Anda di halaman 1dari 5

http://fk.uwks.ac.

id/jurnal/daftar_edisi___________________________________________Keracunan Makanan (Pratiknjo)

KERACUNAN MAKANAN MERUPAKAN SALAH SATU INDIKATOR LEMAHNYA KONTROL PEMERINTAH DAN MASYARAKAT TERHADAP PRODUK MAKANAN YANG BEREDAR
Oleh Laksomono Pratiknjo Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

ABSTRAK
Keracunan masih merupakan gejala yang merajalela di negara kita, bahkan di Asia Tenggara. Walaupun masih banyak menelan korban jiwa, serta para penjabat yang terkait tak henti-hentinya memberi peringatan kepada para penjual makanan untuk memperhatikan kebersihan serta mutu barang dagangannya, namun seolah-olah hal tersebut tidak banyak memperbaiki. Dengan banyaknya laporan kasus keracunan makanan dapat menyebabkan timbulnya suatu fenomena tanda bahaya yang menyebar di kalangan masyarakat. Dengan ini diharapkan konsumen lebih berhati-hati terhadap apa yang mereka makan dan bagi para produsen diharapkan lebih waspada terhadap cara mereka mengolah produk makanan tersebut. Bagaimana cara mencegah terjadinya kasus keracunan tersebut ? Banyak faktor yang mempengaruhi hal ini. Kita tidak dapat menyerahkan tanggung jawab ini hanya kepada para dokter untuk menanganinya, namun diperlukan juga kerjasama yang terkoordinir dan harmonis antara petugas kesehatan, aparat pemerintah dan masyarakat sendiri. Diharapkan dengan adanya kerjasama antara mereka, masyarakat dapat lebih selektif dalam mengkonsumsi makanan yang beredar sehingga masyarakat sendiri dapat menjadi pengontrol bagi produk-produk yang beredar di pasaran. Kata Kunci: Racun, Keracunan makanan

PENDAHULUAN KERACUNAN SECARA UMUM Beberapa waktu yang lalu, negara kita digoncang oleh kasus keracunan makanan yang sampai menimbulkan korban jiwa. Sebelumnya juga pernah dilaporkan berbagai media massa bahwa masyarakat keracunan tempe bongkrek, keracunan tahu iris, satu keluarga teler setelah makan dadar jagung dan sayur bayam, dan masih banyak lagi kasus keracunan makanan yang terjadi di masyarakat namun tidak sempat diberitakan. Dari ulasan di atas dapat dikatakan bahwa kontrol masyarakat terhadap makanan yang beredar masih kurang. Oleh sebab itu perlu adanya kerjasama antara aparat pemerintah dan petugas kesehatan untuk memberikan informasi yang jelas tentang hal tersebut. Dan tentu saja hal itu tidak lepas dari partisipasi masyarakat sendiri. Masyarakat harus berperan aktif, serta selektif dalam memilih makanan untuk dikonsumsi agar terhindar dari kasus keracunan yang bisa berakibat fatal. Penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan pikiran bagi pemerintah dan khususnya bagi aparat kesehatan agar dapat menciptakan lingkungan masyarakat yang sehat dan tentu saja hal tersebut tidak lepas dari manusianya sebagai pelaku. Racun ialah suatu zat yang dalam jumlah tertentu merusak fatal tubuh secara khemis atau fisiologis sehingga menyebabkan sakit atau kematian dan sering ditandai dengan gejala tertentu. Di dunia ini banyak sekali bentuk racun. Menurut sifat kimia, fisik dan pengaruhnya dalam tubuh manusia, maka racun diklasifikasikan menjadi: (1) Racun Anorganik yang terdiri atas racun coorosive dan racun metallic non metallic (2) Racun Organik volatile, non volatile non alkaloid dan alkaloid. (3) racun gas dan (4) racun jenis lain seperti racun makanan dan racun ular. Penyerapan dari racun ke dalam tubuh tergantung pada kelarutan dan cara pemberiannya. Racun dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara melalui mulut (per oral)-paling banyak, pernafasan (perinhalasi), injeksi, kontak dengan kulit yang intak maupun kulit yang luka, dan melalui rectum, vagina, urethra (paling sedikit). Daya kerja racun pada umumnya terjadi jika racun diserap kemudian masuk peredaran darah dan dapat menimbulkan kerusakan pada organ tertentu karena daya kerjanya yang lokal dan
30

