Anda di halaman 1dari 62

Kesehatan kerja pada industry mebel BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Modernisasi berdampak terhadap kemajuan industri. Industrialisasi diikuti dengan penggunaan bahan kimia dan mesin-mesin industri. Lingkungan industri yang mengandung Hazard (potensi bahaya) berpengaruh terhadap produktivitas Tenaga kerja. Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Sehat digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya (A.M.Sugeng Budiono, dkk, 2003:97). Lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat misalnya bising yang melebihi ambang batas merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan. Kebisingan selain dapat menimbulkan ketulian sementara ( themporary threshold shift ) dan ketulian permanen (permanent threshold shift ) juga akan berdampak negatif lain seperti gangguan komunikasi, efek pada pekerjaan dan reaksi masyarakat. Terutama apabila tidak dikelola dengan baik, mesin-mesin yang digunakan dapat menjadi sumber bising di tempat kerja. Kebisingan 85 dB untuk 8 jam perhari jika hanya terpapar satu hari saja pengaruhnya tidak signifikan terhadap kesehatan, tetapi jika berlangsung setiap hari terus-menerus minggu demi minggu, bulan bahkan tahunan, maka suatu

Kesehatan kerja pada industry mebel saat akan melewati batas dimana paparan kebisingan tersebut akan menyebabkan gangguan pendengaran (Dwi Sasongko P, dkk, 2000:20). Selain itu Potensi bahaya di lingkungan industri dapat menyebabkan penyakit akibat kerja yang mengenai organorgan tubuh tenaga kerja. Salah satu organ tubuh yang terkena adalah paru tenaga kerja. Di USA penyakit paru akibat kerja merupakan penyakit akibat kerja nomer satu dikaitkan dengan frekuensi, tingkat keparahan dan kemampuan pencegahannya. Biasanya disebabkan oleh paparan iritasi atau bahan toksik yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan akut maupun kronis. Kebiasaan merokok akan memperparah penyakit tersebut. Total pembiayaan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja mencapai $170 milyar pertahunnya. Pada tahun 2002, tercatat 294.500 kasus baru. Secara keseluruhan 2,5 per 10.000 tenaga kerja berkembang menjadi non fatal penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja biasanya sulit disembuhkan akan tetapi mudah dicegah. Penyakit akibat kerja merupakan penyakit atau kelainan pada organ yang terjadi akibat terhirupnya partikel, kabut, uap atau gas, suara yang berbahaya saat seseorang sedang bekerja. Misalnya tertimbunnya bahan-bahan tersebut pada saluran pernafasan atau paru dan jenis penyakit paru yang terjadi tergantung pada ukuran dan jenis yang terhirup. Beberapa jenis partikel yang di antaranya bisa menyebabkan penyakit paru yaitu partikel organik dan anorganik. Selain itu gas dan bahan aerosol lain seperti gas dari hidrokarbon, bahan kimiawi insektisida, serta gas dari pabrik plastik dan hasil pembakaran plastik. Jenis partikel organik dihasilkan oleh industri tekstil dimulai dari proses awal sampai penenunan. Masa waktu untuk timbulnya penyakit ini cukup lama,waktu yang terpendek adalah 5 tahun. Partikel anorganik yang jika terhirup dalam jumlah banyak dapat pula menimbulkan gangguan paru, hal ini banyak terjadi pada pekerja di pabrik semen, asbes, keramik dan tambang bisa juga terjadi kerusakan pada indera-indera pendengar yang menyebabkan ketulian. Pemulihan terjadi secara cepat sesudah dihentikan kerja di tempat bising untuk efek kebisingan sementara. Tetapi paparan bising terus-menerus berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak pulih kembali, biasanya dimulai pada frekuensi sekitar 4.000 Hz dan kemudian meluas ke frekuensi sekitarnya dan akhirnya

Kesehatan kerja pada industry mebel mengenai frekuensi yang digunakan untuk percakapan. Untuk itu pada pekerja diharapkan menggunakan digunakan alat pelindung telinga. Alat pelindung telinga berguna untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam telinga. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Menjelaskan tentang K3 2. Menjelaskan tentang penggunaan alat pelindung diri 1.3 TUJUAN Diharapkan agar mahasiswa/mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram dapat memahami tentang Penyakit Akibat Kerja sehingga tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran mata perkuliahan yang lainnya yang lebih spesifik. 1.4 MANFAAT 1.4.1 Penelitian ini bermanfaat untuk menjelaskan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja serta pentingnya penggunaan alat pelindung diri agar kesehatan dan keselamatan pekerja dapat terlindungi dari resiko kecelakaan kerja yang mungkin muncul saat bekerja.

Kesehatan kerja pada industry mebel

BAB II PEMBAHASAN

Bising dalam kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran), serta dapat pula menimbulkan gangguan selain pada pendengaran, berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Intensitas diartikan sebagai banyaknya arus energi yang diterima oleh pendengaran per satuan luas, biasanya disebut desibel atau ditulis dB. Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) ialah gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh terpajan bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bisingnya lingkungan kerja. Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold shift) dan peningkatan ambang dengar menetap (permanent threshold shift) (THT, 2010 : 49). 2.1. Telinga 2.1.1. Anatomi Telinga

Kesehatan kerja pada industry mebel Gambar 2.1. Pembagian Telinga a. Telinga Luar Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi oleh membran timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan membran timpani bergetar. Semakin tinggi frekuensi getarannya semakin cepat pula membran timpani tersebut bergetar begitu juga sebaliknya. b. Telinga Tengah Gendang telinga, bergetar saat adanya gelombang udara. Gelombang udara disalurkan melalui 3 tulang auditori (malleus, incus, stapes). Stapes (meyalurkan transmisi getar ke telinga dalam yang berisi cairan). Tuba eustachius (saluran auditori) merupakan sambungan dari telinga tengah ke nasofaring. c. Telinga Dalam Telinga dalam merupakan rongga di dalam tulang temporal dikenal dengan tulang labirin. Cairan antara tulang dan membran disebut cairan perlimfe dan yang terdapat di dalam membran disebut cairan endolimfe. Struktur membran disebut koklea yang berkaitan dengan pendengaran dan utrikulus, sakulus, semisirkularis canal berkaitan dengan keseimbangan telinga dalam. Koklea berbentuk seperti rumah siput yang terdiri dari 3 saluran. saluran tengah berisi organ reseptor untuk pendengaran yaitu organ corti, reseptor ini dikenal sebagai sel rambut yang berisi persambungan dengan saraf kranial VIII.

Kesehatan kerja pada industry mebel

2.1.2. Fisiologi Pendengaran Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe dan membran basalis ke arah bawah dan perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah luar. Pada waktu istirahat, ujung sel rambut corti berkelok, dan dengan terdorongnya membran basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang N. VIII, kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis. 2.2. Definisi 2.2.1. Definisi Suara Beberapa definisi dari suara atau bunyi menurut beberapa ahli antara lain : a. Menurut teori fisika, bunyi adalah rangsangan yang diterima oleh saraf pendengaran yang berasal dari suatu sumber bunyi. b. Suara adalah sensasi yang dihasilkan apabila getaran longitudinal molekulmolekul dari lingkungan luar, yaitu fase pemadatan dan perenggangan dari molekul-molekul yang silih berganti, mengenai membran timpani. Pola dari gerakan ini digambarkan sebagai perubahan-perubahan tekanan pada

Kesehatan kerja pada industry mebel membran timpani tiap unit waktu merupakan sederetan gelombang dan LPO;gerakan ini dalam lingkungan sekitar kita umumnya dinamakan gelombang suara (W.F. Ganong, 2008:185). 2.2.2. Sumber Suara Di lingkungan kerja, jenis dan jumlah sumber suara sangat beragam. Beberapa diantaranya adalah : ( Tambunan S, 2005) a. Suara mesin Jenis mesin penghasil suara di tempat kerja sangat bervariasi, demikian pula karakteristik suara yang dihasilkan. Contohnya adalah mesin pembangkit tenaga listrik seperti genset, mesin diesel, dan sebagainya. Di tempat kerja, mesin pembangkit tenaga listrik umumnya menjadi sumber-sumber

kebisingan berfrekuensi rendah adalah < 400 Hz. Industri pengolahan kayu juga menggunakan mesin-mesin yang bisa menimbulkan suara yang cukup besar, misalnya : pada penggunaan gergaji bundar, mesin bor, band saw, mesin ketam (planner). b. Benturan antara alat kerja dan benda kerja Proses menggerinda permukaan metal dan umumnya pekerjaan penghalusan permukaan benda kerja, penyemprotan, pengupasan cat (sand blasting), pengelingan (riveting), memalu (hammering), dan pemotongan seperti proses penggergajian kayu dan metal cutting, merupakan sebagian contoh bentuk benturan antara alat kerja dan benda kerja yang menimbulkan kebisingan. Penggunaan gergaji bundar (circular blades) dapat menimbulkan tingkat kebisingan antara 80 dB 120 dB. c. Aliran material

Kesehatan kerja pada industry mebel Aliran gas, air atau material-material cair dalam pipa distribusi material di tempat kerja, apalagi yang berkaitan dengan proses penambahan tekanan (high pressure processes) dan pencampuran, sedikit banyak akan menimbulkan kebisingan di tempat kerja. Demikian pula pada proses-proses transportasi material-material pengolahannya. d. Manusia Dibandingkan dari sumber suara lainnya, tingkat kebisingan suara manusia memang tetap diperhitungkan sebagai sumber suara di tempat kerja. 2.2.3. Definisi Kebisingan Kebisingan merupakan masalah kesehatan yang selalu timbul, baik pada industri besar seperti pabrik baja, pabrik mobil maupun industri rumah tangga seperti penggergajian kayu, pande besi, pengrajin kuningan serta aneka logam lainnya. Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia (Dwi P. Sasongko, dkk, 2000:1). Definisi lain adalah bunyi yang didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau pengantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di luar kemampuan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya (Sumamur P.K., 2009:116). padat seperti batu, kerikil yang melalui proses

Kesehatan kerja pada industry mebel Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik (Hz). Suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Intensitas atau arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam desibel (dB) dengan membandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1.000 Hz yang tepat didengar oleh telinga manusia. 2.2.4. Sumber Kebisingan Telinga manusia mampu mendengar frekunsi-frekuensi diantara 18-20.000 Hz. Skala intensitas kebisingan dan sumber kebisingan yang menyebabkannya. Kebisingan dalam perusahaan dengan intensitas 60 dB berarti 106 kali intensitas kebisingan standar. Tabel 2.1. Skala Intensitas Kebisingan dan Sumbernya Intensiras(dB) Kerusakan alat pendengaran Menyebabkan tuli 120 110 100 Sangat hiruk 90 80 Kuat 70 60 Sedang 50 40 Teanang 30 20 Sangat tenang 10 0 Sumber Kebisingan (batas dengat tertinggi) Halilintar Meriam Mesin uap Jalan hiruk pikuk Perusahaan sangat gaduh Peluit polisi Kantor bising Jalan pada umumnya Radio Perusahaan Rumah gaduh Kantor pada umumnya Percakapan kuat Radio perlahan Rumah tenang Kantor perorangan Auditorium Percakapam Suara daun Berbisik (batas dengar terendah)

