Anda di halaman 1dari 9

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Mengingat lajunya pembangunan dewasa ini, transportasi merupakan prasarana penghubung dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Jembatan sebagai bagian dari prasarana transportasi untuk memperlancar pergerakan lalu lintas, cepat, aman dan efisien. Dalam usaha mendorong perkembangan perekonomian dan kegiatan masyarakat khususnya menyangkut masalah pengangkutan penumpang maupun hasil bumi dan industri, maka perlu adanya prasarana jalan dan jembatan yang memadai. Dari sisi lain, jembatan merupakan sarana pengembangan wilayah untuk menunjang pembangunan politik, ekonomi, social dan budaya serta pertahanan dan keamanan. Fungsi utama dari jembatan adalah untuk menghubungkan ruas jalan yang dibatasi/terhambat oleh sesuatu (missal sungai, danau, jurang, dll) untuk kelancaran lalu lintas. Dari tujuan teknis perencanaan suatu bangunan akan selalu memiliki kriteria dasar dasar perencanaan dan pertimbangan terhadap fungsi bangunan, system konstruksi, segi ekonomi maupun nilai estetikanya. Nilai keberhasilan tujuan suatu perencanaan sangat tergantung pada keobjektifan didalam pertimbangan memilih struktur suatu konstruksi. Pada tahap pertimbangan desain konstruksi, perancang akan dihadapkan pada beberapa pilihan alternatif sistem struktur. Dapat disebutkan diantaranya struktur konstruksi kayi, baja dan sistem balok prategang. Didalam pemilihan

sistem struktur, pada perencanaan suatu kontruksi harus juga mempertimbangkan keuntungan, keawetan dan keamanan bahan sistem struktur tersebut. Dengan adanya beberapa alternatif pilihan tersebut diatas, maka pemilihan sistem balok komposit sebagai desain sistem balok komposit pada j embatan. Adapaun latar belakang pemilihan desain ini adalah: 1. Pelaksanaan pekerjaan pada struktur sistem balok komposit lebih praktis, otomatis penghematan waktu dan biaya, bila dibandingkan dengan sistem konvesional/biasa. 2. Kondisi jembatan diproyeksikan untuk mampu melayani lalu lintas jangka panjang, baik bagi peningkatan arus angkitan manusia akibat pertumbuhan penduduk dan pengembangan wilayah msupun angkutan barang/hasil industri yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun.

3. Berat konstruksi sistem balok komposit lebih ringan bila dibandingkan dengan konstruksi sistem konvensional, sehingga dapat menyesuaikan terhadap perencanaan bangunan bawah, apalagi bila kondisi tanah yang ada kurang menguntungkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. UMUM Jembatan adalah suatu struktur yang berfungsi sebagai lintasan untuk memperpendek jarak menyebrang suatu rintangan tanpa menutup rintangan itu sendiri. Lintasan yang dimaksud disini adalah berupa suatu jalan raya/jalan rel, jalan pejalan kaki, kanal atau pipa pipa penyalur. Rintangan yang dimaksud di sini adalah dapat berupa sungai, jalan raya atau lembah. Bagian bagian yang terpenting adalah sebagai berikut: 1. Super struktur (bangunan atas), terdiri atas: a. Pelat / lantai b. Diafragma; balok balok melintang c. Balok balok utama melintang 2. 3. Tumpuan Sub struktur (bangunan bawah), terdiri atas : a. Abutments/pier b. Pondasi jembatan c. Tiang pancang 4. Bangunan tambahan, terdiri atas: a. Box culvet (kiri dan kanan)