http://fk.uwks.ac.id/jurnal/daftar_edisi___________________________________________Keracunan Makanan (Pratiknjo)

umum. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya kerja racun dalam tubuh yaitu: (1) Dosis, makin besar dosis racun, makin cepat dan kuat daya kerjanya; (2) bentuk racun; (3) bentuk gas menimbulkan gejala lebih cepat karena diabsorbsi lebih cepat; (4) cara masuk racun ke dalam tubuh keracunan melalui perenteral dan perinhalasi lebih cepat menimbulkan gejala; (5) metabolisme bahan racun dalam tubuh, ada suatu zat yang metaboliknya bersifat racun bagi tubuh, misalnya methyl alkohol, metabolitnya yaitu asam semut bersifat toksik. Metabolisme berlangsung dalam 4 macam, yaitu oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan sintesis. (6) kepekaan individu terhadap bahan kimia/obat; (7) kebiasaan pemakaian obat; beberapa macam obat bila diberikan terus menerus dan secara tetap biasanya efeknya berkurang, jadi timbul addiction dan habituation sehingga cenderung terjadi peningkatan dosis yang akhirnya dapat menimbulkan keracunan; (8) umur, bayi dan anak-anak lebih sensitif terhadap intoksikasi daripada orang dewasa; (9) keadaan umum penderita; (10) daya larut racun, bahan yang larut mempunyai efek toxic, sedangkan yang tidak larut tidak menimbulkan kelainan; (11) kombinasi kimiawi, beberapa bahan dalam kombinasi tertentu bersifat racun, sedangkan bila sendiri-sendiri tidak bersifat racun; (12) kombinasi mekanis, bila racun yang berbentuk serbuk di campur dengan cairan yang berat jenisnya lebih kecil dari racun maka racun akan mengendap, jika penderita tidak meminum racun tersebut sampai habis, efeknya kurang kuat; (13) daya kerja komulatif, beberapa racun dapat bersifat toxic jika sudah terkumpul dalam jumlah yang besar, misalnya digitalis, (14) synergisme, suatu bahan akan mempunyai efek toxic yang lebih tinggi jika diberikan bersama dengan bahan lainnya, misalnya alkohol dengan barbiturate, alkohol dengan analgetika, dan lainlain. Setiap peristiwa keracunan dapat menimbulkan gejala yang khas untuk suatu racun tertentu, antara lain: Vomiting/nausea/diarrhea/abdominal pain, coma, mydriasis, myosis, paralisis otot skelet, pernafasan lambat/cepat, dilirium/Halusinasi/excitasi, cyanosis, dyspnean, convulsion, gangguan pengelihatan, gangguan