Kesehatan kerja pada industry mebel *Sumamur P.K., 2009

2.3. Epidemiologi Gangguan pendengaran akibat paparan bising (noise induced hearing loss) atau tuli akibat bising, merupakan jenis tuli yang paling sering ditemukan pada pekerja industri di Negara berkembang dan Negara maju dengan sistem konservasi pendengaran yang belum dilaksanakan dengan baik. Kemajuan dalam bidang industri dan transportasi mengakibatkan bertambah banyak sumber penyebab kebisingan. Kepustakaan

menyebutkan di Manchester (Inggris) 25% dari penduduk kota terpapar bising yang bersumber dari industri elektrik dan mesin, sementara di daerah pinggiran kota paparan bising berasal dari industri tenun tradisional mau pun modern, sehingga di dapatkan dari penderita tuli penyebabnya berasal dari paparan bising lingkungan kerja. Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpapar oleh bising dengan intensitas lebih dari 85 dB dan masih banyak lagi sumber bising yang berasal dari berbagai macam bidang. Polandia negara dengan profil industri yang hampir sama dengan Indonesia terdapat 5 juta pekerja industri dengan 600.000 diantaranya berisiko terpapar bising, dengan perkiraan 25 % dari jumlah yang terpajan terjadi gangguan pendengaran akibat bising. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari 100.000 pekerja setiap tahun. Saat ini, sekitar 4-5 ribu bayi lahir tuli setiap tahunnya. Dari survei kesehatan indera di 7 propinsi pada tahun 1994-1996 lalu saja diketahui bahwa 0,4% penduduk Indonesia menderita ketulian dan 16,8 % penduduk Indonesia menderita gangguan pendengaran. Jadi, diperkirakan setidaknya sekitar 4 juta penduduk Indonesia tak dapat mendengar dengan baik. 3,1% dari mereka, menderita gangguan karena infeksi telinga tengah (otitis media supuratif kronik/OMSK) yang antara lain juga disebabkan oleh paparan asap rokok pada anak-anak. 0,1% tuli karena obat toksik (ototoksitas) dan 2,6% tuli karena usia lanjut (presbikusis). 0,3% menderita ketulian karena terpapar kebisingan.

10

Kesehatan kerja pada industry mebel

2.4. Tipe Kebisingan Jenis kebisingan yang sering dijumpai yaitu : a. Kebisingan yang kontinyu Bising dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak putusputus. Dibagi menjadi 2 yaitu : o Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state wide band noise) , kurang dari 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya suara kipas angin dan mesin tenun. o Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state narrow band noise), bising ini juga relatif tetap tetapi hanya memiliki frekuensi

tertentu saja (500, 1.000, 4.000). Misalnya gergaji sirkuler dan katup gas. b. Kebisingan terputus-putus (intermittent noise) Bising yang berlangsung secara tidak terus menerus melaikan ada periode relatif tenang. Misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal terbang, kereta api. c. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) Bising ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40 dB, dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya suara tembakan, ledakan mercon, meriam. d. Kebisingan impulsif berulang Sama dengan bising impulsif hanya saja terjadi berulang-ulang. Misalnya mesin di tempat perusahaan.

11

Kesehatan kerja pada industry mebel

2.5. Nilai Ambang Batas (NAB) Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan seharihari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (KEPMENAKER No.Kep-51 MEN/1999). NAB kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003 : 298). Berikut adalah pedoman pemaparan terhadap kebisingan (NAB Kebisingan) berdasarkan lampiran II Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja . Tabel 2.2. Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu pemajanan per hari 24 Jam 16 8 4 2 1 30 Menit 15 7,5 3,75 1,88 0,94 28,12 Detik 14,06 7,03 3,52 1,76 0,88 0,44 Intensitas kebisingan dlm dB 80 82 85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 130 133

12

Kesehatan kerja pada industry mebel 0,22 0,11 Tidak Boleh 136 139 140

2.6. Pengaruh Kebisingan Pengaruh kebisingan pada tenaga kerja adalah adanya gangguan-gangguan seperti di bawah ini (Departemen Kesehatan RI, 2003: MI-2:37) : a. Gangguan Fisiologis Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat kebisingan. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, pembicara terpaksa berteriak-teriak, selain memerlukan ekstra tenaga juga menambah kebisingan (Departemen Kesehatan RI, 2003: MI-2:37). Contoh gangguan fisiologis adalah naiknya tekanan darah, nadi menjadi cepat, emosi meningkat, vasokontriksi pembuluh darah (kesemutan), otot menjadi tegang atau metabolisme tubuh meningkat. Semua hal ini sebenarnya merupakan mekanisme daya tahan tubuh manusia terhadap keadaan bahaya secara spontan (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:247). Kebisingan juga dapat menyebabkan bertambahnya tonus otot yang dikarenakan gerakan mekanis dengan frekuensi dibawah 20 Hz menjadi penyebab kelelahan. (Sumamur P.K., 2009:145). b. Gangguan Psikologis Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:33), dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecil saja dapat mengganggu konsentrasi (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:250). Kebisingan mengganggu

13

Kesehatan kerja pada industry mebel perhatian tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil serta dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja (Sumamur P.K., 2009: 128). Bila gelombang suara datang dari luar akan ditangkap oleh daun telinga kemudian gelombang suara ini melewati liang telinga, dimana liang telinga ini akan memperkeras suara dengan frekuensi sekitar 3.000 Hz dengan cara resonansi. Suara ini kemudian diterima oleh gendang telinga, sebagian dipantulkan dan sebagian diteruskan ke tulang-tulang pendengaran dan akhirnya menggerakkan stapes yang mengakibatkan terjadinya gelombang pada perlimfe. Telinga tengah merupakan suatu kesatuan sistem penguat bunyi yang diteruskan oleh gendang telinga. Gelombang pada perlimfe pada skala media selanjutnya terus ke helicotremia skala timpani dan menggerakkan fenestra rotundum untuk membuang getaran ke telinga tengah akibat gelombang pada perlimfe dan endolimfe ini terjadi gelombang pada basalis yang mengakibatkan sel rambut pada organ corti mengenai membran tektoria sampai membengkak dan terjadi potensial listrik diteruskan sebagai rangsangan saraf ke daerah penerimaan rangsangan pendengaran primer (auditorius primer) yang terletak pada gyrus temporalis superior (W.F. Ganong, 2008: 185-190). c. Gangguan Patologis Organis Pengaruh kebisingan terhadap alat pendengaran yang paling menonjol adalah menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen. (Departemen Kesehatan RI, 2003: MI-2:37). Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan pada indera-indera pendengar yang menyebabkan ketulian progresif. Pemulihan terjadi secara cepat sesudah dihentikan kerja di tempat bising untuk efek kebisingan sementara. Tetapi paparan bising terus menerus berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak pulih kembali, biasanya dimulai pada frekuensi sekitar 4.000

14

Kesehatan kerja pada industry mebel Hz dan kemudian menghebat dan meluas ke frekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang digunakan untuk percakapan (Sumamur P.K., 2009:121122). Di tempat kerja, tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan (tingkat kebisingan 80-90 dB atau lebih dapat membahayakan pendengaran). Seseorang yang terpapar kebisingan secara terus menerus dapat menyebabkan dirinya menderita ketulian. Ketulian akibat kebisingan yang ditimbulkan akibat pemaparan terus menerus dibagi menjadi dua yaitu : 1. Temporary Threshold Shift Temporary threshold shift yaitu kehilangan pendengaran sementara dan biasanya kerusakan pada telinga bagian luar dan telinga bagian tengah. Pada keadaan ini terjadi kenaikan nilai ambang pendengaran secara sementara setelah adanya pajanan terhadap suara dan bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan auditorik, maka ambang pendengaran diukur kembali 2 menit setelah pajanan suara. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini adalah level suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spektrum suara, dan pola pajanan temporal, serta faktor-faktor lain seperti : pajanan bising, usia, status kesehatan, obat-obatan (beberapa obat dapat bersifat ototoksik sehingga menimbulkan kerusakan sementara maupun permanen). 2. Permanent Threshold Shift Permanent threshold shift yaitu kehilangan pendengaran secara permanen atau disebut ketulian saraf dan biasanya mengenai telinga bagian dalam. (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:250).

15

Kesehatan kerja pada industry mebel Data yang mendukung adanya pergeseran nilai ambang pendengaran permanen didapatkan dari laporan-laporan dari pekerja di industri karena tidak mungkin melakukan eksperimen pada manusia. Dari data observasi di lingkungan industri, faktor-faktor yang mempengaruhi respon pendengaran terhadap bising di lingkungan kerja adalah tekanan suara di udara, durasi total pajanan, spektrum bising, alat transmisi ke telinga, serta kerentanan individu terhadap kehilangan pendengaran akibat bising. Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan. Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari sebagai berikut :

Gradasi Normal Sedang Menengah Berat Sangat berat Tuli Total

Parameter Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m) Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak >1,5 m Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak >1,5 m Kesulitan dalam percakapan keras / berteriak pada jarak >1,5 m Kesulitan dalam percakapan keras / berteriak pada jarak <1,5 m Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi

Menurut ISO derajat ketulian adalah sebagai berikut : Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - < 25 dB, masih normal Jika peningkatan ambang dengar antara 26 - 40 dB, disebut tuli ringan Jika peningkatan ambang dengar antara 41 - 60 dB, disebut tuli sedang Jika peningkatan ambang dengar antara 61 - 90 dB, disebut tuli berat Jika peningkatan ambang dengar antara > 90 disebut tuli sangat berat

16

Kesehatan kerja pada industry mebel 2.7. Tes Fungsi Pendengaran Untuk memeriksa pendengaran dilakukan pemeriksaan hantaran melalui udara dari melalui tulang dengan memakai garputala atau audiometer nada murni. Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduksi, berarti terdapat kelainan di telinga luar atau telinga tengah dan apabila kelainan terdapat pada telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea. Secara fisiologi telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2.000 Hz. oleh karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garputala 512, 1024 dan 2048. Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila terdapat satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garputala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garputala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya. Audiologi ialah ilmu yang mempelajari tentang fungsi pendengaran yang erat berhubungan dengan habilitasi dan rehabilitasinnya. Rehabilitasi adalah usaha untuk mengembalikan fungsi yang pernah dimiliki, sedangkan habilitasi adalah usaha untuk memberikan fungsi yang seharusnya dimiliki. Audiologi medik dibagi atas : a. Audiologi Dasar Audiologi dasar ialah pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan pendengaran, serta cara pemeriksaan. Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan : 1. Tes pelana Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes pelana, seperti :

