Anda di halaman 1dari 70

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 1779 David Byolon pernah melaporkan terjadinya letusan demam dengue di Batavia. Penyakit ini disebut penyakit demam 5 (lima) hari yang dikenal dengan kneetroble atau knokkel koortz. Wabah demam dengue terjadi pada tahun 1871 sampai 1873 di Zanziber kemudian di pantai Arab dan terus menyebar ke Samudera Hindia.13 Quintos dan kawan-kawan tahun 1953 dilaporkan kasus DBD di Filipina, kemudian disusul negara-negara lain seperti Thailand dan Vietnam. Pada dekade enam puluhan penyakit ini mulai menyebar ke negaranegara Asia Tenggara, antara lain Singapura, Malaysia, Srilangka dan Indonesia. Pada dekade tujuh puluhan penyakit ini menyerang kawasan pasifik termasuk kepulauan Polinesia. Pada dekade delapan puluhan DBD menyerang negara-negara Amerika Latin, dimulai negara Kuba pada tahun 1891. Sekitar 2,5 milyar orang (2/5 penduduk dunia) mempunyai risiko untuk terkena virus dengue. Lebih dari 100 negara trofis dan subtrofis pernah mengalami letusan demam dengue lebih kurang 500.000 kasus setiap tahun di rumah sakit dengan ribuan orang diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia kasus Demam Berdarah Dengue pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Angka insiden penyakit ini di Indonesia padatahun 1990 sebesar 2,7 per 100.000 penduduk, tetapi pada tahun 1995 dan

1996 angka ini meningkat menjadi 18,5 dan 23,33 per 100.000 penduduk.11 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD, karena nyamuk penularnya tersebar luas di rumahrumah dan tempat umum kecuali daerah yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Penyakit DBD merupakan penyakit yang cenderung meningkat jumlah kasus dan penyebarannya, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dan kematian. Hal ini dapat menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena 1. Angka kematian tinggi, 2. Terutama menyerang anak-anak, 3. Menimbulkan kegelisahan pada Masyarakat karena dapat menyebabkan kematian yang relatif singkat, 4. Daerah terjangkit terutama yang padat penduduknya dan sekarang telah berjangkit di daerah pinggiran kota.17 Sejak pertama kali ditemukan di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968, sampai saat ini Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Jumlah korban setiap tahun cenderung meningkat sering dengan meluasnya daerah terjangkit yang hampir menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Keadaan ini disebabkan karena masih tersebar luasnya nyamuk penular (Aedes aegypti) di rumah-rumah, sekolah, tempat-tempat ibadah dan tempat-tempat umum lainnya. Tahun 1968 sampai tahun 1972, kejadian wabah DBD baru

dilaporkan di Pulau Jawa. Tahun 1973 dilaporkan wabah DBD di luar Jawa, yaitu Sumatera Barat dan Lampung, kemudian disusul adanya wabah DBD di Pulau Riau, Sulawesi Utara dan Bali. Pada tahun 1968 baru dua Propinsi yang terjangkit DBD dan tahun 1993 sudah seluruh Propinsi di Indonesia terjangkit DBD. Sampai tahun 1995, jumlah penderita dan wilayah terjangkit cenderung meningkat dan menyebar luas, dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa daerah tingkat I yang terjangkit sebanyak 27 Propinsi, daerah tingkat 11 terjangkit sebanyak 227 Kabupaten atau Kotamadya, kecamatan terjangkit sebanyak 1.845 kecamatan dan kelurahan terjangkit 10.303 kelurahan.4 Pada tahun 1999 Penderita Demam Berdarah Dengue di Propinsi Sumatera Selatan khususnya di Kabupaten Ogan Komering Ilir terdapat 1330 penderita dengan kematian 31 orang, pada tahun 2008 terdapat peningkatan menjadi 1564 penderita dengan kematian menurun menjadi 17 orang, tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 816 penderita dengan kematian juga menurun menjadi 16 orang dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan lagi menjadi 943 penderita dengan kematian juga menurun menjadi 16 orang.6 Angka Insiden (insidence rate) penyakit ini di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 2,7 per 100.000 penduduk, tetapi pada tahun 1995 dan 1996 angka ini meningkat menjadi 18,5 dan 23,22 per 100.000 penduduk.11 Dalam tahun 1997 kasus yang dilaporkan dari 27 propinsi sebanyak 31.789 orang (angka kesakitan 15.28 per 100.000 penduduk), dari jumlah
kasus yang dilaporkan tersebut 705 (angka kematian 2,2 %) diantaranya meninggal.

Sampai 13 No ve m be r 1 99 8 da r i 2 7 pr opi ns i j um l a h k a s us 6 5. 9 68 da n k e m a t i a n 1. 2 75 (CFR:1,9%) dari 183 daerah tingkat II sasaran akhlr Pelita VI. Angka kesakitan kurang dari 30 per 100.000 penduduk, sedangkan angka kematiannya tidak melebihi 2,5 %. Jumlah kasus DBD pada tahun 1997 tersebut dilaporkan dari 240 daerah tingkat II di 27 propinsi.

Penderita penyakit DBD di Puskesmas Sirah Pulau Padang pada tahun 1998
yaltu 55 penderita dengan angka kematian 2 orang, pada tahun 1999 menurun menjadi 11 orang penderita, pada tahun 2007 dan 2008 meningkat menjadi 22 orang dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan lagi menjadi 26 orang dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu 40 orang penderita. 6

Faktor-faktor yang rnempengaruh i meningkatnya kasus dan penyebaran


luas penyakit DBD ini antara lain karena semakin meningkatnya arus transportasi (mobilitas) penduduk dari satu daerah ke daerah lain, sedangkan nyamuk penularnya masih tersebar dan banyak terdapat baik di rumah, sekolah maupun tempat umum lainnya.

1.2. PERUMUSAN MASALAH Belum diketahuinya gambaran epidemiologi penyakit DBD berdasarkan Orang, Tempat dan Waktu di Puskesmas Sirah Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir tahun 2008- 2010.

1.3. MANFAAT PENELITIAN Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan dapat bemanfaat bagi 1.3.1. Peneliti

Sebagai sasaran untuk menerapkan teori yang telah diperoleh di bangku kuliah dan dapat mengetahui gambaran epidemiologi penyakit DBD di Kecamatan Sirah Pulau Padang dan menambah wawasan ilmu pengetahuan terutama mata kuliah epidemiologi metodologi dan etodologi penelitian kesehatan. 1.3.2. Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir Menjadi masukan dan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pelaksanaan program pemberantasan dan pencegahan penyakit DBD dimasa yang akan datang. 1.3.3. Puskesmas Sirah Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir Sebagai sumbangan penelitian dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama dalam pemberantasan dan pencegahan penyakit DBD. 1.3.4. Institusi Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Dharma Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan sebagai masukan akan pertimbangan dalam mengevaluasi proses belajar dalam program studi Kesehatan Masyarakat dan diterapkan dalam penelitian terutama yang berhubungan dengan penyakit DBD.

1.3.5. Bagi Peneliti Lainnya Dapat dijadikan bahan perbandingan dalam penelitian lebih lanjut ketingkat yang lebih tinggi, dari penelitian yang bersifat Cross

Sectional menjadi penelitian Kasus Kontrol, penelitian Kontrol dan penelitian Eksperimental.

1.4. TUJUAN PENELITIAN 1.4.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran epidemiologi Penyakit DBD di

Puskesmas Sirah Pulau Padang tahun 2008-2010. 1.4.2. Tujuan Khusus Mengetahui Puskesmas gambaran Sirah epidemiologi Padang Penyakit DBD di

Pulau

menurut variabel

orang (Jenis Kelamin). Mengetahui Puskesmas orang (Umur). Mengetahui Puskesmas gambaran Sirah epidemiologi Padang Penyakit DBD di gambaran Sirah epidemiologi Padang Penyakit DBD di

Pulau

menurut variabel

Pulau

menurut variabel

tempat (Kelurahan). Mengetahui Puskesmas gambaran Sirah epidemiologi Padang Penyakit DBD di

Pulau

menurut variabel

waktu (Bulan). Mengetahui Puskesmas gambaran Sirah epidemiologi Padang Penyakit DBD di

Pulau

menurut variabel

waktu (Tahun).

