Anda di halaman 1dari 3

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Infeksi menular seksual ( IMS ) adalah suatu penyakit yang menyebar atau ditularkan melalui kontak seksual dari orang ke orang. Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus dan parasit) yang dapat menular melalui hubungan kelamin. Keadaan yang paling bnyak ditemukan adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, syphilis, trichomonas, chancroid, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B (WHO, 2007). Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara genitor-genital saj4 tetapi dapat juga secara oro-genital atau ano-genital, sehingga kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak hanya terbatas pada daerah geital saja, tetapi dapat jaga pada daerah-daerah ekstra genital. Meskipun demikian tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin, tetapi ada beberapa yang dapat juga di ularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat, handulq termometer, dan sebagianya. Selain itu penyakit kelamin ini juga dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada janin dalam kandungannya (Daili, 2007). Sampai sekarang ini, infeksi menular seksual masih menjadi masalah dalam bidang kesehatan, sosial maupun ekonomi di berbagai Negara (WHO, 2003). Peningkatan insiden penyakit menular seksual tidak dapat di perkirakan secara benar dan tepat. Menurut WHO pada tahun 2001 memperkirakan bahwa penderita IMS di seluruh dunia sebanyak 340 juta orang. Sebagian besar pederita berada di Asia Selatan dan Asia Tenggara yaitu sebanyak l5l juta, diikuti di Afrika sekitar 70 juta dan yang terendah adalah Australia dan Selandia Baru sebanyak 1 juta (Widoyono, 2008). Semakin lama jumlah penderita IMS semakin meningkat dan penyebarannya semakin merata di seluruh dunia. WHO memperkirakan morbiditas IMS di dunia sebesar 250 juta orang setiap tahunnya. Peningkatan insiden IMS ini terkait juga dengan perilaku beresiko tinggi yang ada di masyarakat dewasa ini (Widoyono, 2008). Di Indonesia, angka prevalensi IMS bervariasi menurut daerah. Hasil survey ISR (infeksi saluran reproduksi) tahun2005 melaporkan angka IMS di kalangan WTS di Bitung 35%,Iakarta 40%

dan Bandung 50%. Hasil laporan periodic presumptive treatment (PPT) periode 1 bulan Agustus 2007 menunjukkan hasil yang hampir sam4 yaitu angka IMS di Banyuwangi 74,5%, Denpasar 36,6%, Surabaya 6l,2l% dan Semarang 79,7% (Widoyono, 2008). Kecenderungan kian meningkatnya penyebaran penyakit ini disebabkan oleh perilaku seksual bergonta-ganti pasangan, dan adanya hubungan seksual pranikah yang cukup tinggi. Kebanykan penderita infeksi menular seksual adalah remaja usia l5-20 tahun, akan tetapi ada juga bayi yang tertular dari ibunya sejak dalam kandungan (Lestari, 2008) Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual, khusunya pada kelompok usia remaja karena salah satu penyebabnya adalah akibat pergaulan bebas. Sekarang ini di kalangan remaja pergaulan bebas semakin hari semakin meningkat terutama di kota-kota besar. Hasil penelitian di l2 kota besar di Indonesia termasuk Denpasar menunjukkan 10-30% remaja yang belum menikah sudah melakukan hubungan seksual. Pakar seks dan juga spesilais Obstetri Ginekologi dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta mengungkpkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar 5% pada tahun 1980-an, menjadi 20%o pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut didapat dari berbagai penelitian di beberapa kota besar di Indonesia. Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Mahasiswa. Namun dalam beberapakasus juga terjadi pada anak-anak yang masih duduk ditingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) (Raufl 2008). Pengetahuan tentang infeksi menular seksual dapat ditingkatkan dengan pemberian pendidikan kesehatan reproduksi dimulai sejak usia remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi di kalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan terkait organ reproduksi saja akan tetapi juga mengenai bahaya akibat pergaulan bebas, seperti infeksi menular seksual dan kehamilan yang belum dihrapkan atau kehamilan beresiko tinggi (BKKBN, 2005). Oleh karean itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran dan sikap remaja terhadap infeksi menular seksual agar dapat di ketahui apakah perlu di lakukan penambahan pendidikan reproduksi bagi remaja dalam

upayamenghambat peningkatan insidensi infeksi menular seksual di kalangan remaja sekarang ini.

Rumusan Masalah Masalah yang mendasari dilakukannya penelitian ini adalah penulis ingin mengetahui: Bagaimanakah gambaran pengetahuan dan sikap remaja MAN Model Banda Aceh terhadap infeksi menular seksual? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja MAN Model Banda Aceh terhadap infeksi menular seksual. Tujuan Khusus Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah: Mendapatkan informasi tentang pengetahuan dan sikap remaja MAN Model Banda Aceh tentang infeksi menular seksual. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: l. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh mengenai gambaran pengetahuan dan sikap remaja terhadap infeksi menular seksual sehingga dapat dibentuk suatu rancangan sfategi untuk menindaklanjutinya. 2. Sebagai bahan masukan bagi pihak pelayanan kesehatan guna untuk lebih meningkatkan penyuluhan terhadap remaja terkait kesehatan reproduksi remaja. 3. Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah dalam memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi padaremal4 khususnya remaja sekolah yang trekait. 4. Sebagai bahan masukan bagi orang tua terhadap pentingnya peranan orang tua dalam upaya memberikan pendidikan seksual anak dimulai sejak usia remaja. 5. Sebagai bahan masukan bagi remaja dalam menyikapi hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.

Anda mungkin juga menyukai