pendengaran, alopecia, cherry red (kulit bewarna merah), stomatitis, colic, dan anuria. Sebelum orang mengalami keracunan tentunya akan menunjukkan gejala awal yang kemudian dapat digunakan untuk menduga adanya keracunan, yaitu: 1) seseorang yang sebelumnya dalam keadaan sehat mendadak menjadi sakit setelah makan atau minum sesuatu bahan; 2) beberapa orang menunjukkan gejala yang sama setelah makan atau minum bahan yang sama; 3) adanya warna, rasa, bau yang berlainan dengan kebiasaan pada bahan yang telah dimakan atau diminum. Ada 3 macam bentuk keracunan yaitu : (1) keracunan akut , timbul setelah pemberian bahan sebanyak 1 kali dosis besar; (2) keracunan subakut, timbul setelah pemberian bahan berulang-ulang dalam jangka waktu pendek, dan (3) keracunan kronis, yang timbul dalam waktu yang lama dengan interval berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama dengan dan dalam dosis yang kecil. Pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita keracunan pada dasarnya terdiri atas : 1) mencegah masuknya atau absorbsi racun lebih lanjut ke dalam tubuh dengan cara : menimbulkan muntah dengan spatel atau air garam, kumbah lambung (gastric lavage) untuk keracunan yang tidak lebih dari 4 jam, pemberian laxantia jika keracunan lebih dari 4 jam, dan jika racun menyerang kulit, segera bersihkan dengan air; 2) mengeluarkan racun yang telah masuk/diabsorbsi tubuhdengan pemberian diuresis atau hemodialisa untuk memperbesar ekskresi ginjal, pemberian CO2 untuk mempercepat respirasi, enterolysis, memperbanyak keluarnya keringat; 3) pemberian antidote : antidote mekanis dengan melapisi mukosa lambung, misalnya memberi susu, telur, lemak, atau dengan mekanisme menyerap racun misalnya dengan pemberian bubuk charcoal; antidote chemis misalnya memberi ferry hidroksida untuk keracunan As2O3, antidote Fisiologis yang berfungsi untuk melawan kerja racun yang telah diabsorbsi, misalnya Amphetamine sulfat untuk keracunan barbiturate, sulfasatropin untuk keracunan parathion; 4) perawatan umum; 5) terapi simptomatis, misalnya bila nyeri diberikan morphine, bila kejang diberikan barbiturate short
31

http://fk.uwks.ac.id/jurnal/daftar_edisi___________________________________________Keracunan Makanan (Pratiknjo)

acting, bila terjadi cardiac collaps diberi caffeine. KERACUNAN MAKANAN Makanan adalah sesuatu yang mengandung zat-zat (nutrient) yang digunakan untuk kelangsungan hidup manusia. Makanan mengandung zat yang dibutuhkan manusia dan secara kontinu dibutuhkan setiap hari. Berbagai bahaya dapat terjadi berhubungan dengan makanan. Bahaya itu mungkin karena proses yang terjadi pada makanan itu atau merupakan sifat yang sudah ada atau zat yang berbahaya dari luar masuk dan mengotori makanan itu. Bahaya yang dapat terjadi dari makanan adalah keracunan. Racun yang terdapat dalam makanan mungkin merupakan racun alam yang sudah ada dalam makanan itu yang baik di sengaja atau tidak tercampur dalam makanan. Racun dalam makanan dapat berasal dari : 1) racun alami, berbagai bahan makanan baik nabati maupun hewani yang mengandung racun yang pada umumnya sudah di kenal oleh masyarakat, yaitu : Singkong yang mengandung HCN, cendawan dapat mengandung muskarin, biji bengkuangmengandung pakpakrizida, jengkol mengandung asam jengkol; 2) racun yang berasal dari luar makanan, misalnya sayuran yang terkontaminasi oleh insektisida racun yang berbentuk bubuk di sangka tepung; 3) racun yang disebabkan karena mikro organisme yang terdapat pada makanan, misalnya Clostridium botulium, mengeluarkan toxin yang menyerang saraf, Streptococcus, menyebabkan diarrhea, Trichinella spiralis pada daging sapi dan babi yang sakit. FAKTOR-FAKTOR BERPENGARUH KERACUNAN MAKANAN YANG PADA

Keracunan makanan seringkali disebabkan karena beberapa hal seperti (1) bahan asing anorganik/organik yang secara sengaja/tidak tercampur pada makanan saat proses pembuatan atau pengawetan; (2) adanya racun dalam makanan itu, misalnya keracunan ikan, jamur, singkong; (3) terdapat kuman/parasit dalam makanan, misalnya E. histolisia, Salmonella, dan lain-lain; (4) terdapat toxin kuman dan