1.5. RUANG LINGKUP PENELITIAN Lokasi yang dipilih dalam penelitian im adalah di Puskesmas Sirah Pulau Padang dengan dibatasi pada variabel tentang gambaran penyakit DBD dari tahun 2008-2010. Materi penelitian didapat dari catatan laporan penyakit DBD, buku register pasien yang berobat di Puskesmas Sirah Pulau Padang dan juga Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir yang terjadi dari tahun 2008-2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. EPIDEMIOLOGI 2.1.1. Definisi dan Ruang lingkup Epidemiologi Menurut Budiman Chandra, 1996 "Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan frekwensi penyakit pada manusia, serta faktor risiko atau masalah kesehatan yang dapat menimbulkan terjadinya kesakitan pada kelompok orang atau masyarakat". WHO pada Regional Commite Meeting ke 42 tahun 1989 di Bandung, telah membuat defenisi mengenai Epidemiologi, yaitu "Ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan yang lainnya yang berhubungan dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah kesehatan". Menurut Notoatmodjo, S. 1996:13 "Epidemiologi adalah Ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi penyakit tersebut". Menurut Mac Mahon, 1970 "Epidemiologi adalah 1lmu yang mempelajari kejadian dan distribusi penyakit beserta determinannya atau faktor-faktor yang mempengaruhi distribusinya tersebut".

Menurut Azrul Azwar "Kejadian Penyakit adalah riwayat alamiahnya, sedangkan distribusi penyakit dimasukkan menurut kelompok-kelompok faktor Tempat, Orang, dan Waktu". Menurut defenisi yang ada, unit analisis dari stud] epidemiologi adalah sekelompok masyarakat yang bertempat tinggal sama disuatu daerah batas Negara, Propinsi, Kabupaten/Kotamadya, Kecamatan, Desa serta tempat tinggal lainnya dan merupakan ilmu yang mempelajari distribusi frekwensi penyakit yang menimpa masyarakat berdasarkan karakteristik Orang (person), Tempat (place) dan Waktu (time), yang disebut sebagai epidemiologi deskriptif serta mempelajari hubungan antara masalah kesehatan dengan distribusi dan frekwensi penyakit yang menimpa masyarakat yang disebut sebagai Epidemiologi Analitik. 2.1.1.(a). Manfaat Epidemiologi Dengan mengacu pada konsep epidemiologi tersebut, maka

epidemiologi dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan : 1. Memberikan gambaran tentang penyebaran dan besar/luasnya

masalah tertentu pada masyarakat baik dalam bentuk penyakit maupun bukan penyakit. 2. Menjelaskan faktor etiologik (agent), penjamu (host) dan lingkungan biologi, (envirotment), sosiologi baik dan lingkungan ekonomi. fisik,

kimiawi,

Termasuk

10

dalam hal ini menjelaskan besar kecilnya faktor-faktor risiko yang mempengaruhi penyakit atau keadaan tertentu. 3. risiko kelompok-kelompok penduduk yang mempunyai resiko tinggi untuk terjangkitnya suatu penyakit tertentu di masyarakat. Hal ini penting untuk mengarahkan efisiensi dan efektivitas intervensi yang akan dilakukan. 4. Mengevaluasi efektivitas program kesehatan yang seclang dilaksanakan baik program pencegahan, pengobatan dan program rehabilitasi. Hal ini penting dalam rangka

peningkatan upaya kesehatan masyarakat. 2.1.1.(b). Kegunaan Epidemiologi Banyak kegunaan dari pekerjaan epidemiologi diantaranya adalah: 1. Membantu dalam pekerjaan administrasi kesehatan. Data yang diperoleh dari pekerjaan epidemiologi akan dapat digunakan dalam perencanaan pelayanan kesehatan yang akan dilakukan kemudian diimplementasikan lalu

dilakukan monitoring. 2. Untuk menjelaskan penyebab dari suatu masalah kesehatan. Pekerjaan epidemiologi akan dapat menjelaskan mengapa terjadi suatu masalah kesehatan. 3. Untuk menerangkan perkembangan alamiah suatu penyakit. Untuk menggambarkan perjalanan suatu penyakit terutama yang

11

berkaitan dengan perkembangan penyakit yang berhubungan dengan keadaan orang, tempat dan waktu.

12

2.1.2. Pendekatan Epidemiologi Dalam pendekatan epidemiologi deskriptif, variabel yang diamati dikategorikan atas penggambaran Orang (who), tempat (where) dan waktu (when).1 WHO (Siapa) Siapa yang menderita atau yang menghadapi masalah kesehatan dan siapa yang mempunyai risiko tinggi terkena penyakit. Ciri ini menggambarkan orang yang terkena. Meliputi seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, status sosial.

WHERE (Tempat terjadinya penyakit) Ciri yang menggambarkan tempat kejadian, misalnya apakah distribusi kasus merata diseluruh negeri, kampung, kelurahan, urban, rural atau hanya bersifat lokal Saja,

WHEN (Kapan terjadinya penyakit) Ciri yang menggambarkan waktu saat berlangsungnya kejadian. Kapan terjadinya penyakit dihitung dalam satu periode waktu tertentu seperti tahun, bulan atau hari kejadian.

13

2.1.3. Ukuran Masalah Kesehatan Ada berbagai macam ukuran yang digunakan dalam epidemiologi 2.1.3.(a). Ukuran frekwensi penyakit Mengukur kejadian penyakit, cacat ataupun kematian pada populasi. Merupakan dasar dari epidemiologi deskriptif frekwensi kejadian yang diambil diukur dengan Prevalence dan Incident. 2.1.3.(b). Ukuran dari akibat pemaparan Mengukur keeratan hubungan statistik antara faktor tertentu dengan kejadian penyakit yang diduga merupakan akibat pemaparan tersebut. Hubungan antara pemaparan dan akibatnya diukur dengan menggunakan Relative Risk atau Odds Ratio. 2.1.3.(c). Ukuran potensi dari dampak Menggambarkan kontribusi dari faktor yang diteliti terhadap suatu kejadian penyakit dalam populasi tertentu. Ukuran yang digunakan adalah Attributable Risk Percent dan Population Attributable Risk. Ukuran ini berguna untuk meminimalkan efisiensi suatu pengobatan dan strategi . intervensi pada populasi tertentu.

2.1.4. Epidemiologi Penyakit DBD Epidemi dengue dilaporkan pertama kali di Batavia oleh David Bylon pada tahun 1779, sedangkan DBD mula-mula dikemukakan oleh Quintos dan kawan-kawan di Manila pada

14

anak-anak pada tahun 1954.

Sejak pertama kali berjangkit di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968, penyakit DBD cenderung Sampai Propinsi saat di semakin ini menyebar DBD luas telah angka

keberbagai tersebar

wilayah.

penyakit

diseluruh

Indonesia.

Walaupun

kematian karena penyakit DBD (CFR) mulai menurun, tetapi penyebaran penyakit DBD cenderung meningkat, baik angka insiden maupun daerah yang terjangkit.4 Menurut umur, sebagian besar penderita adalah golongan umur < 15 tahun (86%) yang merupakan usia sekolah.13 Pada awal terjadinya wabah disuatu negara, distribusi umum memperlihatkan jumlah umlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur < 15 tahun (86-95%), namun pada wabah-wabah selanjutnya jumlah penderita yang berumur lebih dari 15 tahun sejak golongan usia dewasa muda meningkat. Angka insiden tertinggi penderita DBD ada pada golongan umur 5-14 tahun hal ini merupakan golongan umur usia sekolah.16 Sekolah merupakan tempat yang potensial bagi penularan penyakit DBD, dengan demikian diperlukan upaya-upaya pencegahan

penykit DBD melalui sekolah, sebagian besar (86-95%) kasus DBD adalah anak-anak (golongan umur < 15 tahun).18

15

Data yang terkumpul dari tahun 1968-1993 menunjukkan DBD dilaporkan banyak terjadi pada tahun 1973 sebanyak 10.189 pasien dengan usia pada umumnya di bawah 15 tahun. Penelitian di pusat pendidikan Jakarta, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya menunjukkan bahwa DBD juga ditemukan pada usia dewasa. Sejak tahun 1993-1997 sebagian besar penderita DBD pada kelompok usia (51-14 tahun) 60% dan pada tahun 1996 dan 1997 telah bergeser pada usia > 15 tahun. Menurut jenis kelamin tidak ada perbedaan antara jenis kelamin penderita. 15 Pendapat lain mengatakan bahwa penduduk laki-laki dan perempuan mempunyai riiko yang tidak berbeda untuk terkena infeksi virus dengue, secara kumulatif penderita DBD pad penduduk laki-laki lebih tinggi sedikit bila dibandingkan penduduk perempuan.16 Menurut waktu jumlah kasus DBD cenderung meningkat selama musim hujan. Hal ini disebabkan oleh perubahan musim mempengaruhi frekwensi gigitan nyamuk. Pada muslin kemarau nyamuk sering menggigit pada pagi hari, sedangkan pada musim hujan puncak jumlah gigitan terjadi pada siang sampai sore hari, ataupun Karen manusia itu sendiri yang merubah sikapnya yaitu lebih tinggal di dalam rumah selama musim hujan.15 Kasus DBD lebih cenderung meningkat selama musim hujan, pada musim hujan memungkinkan nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak dengan pesat dimana banyak genngan air yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti, disamping itu sesorang digigit nyamuk yang lebih