17

Kesehatan kerja pada industry mebel o Tes rinne Tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. o Tes weber Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. o tes schwabach Membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. o tes bing ( tes oklusi) Cara pemeriksaan : tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduksi kira-kira 30 dB. Pelana digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes weber). Penilaian : bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduksi. o tes stinger Digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (stimulasi atau pura-pura tuli). cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masking. Misalnya pada penderita yang pura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah pelana yang sama digetarkan masing-masing diletakkan didepan telinga

18

Kesehatan kerja pada industry mebel kiri atau kanan, dengan cara tidak terlihat oleh yang akan diperiksa. Pelana yang pertama digetarkan dan diletakkan didepan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian pelana yang kedua digetarkan lebih keras didepan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi, jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan akan tetap mendengar bunyi. 2. Tes berbisik Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar, hal yang perlu diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. b. Audiologi Khusus Audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural koklea dengan retrokoklea. (THT,2010:16-18). 2.8. Pengendalian Kebisingan Pengendalian kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:299) : 2.8.1. Survei dan Analisis Kebisingan Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja apakah tingkat kebisingan telah melampaui NAB, bagaimana pola kebisingan di tempat kerja serta mengevaluasi keluhan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Perlu dilakukan analisis intensitas dan frekuensi suara, sifat, jenis kebisingan, terusmenerus atau berubah-ubah dan sebagainya. Berdasarkan hasil survei dan analisis ini, ditentukan apakah program perlindungan ini perlu segera dilaksanakan atau tidak di perusahaan tersebut.

19

Kesehatan kerja pada industry mebel 2.8.2. Teknologi Pengendalian Dalam hal ini dilakukan upaya menentukan tingkat suara yang dikehendaki, menghitung reduksi kebisingan dan sekaligus mengupayakan penerapan teknisnya. Teknologi pengendalian yang ditujukan pada sumber suara dan media perambatnya dilakukan dengan mengubah cara kerja, dari yang menimbulkan bising menjadi berkurangnya suara yang menimbulkan bising, menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap suara, mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan, substitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang bising, menggunakan pondasi mesin yang baik agar tidak ada sambungan yang goyang dan mengganti bagian-bagian logam dengan karet, modifikasi mesin atau proses, merawat mesin dan alat secara teratur dan periodik (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:34). 2.8.3. Pengendalian Secara Administratif Pengendalian secara administratif dapat dilakukan dengan adanya pengadaan ruang kontrol pada bagian tertentu dan pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada. 2.8.4. Penggunaan Alat Pelindung Diri Untuk menghindari kebisingan digunakan alat pelindung telinga. Alat pelindung telinga berguna untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam telinga. Ada dua jenis alat pelindung telinga, yaitu sumbat telinga atau ear plug dan tutup telinga atau ear muff (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:35). 2.8.5. Pemeriksaan Audiometri Dilakukan pada saat awal masuk kerja secara periodik, secara khusus dan pada akhir masa kerja (A.M. Sugeng Budiono, dkk 2003:34), dan pemeriksaan berkala audiometri pada pekerja yang terpapar (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:252).

20

Kesehatan kerja pada industry mebel 2.8.6. Pelatihan dan Penyuluhan Pada pekerja semua orang di perusahaan tentang manfaat, cara pemakaian dan perawatan alat pelindung telinga, bahaya kebisingan di tempat kerja dan aspek lain yang berkaitan (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:301). 2.9. Hubungan beberapa faktor dalam kesehatan lingkungan

SUMBER

Udara

Manusia

SEHAT

Tanah
Air Makanan

SAKIT

Kegiatan manusia/ Industri

Perantara

Sasaran

Dampak

Beberapa kegiatan perindustrian akan menghasilkan suara yang bising dari penggunaan alat-alat pengolahan bahan baku yang akan dibuat maka semua itu sangat berdampak pada kesehatan dari individu yang bekerja maupun disekitar lingkungan industri tersebut.

21

Kesehatan kerja pada industry mebel DEFINISI Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru yang disebabkan oleh debu, uap atau gas berbahaya yang terhirup pekerja ditempat pekerjaan. Penyakit Paru Akibat Pekerjaan terjadi akibat terhirupnya partikel, kabut, uap atau gas yang berbahaya pada saat seseorang sedang bekerja. Lokasi tersangkutnya zat tersebut pada saluran pernafasan atau paru-paru dan jenis penyakit paru yang terjadi, tergantung kepada ukuran dan jenis partikel yang terhirup. Partikel yang lebih besar mungkin akan terperangkap di dalam hidung atau saluran pernafasan yang besar, tetapi partikel yang sangat kecil bisa sampai ke paruparu. Di dalam paru-paru, beberapa partikel dicerna dan bisa diserap ke dalam aliran darah. Partikel yang lebih padat yang tidak dapat dicerna akan dikeluarkan oleh sistem pertahanan tubuh. Tubuh memiliki beberapa cara untuk membersihkan partikel yang terhirup:

Di dalam saluran pernafasan, lendir akan membungkus partikel, sehingga bisa lebih mudah dikeluarkan melalui batuk

Di dalam paru-paru, sel-sel pembersih tertentu, akan menelan partikel tersebut dan melenyapkannya. Partikel yang berbeda akan menghasilkan reaksi yang berbeda pula di dalam tubuh.

Beberapa partikel (misalnya serbuk tanaman) dapat menyebabkan reaksi alergi seperti rinitis alergika atau asma. Serbuk batubara, karbon dan oksida perak tidak menimbulkan reaksi yang berarti dalam paru-paru. Serbuk silika dan asbes bisa menimbulkan jaringan parut yang menetap pada jaringan paru-paru (fibrosis paru). Dalam jumlah yang cukup besar, asbes bisa menyebabkan kanker pada perokok.

22

Kesehatan kerja pada industry mebel 2.2 KLASIFIKASI PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA
KELOMPOK PENYAKIT UTAMA Iritasi saluran nafas atas AGEN PENYEBAB Gas iritan, pelarut

Gangguan jalan nafas (asma kerja, bisinosis, Diisosianat, alergen asal binatang, debu kapas dll) Trauma inhalasi Akut Pneumonitis hipersensitif Penyakit infeksi Pneumokoniosis Keganasan Gas iritan, Hasil pembakaran bakteri, jamur, protein binatang TB, virus, bakteri Asbes, silika, batubara, berilium Asbes, radon

2.3

KOMPONEN PENYEBARAN PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA 1. Faktor penyebab Faktor penyebab penyakit paru akibat kerja di golongkan menjadi 2 golongan besar yaitu: : a. Golongan kimiawi meliputi debu logam berat, debu organik, debu anorganik b. Golongan biologis meliputi bakteri, virus dan jamur 2. Faktor Host Faktor host yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit paru akibat kerja adalah : a. Faktor imunitas b. Faktor gizi 3. Faktor Lingkungan Keadaan yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan tenaga kerja adalah kondisi fisik dan sanitasi dari lingkungan kerja tersebut, sistem organisasi kerja ( lama kerja, lama istirahat dan sistem shift) dan ketersediaan pelayanan kesehatan kerja.

23

Kesehatan kerja pada industry mebel 2.3 MACAM PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA Berdasarkan Keppres RI no 22 tahun 1993 penyakit paru akibat kerja meliputi Pneumokoniosis, Penyakit paru dan saluran napas oleh debu logam berat, Penyakit paru dan saluran napas disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (Byssinosis), Asma akibat kerja, Alveolitis alergika akibat debu organik, Kanker paru atau mesothelioma dan Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi. 1. Pneumoconiosis Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru. Penyakit pnemokoniosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke dalam paruparu. Penyakit tersebut antara lain: a. Penyakit Silikosis Silikosis adalah suatu pneumokoniosis yang disebabkan oleh inhalasi partikel-partikel atau debu kristal silika bebas (SiO2) dan menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru. Yang termasuk dengan silika bebas adalah kuarsa, tridimit dan kristobalit. Silika adalah Kristal yang sangat keras yang biasanya menempel di batu atau tanah atau terdapat ada juga yang terdapat di udara bebas. A. A. Terdapat 3 jenis silikosis: 1. Silikosis kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika dalam

jangka panjang (lebih dari 10 tahun). Nodul-nodul peradangan kronis dan jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah bening dada. 2. Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih banyak

selama waktu yang lebih pendek (5-10 tahun). Peradangan, pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat. 3. Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam waktu yang lebih pendek (5 tahun). Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul sesak nafas yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah. B. Faktor Resiko Silikosis Silikosis terjadi pada orang-orang yang telah menghirup debu silika selama beberapa tahun. Silika adalah unsur utama dari pasir, sehingga pemaparan biasanya terjadi pada:

24

Kesehatan kerja pada industry mebel


Buruh tambang logam Pekerja pemotong batu dan granit Pekerja pengecoran logam Pembuat tembikar. Pekerja tambang logam dan batubara Penggali terowongan untuk membuat jalan Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan Pembuat keramik dan batubara Penuangan besi dan baja Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan gelas. Pembuat gigi enamel Pabrik semen Biasanya gejala timbul setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada peledakan

pasir, pembuatan terowogan dan pembuatan alat pengampelas sabun, dimana kadar silika yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam waktu kurang dari 10 tahun. Bila terhirup, serbuk silika masuk ke paru-paru dan sel pembersih (misalnya makrofag) akan mencernanya. Enzim yang dihasilkan oleh sel pembersih menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada paru-paru. Pada awalnya, daerah parut ini hanya merupakan bungkahan bulat yang tipis (silikosis noduler simplek). Akhirnya, mereka bergabung menjadi massa yang besar (silikosis konglomerata). Daerah parut ini tidak dapat mengalirkan oksigen ke dalam darah secara normal. Paru-paru menjadi kurang lentur dan penderita mengalami gangguan pernafasan. C. Gejala dan Tanda Penderita silikosis noduler simpel tidak memiliki masalah pernafasan, tetapi mereka bisa menderita batuk berdahak karena saluran pernafasannya mengalami iritasi (bronkitis). Silikosis konglomerata bisa menyebabkan batuk berdahak dan sesak nafas. Mula-mula sesak nafas hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas, tapi akhirnya sesak timbul bahkan pada saat beristirahat. Keluhan pernafasan bisa memburuk dalam waktu 2-5 tahun setelah penderita berhenti bekerja. Kerusakan di paru-paru bisa mengenai jantung dan menyebabkan gagal jantung yang bisa berakibat fatal. Jika terpapar oleh organisme penyebab tuberkulosis