b. Dinding penahan pasangan batu gunung c. Bronjong d. Plat injak 2.2. ANALISA PEMBEBANAN Dalam perencanaan suatu jembatan jalan raya, beban dan gay gaya yang harus diperhatikan untuk menghitung dimensi dan pemeliharaan material pada setiap bagian jembatan adalah sebagai berikut: Beban primer Beban primer adalah beban yang merupakan beban muatan setiap perencanaan jembatan. Yang termasuk beban primer adalah : Beban mati (dead load) yaitu muatan yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau dan termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan kesatuan dengan jembatan. Beban hidup (live load) yaitu meliputi semua muatan yang berasal dari berat kendaraan / lalu lintas dan berat pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. Muatan hidup diatas lantai kendaraan yang harus ditinjau dinyatakan dalam dua muatan yaitu muatan T untuk perhitungan lantai kendaraan dan muatan D untuk perhitungan gelagar jembatan. Muatan T adalah muatan oleh kendaraan truck yang mempunyai beban roda (dua) 10 ton dengan ukuran serta kedudukannya sebagai berikut:

Muatan D adalah susunan muatan pada setiap jalur klasifikasi yang terdiri dari muatan muatan terbagi rata sebesar D ton per meter panjang jalur dan muatan garis P = 12 ton (belum termasuk factor kejut) bergerak melintas jalur lalu lintas tersebut.

Besar P ditentukan berikut ini: L, <30 m P=2,2 t/m 30 m <1 60m P=(2,2 1,1/60) x (L 30) t/m L > 60 P=1,1 (1+30/L) t/m Dimana: L = Panjang (meter) dari bentang bersangkutan Dalam penggunaan beban D tersebut untuk sesuatu jembatan berlaku ketentuan: Apabila kendaraan lebih besar dari 5 m, beban D selebihnya dibebani dengan hanya 50 % (persan) dari beban D tersebut, seperti dijelaskan dibawah ini: 1. Balok tengah Beban hidup yang diterima oleh setiap balok tengah adalah: Beban merata P = P/2,2 x factor distribusi Beban garis P = P/2,2 x factor distribusi 2. Balok pinggir Beban hidup yang diterima oleh balok pinggir adalah beban hidup yang diterimanya tanpa memperhitungkan factor distribusi. Bagaimana juga balok pinggir harus direncanakan minimum sama kuat dengan balok tengah. Dengan demikian beban hidup yang diterima oleh tiap balok pinggir adalah : Beban merata P = (P/2,2) x S Beban garis P = (P/2,2) x S Dimana: S = Lebar pengaruh beban pada balok pinggir Semua balok harus diperhitungkan cukup kuat terhadap beban hidup total yang bekerja sesuai dengan lebar jalur yang bersangkutan. 3. Beban trotoar, kerb dan sandaran a. Konstruksi dari trotoar harus diperhitungkan terhadap beban hidup sebesar 500 kg/m2 . Dalam perhitungan kekuatan balok balok karena pengaruh beban hidup pada trotoar, diperhitungkan 60 persen dari beban hidup trotoar tersebut diatas. b. Kerb(dipertinggian tepi jalan)

Yang terdapat pada tepi tepi lantai kendaraan harus diperhitungkan dapat bekerja pada puncak kerb yang bersangkutan lebih tinggi dari 25 cm. c. Tiang tiang sandaran pada tepi trotoar harus diperhitungkan dapat menahan beban horizontal sebesar 100 kg/m yang bekerja pada tinggi 90 cm diatas lantai trotoar.