16

banyak karena lebih sering tinggal di dalam rumah, puncak meningkatnya kasus DBD yaitu bulan Desember sampai bulan Maret.13 Dibeberapa daerah terdapat pola musiman dalam terjangkitnya penyakit DBD. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan jumlah kepadatan vektor atau berkaitan juga angka gigitan nyamuk. Untuk dapat membedakan jumlah kasus DBD dari tahun ke tahun dan bulan ke bulan sehingga dapat dilihat tahun atau bulan berapa meningkatnya kasus DBD. Puncak meningkatnya kasus DBD diketahui pada musim hujan yaitu bulan Desember sampai dengan bulan Maret, tetapi untuk daerah perkotaan (kota) puncak terjadi pada bulan Juni atau Juli yaitu permulaan musim kemarau. Dibeberapa daerah kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim hujan, dimana banyak terdapat genagan air yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti. 13 Menurut tempat awal penyakit DBD diduga banyak berjangkit di daerah perkotaan, akan tetapi dengan meningkatnya arus lalu lintas dan transportasi antar daerah, penyakit DBD tidak terbatas lagi hanya pada daerah perkotaan, tetapi sudah menyebar ke daerah pedesaan. Penduduk yang tinggal di pedesaan jauh lebih banyak dari pada yang tinggal di perkotaan. Wilayah (Kelurahan) yang mempunyai risiko terjangkit DBD adalah kelurahan-kelurahan yang letaknya di pusat kota, hal ini memungkinkan karena di pusat kota banyak sarana tempat umum seperti perkantoran, rumah makan, hotel dan lain-lain, serta transportasi yang mudah, mobilitas penduduk yang tinggi dan kepadatan penduduk yang semua ini merupakan faktor pendukung untuk

17

menyebarnya virus dengue keberbagai tempat.16 Epidemiologi penyakit DBD dapat diketahui dengan melakukan pengamatan penyakit DBD dengan cara melaksanakan kegiatan pencatatanjurnlah kasus penyakit DBD dan kasus tersangka DBD menurut waktu dan tempat kejadian yang dilaksanakan secara teratur, serta mengolah, menganalisis dan menyebarkannya sesuai kebutuhan program pemberantasan penyakit DBD.3 Stratifikasi Desa/Kelurahan rawan penyakit DBD adalah sebagai berikut.3 1. Desa/Kelurahan rawan I (endemis) yaitu Desa/Kelurahan yang dalam tiga tahun terakhir setiap tahun terjangkit DBD. 2. Desa/Kelurahan rawan 11 (sporadis) yaitu Desa/Kelurahan yang dalam tiga tahun terakhir terjangkit penyakit DBD tetapi tidak setiap tahun. 1. Desa/Kelurahan rawan III (potensial) yaitu Desa/Kelurahan yang dalam tiga tahun terakhir tidak pernah terjangkit penyakit DBD tetapi penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi yang ramai dengan wilayah yang lebih dari prosentase rumah yang ditemukan jentik lebih dari 5 %. 2. Desa/Kelurahan yaitu di Desa/Kelurahan yang tidak pernah terjangkit penyakit DBD dan ketinggiannya lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut, atau yang ketinggiannya kurang dari 1.000 meter tetapi prosentase rumah yang ditemukan jentik kurang dari 5 % Faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD yaitu :
1. 2. 3.

Pertumbuhan penduduk Urbamsasl yang tidak terencana dan tidak terkontrol Tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemic

18

4.

Peningkatan sarana transportasi Mortalitas dan morbiditas infeksi dengue dipengaruhi oleh

berbagai

faktor

antara

lain

status

imunologis

pejamu,

kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, faktor keganasan virus dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, balk dalam jumlah penderita daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat sampai saat ini DBD telah ditemukan di 27 propinsi dan 200 kota telah melaporkan adanya KLB atau incidence rate meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk dari tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100.000 penduduk. Pola berjangkit virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang pan g s (28-30 C) dengan kelembaban yang tinggi nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama disetiap tempat maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap daerah. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi pada awal Januari, meningkat terns sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April sampai Mel setiap tahun.

19

Secara epidemiologi, DBD termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, maka sesuai dengan undang-undang No.4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dan peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka apabila menemukan kasus DBD harus melapor segera (dalam waktu kurang dari 24 jam).

20

2.2. PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.2.1. Sejarah Demam Berdarah Dengue baru mulai dikenal sejak pertengahan tahun lima puluhan, yaitu ketika Quintos pada tahun 1954 menemukan 58 anak di Filipina tergeletak sakit dengan gejala yang sama pangs tinggi, pendarahan akut dan shock, bahkan 28 diantaranya meninggal. Beberapa tahun kemudian ternyata beberapa negara di Asia melaporkan pula epidemi yang gejalanya sama dan im merupakan pertanda bahwa demam berdarah sudah merabah ke Benua Asia. Thailand dan Vietnam pada tahun 1958, Singapura tahun 1960, Laos 1962, India 1965 dan Indonesia sendiri baru muncul laporan mengenai adanya demam berdarah yang pertama di Surabaya pada tahun 1968. tidak lama kemudian disusul oleh kota-kota lain, Jakarta 1969, Bandung dan Yogyakarta 1972, bahkan pada awal tahun 1973 wabah demam berdarah menjarah Semarang, Solo, Tanjung Karang (Lampung), Padang, Manado, Pekan Baru, Ujung Pandang.10 2.2.2. Pengertian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang di tandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas. Lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda pendarahan di kulit berupa bintik pendarahan (ptechiae), lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, kesadaran menurun atau rejatan (shock). Penyakit DBD dapat menyerang semua orang/umur. Sampai sekarang ini penyakit DBO lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya

21

kecenderungan kenaikan proporsi penderita DBD pada orang dewasa.3 Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, penyakit ini bisa menyerang semua orang dan dapat mengahambatkan kematian terutama pada anak serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah. Penyakit ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue. Orang ini bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu jika mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue. Demam Berdarah Dengue merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi yang disertai leokopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfa denapati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan pada bola mata rasa pengecapan yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (ptecnia) spontan. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup tehnadap virus dengue, tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam darahnya terdapat virus dengue. Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue dia akan sakit demam ringan bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai pendarahan bahkan shock, tergantung dari kekebalan yang dimiiikinya. 2.2.3. Penyebab Penyebab penyakit DBD iaiah virus dengue, yang sampai sekarang dikenai ada 4 tipe (tipe 1,2,3 dan 4) termasuk dalam Group B Arhopod Borne Virus (Arbovirus). Keempat tipe virus ini telah ditemukan diberbagai daerah

22

di Indonesia. Peneiltian di indonesia menunjukkan Dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat.3 2.2.4. Tanda Gejaia Penyakit a. Demam Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2-7 hari, kemudian turun secara cepat. b. Tanda-tanda pendarahan Sebab pendarahan pada penderita penyakit DBD adalah - Trombositopeni - Gangguan fungsi trombosit Tanda pendarahan seperti yang disebutkan di atas tidak semuanya didapat pada seorang penderita penyakit DBD. a. Hepatomegaii (pembesaran hati) Sifat pembesaran hati : Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permuiaan penyakit. Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Nyeri tekan Bering kali ditemukan tanpa disertai ikterus.

Sebab pembesaran hat] mungkin berkaitan dengan strain serotipe virus dengue.

23

d. Rejatan (shock) Tanda-tanda rejatan : - Kulit terasa dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki. - Penderita menjadi gelisah. - Sianosis disekitar mulut. - Nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba. - Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mm Hg atau kurang). - Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mm Hg atau kurang). Sebab rejatan : - Karena pendarahan - Karena kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak. e. Trombositopeni o Jumlah trombosit di bawah 150.000/mm3 biasanya ditemukan diantara hari ke tiga sampai ke tujuh sakit.
o

Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai kita yakin trombosit dalam batas-batas normal atau menyokong kearah penyakit DBD.

Pemeriksaan dilakukan minimal dua kali. Pertama pada waktu pasien masuk dan apabila normal diulangi pada hari ke lima sakit. Perlu diulangi lagi pada hari ke 6-7 sakit.