25

Kesehatan kerja pada industry mebel (Mycobacterium tuberculosis, penderita silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih besar untuk menderita tuberkulosis. Gejala tambahan yang mungkin ditemukan, terutama pada silikosis akut adalah demam, batuk, penurunan berat badan, dan gangguan pernafasan yang berat. D. Patogenesis Partikel-partikel silika yang berukuran 0.5-5 m akan tertahan di alveolus. Partikel ini kemudian di telan oleh sel darah putih yang khusus. Sebagian partikel silica dibuang

bersama sputum sedangkan yang lain masuk ke dalam aliran limfatik paru-paru, kemudian partikel silia ke kelenjar limfatik.Di kelenjar limfatik, sel darah putih berintregasi,

meninggalkan partikel silika yang akan menyebabkan dampak yang lebih luas. Kelenjar limfatik akan menstimulasi pembentukan bundel-bundel nodular dari jaringan parut dengan ukuran mikroskopik, semakin lama semakin banyak nodul yang terbentuk sehingga menjadi nodul yang lebih besar. Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak. Penyakit silicosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batukbatuk. Batuk seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada silicosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati. Bila penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung. Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum ada obatnya yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk

26

Kesehatan kerja pada industry mebel kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu waktu diperlukan. D.Pengobatan Tidak ada pengobatan khusus silikosis. Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Bila infeksi berikan antibiotic. b. Penyakit Asbestosis Asbestosis merupakan penyakit kronis progesif, Penyakit ini disebabkan oleh udara yang mengandung debu asbes. Umumnya debu masuk kedalam paru-paru pada saat kita menarik nafas. Hal ini tergantung pada ukuran debu yang terhirup. Semakin kecil ukuran debu yang masuk melalui saluran pernapasan, maka semakin besar pula resiko terjadinya penimbunan debu dalam paru-paru. Debu dikelompokan menjadi tiga yaitu debu organik seperti debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dll, debu mineral yaitu debu yang merupakan senyawa komplek seperti SiO2, SiO3, dan arangbatu, dan debu metal yaitu debu yang mengandung unsur logam. Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Debu dengan ukuran 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan atas, 3-5 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah, 1-3 mikron akan sampai di permukaan alveoli, 0,5-1 mikron hinggap di permukaan alveoli/selaput lender sehingga menyebabkan fibrosis paru, sedangkan 0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli.

Asbestosis disebabkan oleh debu asbes dengan masa latennya 10-20 tahun. Asbes adalah campuran berbagai silikat yang terpenting adalah campuran magnesium. Jika terhisap,

27

Kesehatan kerja pada industry mebel serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru, mempengaruhi parenkim jaringan dari paruparu, menjadi jaringan paru. A.Etiologi Asbestosis disebabkan oleh terhirupnya serat asbes (panjang 50 mikron atau lebih dan diameter 0,5 mikron atau kurang), oleh serat asbes, dimana serat asbes sukar untuk dihancurkan, bahkan oleh makrofag. Ketika makrofag mencoba untuk mencernakan serat asbes, sering mengalami kegagalan sebab seratnya terlalu kuat dan ikatan rantainya sangat kuat untuk diuraikan B. Faktor Resiko 1. Orang-orang yang bekerja di industri pengelolaan, pertambangan, penenunan, pemintalan asbes dan reparasi tekstil dengan produk-produk yang mengandung asbes. 2. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes terjadi dari partikel yang terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja 3. Perokok tembakau lebih cenderung menderita penyakit yang berhubungan dengan asbes dibandingkan non-perokok.. Harapan hidup perokok lebih pendek dibandingkan nonperokok. Asbestos pekerja yang berhenti merokok, dalam 5-10 tahun dapat mengurangi risiko kematian kanker paru-paru sekitar satu setengah sampai satu sepertiga dari mereka yang terus merokok. C. Tanda dan Gejala Gejala asbestosis muncul secara bertahap dan baru muncul setelah terbentuknya jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru kehilangan elastisitasnya. Gejala pertama adalah sesak nafas ringan dan berkurangnya kemampuan untuk melakukan gerak badan juga ditandai dengan batuk kering. Sekitar 15% penderita, akan mengalami sesak nafas yang berat dan mengalami kegagalan pernafasan. Berlangsung sebagai penyakit paruparu dan kerusakan meningkat, sesak nafas terjadi walaupun pada pasien istirahat. Keluhan dan gejala timbulnya sangat lambat, membutuhkan waktu 7-10 tahun. Terutama sesak nafas bila melakukan aktifitas. Batuk non produktif, lebih sering dan lebih hebat

28

Kesehatan kerja pada industry mebel dibanding silikosis. Bila terjadi batuk darah biasanya sudah ada neoplasma paru. Nyeri dada retrosternal, berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pada fase dini biasanya belum dijumpai kelainan selain adanya benda asbestos didalam dahak pekerja (2 bulan). Pada fase lanjut didapatkan sianosis dan jari tabuh. Jari tabuh umumnya dihubungkan dengan penyakit yang lanjut. Bila ada pada pekerja dengan kelainan fibrosis interstisialis yang ringan maka lebih banyak dihubungkan dengan kanker paru. Gerak pernafasan menurun, simetris, tanda-tanda fibrosis hebat. Sianosis akan bertambah hebat apabila melakukan kegiatan fisik, bisa juga didapatkan suara mengi. Dapat terdengar ronkhi (pada akhir inspirasi atau selama inspirasi) dibasal paru, terjadi pada > 60% penderita dengan asbestosis. Ronkhi ini tergantung pada dosis paparan dan dapat terjadi pada x-foto toraks normal D.Patofisiologi Biasanya mikroorganisme, debu, dan partikel asing lainnya yang ada di udara saat kita bernafas akan disaring oleh rambut-rambut hidung, sehingga menimbulkan reflek batuk. Sedangkan partikel asbes (amphiboles) panjang, sangat tipis, ringan, dan mikroskopis yang masuk ke hidung, tidak dapat disaring oleh rambut-rambut hidung, menyebabkan partikel asbes dapat masuk ke saluran pernapasan. Ketika memasuki saluran pernapasan, partikel ini masuk ke dalam alveoli. Makrofag akan memfagositosis debu asbestos, tetapi bila pembersihannya tidak sempurna, timbul reaksi berupa pembentukan fibrosis

didinding bronkus. Tingkatan timbulnya fibrosis tergantung pada banyaknya debu yang terpapar. Bila timbunan debu asbestos sediokit, reaksi jaringan terbatas dan penyakit yang timbul(asbestosis) dapat ringan atau tidak progresip. Bila banyak debu yang tertimbun, maka reaksi jaringan amat hebat, sehingga timbul penyakit paru kronis progresif. Kelihatannya terdapat hubungan antara dosis paparan debu dengan respons paru yang timbul c. Penyakit Bisinosis

29

Kesehatan kerja pada industry mebel Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya. Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema. d. Penyakit Antrakosis Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara. Masa inkubasi penyakit ini antara 2 4 tahun. Seperti halnya penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit tuberkolosilikoantrakosis. Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan terjadinya kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni

30

Kesehatan kerja pada industry mebel dan silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya. Sedangkan paenyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru. e. Penyakit Beriliosis Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak napas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir. Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng (dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis yang disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa berselang 5 tahun setelah berhenti menghirup udara yang tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun setelah pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung debu logam tersebut, penyakit beriliosis mungkin saja timbul. Penyakit ini ditandai dengan gejala mudah lelah, berat badan yang menurun dan sesak napas. Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-pekerja yang terlibat dengan pekerja yang menggunakan logam tersebut perlu dilaksanakan terus menerus. 2. Asma akibat kerja Merupakan kasus penyakit paru akibat kerja paling sering timbul di USA. Diperkirakan 15 hingga 23% dari kasus penyakit asma baru yang muncul pada penderita dewasa merupakan asma akibat kerja. Kasus ini termasuk asma yang diperburuk oleh kondisi lingkungan kerja ( aggravate preexisting asthma ) Karakteristik keluhan asma kerja: Keluhan timbul setelah tiba ditempat kerja, hilang setelah meninggalkannya

31

Kesehatan kerja pada industry mebel Keluhan mulai beberapa jam setelah hilang dan kemudian hilang Keluhan ringan pada awal minggu mulai bekerja, memberat pada hari selanjutnya Makin lama bekerja keluhan makin berlanjut Tidak ada keluhan pada waktu libur Keluhan timbul pada tempat kerja yang baru.

3. Alveolitis alergika akibat debu organic A.Pengertian Pneumonitis Hipersensitivitas Pneumonitis Hipersensitivitas (Alveolitis Alergika Ekstrinsik, Pneumonitis Interstisial Alergika, Pneumokoniosis Debu Organik) adalah suatu peradangan paru yang terjadi akibat reaksi alergi terhadap alergen (bahan asing) yang terhirup. Pneumonitis alergi ekstrinsik adalah istilah umum untuk sekelompok gangguan yang disebabkan oleh suatu reaksi hipersensitivitas terhadap debu yang terinhalasi. Alergen bisa berupa debu organik atau bahan kimia (lebih jarang). Debu organik bisa berasal dari hewan, jamur atau tumbuhan. B. Penyebab Pneumonitis Hipersensitivitas Pneumonitis hipersensitivitas biasanya merupakan penyakit akibat pekerjaan, dimana terjadi pemaparan terhadap debu organik ataupun jamur, yang menyebabkan penyakit paru akut maupun kronik. Pemaparan juga bisa terjadi di rumah, yaitu dari jamur yang tumbuh dalam alat pelembab udara, sistem pemanas maupun AC. Penyakit akut bisa terjadi dalam waktu 4-6 jam setelah pemaparan, yaitu pada saat penderita keluar dari daerah tempat ditemukannya alergen. Penyakit kronik disertai perubahan pada foto rontgen dada bisa terjadi pada pemaparan jangka panjang. Penyakit kronik bisa menyebabkan terjadinya fibrosis paru (pembentukan jaringan parut pada paru). Contoh dari pneumonitis hipersensitivitas yang paling terkenal adalah paru-paru petani (farmer's lung), yang terjadi sebagai akibat menghirup bakteri termofilik di gudang tempat penyimpanan jerami secara berulang. Hanya sebagian kecil orang yang menghirup debu tersebut yang akan mengalami reaksi alergi dan hanya sedikit dari orang yang mengalami reaksi alergi, yang akan menderita kerusakan paru-paru yang menetap. Secara umum, untuk terjadinya sensitivitas dan penyakit ini, pemaparan terhadap alergen harus terjadi secara terus menerus dan sering.