makanan, misalnya Cl. botulinum, Staphylococcus toxic, keracunan tempe. Beberapa tindakan dapat mencegah atau mengurangi terjadinya keracunan bahan makanan, yaitu: 1) hygiene pribadi (personal hygiene), mencuci bersih tangan dengan air bersih mengurangi terjadinya keracunan akibat kontaminasi bahan racun yang terbawa oleh tangan; 2) hygiene lingkungan (environmental hygiene), penyimpanan makanan harus diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak dikotori oleh serangga atau binatang. Penyegar udara di ruangan penyimpanan harus baik untuk mencegah kerusakan makanan; dan 3) pengolahan dan penyajian yang baik dan bersih, suhu pada saat memasak harus tinggi untuk mematikan kuman tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga merusak zat makanan dan mengurangi gizi. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan keracunan, antara lain: 1) membeli makanan yang sudah terkontaminasi oleh bahan racun. Racun tersebut bisa berasal dari insektisida tanaman maupun zat warna yang digunakan untuk mewarnai makanan. Sekarang ada kecenderungan masyarakat membeli bahan makanan yang murah karena pertimbangan ekonomis tetapi mereka tidak sadar dari bahan apa makanan itu dibuat, misalnya kerupuk, biscuit dengan warna yang bermacam-macam, 2) membeli makanan yang sudah busuk dan sudah saatnya dibuang, misal nya tempe bongkrek; 3) menggunakan zat kimia yang berlebihan dalam proses pembuatan makanan, misalnya pemberian vetsin yang berlebihan, pemberian zat warna yang berlebihan untuk pembuatan sirup; 4) tidak teliti dalam membeli makanan yang diawetkan, misalnya makanan dalam kaleng yang sudah rusak; 5) tidak menjaga kebersihan dalam mengolah makanan, misalnya mencuci beras yang telah di jamah tikus dengan tidak bersih, peralatan dapur yang jarang dibersihkan. Dengan demikian keracunan makanan lebih banyak dipengaruhi oleh ketidak hati-hatian atau kekurang pahaman masyarakat konsumen produk makanan. PEMECAHAN MASALAH

32

http://fk.uwks.ac.id/jurnal/daftar_edisi___________________________________________Keracunan Makanan (Pratiknjo)

Keracunan makanan masih merupakan gejala yang merajalela di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, walaupun telah banyak menelan korban jiwa dan para pejabat tidak henti-hentinya memperingatkan kepada para penjual makanan untuk memperhatikan kebersihan. Banyak orang yang bergerak dalam bisnis makanan dan konsumen sendiri tidak menghiraukan kebersihan dan kesehatan. Masih banyak pula orang belum menyadari bahwa mereka mempunyai hak utama sebagai konsumen untuk menolak pengelolaan makanan yang tidak bersih dan sehat. Hal yang terbaik untuk memecahkan masalah keracunan makanan ini adalah dengan pencegahan seperti yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu: 1. Cuci tangan bersih-bersih sebelum mengolah makanan dan setelah setiap istirahat 2. Menghindari kontak antara bahan mentah dan makanan matang, karena makanan matang yang aman dapat menjadi tercemar lewat kontak dengan bahan makan mentah. 3. Memasak makanan sampai matang, karena banyak bahan makanan yang tercemar oleh organisme penyebab penyakit. 4. Makan makan yang dimasak segera. Jika makanan dingin pada suhu ruangan maka mikroba dapat berkembang biak. 5. Menyimpanan makanan yang sudah dimasak dengan hati-hati, karena makanan yang disiapkan lebih cepat atau sisa harus disimpan baik dalam keadaan panas atau dingin. 6. Memanaskan kembali makanan sepenuhnya, karena cara ini merupakan perlindungan paling baik terhadap mikroba yang mungkin berkembang biak selama penyimpanan. 7. Menjaga agar semua peralatan dapur selalu bersih. Jadi, peristiwa kelalaian seperti keracunan biscuit janganlah menjadikan kita panik sehingga salah langkah tetapi hendaknya kita menjadi waspada hati-hati dan lebih teliti dalam membeli, menyimpan dan mengolah serta menghidangkan makanan. Dari seluruh uraian tersebut di atas dapat kita lihat bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya kurang selektif dalam membeli makanan. Peristiwa-peristiwa kelabu, seperti