24

f. Hemokonsentrasi Meningkatnya nilai hematokrit (Ht) merupakan indikator yang peka terhadap akan terjadinya rejatan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan berulang secara periodik. g. Gejala klinik lain o Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita penyakit D13t) adalah anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang. o Pada beberapa kasus terjadinya kejang disertai hiperpireksia dan penurunan kesadaran sehingga sering didiagnosa sebagai ensepalitis. o Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului pendarahan gastrointestinal dan rejatan. 2.2.5. Diagnosa Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan: a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terns menerus selama 2-7 hari. b. Tanda pendarahan. c. Pembesaran hati, disertai dengan d. Thrombositopeni (150.000/mm3 atau kurang). e. Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya sebanyak 20 % atau

25

lebih dibandingkan dengan nilai hemotokrit selama perawatan. Masa inkubasi penyakit DBD diperkirakan kurang lebih 7 hari. 2.2.6. Komplikasi Penyakit DBD 2.2.6.(a). Ensofalopati Dengue Ensofalopati terjadi sebagai komplikasi yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syock gangguan metabolik seperti hipolesemia, hiponatrenia atau pendarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensofalopati. 2.2.6.(b). Kelainan Ginjal Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada face terminal, sebagai akibat dari shock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah terjadinya gagal ginjal maka setelah shock diobati dengan menggantikan volume intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar shock telah teratasi dengan baik. 2.2.6.(C). Udem paru Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan yang berlebihan pada hari sakit ke tiga sampai ke lima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembasan plasma masih terjadi.

2.3. VEKTOR PENULARAN PENYAKIT DBD Vektor penular penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti, pada awal

26

mulanya berasal dari Mesir dan kemudian menyebar ke seluruh dunia.13

Nyamuk Aedes aegypti hidup dan berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang langsung berhubungan dengan tanah seperti: bak mandi/WC, tempat minuman burung, air tandon, air tempayan, gentong, kaleng bekas. Di Indonesia nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di seluruh pelosok tanah air di kota-kota maupun di desa-desa kecuali di wilayah yang ketinggiannya lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut. Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Umur nyamuk Aedes aegypti betina, berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1, 5 bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara disekitarnya. Kemampuan terbang berkisar antara 90-100 m dari tempat perkembangbiakannya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang tergantung yang ada di dalam rumah, seperti kelambu dan baju di kamar yang gelap dan lembab. Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada muslin hujan, dimana banyak genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti. Selain nyamuk Aedes aegypti, penyakit demam berdarah dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus. Nyamuk Aedes albopictus hidup dan berkembang biak di kebun atau semak-semak sehingga lebih jarang kontak dengan manusia dibandingkan nyamuk Aedes aegypti yang berada di dalam dan sekitar rumah.

27

2.4. PENULARAN VIRUS DENGUE 2.4.1. Mekanisme Penularan Sumber penularan DBD orang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue. Virus dengue berada di dalam darah selama 4-7 hari, mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Virus kemudian akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kurang lebih selama 1 minggu menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada di dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya dan nyamuk tersebut menjadi penular sepanjang hidupnya. Penularan terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang. Penularan penyakit DBD umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes albopictus yang hidup di kebun. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir diseluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengn ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut.3 2.4.2. Akibat Penularan Virus Dengue 2.4.2.(a). Orang yang kemasukan virus dengue, maka dalam tubuhnya akan terbentuk zat anti (antibodi) yang spesifik sesuai denagn tipe virus dengue ana masuk. Tanda dan gejala yang timbul ditentukan oleh reaksi antara

28

zat anti yang ada dalam tubuh dengan antigen yang ada dalam virus dengue yang barn masuk. 2.4.2.(b). Orang yang kemasukan virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit demam dengue atau demam yang ringan dengan tanda atau gejala yang tidak spesifik atau bahkan tidak memperlihatkan tandatanda sakit sama sekali. 2.4.3. Tempat Potensial Bagi Fenuiar ii iu Tempat yang potensial untuk terjadi penularan DBD adalah sebagai berikut: 1. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis). 2. Tempat-tempat umum. Merupakan tempat "berkumpulnya" orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar. Tempat-tempat umum itu seperti : a. Sekolah: - Anak/Murid sekolah dari berbagai wilayah. - Merupakan kelompok umur yang paling suceptible untuk terserang penyakit DBD. b. Rumah Sakit, Puskesmas clan sarana kesehatan lainnya: Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya penderita atau pembawa virus dengue. c. Tempat-tempat umum lainnya: Seperti: hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah dan lain-lain.

29

3. Pemukiman bare di pinggiran kota: Karena di lokasi ini penclucluk umumnya berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya penderita atau pembawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal. 2.4.4. Tempat perkembangbiakan Tempat perkembangbiakan utama ialah tempat-tempat penampungan air di dalam atau disekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Tempat perkembangbiakan ini berupa genangan air yang langsung berhubungan denan tanah. Jenis-jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat di kelompokkan sebagai berikut:3 a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki, reservoir, tempayan, bak mandi/WC, ember dan lain-lain. b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol,plastik dan lain-lain). c. Tempat penampungan air alamiah seperti lobang pohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan bambu dan lain-lain. 2.4.5. Penyebaran Penyebaran nyamuk Aedes aegypti hampir ke seluruh pelosok dunia, dimungkinkan oleh meningkatnya volume perdagangan dengan kapal dan penyebarannya selalu disebabkan oleh manusia. Mula-mula nyamuk berdomisili di sekitar kota pelabuhan, selanjutnya menjalar kepedalaman terutama melalui sungai

30

atau lalu lintas lain.15 Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter maksimal 100 meter. Namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawah kendaraan nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum (TTU). Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian daerah kurang lebih 1.000 meter dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 meter tidak dapat berkembangbiak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut.3

2.4.6. Variasi Musiman Pada musim hujan tempat perkembangbiakan Aedes aegypti yang pads musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang belum sempat menetas dalam waktu singkatan akan menetes. Selain itu pada musim hujan, semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan yang dapat digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk ini. Oleh karena itu pada musim hujan populasi Aedes aegypti meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan virus dengue.3

31

2.5. UPAYA PENANGGULANGAN PENYAKIT DBD 2.5.1. Penemuan dan Pelaporan Penderita Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, sesuai UU No.4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular Berta Per. Men. Kes. No. 560 tahun 1989, adanya penderita penyakit DBD wajib dilaporkan dalam waktu kurang dari 24 jam. Petugas kesehatan atau masyarakat yang menemukan penderita/tersangka penyakit DBD diwajibkan melaporkan kepada Puskesmas setempat sesuai dengan domisili (tempat tinggal) penderita dan membuat "surat pengantar" untuk disampaikan kepada Desa atau Kelurahan melalui keluarga penderita. Laporan penderita/tersangka penyakit DBD dari Rumah Sakit menggunakan formulir KD-RS, dikirimkan kepada Dinas kesehatan Dati II/Kandepkes dengan tembusan kepada Puskesmas yang bersangkutan. Sedangkan laporan dari Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya menggunakan formulir So atau surat tersendiri yang memuat data-data antara lain: nama, jenis kelamin, umur, nama kepala keluarg, alamat dan tanggal mulai sakit.3 2.5.2. Penyelidikan Epidemiologi Penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita/tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit DBD di rumah penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat-tempat umum yang diperkirakan sumber penular penyakit lebih lanjut.

32

Tujuan penyelidikan epidemiologi adalah untuk mengetahui ada/tidaknya kasus DBD tambahan dan kemungkinan terjadinya penyebarluasan penyakit DBD lebih lanjut di lokasi tersebut. Hasil penyelidikan epidemiologi dicatat dalam formulir PE dan dilaporkan kepada Kepala Puskesmas dan selanjutnya Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan rencana penanggulangan seperlunya kepada Lurah melalui Camat.3 2.5.3. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan penyakit DBD Mengingat obat dan vaksin pencegah penyakit DBD hingga dewasa ini belum tersedia, maka upaya pemberantasan penyakit DBD dititik beratkan pada pemberantasan nyamuk penularnya. disamping kewaspadaan dini terhadap kasus DBD untuk membatasi angka kematian. Upaya pencegahan dengan cara membasmi jentik-jentik nyamuk penularnya Mpat perindukan dengan cara melakukan "3 M" yaitu: 1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate kedalamnya. 2. 3. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air. Menyingkirkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng-kaleng bekas, plastik dan lain-lain. 2.5.4. Cara Memberantas Nyamuk Penular DBD Pada saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama yang dilakukan untuk memberantas penyakit DBD. Pemberantasan dapat dilakukanterhadap nyamuk dewasa atau jentiknya.:

33

a. Pemberantasan Nyamuk (Dewasa). Pemberantasan terhadap nyamuk dew as a, dilakukan dengan cara penyemprotan (pengasapan1fogging) dengan insektisida. Insektisida yang dipakai adalah insektisida golongan Organophosphate (Malathion, fenitrothion). b. Pemberantasan Jentik Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegyph yang di kenal dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara sebagai berikut:3

Kimia yaitu dengan menggunakan larvasida, yang dikenal dengan istilah abatisasi. Larvasida yang sering dipakai adalah temephos dengan 1 atau 10 gram ( lebih kurang 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Abatisasi dengan temephos mempunyai efek residu 3 bulan.