32

Kesehatan kerja pada industry mebel

Penyebab Pneumonitis Hipersensitivitas Penyakit Paru-paru petani Paru-paru pemelihara burung Paru-paru peternak burung dara Paru-paru pemelihara ayam betina Paru-paru penyejuk ruangan Bagassosis Paru-paru pekerja jamur Paru-paru pekerja gabus (Suberosis) Penyakit kayu maple Paru-paru pekerja gandum Sequoiosis Sumber Partikel Debu Jerami yang berjamur

Kotoran betet, burung dara, ayam

Pelembab udara, penyejuk ruangan Limbah tebu Pupuk jamur

Gabus yang berjamur Kayu maple yang berjamur Gandum yang berjamur Debu kayu merah yang berjamur

Paru-paru pekerja keju Keju yang berjamur Penyakit kumbang gandum Tepung gandum yang terinfeksi

Paru-paru pekerja kopi Biji kopi Paru-paru pekerja atap Paru-paru pekerja kimia Serabut atau tali yang digunakan untuk atap Bahan kimia yang digunakan untuk membuat serabut busa poliuretan, penyekatan, molding, karet tiruan dan bahan pembungkus

Walaupun penyakit ini berhubungan dengan reaksi inflamasi (peradangan)-reaksi imun, tetapi hubungan pasti masih belum banyak diketahui. Disamping itu pengaruh genetik juga dianggap berperanan dalam penyakit ini. Hal ini terlihat dari adanya hubungan variasi TNF

33

Kesehatan kerja pada industry mebel alpha (sejenis faktor inflamasi) pada seseorang dengan kerentanan untuk timbulnya penyakit ini. Walaupun begitu saat ini sudah menjadi acuan umum bahwa penyakit ini diduga berhubungan dengan kombinasi reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV sebagai akibat paparan antigen. Hipersensitifitas tipe III dan IV merupakan dua tipe dari 4 tipe reaksi hipersensitif tubuh. Reaksi hipersensitifitas tipe III merupakan reaksi dimana antigen dan antibodi bergabung/berikatan menjadi suatu komplek imun sehingga disebut juga immune complex. Sedangkan pada tipe IV(cell mediated or delayed hypersensitivity), antibodi tidak banyak berperanan karena disini lebih dominan karena aktivasi makrofag, natural killer cell. Sehingga pada hypersensitivity pneumonitis lebih banyak ditemukan limfosit-T (CD8) dan pada pemeriksaan darah tepi akan ditemukan peningkatan sel darah putih terutama neutrofil. C. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Pernapasan Gangguan saluran pernafasan akibat inhalasi debu dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: a. Faktor debu itu sendiri Yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama perjalanan dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel, konsentrasi partikel, lama pajanan, dan kerentanan individu.Tingkat kelarutan debu pada air, kalau debu larut dalam air, bahan dalam debu larut dan masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut tetapi ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding alveoli. Konsentrasi debu, makin tinggi konsentrasinya makin besar kemungkinan menimbulkan keracunan. Jenis debu ada dua (2) macam yaitu debu organik (debu padi/ kulit padi), dan debu anorganik (debu yang berasal dari mesin penggilingan padi). b. Masa kerja Masa kerja menunjukkan suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam waktu tertentu. Seseorang yang bekerja di lingkungan industri yang menghasilkan debu akan memiliki resiko gangguan kesehatan. Makin lama seseorang bekerja pada tempat yang mengandung debu akan makin tinggi resiko terkena gangguan kesehatan, terutama gangguan saluran pernafasan. Debu yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu yang cukup lama akan membahayakan. Akibat penghirupan debu, yang langsung akan kita rasakan adalah

34

Kesehatan kerja pada industry mebel sesak, bersin, dan batuk karena adanya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan debu untuk beberapa tahun pada kadar yang rendah tetapi di atas batas limit paparan menunjukkan efek toksik yang jelas. c. Umur Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk dengan cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002), mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan gejala pernapasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan : potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh, aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang. Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung seiring dengan bertambahnya usia dan ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja. d. Alat pelindung diri Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang dipakai disini untuk melindungi sistem pernapasan dari partikel-partikel berbahaya yang ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem pernapasan sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik yang berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wol. e. Riwayat merokok Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas kecil bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas

35

Kesehatan kerja pada industry mebel karena proses inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan secret intraluminar. Perubahan struktur karena merokok biasanya di hubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan apabila menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki resiko memperpendek usia harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang perokok yang menghabiskan 20 batang sigaret sehari. f. Riwayat penyakit Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan mempengaruhi kondisi kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau sementara menderita penyakit sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko timbulnya penyakit sistem pernapasan jika terpapar debu. D. Gejala Pneumonitis Hipersensitivitas Secara klinis, gejalanya yang ditemukan sangat bervariasi mulai akut sampai kronik. Banyak ditemukan dalam keadaan gagal napas (respiraory failure) karena gangguan keseimbangan ventilasi-perfusi. Hal ini terjadi karena memang kerusakan terjadi pada alveolikapiler, tempat difusi dan perfusi (aliran darah) oksigen. Gejala dari pneumonitis hipersensitivitas akut dan subakut adalah gejala-gejala timbul sekitar 4-8 jam setelah paparan berat terhadap debu yang mengandung antigen. Gejalanya antara lain berupa sakit kepala, demam, mual, muntah-muntah, dada sesak, sulit bernapas, dan batuk. Mungkin ada sianosis dan krepitasi pada auskultasi. Pada kasus-kasus lanjut, foto sinar-X dada memperlihatkan gambaran opak kecil-kecil tersebar di daerah tengah dan bawah paru. Penurunan kapasitas ventilasi dan transfer gas merupakan gangguan fungi paru utama. Gejala pneumonitis hipersensitivitas kronis adalah setelah serangan akut berulang dan seringkali didahului oleh suatu episode akut, paparan berulang terhadap debu antigenik berkadar rendah, lambat laun akan menimbulakan disppnea. Uji fungsi paru mengungkapkan gangguan keterbatasan ventilasi dan transfer gas. Radiogram dada memperlihatkan suatu varian opasitas linear tersebar yang sesuai dengan perkembangan fibrosis paru interstisial difus.

E. Pengobatan Pneumonitis Hipersensitvitas

36

Kesehatan kerja pada industry mebel Pneumonitis hipersensitvitas episode akut, biasanya akan sembuh jika kontak yang lebih jauh dengan alergen dihindari. Bila terjadi penyakit yang lebih berat, untuk mengurangi gejala dan membantu mengurangi peradangan yang lebih berat, bisa diberikan corticosteroid (misalnya prednisone). Episode berkelanjutan atau berulang bisa mengarah ke terjadinya penyakit yang menetap. Fungsi paru-paru bisa semakin memburuk sehingga perlu diberikan terapi oksigen tambahan. . 4. Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi. Penyakit yang termasuk dalam golongan ini adalah Anthrak, Tuberkulosis, Avian Infleuenza. Penyakit anthrak di derita oleh tenaga kerja di sektor peternakan dan penyamakan kulit binatang. Penyakit tuberkulosis menyerang tenaga kerja yang bekerja pada semua tenaga yang berisiko terkena penyebab penyakit paru akibat kerja lainnya. Penyakit avian influenza menyerang tenaga kerja di sektor peternakan unggas dan babi.

2.4 DIAGNOSIS Agak sulit ditegakkan karena : a. Gejala dan tanda mirip penyakit paru lain bukan karena kerja. b. Waktu lama antara pejanan-Gejala Diagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisis, Laboratorium, uji faal paru, radiologi, dan lain-lain.

a. Anamnesis Harus teliti dan akurat meliputi: Riwayat kesehatan umum Pekerjaan sekarang atau saling berhubungan Pekerjaan sebelumnya Keterangan pajanan Pajanan spesifik di tempat kerja Faktor lingkungan non okupasi

37

Kesehatan kerja pada industry mebel

b. Pemeriksaan fisik Sesak nafas Jari tubuh atau sianosis Pembesaran kelenjar getah bening Perubahan bentuk dada Intensitas suara nafas Ronki (inspirsi atau ekspresi) Mengi Pemeriksaan jantung Pembesaran hepar atau limpa Edema tungkai

38

Kesehatan kerja pada industry mebel

39

Kesehatan kerja pada industry mebel C. Uji faal paru : Kapasitas Vital Paru (KVP) adalah kemampuan paru untuk menghisap atau menghembuskan udara secara maksimal. Nilai KVP sama dengan volume cadangan inspirasi (IRV) ditambah volume tidal (VT) dan volume cadangan ekspirasi (ERV). Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan dikeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 mL). Adapun nilainya diukur dengan cara individu melakukan inspirasi maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur. Ada dua macam kapasitas vital berdasarkan cara pengukurannya:

1) Vital Capacity (VC): pada pengukuran jenis ini individu tidak perlu melakukan aktivitas pernafasan dengan kekuatan penuh 2) Forced Vital Capacity (FVC): pada pengukuran ini pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan maksimal. Pada orang normal tidak ada perbedaan antara kapasitas vital dan kapasitas vital paksa, tetapi pada keadaan ada gangguan obstruktif terdapat perbedaan antara kapasitas vital dan kapasitas vital paksa. Pengukuran KVP seringkali digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru khususnya
ventilasi paru-paru dan dinding dada. Nilai tersebut bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot pernafasan serta beberapa aspek fungsi pernapasan lain. Adapun alat yang dapat digunakan untuk mengukur KVP adalah spirometri. Spirometri merupakan alat dengan metode sederhana yang dapat mengukur volume paru utama yang nantinya akan dijumlahkan tergantung kebutuhan untuk mendapatkan nilai kapasitas paru utama. Untuk nilai volume paru utama yang diperoleh dibagi atas volume statis paru dan volume dinamis paru yang terdiri dari: 1) Volume statis paru Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernapas pada saat istirahat. Volume tidal normalnya adalah 350-400 ml. Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan napas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa sesudah inspirasi volume tidal normal.