2.3. Kejut Untuk memperhitungkan pengaruh getaran getaran dari pengaruh dinamis lainnya, tegangan tegangan akibat beban D harus dikalikan dengan koefisien kejut yang ditentukan dengan rumus: K = 1 + (20/(50+L)) Dimana: K = Koefisien kejut L = Panjang (m) bentang yang bersangkutan Hal diatas berlaku untuk beban hidup lainnya. 2.4 Beban Sekunder a. beban Angin Pengaruh tekanan angin sebesar 100 kg/m2 pada jembatan berdasarkan bekerjanya beban angin horizontal terbagi rata dengan bidang vertical jembatan dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Jumlah luas vertical yang dianggap terkena oleh angina ditetapkan sebesar 1,5 x jumlah bagian bagian sisi jembatan. Apabila ada beban hidup di jembatan, maka luas tersebut ditambah dengan luas bidang vertical beban hidup diterapkan sebagai suatu permukaan bidang vertical yang mempunyai tinggi menerus sebesar 2 meter diatas lantai kendaraan. Dalam memperhitungkan jumlah luas/bagian pada tiap sisi dapat dipergunakan ketentuan berikut: 1. Untuk jembatan berdidnding penuh diambil sebesar 100 % (persen) terhadap luas bidang sisi jembatan yang bersangkutan 2. Untuk jembatan rangka diambil 30 % (persen) terhadap luas sisi jembatan yang bersangkutan b. Gaya Rangkak Pengaruh rangkak dan susut pada bahan beton dan baja terhadap konstruksi apabila tidak ada ketentuan lain, dapat dianggap dengan gaya yang timbul akibat turunnya suhu sebesar 150 C.

c. Gaya Rem dan Traksi Bekerjanya gaya gaya di arah jembatan akibat rem dan traksi berlaku untuk kedua jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horizontal dalam arah horizontal dan dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,20 m di atas permukaan lantai kendaraan.

Beban Khusus a. Gaya Gempa Bumi Jembatan jembatan yang akan dibangun pada daerah daerah dimana dapat adanya pengaruh pengaruh dari gempa bumi pada jembatan dapat diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya horizontal yang bekerja pada titik berat konstruksi yang ditinjau, dalam arah yang paling berbahaya. Gaya horizontal yang dimaksud ditentukan dengan rumus: K=ExG Dimana: K = Gaya Horizontal G = Beban mati horizontal / bagian yang ditinjau E = Koefisien gempa bumi ditentukan menurut tabel Tabel Koefisien Gempa Bumi Keadaan tanah / pondasi Untuk jembatan yang didirikan diatas langsung dengan tekanan sebesar 5 kg/cm2 atau lebih. Untuk jembatan yang didirikan diatas pondasi langsung dengan tekanan tanah < 5 kg/cm2 Untuk jembatan yang didirikan diatas pondasi, selain pondasi langsung Keterangan: Pengaruh gempa bumi pada beban bergerak tidak perlu diperhatikan. Daerah I 0.12 0.20 0.28 Daerah II 0.006 0.10 0.14 Daerah III 0.03 0.05 0.07

b. Beban dan gaya selama pelaksanaan Gaya gaya yang mungkin timbul dalam masa pelaksanaan jembatan harus pula ditinjau yang besarnya dapat diperhitungkan sesuai dengan cara cara pelaksanaan pekerjaan yang dipergunakan. Beban Kombinasi Bangunan jembatan beserta bagian bagiannya harus ditinjau terhadap kombinasi akibat beberapa beban dan gayanya yang mungkin bekerja sesuai dengan sifat sifatnya serta kemungkinan kemungkinan dari beban atau gaya gaya pada setiap kombinasi, tegangan yang bersangkutan dinaikan terhadap tegangan yang diizinkan. Tegangan yang digunakan dinyatakan (%) terhadap tegangan yang diizinkan untuk beberapa kombinasi beban / gaya adalah seperti pada tabel berikut ini:

Kombinasi Gaya I. M + H + K + Ta + AH II. M + Ta +AH + F + A + SR + T III. Kombinasi (I) + R + F + A + SR + T IV. M + Ta + AH + Gp V. M + P

Tegangan yang digunakan terhadap tegangan yang diizinkan dalam (%) 100 125 140 150 130 ^^

Catatan ^^ : Khusus untuk bangunan baja Dimana: M H K Ta A R SR T = Elegance mati = Beban hidup = Koefisien kejut = Tekanan tanah = Beban angin = Gaya rem dan Traksi = Susut dan rangkak = Suhu F = Tekanan geser dari tumpuan bergerak

AH = Aliran arus dan hanyutan Gp = Gempa bumi P = Gaya gaya waktu pelaksanaan

Anda mungkin juga menyukai