Biologi yaitu memelihara ikan pemakan jentik seperti ikan kepala timah, ikan gupi dan lain-lain.

Fisik dikenal dengan kegiatan 3 M yaitu menguras bak mandi/WC, menutup tempat penampungan air rumah tangga

(tempayan, drum dan lain-lain) serta mengubur barang-barang bekas (seperti kaleng, ban dan lain-lain). Kegiatan tersebut dilakukan dengan teratur sekurangkurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembangbiak di tempat itu.

34

2.6. PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD PELITA VI 2.6.1. Tujuan a. Menurunnya insiden DBD di Kecamatan endemis hingga kurang dari 3 per 10.000 penduduk. b. Membatasi insiden DBD Nasional kurang dari 1 per 10.000 penduduk. c. Membatasi angka kematian DBD kurang dari 2,5 %. d. Meningkatkan angka bebas jentik di Kecamatan endemis menjadi lebih dari 95%. e Meningkatkan angka bebas jentik Nasional menjadi lebih dari 80 %. 2.6.2. Pokok-Pokok Kegiatan Pokok-pokok kegiatan program P2 DBD adalah sebagai berikut: 1. Penemuan dan penatalaksana penderita/tersangka DBD. 2. Pengamatan kasus DBD (kewaspadaan dim). 3. Penanggulangan kasus DBD di lapangan. 4. Fogging massal. 5. Penggerakkan PSN DBD di seluruh wilayah kecamatan endemis dan sporadis. 6. Penyuluhan melalui media massa. 7. Pelatihan Tenaga. 8. Pembinaan Manajemen Program dan Evaluasi.16

35

2.7. HASIL-HASIL PENELITIAN 2.7.1. Penelitian tentang evaluasi fogging massal sebelum musim penularan di daerah endemis DBD di Kabupaten Cianjur tahun 1996 oleh AR Ali Izhar, SKM dan kawan-kawan, disimpulkan sebagai berikut :

Foging massal sebelum musim penularan dapat menurunkan kepadatan


vektor dalam waktu yang singkat.

Besamya transmisi virus dengue di daerah yang dilakukan fogging


massal sebelum musim penularan dan tidak dilakukan fogging massal sebelum penularan tidak berbeda secara bermakna.

Fogging massal sebelum musim penularan bila dilaksanakan pads waktu


yang tepat clan teknik yang benar dengan diikuti gerakan DBD yang intensif oleh masyarakat dapat menurunkan transmisi virus dengue. 2.7.2. Penelitian tentang analisis penanggulangan DBD dengan cara fogging missal di Yogyakarta tahun 1995 oleh dr. Imran Lubis dan kawan-kawan, disimpulkan sebagai berikut : " Penyebaran atau transmisi virus dengue dalam radius 200 meter disekitar rumah penderita Grade II ke atas, setelah penderita tersebut dirawat di Rumah Sakit sebesar 18% dari seluruh fokus yang dilaporkan". 2.7.3. Penelitian tentang penyelidikan virus dengue dibeberapa kota di Indonesia, tahun 1995/1996 oleh Suharyono Wuryadi dan kawan-kawan, disimpulkan sebagai berikut : - Virus dengue serotype 1, 2, 3 masih tetap bersikulasi di Indonesia.

36

- Serotype dengue 4 tidak terisolasi. - Serotype dengue 3 masih merupakan serotype yang banyak berhubungan dengan kasus-kasus yang berat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyakit DBD masih akan tetap merupakan masalah kesehatan yang penting pada waktu ini maupun pada waktuaktu mendatang. 2.7.4. Penelitian oleh Van Peenen di Indonesia tahun 1972, tentang hubungan antara musim, curah hujan dan kepadatan nyamuk, menyimpulkan bahwa : Tinggi curah hujan tidak berpengaruh besar pada kepadatan nyamuk disuatu daerah. Disimpulkan bahwa semata-mata karena ulah manusialah maka tempat perindukan nyamuk yang berisi genangan air di dalam dan disekitar rumah dapat ditemukan sepanjang tahun".

37

BAB III KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Variabel Independen Dependen

Variabel

Variabel Orang - Umur - Umur Variabel Tempat - Kelurahan Variabel Waktu - Bulan - Tahun

Angka Insiden Diare

35

38

3.2. DEFENISI OPERASIONAL 3.2.1. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari tanpa gejala yang penyakit pada waktu tertentu dari tahun 2008-2010. 3.2.2. Jenis kelamin adalah ciri yang membedakan antara laki-laki dan perempuan pada penderita DBD. 3.2.3. Umur adalah usia seseorang pada saat menderita penyakit DBD yang di hitung berdasarkan hari ulang tahun terakhirnya. 3.2.4. Kelurahan adalah struktur pemerintahan yang paling terkecil Kecamatan dalam wilayah Kecamatan Sirah Pulau Padang. 3.2.5. Bulan adalah kurun waktu dalam satu tahun dari Januari sampai Desember. 3.2.6. Tahun adalah pembagian waktu dihitung dalam tahunan selama 12 bulan dari tahun 2008-2010.

39

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan yaitu dengan melakukan analisa deskriptif, memanfaatkan data sekunder buku register pasien yang berobat di Puskesmas Sirah Pulau Padang kasus DBD pada tahun 2008-2010 yang bertujuan untuk mandapatkan gambaran epidemiologi penyakit DBD di Puskesmas Sirah Pulau Padang.

4.2. Lokasi Penelitian Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Sirah Pulau Padang dengan pertimbangan bahwa Puskesmas Sirah Pulau Padang daerah yang banyak penderita DBD dari tahun 2008-2010 yang tercatat pada laporan Puskesmas Sirah Pulau Padang dan Dinas kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni yaitu tanggal 15-20 Mei 2010.

4.3. Metode Penggumpulan Data Cara penggumpulan data dengan mengumpulkan data sekunder status pasien DBD buku register pasien yang berobat di Puskesmas Sirah Pulau Padang dari tahun 2008-2010 yang berada di Puskesmas Sirah Pulau Padang dan Dinas kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Data Primer yaitu wawancara pada pemegang program di Puskesmas Sirah Pulau Padang.

37

40

4.4. Populasi dan Sampel 4.4.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini seluruh penderita. DBD di Puskesmas Sirah Pulau Padang dari tahun 2008-2010. 4.4.2. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah total populasi yang menderita, DBD yang diambil dari data sekunder buku register pasien yang berobat di Puskesmas Sirah Pulau Padang dari tahun 2008-2010.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data Data yang didapat diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk Label kemudian dinarasikan untuk melihat gambaran epidemiologi deskriptif dari penyakit DBD berdasarkan Orang, Tempat dan Waktu.

41

BAB V HASIL

5.1. GAMBARAN UMUM PUSKESMAS SIRAH PULAU PADANG 5.1.1. Geografis 5.1.1.(a). Letak wilayah Kecamatan Sirah Pulau Padang dengan luas 701,60 Km2 atau sekitar 4,921% dari luas Kabupaten Ogan Komering Ilir terletak antara 1,3 0 - 40
Bujur Timur dan 103o 1050 Lintang Selatan dengan batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Sebelah Selatan berbatasan dengan Sebelah barat berbatasan dengan Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan ini memang terbilang strategis selain rnenjadi perlintasan jalur

yaitu jalur Padang, Pekanbaru, Medan, Palembang dan Jambi, sekaligus merupakan
j al a n Li n ta s S u ma te ra . H u b u n g an a n t ar Ko ta l an ca r d a p a t d i te mp u h d e n g a n Kendaraan umum maupun pribadi baik roda dua maupun mobil

39

42

Tabel 5.1 DATA KETENAGAAN DALAM WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIRAH PULAU PADANG TAHUN 2010 Tenaga Jumlah No I 1 2 3 Jenis Tenaga Yang Ada Sekarang PUSKESMAS INDUK Dokter Dokter Gigi Sarjana/Sarjana Muda - SKM - Akper - APK - AKSI Bidan Perawat Kesehatan (SPK) Perawat Gigi (SPRG) Sanitarian (SPPH) Pembantu Ahli Gizi (SPRG) Tenaga Laboratorium (SMAK) Pengelola Obat (SMP/Tertatih) LCPK SMEA 1 1 1 6 0 0 6 6 3 1 1 1 1 2 3 1 1 2 0

4 5 6 7 8 9 10 11 12

H PUSKESMAS PEMBANTU 1 Perawat Kesehatan (AKPER) 2 Pembantu/BIDAN HI BIDAN DI DE SA 1 Bidan

Sumber Data: Profil Puskesmas Sirah Pulau Padang Tahun 2010

43

5.1.1.(b). Sarana dan Prasarana - Sumber Dana 1. Retribusi 40% 2. ASKES 3. APED 4. J P S - B K Sarana