40

Kesehatan kerja pada industry mebel


Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa sesudah ekspirasi volume tidal normal. 2) Volume dinamis paru Volume ini dihitung melalui nilai Force Vital Capacity (FVC) yang merupakan volume udara maksimum yang dapat dihembuskan secara paksa atau kapasitas vital paksa yang umumnya dicapai dalam 3 detik, normalnya 4 liter dan FEV1 (Forced Expired Volume in one second) merupakan volume udara yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama normalnya 3,2 liter. Pada orang normal persentase kapasitas vital kuat yang dikeluarkan pada detik pertama (FEV1/FVC%) adalah 80%. Pada obstruksi saluran nafas yang serius, yang sering terjadi pada asma akut, kapasitas ini dapat berkurang menjadi kurang dari 20%

41

Kesehatan kerja pada industry mebel

c. Pemeriksaan laboratorium Darah Urine Dahak 2.5 PENCEGAHAN PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA Pencegahan adalah upaya yang lebih penting daripada pengobatan. Eliminasi atau modifikasi vektor yang diduga sebagai penyebab yang dapat menurunkan insidens penyakit, contohnya kontrol air terpolusi, mengeluarkan tar dari rokok. Pencegahan penyakit akibat kerja tergantung kejasama antara pemerintah, manajemen industri dan pekerja. Ada dua faktor mengapa penyakit akibat kerja mudah dicegah. 1. Bahan penyebab penyakit dapat diidentifikasi, diukur dan dikontrol 2. Populasi yang berisiko mudah didatangi, dapat diawasi secara teratur dan diobati. Upaya pencegahan dibagi menjadi 3 tahap yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. PENCEGAHAN PRIMER Strategi pencegahan paling efektif adalah pencegahan primer. Tujuan pencegahan primer adalah mencegah pajanan bahan yang menyebabkan sensitisasi di lingkungan kerja. Pencegahan primer utamanya terdiri dari penghilangan atau modifikasi risiko dari pajanan bahan berbahaya sebelum penyakit terjadi.Pencegahan primer memerlukan eliminasi dan reduksi pajanan zat berbahaya dan ditujukan pada timbulnya penyakit dengan menghindari bahan penyebab, pemakaian alat pelindung diri, meningkatkan kapasiti pekerja yang dapat meminimalisasi risiko sebelum sensitisasi terjadi. Prinsip dasar pencegahan primer adalah: 1. Regulasi Pemerintah dalam meregulasikan bahan berbahaya di tempat kerja menitik beratkan pada dua hal yaitu untuk mencegah kerusakan yang timbul dan menyediakan rancangan yang

42

Kesehatan kerja pada industry mebel seragam. Pencegahan dan kontrol kerusakan pada PPAK dicapai dengan berbagai strategi contohnya mengontrol hazard, memberikan patokan nilai ambang batas hazard, pemeriksaan kesehatan berkala, program kompensasi, pelatihan dan edukasi pekerja. Nilai ambang batas debu Penyakit Paru Akibat Kerja sangat erat berhubungan dengan kontak debu karena sifat inhalasinya. American Conference of Governmental lndustrial Hygienist (ACGHIH) mengeluarkan pedoman yang dikenal sebagai Threshold Limit Values (TLVs) dan Biological Exposure lncides (BEls) dalam membuat keputusan kadar pajanan yang aman terhadap berbagai macam zat kimia dan agen fisik di tempat kerja. Contoh untuk nilai ambang batas debu total adalah 10 mg/m3 time weight average (TWA) untuk partikulat tanpa mengandung asbestos dan kristalin silika < 1%, sementara untuk debu tambang batu bara nilai ambang batasnya adalah 2.0 mg/m3 TWA. 2. Seleksi calon pekerja Seleksi calon pekerja dilakukan dengan mengidentifikasi faktor risiko dengan pemeriksakan kesehatan sebelum bekerja untuk mengetahui riwayat kesehatan individu. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dilakukan sebelum seseorang dipekerjakan atau ditempatkan pada tempat kerja dengan bahaya-bahaya kesehatan yang mungkin terjadi. Prinsip dasar paru kerja adalah menerapkan keamanan pada tempat kerja pada seluruh karyawan. Contoh dalam hal ini adalah individu yang telah diketahui mengidap asma merupakan faktor risiko penting untuk terjadi asma kerja sehingga tidak ditempatkan di tempat terpajan debu. 3. Eliminasi Eliminasi adalah menghilangkan salah satu atau lebih bahan/zat yang dinilai berbahaya. Contoh dalam hal ini menghilangkan silika atau crystalline silica di industri terutama semen karena terbukti dapat menyebabkan silikosis. Bahkan ILO/WHO meluncurkan program eliminasi global total silika di dunia pada tahun 2030. 4. Substitusi

43

Kesehatan kerja pada industry mebel Substitusi adalah mengganti material menjadi kurang berbahaya atau mengganti hasil akhir produk menjadi kurang berbahaya atau mengganti proses berbahaya menjadi kurang berbahaya. Contoh substitusi pada deterjen bentuk serbuk lebih berbahaya dari pada bentuk pelet. 5. Ventilasi Ventilasi yaitu memindahkan debu atau sisa pembakaran dengan ventilasi yang sesuai. Udara dialirkan satu arah dengan lubang jendela yang berbeda tingginya sehingga udara dapat mengalir dengan baik. 6. Modifikasi Modifikasi hampir sama dengan ventilasi namun digunakan untuk zat-zat yang lebih berbahaya. Contohnya adalah membuat penutupan ventilasi (enclosure) pada debu silika yang dihasilkan pada pabrik semen. 7. Perlindungan personal Perlindungan personal biasa disebut alat pelindung diri (APD). Contoh APD adalah masker atau respirator. Perlindungan personal mempunyai kekurangan karena menyebabkan ketidaknyamanan, kurang efisien, membutuhkan keahlian dan perawatan teratur, sehingga sangat tergantung pada kepatuhan pekerja. Perlindungan personal dalam hal ini masker dijabarkan lebih jelas pada bagian dibawah ini. Alat pelindung dlri Alat pelindung diri (APD) merupakan hal penting bagi para pekerja. Digunakan untuk meminimalkan pajanan terhadap berbagai macam bahaya. Contoh APD adalah sarung tangan, sepatu khusus lapangan, kacamata khusus lapangan dan baju pelindung. Penggunaan APD memerlukan pemahaman pekerja akan pentingnya APD karena biasanya menyebabkan ketidaknyamanan sehingga APD merupakan jalan terakhir pada pencegahan di tempat kerja. Selain itu diperlukan juga pemahaman tentang jenis-jenis APD, mengetahui cara menilai bahaya

44

Kesehatan kerja pada industry mebel di tempat kerja, memilih APD yang sesuai dengan berbagai keadaan dan mengerti cara menggunakan APD dengan benar serta cara memelihara APD. Alat pelindung diri pernapasan yang digunakan di tempat kerja adalah masker dan respirator. Masker dan respirator memainkan peranan sangat penting dalam perlindungan pekerja dan intinya adalah pekerja harus memahami penggunaannya secara benar. Semua masker dan respirator harus disetujui oleh US National lnstitute for Ocupational Safety and Health (NIOSH). Respirator dibagi menjadi 2 kategori yaitu pemurni udara dan pemasok udara. Respirator biasa digunakan bersama masker, contoh-contoh yang biasa digunakan adalah: Masker debu (Half-Face Mask): jenis ini banyak digunakan dengan respirator pemurni

udara dan beberapa dengan system pemasok udara Masker penuh (Full Face Mask); biasa digunakan dengan pemurni udara dan respirator

pemasok udara, menutup seluruh wajah dan memberikan perlindungan lebih menyeluruh dibanding masker lain Respirator pemurni udara (Air-Purifyng Respirators), menggunakan filter, catridges atau

canister untuk memindahkan partikel, uap air dan/atau gas yang terkandung dalam udara. Jenis respirator ini dilengkapi dengan masker separuh atau penuh wajah atau helm. Respirator pemasok udara (Supplied Air Respirators), seperti namanya, memberikan udara dari sumber bebas baik yang dibawa pengguna (self-containing breathing

bersih

apparatus/ScuBA) atau dihantarkan ke pengguna melalui selang pemasok udara, biasanya juga ditambahkan daya dari baterai. Contoh masker dan respirator yang biasa digunakan di tempat kerja terlihat pada gambar-gambar di bawah ini.

45

Kesehatan kerja pada industry mebel Berdasarkan Japan lndustrial Safety and Health Association pemilihan masker debu harus dipastikan telah lulus uji model, harus sesuai dengan tugas atau pekerjaan dan harus pas di wajah. Masker debu tidak dapat digunakan di tempat dengan saturasi oksigen kurang dari 18%. Selalu melakukan inspeksi sebelum dan sesudah menggunakannya untuk memastikan tidak ada kebocoran. Pastikan tidak ada ruang antara wajah dan masker dan dilarang menyelipkan benda apapun karena dapat mengganggu fungsi masker. Bila dirasakan sulit bernapas saat menggunakan rnasker debu, maka harus diganti dengan filter. PENCEGAHANSEKUNDER Pencegahan sekunder ditujukan untuk menilai dampak dari pekerjaan dan menemukan penyakit sedini mungkin dengan mengidentifikasi perubahan preklinik dari suatu penyakit. Cara yang dilakukan pada pencegahan sekunder adalah dengan pemeriksaan secara berkala meliputi kuesioner, pemeriksaan fisis terutama pemeriksaan paru, radiologis serta spirometri. Pemeriksaan berkala dilakukan dengan selang waktu tertentu yang teratur dengan cakupan keberkalaan dan pemeriksaan didasarkan pada sifat dan luasnya risiko yang terjadi. Fokus pemeriksaan lebih ditujukan pada organ dan sistim tubuh yang paling mungkin terpengaruh di tempat kerja. Evaluasi gangguan fungsi dan kecacatan Evaluasi gangguan fungsi dan kecacatan paru dilakukan secara bertahap yaitu menilai derajat sesak dan uji faal paru kemudian menilai pengaruh gangguan fungsi terhadap aktivitas kehidupan atau kemampuan melakukan pekerjaan. Pendekatan klinis secara menyeluruh diperlukan untuk evaluasi gangguan fungsi dan penilaian kecacatan yang disebabkan oleh penyakit paru kerja meliputi pemeriksaan secara subjektif dan objektif yaitu anamnesis yang detail, pemeriksaan fisis serta pemeriksaan yang sudah standar seperti spirometri, kapasitas difusi untuk menentukan derajat beratnya penyakit. Foto toraks dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis. Pada beberapa kasus terkadang dilakukan pula cardiopulmonary exercise testing (CPET)/uji latih jantung paru dan analisis gas darah (AGDA). Anamnesis

