturasi oksigen yang signifikan, tanda nocturnal lainnya seperti mendengkur, nafas yang terengah-engah, gastroesophageal reflux, ngompol, pergerakan tubuh yang hebat, berkeringat pada malam hari dan pagi hari, sakit kepala. Gejala pada siang hari meliputi keinginan untuk tidur yang sangat hebat atau serangan tidur. Gangguan tersebut

mempunyai efek psiklologis yang serius, meliputi proses berfikir yang lambat, kerusakan ingatan, dan perhatian. Pasien sering merasa cemas, dysphoric mood, keluhan fisik yang bervariasi. Pasien dengan sleep apnea biasanya gemuk, usia pertengahan (dapat pula mengenai semua kelompok umur), dan wanita. Apnea juga disebut penyakit to fall asleep at the wheel karena sering terjadi ketika penderita sedang mengemudi mobil. Apnea terjadi karena fluktuasi atau irama yang tidak teratur dari denyut jantung dan tekanan darah. Ketika serangan datang, penderita seketika merasa mengantuk dan jatuh tertidur. Penderita mengalami kesulitan bernafas, bahkan terheti pada saat tidur (dalam bahaa Jawa disebut tindihan). Naik-turunnya denyut jantung dan tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kematian seketika pada penderita. Pasien gemuk dianjurkan untuk mengurangi berat badan. Antidepresan trisiklik (misalnya protriptyline, 10-60 mg malam hari) dapat digunakan untuk mengatasi gangguan ini, buspirone dan fluoxetine juga bermanfaat untuk mengatasi gangguan ini. Benzodiazepin sebaiknya tidak digunakan sebab akan menekan pernafasan bila digunakan dalam dosis tinggi.

Continuous positive air ways pressure (CPAP) secara luas digunakan untuk merawat pasien tersebut. Cara lain yaitu dengan melakukan uvulopalatopharingoplasty, yang dilakukan untuk pasien-pasien dengan jaringan oropharingeal yang berlebihan. Tracheostomy biasanya dilakukan pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap CPAP dan uvulopalatopharingoplasty.

GANGGUAN TIDUR IRAMA SIRKADIAN (GANGGUAN JADWAL BANGUN TIDUR)


Gambaran penting gangguan ritmik sirkadian yaitu pola menetap dan berulang gangguan tidur akibat tidak sinkronnya jam biologik sirkadian internal seseorang dengan siklus tidur-bangun. Hal ini terjadi karena tidak cocoknya jam sirkadian dengan tuntutan eksogen mengenai saat dan lama tidur misalnya karena perjalanan melintasi zona waktu yang berbeda. Penyebab lain dapat berupa disfungsi ritmik biologik dasar. Akibat tidak samanya siklus sirkadian, seseorang dengan gangguan ini dapat mengeluh insomnia pada waktu tertentu (misalnya malam hari) dan tidur berlebihan pada siang hari sehingga terjadi gangguan fungsi sosial, pekerjaan, fungsi lainnya atau dapat menyebabkan penderitaan secara subyektif. Diagnosis ditegakkan bila terjadi gangguan fungsi sosial, pekerjaan, atau penderitaan subyektif secara signifikan. Kemampuan individu beradaptasi dengan perubahan sirkadian bervariasi sangat luas. Kebanyakan individu dengan gejala ini tidak mencari pertolongan karena gejalanya tidak berat. Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan, plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadaan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidur bangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian). Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian: 1. Sementara (acut work shift, Jet lag) 2. Menetap (shift worker) Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM. Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut: 1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder). 2. Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep laten panjang dengan tidur yang terputus-putus. 3. Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada orang tidak secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM. 4. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome).

Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup ubtuk waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tdk sesuai. 5. Tipe bangun-tidur beraturan 6. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam. Gangguan tidur timbul sebagai akibat siklus tidur-bangun yang tidak sinkron dengan jadwal tidur harian seseorang. Sebagai contoh, orang-orang dengan kerja shift malam hari atau dimana mereka yang shift kerjanya sering berubah (misalnya perawat, pekerja bangunan) dapat mengalami gangguan tidur irama sirkadian. Orang-orang yang sering berpergian ke daerah dengan waktu yang saling bersilangan akan menyebabkan gangguan tidur, dan dikenal dengan jet lag. Orang-orang dengan gangguan ini tidak pernah dapat merasakan istirahat penuh. Ketika mereka ingin tidur, mereka justru tidak dapat tidur dan ketika mereka bangun, mereka justru ingin tidur dan mengantuk. Cara yang paling baik adalah menghindari kerja shift. Penatalaksanaan jet lag yaitu meliputi penyesuaian jam tidur dengan waktu didaerah yang baru. Kebanyakan orang dewasa memerlukan satu hari untuk menyesuaikan waktu ke arah timur dan sedikit lebih singkat jika perjalanan tersebut ke arah barat. Para wisatawan dapat meminimalkan kekurangan tidurnya dengan menggunakan obat-obat hipnotik (seperti : zolpidem, 5-10 mg saat akan tidur malam) dan menghindari penggunaan alkohol dan zat-zat lain yang dapat mempengaruhi jet lag.