- Transportasi 1. Mobil Ambulans Pusling 2. Sepeda Motor - Sarana Komunikasi Sampai saat ini Puskesmas Sirah Pulau Padang tidak memiliki sarana komunikasi telepon, sehingga dipandang perlu mengusulkan hal tersebut guna mempercepat diterimanya informasi baik dari Dinas Kesehatan Kota maupun instansi lain yang terkait. Pada tahun 2008 pernah diajukan permohonan pasang baru telepon untuk yang kesekian kalinya, tetapi sampai saat ini belum ada realisasinya. - Peralatan Non Medis dan Medis 1. Bed Pasien 2. Meja Tulis 3. Kursi Lipat 4. Kursi Tunggu 5. Kursi Tamu 6. Leman alat/obat 2 buah 16 buah 20 buah 4 buah 1 buah 6 buah 14. Mobil 15. Mesin Tik 16. Kipas Angin 17. Tensi Meter 18. Stetoskop 1 buah 1 buah 9 buah 5 buah 5 buah 1 (satu) unit 1 (satu) unit

44

7. Lemari Arsip

4 buah

19. Timbangan Badan4 buah

7. Lemari Arsip

8. Tape Recorder 1 8. Tape Recorder 1 buah buah 9. Kulkas 10. Freezer 11. Obgyn Bed 12. Dental Chair 13. Sepeda Motor 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah

20. Timbangan 8. Tape Recorder 20. Timbangan Bayi Bayi 2 buah 2 buah 21. IUD Kit 22. PHN Kit 23. Tang Gigi 24. Minor Surgery 25. Partus Set 1 buah 1 set 3 set 1 set 2 set

- Lain-lain 1. 2. 3. Puskesmas Pembantu Puskesmas Keliling Posyandu 1 Buah 3 Lokasi 18 Posyandu

5.1.1.(c). Penghargaan Penghargaan/prestasi yang pernah diterima antara lain : 1. Juru Imunisasi Terbaik tahun 1997/1998 2. Paramedic Teladan tahun 1997/1998

5.1.1.(d). Kegiatan dan Program Kegiatan yang dilaksanakan di Puskesmas Sirah Pulau Padang dibagi dalam dua jenis yaitu : kegiatan dalam gedung dan kegiatan luar gedung. Secara keseluruhan kegiatan yang dilaksanakan adalah :

45

1. Kesejahteraan Ibu dan Anak 2. Keluarga Berencana 3. Perbaikan Gizi 4. Kesehatan Lingkungan 5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 6. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat 7. Pengobatan, termasuk pelayanan karena kecelakaan 8. Upaya Kesehatan Sekolah 9. Perawatan Kesehatan Masyarakat 10. Kesehatan Gigi dan Mulut 11. Kesehatan Jiwa 12. Laboratorium Sederhana Agar setiap kegiatan dapat terkoordinir dengan baik, maka dari 12 kegiatan tersebut dikelompokkan dalam 5 (lima) unit, yaitu : I. II. Unit P2M : Survailans, Imunisasi, Diare, ISPA dan DBD Unit Pemulihan Kesehatan dan Rujukan : Poll Umum, Poll Gigi, Kesehatan Jiwa dan R/R Askes III. Unit PKM, PSM dan KESLING : PKM, Kesling, Puskesmas, UKGS, UKS, UKK, Kesehatan OR dan Perpustakaan IV. Unit Peningkatan Kesehatan Keluarga : KIA, KB, USILA, Kesehatan Remaja, Tumbuh Kembang Balita, Gizi dan MTBS V V. Unit Penunjang : Apotik, Gudang Obat, Laboratorium

46

Selain ke lima unit tersebut, sebagai suatu unit kerja Puskesmas Sirah Pulau Padang ditunjang oleh tata usaha yang mengkoordinir urusan umum, kepegawaian, keuangan, inventarisasi dan Sistem Pencatatan Pelaporan Puskesmas (SIMPUS).

5.1.1.(e). Kemitraan Puskesmas Sirah Pulau Padang membina kemitraan dengan berbagai pihak,antara lain: 1. Panti Sosial Karya Wanita Harapan (PSKWH) 2. Yayasan Rumah Singgah Taruna Karya 3. PT. Nayaka Era Husada

5.1.2. KEPENDUDUKAN

Tabel 5.2. Data Demografi Wilayah Kerja Puskesmas Sirah Pulau Padang Tabun 2010 No Data Demografi Sirah Pulau Padang 75 Ha 4428 16044 3151 Kayuara 80 Ha 3055 13689 3190 Bailangu 96 Ha 2887 15350 3000

1. Luas Wilayah 2. Jumlah Kepala Keluarga 3. Jumlah Penduduk 4. Jumlah Rumah

Sumber Data :Monotoring Kegiatan Kesehatan Lingkungan Puskesmas Sirah Pulau

47

Padang Tahun 2010.

5.2. GAMBARAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DBD 5.2.1. Distribusi Frekwensi Penderita DBD Menurut Jenis Kelamin Tabel 5.3 Distribusi Frekwensi Penderita Demam Berdarah Dengue Menurut Jenis Kelamin Di Puskesmas Sirah Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2007-2010 Jumlah Laki-Laki Perempuan P % P % P % 2007 49 53,3 43 46,7 92 38 2008 16 51,6 15 48,4 31 12,8 2009 32 62,7 19 37,3 51 21,1 2010 38 55,9 30 44,1 68 28,1 Jumlah 135 55,8 107 44,2 242 100 Sumber Data : Buku Register Kunjungan DBD Puskesmas, Kecamatan Sirah Tahun Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2007-2010 Jenis Kelamin

No 1 2 3 4

Keterangan : P : Penderita % : Persentase

Dari Tabel 5.3 di atas dapat dilihat bahwa proporsi kejadian DBD menurut jenis kelamin dari tahun 2007-2010 bervariasi. Dimana pada laki-laki tahun 2007 yaitu 49 penderita dengan distribusi frekwensi 53,3%, tahun 2008 menurun 16 penderita dengan distribusi frekwensi 51,6%, tahun 2009 naik menjadi 32 penderita

48

dengan distribusi frekwensi 62,7% dan tahun 2010 turun 38 penderita dengan distribusi frekwensi 55,9%. Sedangkan penderita perempuan pada tahun 2007 ada 43 penderita dengan distribusi frekwensi 46,7%, tahun 2008 naik 15 penderita dengan distribusi frekwensi 48,4%, tahun 2009 turun menjadi 19 pendenta dengan distribusi frekwensi 37,3% dan pada tahun 2010 naik menjadi 30 penderita dengan distribusi frekwensi 44,1%. Bila dilihat proporsi kejadian DBD menurut jenis kelamin setiap tahun dari tahun 20072010, pada tahun 2007 jenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 49 penderita dengan distribusi frekwensi 53,3%, tahun 2008 yaitu jenis kelamin lakilaki lagi ada 16 penderita dengan distribusi frekwensi 51,6%, pada tahun 2009 yaitu jenis kelamin laki-laki ada 32 penderita dengan distribusi frekwensi 62,7% dan pada tahun 2010 jenis kelamin laki-laki lagi 38 penderita dengan distribusi frekwensi 55,9%. 5.2.2. Distribusi Frekwensi Penderita DBD Menurut Golongan Umur Tabel 5.4 Distribusi Frekwensi Penderita Demam Berdarah Dengue Menurut Golongan UmurDi Puskesmas Sirah Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2007-2010 Golongan No 1 2 3 4 5 Umur <1 1-4 5-14 15-44 >45 Jumlah P 5 9 41 32 5 92 2007 % P 2008 % 0 10 53,3 30 6,7 100 P 0 6 34 12 0 52 2009 % 0 11,5 65,4 23,1 0 100 P 5 18 19 22 2 66 2010 % 7,6 27,3 28,8 33,3 3 100 Jumlab P 10 36 110 75 9 240 % 4,2 15 45,9 31,2 3,7 100

Sumber Data : Buku Register Kunjungan Pasien DBD Puskesmas Sirah

5,4 0 9,8 3 44,6 16 34,8 9 5,4 2 100 30

49

Pulau Padang Tahun 2007-2010

Keterangan : P : Penderita % : Prosentase

Tahun 2007-2010 proporsi penderita DBD tertinggi pada golongan Umur 5-14 tahun ada 110 penderita dengan distribusi frekwensi 45,9%, urutan ke dua golongan umur 15-44 tahun ada 75 penderita dengan distribusi frekwensi 31,2%, urutan ke tiga golongan umur 1-4 tahun ada 36 penderita dengan distribusi frekwensi 15%, urutan ke empat yaitu golongan umur < 1 tahun ada 10 penderita dengan distribusi frekwensi 4,2% dan urutan terakhir adalah golongan umur > 45 tahun 9 penderita dengan distribusi frekwensi 3,7%. Jadi selama 4 tahun proporsi DBD tertinggi pada golongan umur 5-14 tahun dengan 110 penderita (45,9%) dan proporsi DBD terendah pada golongan umur > 45 tahun dengan 9 penderita (3,7%). Dari Tabel 5.4 di atas menurut golongan umur (tahun), umur < 1 tahun pada tahun 2007 jumlah penderita 5 orang dengan distribusi frekwensi 5,4%, kemudian tahun 2008 menurun menjadi 0 (not), tahun 2009 tetap 0 (not) dan pada tahun 2010 naik lagi menjadi 5 penderita dengan distribusi frekwensi 7,6%. Pada umur 1-4 tahun tahun 2007 jumlah 9 penderita dengan distribusi frekwensi 9,8%, kemudian tahun 2008 naik menjadi 3 penderita dengan distribusi frekwensi 10%, tahun 2009 naik 6 penderita dengan distribusi frekwensi 11,5% dan pada tahun 2010 jumlah penderita meningkat lagi menjadi 18 penderita dengan distribusi frekwensi 27,3%.