46

Kesehatan kerja pada industry mebel Gejala utama gangguan respirasi adalah batuk, sesak napas, rasa nyeri atau berat di dada. Batuk merupakan mekanisme pertahanan terhadap bahan iritan, benda asing ataupun untuk mengeluarkan produksi sputum yang berlebihan. Batuk merupakan gejala nonspesifik, dapat disebabkan berbagai macam faktor. Batuk dapat dibagi menjadi akut dan kronik berdasarkan lama batuk. Batuk akut umumnya <3 minggu sedangkan batuk kronik >3 minggu. Weezing atau mengi merupakan tanda terdapatnya sumbatan jalan napas. Anamnesis frekuensi, faktor pencetus dan respons gejala tersebut terhadap terapi sangat diperlukan. Sesak napas merupakan kesulitan atau rasa tak nyaman saat bernapas. Sesak napas merupakan gejala respirasi yang sensitif tetapi tidak spesifik dan merupakan gejala utama saat su dah terjadi kecacatan paru. Klasifikasi derajat sesak napas dapat dilakukan sesuai dengan ATS. Derajat sesak napas terkadang berkorelasi buruk dengan hasil pemeriksaan objektif. Pemeriksaan objektif yang tidak konsisten dengan derajat sesak napas tidak berarti bahwa keluhan pasien tidak valid. Faktor yang turut berperan antara lain keterbatasan skala derajat sesak serta banyak faktor yang dapat menyebabkan sesak misalkan faktor fisiologis, psikologis seperti ansietas, gangguan jantung dan lain-lain oleh karena itu klinisi sebaiknya juga mencari penyebab sesak napas di luar paru bila hasil uji fungsi paru tidak sesuai dengan derajat sesak. Menurut American Thoracic Society (ATS) derajat sesak nafas di bagi menurut beberapa kelompok:
Kelas 0 1 Gradasi Sesak Tidak ada sesak pada aktivitas normal. Sesak ringan.Dapat mengikuti orang yang sehat pada tempat yang datar tetapi sesak pada saat jalan menanjak dan menaiki tangga. 2 Sesak sedang.Tidak dapat mengikuti semua aktivitas orang sehat tetapi masih bisa berjalan di tempat datar sejauh 1 km. 3 4 Sesak berat.Tidak bisa berjalan lebih dari 100 m tanpa istirahat Sangat sesak.Sesak nafas sudah timbul pada saat berbicara atau sedang menggunakan pakaian.

Pemeriksaan fisis

47

Kesehatan kerja pada industry mebel Pemeriksaan fisis dapat menunjukkan gangguan fungsi paru obstruksi atau restriksi yang melibatkan paru, dinding dada atau otot pernapasan serta menentukan apakah kelainan bersifat unilateral, bilateral, lokal ataupun difus. Frekuensi, pola pernapasan, kualitas bunyi, penggunaan otot bantu pernapasan, sianosis dan gejala kor pulmonal dapat menilai derajat beratnya gangguan fungsi. Manifestasi ekstraparu yang penting adalah jari tabuh. Jari tabuh merupakan tanda hipoksia kronik, terdapat pada fibrosis paru, bronkiektasis, karsinoma bronkogenik dan mesotelioma. Uji Faal Paru Spirometri digunakan untuk mengukur secara objektif gangguan respirasi Kapasitas vital paksa (KVP), volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan perbandingan VEP1/KVP merupakan nilai yang penting dalam penilaian gangguan fungsi paru serta membutuhkan kerjasama dari pasien. Uji ini bersifat reliable dan reproducible menggunakan alat yang sederhana, murah dan banyak tersedia di tempat praktek. Spirometri dapat digunakan untuk membedakan kelainan paru obstruktif atau restriktif serta menilai derajat beratnya gangguan fungsi paru. Spirometi dilakukan oleh seseorang yang sudah terlatih dengan teknik yang sudah standar. Hasil VEP1 dan KVP pasien kemudian dibandingkan dengan nilai prediksi. Hasil pengukuran ini sebaiknya selalu dibandingkan dengan hasil uji sebelumnya terutama uji saat sebelum pekerja mendapat pajanan. Pengukuran kapasitas difusi menggunakan karbonmonoksida (CO) dapat dilakukan dengan manuver single breathhold (DLco) dalam ml/kg/menit pada suhu dan tekanan standar. Kapasitas difusi menunjukkan perpindahan oksigen (O2) dari alveoli ke sel darah merah dalam kapiler paru yang tergantung dari luas permukaan tempat pertukaran gas, ketebalan jaringan interstisial juga jarak epitel alveoli dan endotel pembuluh darah serta sel darah merah. Volume paru, distribusi ventilasi, volume plasma dan konsentasi hemoglobin juga mempengaruhi kapasitas difusi. Pemeriksaan ini tidak spesifik tapi cukup sensitif dan berguna untuk menilai gangguan restriksi serta lebih sensitif dibandingkan pengukuran volume paru. Kapasitas difusi dan spirometri digunakan untuk mengklasifikasikan derajat gangguan fungsi respirasi. Derajat sesak napas berkorelasi baik dengan Dlco dan berkorelasi buruk dengan parameter fungsional seperti VEP1.

48

Kesehatan kerja pada industry mebel Uji faal paru standar dengan mengukur KVP, VEP1 dan DLco sebenarnya cukup untuk menilai kecacatan paru pada sebagian besar pekerja. American Medical Association, ATS dan American College of Occupational and Environmental Medicine (ACOEM) merekomendasikan penggunaan spirometri dan kapasitas difusi sebagai elemen utama untuk menilai gangguan fungsi paru. Cotes dkk mempunyai hipotesis bahwa keterbatasan latihan karena gangguan fungsi paru memerlukan penilaian yang akurat dengan melakukan pengukuran volume paru dinamik dan kapasi difusi. Uji latih jantung paru dilakukan untuk mengukur konsumsi O2 maksimal yang digunakan saat latihan (VO2max) dan sebagai baku emas dalam menilai kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan. Pemeriksaan ini selain berguna untuk menilai kecacatan paru juga untuk mengetahui derajat gangguan fungsi paru khususnya pada penyakit interstisial yang mengalami desaturasi O2 saat latihan sehingga uji ini lebih sensitif daripada uji faal paru konvensional. PENCEGAHAN TERSIER Pencegahan tersier ditujukan untuk meminimalkan komplikasi, menghindari kecacatan dan meningkatkan kualitas hidup agar dapat menjalani kehidupan secara normal dan dapat diterima oleh lingkungan. Prinsip pencegahan tersier adalah: 1. Membatasi gangguan fisis dan sosial yang diakibatkan pekerjaannya sehingga timbul gejala. Pada derajat ini yang dilakukan adalah tatalaksana dan terapi pada penyakit paru kerja yang telah terjadi. Pencegahan tersier dilakukan dengan meminimalkan dampak klinis merugikan kesehatan. Contohnya adalah tatalaksana asma akibat keria, tujuannya adalah membatasi gejala dan penyakit atau ketidaknyamanan, meminimalkan cedera dan memaksimalkan fungsi kapasiti. 2. Mutasi, merupakan salah satu cara pencegahan tersier, pekerja yang telah diketahui terkena PPAK dipindahkan ke bagian lain yang terhindar dari pajanan sebelumnya. 3. Rehabilitasi, dimulai sejak awal pengobatan. Tujuan rehabilitasi adalah bila terjadi kecacatan baik sementara atau menetap, keadaan sosial dan pekerjaannya dapat diminimalisir.
4. Kompensasi kecacatan permanen seperti pada kasus asbestosis.

49

Kesehatan kerja pada industry mebel BAB III SURVEY LAPANGAN 3.1 Gambaran perusahaan Mebel Hijrah adalah perusahaan yang bersifat semi produksi dan bergerak dalam bidang mebel. Perusahaan ini berlokasi di Jl. Lalu Mesir Babakan Mataram yang memperkerjakan karyawan sebanyak 20 orang yang keseluruhannya adalah laki - laki dengan jam kerja dalam sehari
12 jam. Adapun tahapan terdiri dari lima proses utama yaitu penggergajian kayu, penyiapan

bahan baku, proses penyiapan komponen, proses perakitan dan pembentukan (bending) dan proses akhir (finishing). Kegiatan proses produksi tersebut akan menghasilkan debu kayu dan masuk melalui tubuh manusia melalui inhalasi sehingga akan mengakibatkan gangguan fungsi paru. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit. Mebel Hijrah tidak memiliki Poliklinik Perusahaan sebagai unit pelayanan kesehatan bagi pekerja di bawah seorang dokter perusahaan. Proses
produksi mebel Hijrah mempunyai 4 (empat) bagian produksi, yaitu : Bagian 1 adalah lokasi

proses pembentukan pola dengan menggunakan alat gergaji, sawmill, bend saw, bagian Sending I adalah lokasi proses pengampelasan awal, bagian Sending II adalah lokasi proses pengampelasan akhir (penghalusan), bagian Final Finishing: adalah lokasi proses finishing dengan wax sebelum packing. Sebagian besar karyawan berumur 31 40 tahun. 3.2 Hasil Pengamatan Di bawah ini gambar yang menunjukkan proses proses pembuatan produksi mebel

50

Kesehatan kerja pada industry mebel

Gambaran serbuk kayu hasil pengolahan

51

Kesehatan kerja pada industry mebel 3.3 Permasalahan K3 1. Pada proses penggergajian kayu, karyawan tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti masker, sarung tangan dan goggles. 2. Pada proses penyiapan kompnen seperti mengamplas karyawan tidak menggunakan masker dan sarung tangan begitu pun juga saat melakukan gerinda kaca karyawan tidak menggunakan goggles dan pelindung telinga (ear plug) 3. Pada proses perakitan dan pembentukan karyawan tidak menggunakan masker dan pelindung telinga. 4. Pada saat proses finishing karyawan kadang = kadang menggunakan masker.

52

Kesehatan kerja pada industry mebel Bab IV. Pembahasan A. Penggunaan sarung tangan Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit(Sularsito dan Djuanda, 2006).Sedang menurut Arifin dkk(1990)Dermatitis kontak adalah dermatitis (peradangan kulit) yang disebabkan berkontaknya kulit dengan bahanbahan dari luar. Bahan- bahan tersebut dapat bersifat toksik ataupun alergik.Bila dihubungkan dengan jenis pekerjaan, dermatitis kontak dapat terjadi pada hampir semua pekerjaan. Biasanya penyakit ini menyerang pada orang-orang yang sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik, misalnya pekerja yang bekerja diindustri mebel, pekerja yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia dan lain-lain (Wilkinson et al, 1994). Pada industri mebel sendiri banyak terdapat bahan-bahan yang bersifat iritan seperti serbuk kayu, kerosen, zat kimia seperti H2O2, thener, sanding sealer, melamic clear, wood stain serta jenis cat lainya yang berpotensi menyebabkan terjadi dermatitis kontak iritan. Kejadian dermatitis kontak iritan sebagian besar terjadi karena kelalaian pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri. Alat pelindung diri yang sangat penting adalah sarung tangan, tetapi terkadang pekerja sering melalaikan alat pelindung diri ini. Banyak pekerja mebel yang sering melalaikan penggunaan sarung tangan (Pusat Kesehatan Kerja, 2002).