PARASOMNIA
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah laku dan aksi motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa (3%). Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu: a. Peminum alkohol b. Kurang tidur (sleep deprivation) c. Stress psikososial Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (konfuosius), dan diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4. Parasomnia terdiri dari mimpi buruk, ancaman tidur dan tidur berjalan (atau somnambulism). Ketiga gangguan tersebut relatif sering terjadi pada anak-anak. Gangguan ini biasanya akan berkurang pada akhir masa remaja teapi dapat juga berlanjut ke masa dewasa.

GANGGUAN MIMPI BURUK (MIMPI CEMAS) Gangguan mimpi buruk adalah suatu kegelisahan atau ketakutan yang amat sangat pada waktu malam, dan mimpi semacam ini akan selalu diingat oleh pasien sebagai sesuatu yang sangat mencekam. Keadaan ini terjadi pada 5% manusia dari seluruh penduduk dan akan berlangsung menjadi kronis. Mimpi buruk cenderung terjadi selama REM tidur. Hal ini dapat terjadi setiap waktu selama malam hari tetapi lebih sering terjadi pada setengah jam kedua dari satu periode tidur, dimana siklus REM meningkat dalam frekuensi dan

lamanya. Pada anak-anak, mimpi buruk sering dihubungkan terhadap fase perkembangan spesifik dan terjadi pada masa usia sebelum sekolah dan awal sekolah. Pada kelompok usia tersebut, anak-anak mungkin tidak mampu untuk

membedakan kenyataan dari mimpi yang dialami. Mimpi buruk juga sering dihubungkan dengan penyakit demam dan delirium, terutama pada usia lanjut dan pada orang-orang yang menderita penyakit kronis. Gejala putus obat, seperti benzodiazepin, akan juga menyebabkan mimpi buruk. Peningkatan REM tidur setelah gejala putus obat barbiturat atau alkohol sering dihubungkan dengan

meningkatnya intensitas bermimpi dan mimpi buruk. Saat ini, penggunaan inhibitor serotonin (seperti : citalopram, fluoxatine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline) dan gejala putus obat dapat dihubungkan dengan mimpi buruk. Diagnosis banding utama untuk gangguan mimpi buruk adalah penyakit psikiatri mayor yang mempunyai kecenderungan untuk mimpi buruk (misalnya mayor depression), efek pengobatan, dan putus obat atau alkohol. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Mimpi Buruk menurut DSM-IV-TR A. Terbangun berulang kali dari periode tidur utama atau tidur sejenak dengan ingatan yang terinci tentang mimpi yang panjang dan sangat menakutkan, biasanya berupa ancaman akan kelangsungan hidup, keamanan, atau harga diri. Terjaga biasanya terjadi pada separuh bagian kedua periode tidur. B. Saat terjaga dari mimpi menakutkan, orang dengan segera berorientasi dan sadar (berbeda dengan konfusi dan disorientasi yang terlihat pada gangguan teror tidur dan beberapa bentuk epilepsi. C. Pengalaman mimpi, atau gangguan tidur yang menyebabkan terjaga, menyebabkan penderitaan yang bermakna secara khas atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. D. Mimpi buruk tidak terjadi semata-mata selam perjalanan gangguan mental lain (misalnya, delirium, gangguan stres pascatraumatik) dan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.

GANGGUAN TEROR TIDUR Episode dari gangguan ini terjadi selama dua pertiga dari masa tidur dan sering dimulai dengan teriakan yang keras diikuti oleh kecemasan yang hebat dengan tanda-tanda autonomic hyperousal, seperi takikardia dan nafas yang cepat. Orang-orang dengan teror tidur tidak sepenuhnya kembali sadar setelah suatu episode, dan biasanya tidak

mempunyai ingatan yang mendetil tentang kejadian yang terjadi. Penyebab gangguan ini tidak diketahui dengan pasti, tetapi gangguan ini sering terjadi bersamaan dengan tidur berjalan. Kedua keadaan dimulai pada masa anak-anak dan akan berakhir pada masa dewasa. Apabila episode ini terjadi pada masa remaja dan dewasa, maka biasanya juga disertai gangguan psikiatrik yang lain. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Teror Tidur menurut DSM-IV-TR A. Episode rekuren terjaga tiba-tiba dari tidur, biasanya terjadi selama sepertiga bagian pertama episode tidur utama dan dimulai dengan teriakan panik. B. Rasa takut yang kuat dan tanda rangsangan otonomik, seperti takikardia, nafas cepat, dan berkeringat, selama tiap episode. C. D. E. Relatif tidak responsif terhadap usaha orang lain untuk menenangkan penderita tersebut selama episode. Tidak ada mimpi yang diingat dan terdapat amnesia untuk episode. Episode menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

F.

Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum. Pada teror tidur yang utama adalah daya ingat pasien tentang mimpi tadi. Menurut Kandouw, ada perbedaan

mimpi buruk dan teror tidur. Ketika mengalami mimpi buruk, penderita sadar dan bisa berorientasi dengan sekitarnya. Mimpi buruk terjadi pada separuh akhir tidur. Penderita mampu mengingat dan menggambarkan kembali mimpinya secara detail dan nyata. Jika mimpi buruk terjadi pada akhir tidur, teror tidur terjadi di sepertiga awal tidur. Episode teror ini berulangulang, dimana penderita bangun dan berteriak ketakutan, mengalami kecemasan hebat dan hiperaktif. Namun, penderita kurang bisa mengingat kejadian yang telah dialami. Penderita juga mengalami disorientasi.

TIDUR BERJALAN (SOMNAMBULISM) Orang yang tidur berjalan didefinisikan sebagai episode pengulangan dari tidur dan berjalan. Hal ini biasanya terjadi selama sepertiga waktu tidur. Selama tidur berjalan, orang biasanya tidak tahu arah, relatif tidak memberikan respon terhadap komunikasi seseorang, dan hanya dapat dibangunkan dengan usaha keras. Pada saat sadar, orang tersebut tidak dapat mengingat kejadiannya. Episode tidur berjalan dan mimpi buruk terjadi dalam waktu tiga jam setelah jatuh tidur. Rekaman EEG memperlihatkan gelombang lambat dengan amplitudo tinggi yang mendahului aktivasi otot yang akan memacu timbulnya serangan; tidur berjalan terjadi selama tahap 3 dan 4 NREM tidur. Tidur berjalan cirinya terjadi dalam waktu kurang dari 10 menit. Orang-orang akan berjalan tanpa tujuan, tanpa menghiraukan keadaan lingkungan sekitarnya. Pasien tidur berjalan dapat melakukan kegiatan-kegiatan ringan seperti membuka pintu atau jendela sehingga dapat membahayakan jiwanya. Hal penting dalam mengatasi pasien tidur berjalan adalah melindungi pasien dari bahaya. Usaha untuk

mengintervensi episode serangan akan membingungkan dan menakutkan pasien. Cara terbaik adalah dengan mengunci pintu dan memasang alarm, dan menempatkan tempat tidur pasien di lantai satu. Gangguan lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Hampir 15% anak-anak pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode dari tidur berjalan, dan lebih dari 3% disertai dengan gangguan mimpi buruk. Kurang lebih 5% dari orang dewasa sehat dilaporkan pernah mengalami tidur berjalan. Orang tua perlu

diberitahukan bahwa kelainan yang dialami anaknya mungkin akan bertambah berat pada akhir masa remaja. Pada orang dewasa, tidur berjalan sering berhubungan dengan gangguan kejiwaan yang berat seperti depresi. Obat-obat yang dapat menekan tahap 3 dan 4 seperti benzodiazepin (misalnya diazepam 5-10 mg tiap malam), dapat diberikan untuk orang dewasa yang mengalami tidur berjalan dan mimpi buruk. Relaps dapat terjadi ketika obatobatan dihentikan atau pada waktu stres. Antidepresan trisiklik (misalnya impramine, 50-100 mg malam hari) juga bermanfaat dalam mengurangi frekuensi dari tidur berjalan dan mimpi buruk. Obat-obat juga dapat diberikan untuk anakanak meskipun dosis yang digunakannya lebih rendah. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Tidur Berjalan menurut DSM-IV-TR A. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat tidur dan berjalan berkeliling terjadi selama sepertiga bagian pertama episode tidur utama. B. Saat berjalan sambil tidur, orang memiliki wajah yang kosong dan menatap, relatif tidak responsif terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya, dan dapat dibangunkan hanya dengan susah payah. C. Saat terbangun (baik dari episode tidur berjalan atau pagi harinya), pasien mengalami amnesia untuk episode tersebut.

D.

Dalam beberapa menit setelah terjaga dari episode tidur berjalan, tidak terdapat gangguan aktivitas mental atau perilaku (walaupun awalnya mungkin terdapat periode konfusi atau disorientasi yang singkat).

E.

Tidur berjalan menyebabkan terjaga, menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

F.

Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.

Anda mungkin juga menyukai