50

Umur 5-14 tahun, jumlah penderita pada tahun 2007 yaitu 41 penderita dengan distribusi frekwensi 44,6%, tahun 2008 naik menjadi 16 penderita dengan distribusi frekwensi 53,3%, tahun 2009 naik lagi 34 penderita dengan distribusi frekwensi 65,4%, kemudian pada tahun 2010 turun menjadi 19 penderita dengan distribusi frekwensi 28,8%. Kemudian umur 15-44 tahun, jumlah penderita pada tahun 2007 yaitu 32 orang dengan distribusi frekwensi 34,8%, tahun 2008 menurun menjadi 9 penderita dengan distribusi frekwensi 30%, tahun 2009 turun lagi menjadi 12 orang penderita dengan distribusi frekwensi 23,1% dan pada tahun 2010 meningkat lagi menjadi 22 penderita dengan distribusi frekwensi 33,3%. Kemudian umur >45 tahun, pada tahun 2007 jumlah 5 penderita dengan distribusi frekwensi 5,4%, tahun 2008 naik menjadi 2 penderita dengan distribusi frekwensi 6,7%, kemudian tahun 2009 turun menjadi 0 (not), tahun 2010 naik 2 penderita dengan distribusi frekwensi 3%. Seperti yang tergambar 5.2.3. Distribusi Frekwensi Penderita DBD Menurut Kelurahan Tabel 5.5 Distribusi Frekwensi Penderita Demam Berdarah Dengue Menurut Kelurahan Di Puskesmas Sirah Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2007-2010 No 1 2 3 Kelurahan Sirah Pulau Kayuara Bailangu Jumlah 2007 P % 2 11,8 12 70,6 3 17,6 17 100 Jumlah Penderita Pertahun 2008 2009 2010 P % P % P % 12 41,4 15 29,4 5 7,3 9 31 26 51 38 55,9 8 29 27,6 100 10 51 19,6 100 25 68 36,8 100 Jumlah P 34 85 46 165 % 20,6 51,5 27,9 100

Sumber Data : Buku Register Kunjungan Pasien DBD Puskesmas Sirah Pulau Padang

51

Tahun 2007-2010

Keterangan : P : Penderita % : Prosentase

Tabel 5.5 di atas pada tahun 2007 di Kelurahan Karya Baru ada 2 penderita dengan distribusi frekwensi 11,8%, tahun 2008 naik 12 penderita dengan distribusi frekwensi 41,4%, tahun 2009 turun 15 penderita dengan distribusi frekwensi 29,4% dan pada tahun 2010 tunm lagi 5 penderita dengan distribusi frekwensi 7,3%. Kelurahan Kayuara pada tahun 2007 ada 12 penderita dengan distribusi frekwensi 70,6%, tahun 2008 turun 9 penderita dengan distribusi frekwensi 31%, tahun 2009 naik 26 penderita dengan distribusi frekwensi 51% dan pada tahun 2010 naik lagi 38 penderita dengan distribusi frekwensi 55,9%. Kelurahan Kecamatan Sirah Pulau Padang pada tahun 2007 ada 3 penderita dengan distribusi frekwensi 17,6%, tahun 2008 naik 8 penderita dengan distribusi frekwensi 27,6%, tahun 2009 turun 10 penderita dengan distribusi frekwensi 19,6% dan pada tahun 2010 naik menjadi 25 penderita dengan distribusi frekwensi 36,8%. Dari 3 Kelurahan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sirah Pulau Padang dilihat kasus setiap kelurahan selama 4 tahun, kasus yang banyak diderita pada tahun 2007 yaitu Kelurahan Kayuara 12 penderita dengan distribusi frekwensi 70,6%, pada tahun 2008 yaitu Kelurahan Kayuara turun 12 penderita dengan distribusi frekwensi 41,4%, tahun 2009 Kelurahan Kayuara naik 26 penderita dengan distribusi frekwensi 51% dan tahun 2010 yaitu Kelurahan Kayuara naik lagi 38 penderita dengan distribusi frekwensi 55,9%.

52

5.2.4 Distribusi Frekwensi Penderita DBD Menurut Waktu (Bulan dan Tahun) Tabel 5.6 Distribusi Frekwensi Penderita Demam Berdarah Dengue Perbulan Di Puskesmas Sirah Pulau Padang Tahun 2007-2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Jumlah Penderita Pertahun 2007 2008 2009 P % P % P % 12 11,5 3 10,3 5 10,5 32 30,7 1 3,5 2 4,1 23 22,1 2 6,9 0 0 9 8,6 3 10,3 0 0 3 2,9 3 10,3 2 4,1 1 1 1 3,5 1 2,1 10 9,6 2 6,9 2 4,1 6 5,8 1 3,5 2 4,1 1 1 4 13,8 9 18,8 1 1 3 10,3 5 10,5 6 5,8 1 3,5 12 25 0 0 5 17,2 8 16,7 104 100 29 100 48 100 : Buku Register Kunjungan Pasien Sirah Pulau Padang Tahun 2007-2010. Keterangan : P : Penderita % : Prosentase Jumlah Kasus 2010 P % P % 29 40,3 49 19,4 13 18 48 19 8 11,1 33 13 3 4,1 15 5,9 1 1,4 9 3,5 3 4,1 6 2,4 4 5,6 18 7,1 2 2,8 11 4,3 0 0 14 5,6 5 7 14 5,6 2 2,8 21 8,3 2 2,8 15 5,9 72 100 253 100 DBD Puskesmas

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Sumber Data

Dari Tabel 5.6 di atas Jumlah penderita. tahun 2007 dari bulan Januari yaitu 12 penderita dengan distribusi 11,5%, bulan Februari naik 32 penderita dengan distribusi frekwensi 30,7%, bulan Maret turun 23 penderita dengan distribusi frekwensi 21,1%, bulan April turun lagi 9 penderita dengan distribusi frekwensi

53

8,6%, bulan Mei terus menurun 3 penderita dengan distribusi frekwensi 2,9%, bulan Juni turun lagi 1 penderita dengan distribusi frekwensi 1%, bulan Juli naik 10 penderita dengan distribusi frekwensi 9,6%, bulan Agustus, turun 6 penderita dengan distribusi frekwensi 5,8%, bulan September turun lagi 1 penderita dengan distribusi frekwensi 1%, bulan Oktober tetap 1 penderita dengan distribusi frekwensi 1%, bulan November naik menjadi 6 penderita dengan distribusi frekwensi 5,8% dan pads bulan Desember turun menjadi 0 (0%). Tabun 2008 bulan Januari yaitu 3 penderita dengan distribusi frekwensi 10,3%, bulan Februari turun 1 penderita dengan distribusi frekwensi 3,5%, bulan Maret naik 2 penderita dengan distribusi frekwensi 6,9%, bulan April naik lagi menjadi 3 penderita dengan distribusi frekwensi 10,3%, bulan Mei tetap 3 penderita dengan distribusi frekwensi 10,3%, bulan Juni turun 1 penderita dengan distribusi -- rekwensi 3,5%, bulan Juli naik 2 penderita dengan distribusi frekwensi 6,9%, bulan Agustus turun 1 penderita dengan distribusi frekwensi 3,5%, bulan September naik 4 penderita dengan distribusi frekwensi 13,8%, bulan Oktober turun 3 penderita angkan distribusi frekwensi 10,3%, bulan November turun lagi 19 penderita dengan distribusi frekwensi 3,5% dan bulan Desember naik 5 penderita dengan distribusi frekwensi 17,2%. Tabun 2009 pada bulan Januari yaitu 5 penderita dengan distribusi frekwensi 10,5% bulan Februari turun 2 penderita dengan distribusi frekwensi 4,1%, bulan Maret dan bulan April penderita 0 (nol) dengan distribusi frekwensi 0%, bulan Mei 2 penderita dengan distribusi frekwensi 4,1%, bulan Juni turun 1 penderita dengan distribusi frekwensi 2,1%, bulan Juli naik 2 penderita dengan distribusi frekwensi