B.

Penggunaan Masker Pekerja perkayuan atau mebel merupakan pekerja dengan resiko paparan debu, baik yang

berasal dari penggergajian atau pengampelasan kayu, sehingga beresiko terkena penyakit akibat kerja berupa penyakit saluran pernafasan dengan gejala utamanya batuk. Kurangnya pengetahuan dan disiplin kerja dari para pekerja untuk menggunakan alat pengaman diri (APD)

53

Kesehatan kerja pada industry mebel berupa, masker merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit saluran pernafasan dengan gejala utamanya batuk. Hal ini terjadi karena para pekerja menghirup debu penggergajian atau pengampelasan kayu dalam dosis besar (Pusat Kesehatan Kerja, 2002). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, bahwa para pekerja seringkali mengabaikan kesehatan dan kurang mengetahui terhadap efek yang ditimbulkan dari pengamplasan kayu tersebut. Para pekerja merasa risih, tidak praktis, dan tidak bebas dalam melakukan pekerjaan bila memakai masker saat bekerja. Selama ini pekerja kurang mendapatkan standar pelayanan ataupun kelayakan dalam bekerja bahkan keamanan dalam bekerja. Padahal pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang penuh dengan debu ampas gosokan kayu. Hal ini yang mempengaruhi pekerja pengamplasan kayu tidak menggunakan masker sebagai alat pelindung diri dari debu yang dihasilkan dari pengamplasan kayu. Padahal partikel atau debu yang dihasilkan dari kayu tersebut dapat menganggu kesehatan terutama pada saluran pernafasan (Irfan 2003).

C.

Pentingnya APD Industri pengolahan kayu membutuhkan energi dan penggunaan bahan baku alami yang

besar, seperti kayu keras antara lain : jati, meranti, mahoni dan kayu lunak antara lain : pinus dan albasia. Proses fisik pengolahan bahan baku untuk dijadikan mebel cenderung menghasilkan polusi seperti partikel debu kayu. Industri mebel tersebut berpotensi menimbulkan polusi udara di tempat kerja yang berupa debu kayu. Debu kayu ini akan mencemari udara dan lingkungannya sehingga pekerja industri mebel dapat terpapar debu karena bahan baku, bahan antara ataupun produk akhir. Bahan pencemar tersebut dapat berpengaruh terhadap gangguan fungsi paru. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami faktorfaktor (papatan debu perseorangan, umur,

54

Kesehatan kerja pada industry mebel masa kerja, status gizi, penggunaan APD, kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga, lama paparan) yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja industri mebel. Industri pengolahan kayu merupakan salah satu industri yang pertumbuhannya sangat pesat. Keadaan ini akan mempengaruhi konsumsi hasil hutan yang mencapai 33 juta m3 per tahun. Konsumsi hasil hutan yang sedemikian besar itu antara lain diserap oleh industri plywood, sawmill, furniture, partikel board dan pulp kertas. Industri pengolahan kayu membutuhkan energi dan penggunaan bahan baku alami yang besar, seperti kayu keras antara lain: jati, meranti, mahoni dan kayu lunak antara lain: pinus dan albasia. Proses fisik pengolahan bahan baku untuk dijadikan mebel cenderung menghasilkan polusi seperti partikel debu kayu. Industri mebel tersebut berpotensi menimbulkan polusi udara di tempat kerja yang berupa debu kayu. Ukuran partikel debu kayu sekitar 10 sampai 13 % yang digergaji dan dihaluskan akan berbentuk debu kayu yang berterbangan diudara. Dampak negatif dari industri pengolahan kayu adalah timbulnya pencemaran udara oleh debu yang timbul pada proses pengolahan atau hasil industri mebel tersebut. Debu kayu ini akan mencemari udara dan lingkungannya sehingga pekerja industri mebel dapat terpapar debu karena bahan baku, bahan antara ataupun produk akhir. Bahan pencemar tersebut dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia khususnya gangguan fungsi paru. Berbagai faktor dalam timbulnya gangguan pada saluran napas akibat debu dapat disebabkan oleh debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi, serta lama paparan. Disamping itu, faktor individual yang meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran napas serta faktor imunologis.

55

Kesehatan kerja pada industry mebel Penilaian paparan pada manusia perlu dipertimbangkan antara lain sumber paparan, jenis pabrik, lamanya paparan, paparan dari sumber lain. Pola aktivitas sehari-hari dan faktor penyerta yang potensial seperti umur, jenis kelamin, etnis, kebiasaan merokok dan faktor allergen. Penyakit gangguan fungsi paru akibat debu industri mebel mempunyai gejala dan tanda yang mirip dengan penyakit paru lain yang tidak disebabkan oleh debu di tempat kerja. Penegakkan diagnosis perlu dilakukan dengan tepat karena penyakit biasanya penyakit gangguan fungsi paru, baru timbul setelah paparan debu dalam waktu yang cukup lama. Oleh sebab itu, pemeriksaan faal paru sebagai sarana membantu diagnosis dini penyakit gangguan fungsi paru tidak dapat ditinggalkan.

56

Kesehatan kerja pada industry mebel Bab V Penutup Kesimpulan

57

Kesehatan kerja pada industry mebel 1. Penyebab Kecelakaan Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditunjukkan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang kembali. Ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja : Golongan pertama : faktor mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor manusia. Golongan kedua : adalah faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan. 2. Kecendrungan untuk celaka Adalah kenyataan bahwa pekerja tertentu cenderung untuk mengakami kecelakaan (

accident prone). Pentingnya faktor manusia selaku individu pada terjadinya peristiwa kecelakaan termasuk kecelakaan ditempat kerja. Ada orang yang mempunyai sifat kurang hati-hati, berprilaku asal-asalan, berbuat semaunya, terlalu lamban mengambil sikap , berlaku masa bodoh , suka melamun, terlalu berani, selalu bergegas, gemar bermain-main terhadap resiko bahaya dan sifat lainya, sehingga orang itu berulang kali ditimpa kecelakaan dan oleh karenya ia dinyatakan sebagai mempunya kecenderungan untuk celaka. 3. Kerugian oleh karena kecelakaan Korban kecelakaan kerja mengeluh dan menderita, sedangkan sesama pekerja ikut bersedih dan berduka cita. Kecelakan seringkali disertai lukaataupu kelainan maka pekerja yang bersangkutan menjadi sakit. Gangguan terhadap pekerja demikian adalah satu kerugian besar bagi pekerja dan keluarganya serta juga perusahaan tempat ia bekerja. Sekalipun terhadap cavat berlaku perlindungan jaminan sosial antara lain dalam bentuk,

58

Kesehatan kerja pada industry mebel kompensasi, namun kecacatan sedikit atau banyak mengurangi kemampuan kerja dan ini sangat merugikan pekerja. 4. Kecelakaan menurut jenis pekerjaan Jenis pekerja yang mempunyai peranan besar dalam menentukan macam kecelakaan. Kecelakaan perusahaan industri berlainan dengan kecelakaan di perkebunan, kehutanan, pertambangan dan perkapalan. Pada industri kayu misalnya mesin pemotong ( punch machine ) yaitu suatu mesin yang memotong atau membuat lubangtidak jarang menyebabkan putus tangan atau jari, begitupun juga terjadi pada gergaji listrik untuk memotong kayu atau lempeng aluminium. 5. Pencegahan kecelakaan Jelas bahwa kecelakan kerja menelan biaya yang luar biasa tinggi. Dari segi biaya saja dapat dipahami, bahwa kecelakaan kerja harus dicegah. Pernyataan ini berbeda dari pendapat umum zaman dahulu yang mengatakan bahwa kecelakaan adalah nasib. Kecelakaan kerja seolah-olah takdir yang harus diterima. Kecelakaan dapat dicegah, asal ada kemauan yang cukup untuk mencegahnya dan pencegahan dilakukan atas dasar pengetahuan yang memadai tentang sebab-sebab terjadinya kecelakaan dan penguasaan teknik teknologi upaya preventif terhadap kecelakaan kerja. 6. Alat pelindung diri (APD ) Perlindungan keselamatan kerja melalui upaya teknis pengamanan tempat mesin, peralatan dan lingkungan kerja wajib diutamakan. Namun kadang-kadang resiko terjadinya kecelakaan masih belim dapat dikendalikan, sehingga diperlukan alat pelindung diri. APD harus memenuhi syarat antara lain : a. Nyaman dipakai b. Tidak menggangu pelaksanaan pekerjaan c. Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi.

59

Kesehatan kerja pada industry mebel Alat proteksi diri beraneka ragam , jika digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindunginya, : a. Kepala : pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu topi pengaman ( safety helmet ) b. Mata : kacamata pelindung( protective gogles) c. Muka : pelindung muka d. Tangan dan jari : saru tangan, dan sarung tangan yang menutupi pergelangan tangan sampai lengan e. Kaki : sepatu pengaman f. Alat pernafasan : respirator, masker, alat bantu pernafasan g. Telinga : sumbat telinga dan tutup telinga h. Tubuh : pakaian pekerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan panan, tahan dingin, pakaian kerja lainnya. i. Lainnya : sabuk pengaman.

60

Kesehatan kerja pada industry mebel DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2011. Penyebab Penyakit Paru Akibat Kerja. Diakses pada tanggal 4 Januari 2013 dari http://www.spesialis.info/?penyebab-penyakit-paru-akibatpekerjaan,1008 Anonymous. 2010. Penyakit Paru Akibat Kerja. Diakses pada tanggal 4 November 2011 dari http://crackleandwheeze.com/2010/05/penyakit-paru-akibat kerja.html Arif, et al. 1999: Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I: Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Budiono, A.M. Sugeng, dkk. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan leher edisi 4. 2010. FKUI : Jakarta Djojodibroto, R D. 1999. Kesehatan kerja di Perusahaan. Gramedia. Jakarta. Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. Jakarta : EGC. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51.MEN/1999. Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja. 1999. Jakarta : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Mukono, H.J, 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Airlangga Press, Surabaya. Sasongko, Dwi P, dkk. 2000. Kebisingan Lingkungan. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. Sudoyo,Aru W.2007.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Edisi V.Jakarta:Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Sumamur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta : Sagung Seto Sylvia & Wilson.2006.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses Proses Penyakit edisi 6.Penerbit EGC : Jakarta University

61

Kesehatan kerja pada industry mebel Tambunan. 2005. Kebisingan Di Tempat Kerja. Yogyakarta : Andi

62

Anda mungkin juga menyukai