biscuit beracun, susu kadaluwarsa, keracunan tempe bongkrek dan sebagainya menunjukkan lemahnya daya kontrol masyarakat terhadap produk makanan yang beredar. Hal ini menunjukkan pula bahwa pemerintah kurang ketat dalam pengawasan terhadap makanan yang beredar di masyarakat. Selain itu pencegahan tersebut diatas, ada beberapa hal yang harus pemerintah lakukan berkaitan dengan masalah keracunan makanan yaitu : 1. Perlunya upaya perlindungan konsumen makanan secara medis dan yuridis 2. Perlunya peningkatan pengetahuan / pendidikan melalui penyuluhan mengenai makanan, supaya masyarakat tidak membeli makanan yang kadaluwarsa atau yang sudah rusak kemasannya. 3. Sebelum diedarkan di masyarakat atau produksi, seharusnya jenis makanan (dalam kemasan kaleng) diuji secara laboratories oleh pabriknya dan secara prefentif juga dilakukan oleh Direktorat POM (Pengawasan Obat dan Makanan). Disini Direktorat POM harus secara rutin dan aktif malakukan rasia terhadap makanan yang beredar di masyarakat terutama yang tidak ada registernya. 4. Pemerintah melalui media massa perlu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri makanan yang sudah kadaluwarsa 5. Didirikan pos pusat pelayanan penanganan kasus keracunan yang tugasnya memberikan informasi, yaitu pengenalan atas identifikasi kasus serta faktor-faktor penyebabnya, memberikan nasehat-nasehat upaya pertolongan pertama, memberikan penerangan kepada masyarakat luas tenang upaya pencegahan timbulnya dampak negatif penggunaan beragam bahan kimia. KESIMPULAN Kasus keracunan mungkin masih akan tetap terjadi di masyarakat walaupun aparat yang berwenang telah berusaha untuk memberikan informasi yang sejelas-jelasnya tentang produk makanan yang beredar. Pelaksanaan undangundang dan peraturan itu sendiri tidak dapat menjamin usaha tersebut akan berhasil. Namun
33

http://fk.uwks.ac.id/jurnal/daftar_edisi___________________________________________Keracunan Makanan (Pratiknjo)

informasi dan peran aktif dari masyarakat sendiri masih tetap diperlukan, setidak-tidaknya bisa untuk menekan angka kejadian kasus keracunan tersebut. Keracunan makanan dapat menyerang masyarakat dan tiap orang mudah mengalami insiden tersebut, maka dalam hal ini petugas maupun aparat kesehatan harus benar-benar memperhatikan masalah ini. Tanggung jawab, kesadaran dan peran aktif konsumen sendiri dalam masalah ini cukup memberikan arti. Berbagai pihak amat dibutuhkan bantuannya untuk ikut berpartisipasi dalam menyumbangkan pikiran maupun tindakan dalam mengantisipasi masalah ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim. Penanganan Kasus Keracunan, Surabaya Post 10 Juli 1989, Hal.9 Kol. 7 Anonim. Keracunan Makanan Merajalela, Bagaimana Mencegahnya. Surabaya Post 21 September 1989, Hal. 5 Kol. 1 Abdul Mugni dan Soetomo Wardjowinoto, Kasus Biscuit Beracun, Surabaya Post, 3 Oktober 1989, Hal.4 Kol. 7 Bagian Farmakologi FK-UI, Farmakologi dan Terapi Edisi 3, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 1987. Brookes, Vincent. J &Moris B. Jacobs PhD, Poison,2nd Edition, Princeton New Jersey, D. Van Nostrand Company Inc, 1958. Czajka Pharm. D, Peter A & James P. Duffy Pharm. BS, 1980. Poisoning Emergencies, St. Louis Toronto London, The CV. Mosby Company, Dangraard. J, 1987. Symptoms and Sign in Occupational Disease, 1st Edition, Copenhagen, Munksgaards, Soeroto Hadi Soemarto, Toxicology. Unair Press, Surabaya. Koentjoro Soehadi dr, Keracunan Makanan. Surabaya Post 14 Oktober 1989, Hal.4 Kol 7.

Robert H. Dreisbach MD. PhD & William D, Robertson MD. 1987. Handbook of Poisoning. 12th Edition, Norwalk Connecticut / Los Altos California, Appleton & Lange. Soedarto dr. Teka-Teki Sekitar Keracunan Makanan, Surabaya Post 9 Januari 1988, Hal.6 Kol. 3

34

Anda mungkin juga menyukai