54

4,1% bulan Agustus tetap 2 penderita dengan distribusi frekwensi 4,1 %, bulan september naik 9 penderita dengan distribusi frekwensi 18,8%, bulan Oktober turun 5 penderita dengan distribusi frekwensi 10,5%, bulan November naik 2 penderita dengan distribusi frekwensi 25%, bulan Desember turun 8 penderita dengan distribusi frekwensi 16,7%. Tahun 2010 bulan Januari yaitu 29 penderita dengan distribusi frekwensi 40,3%, bulan Februari turun 13 penderita dengan distribusi frekwensi 18%, bulan Maret turun lagi 8 penderita dengan distribusi frekwensi 11,1%, bulan April terns menurun 3 penderita dengan distribusi frekwensi 4,1%, bulan Mei turun lagi 1 penderita dengan distribusi frekwensi 1,4%, bulan Juni naik 3 penderita dengan distribusi frekwensi 4,1%, bulan Juli naik lagi 4 penderita dengan distribusi frekwensi 5,6%, bulan Agustus turun 2 penderita dengan distribusi frekwensi 2,8%, bulan September penderita 0 dengan distribusi frekwensi 0%, bulan Oktober naik 5 penderita dengan distribusi frekwensi 7%, bulan November turun 2 penderita dengan distribusi frekwensi 2,8% dan bulan Desember tetap 2 penderita dengan distribusi frekwensi 2,8%. Dari Tabel 5.6 di atas terlihat bahwa kejadian DBD di Puskesmas Sirah Pulau Padang selama 4 tahun yaitu dari tahun 2007-2010 hampir terjadi sepanjang tahun yaitu dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2007, bulan Maret sampai bulan April tahun 2009 dan bulan Desember tahun 2010, kasus tertinggi yaitu bulan Januari dengan 49 penderita dengan distribusi frekwensi 19,4% dan kasus terendah yaitu bulan Juni dengan 6 penderita DBD dengan distribusi frekwensi 2,4%.

55

Tabel 5.7 Distribusi Frekwensi Penderita Demam Berdarah Dengue Pertahun Di Puskesmas Sirah Pulau Padang Tabun 2007-2010 No 1 2 3 4 Tahun 2007 2008 2009 2010 Jumlah Penderita 94 29 48 72 243 % 38,7 12 19,7 29,6 100

Sumber Data : Buku Register Kunjungan Pasien DBD Puskesmas Sirah Pulau Padang Tahun 2007-2010

Keterangan : % : Prosentase

Tabel 5.7 di atas menjelaskan bahwa jumlah penderita pada tahun 2007 ada 4 penderita dengan distribusi frekwensi 38,7%, tahun 2008 turun 29 penderita Jengan distribusi frekwensi 12%, tahun 2009 naik 48 penderita dengan distribusi frekwensi 19,5% dan pada tahun 2010 naik lagi 72 penderita dengan distribusi frekwensi 29,6%, jadi tahun tertinggi selam 4 tahun dari tahun 2007-2010 yaitu terjadi pada tahun 2007 ada 94 penderita dengan distribusi frekwensi 38,7%, sedangkan tahun terendah yaitu tahun 2007 ada 29 penderita dengan distribusi frekwensi 12%.

56

BAB VI PEMBAHASAN

Studi ini berdasarkan atas pengumpulan data sekunder di Puskesmas Sirah Pulau Padang tahun 2007-2010. karena itu penulis menyadari masih adanya keterbatasan/kelemahan dalam studi ini, terutama dalam keakuratan data tersebut, menggingat kemungkinan adanya penderita yang tidak melaporkan, kemungkinan adanya penderita yang tidak berobat ke Puskesmas atau kemungkinan ketidaktepatan diagnosis.

6.1. GAMBARAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DBD 6.1.1. Distribusi Frekwensi Penderita DBD Menurut Jenis Kelamin Bila melihat jumlah penderita DBD menurut jenis kelamin selama 4 tahun dari tahun 2007-2010 di Puskesmas Sirah Pulau Padang, menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko lebih banyak untuk terkena infeksi virus dengue. Di Puskesmas Sirah Pulau Padang menurut jenis kelamin pada penderita DBD selama 4 tahun dari tahun 2007-2010 terdapat perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dimana pada tahun 2007 jenis kelamin tertinggi yaitu pada laki-laki 49 penderita dengan distribusi frekwensi 53,3%, tahun 2008 pada laki-laki lagi yaitu 16 penderita dengan distribusi frekwensi 51,6%, tahun 2009 pada laki-laki ada 32 penderita dengan distribusi frekwensi 62,7% dan tahun 2010 pada laki-laki lagi 38 penderita dengan distribusi frekwensi 55,9%. Hal ini menunjukkan bahwa memang terdapat perbedaan yang nyata antara jenis kelamin

54

57

laki-laki dan perempuan. Di Puskesmas Sirah Pulau Padang selama 4 tahun berturutturut yaitu jenis kelamin laki-laki, hal ini mungkin disebabkan karena vektor DBD tersebar luas baik di rumah maupun di luar rumah, sehingga setiap penduduk lakilaki mempunyai risiko yang sama untuk terinfeksi virus dengue terutama laki-laki yang sering memakai celana, pendek yang memudahkan nyamuk Aedes aegypti untuk mengigit. Penelitian ini betentangan dengan penelitian Soemarno (1998) di Jakarta yang mengatakan bahwa secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita, sampai sekarang tidak ada keterangan yang dapat memberikan jawaban yang tuntas mengenai perbedaan jenis kelamin ini ( tidak ada perbedaan jenis kelamin penderita). Penelitian ini bertentangan juga dengan penelitian Salehati (1997) di Wilayah Kotamadya Pekan Baru yang mengatakan bahwa penduduk laki-laki clan perempuan mempunyai risiko yang tidak berbeda untuk terkena infeksi virus dengue, secara kumulatif proporsi penderita DBD pada penduduk laki-laki lebih tinggi sedikit bila dibandingkan penduduk perempuan dengan perbandingan 1,02:1. hal ini menunjukkan bahwa memang tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah penderita laki-laki dan perempuan.

6.1.2. Distribusi Frekwensi Penderita DBD Menurut Golongan Umur Berdasarkan penderita DBD menurut golongan umur yaitu angka tertinggi pada golongan umur 5-14 tahun, dimana pada tahun 2007 terdapat 41 penderita dengan distribusi frekwensi 44,5%, tahun 2008 ada 16 penderita dengan distribusi

58

frekwensi 53,3% tahun 2009 ada 34 penderita dengan distribusi frekwensi 65,4% Jan pada tahun 2010 ada 19 penderita dengan distribusi frekwensi 22,8%. Hal ini menunjukkan bahwa golongan umur 5-14 tahun di Puskesmas Sirah Pulau Padang mempunyai risiko lebih besar terkena penyakit DBD dibandingkan dengan golongan umur lainnya. Tingginya risiko itu dikarenakan golongan umur 5-14 tahun merupakan usia sekolah kemungkinan nyamuk Aedes aegypti mengigit di daerah terbuka dimana anak sekolah umur 5-14 tahun memakai celana, rok dan baju pendek, kemungkinan lagi WC sekolah walaupun airnya bersih tapi jarang dikuras, kemungkinan sampah/kaleng-kaleng bekas yang ada di sekolah tidak dikubur sehingga membuat genangan air, vas bunga yang airnya jarang diganti yang semua itu membuat nyamuk Aedes aegypti mudah bertelur di sana.dengan demikian risiko penularan bukan saja terjadi di rumah tetapi juga di sekolah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Salehati (1997) di Wilayah Kotamadya Pekan Baru, yang mengatakan bahwa angka insiden tertinggi penderita DBD ada pads golongan umur 5-14 tahun dimana pads tahun 1992 (2,6 per 10.000 penduduk), tahun 1993 (1,9 per 10.000 penduduk), tahun 1994 (1,3 per 10.000 penduduk), tahun 1995 (2,3 per 10.000 penduduk) dan pads tahun 1996 (8 per 10.000 penduduk). Hal ini merupakan golongan umur usia sekolah. Penelitian ini sejalan juga dengan penelitian Depkes RI (1993) yang mengungkapkan bahwa hasil survei jentik di 7 kota di Indonesia pads tahun 1992 menghasilkan angka bebas jentik di sekolah 68% atau 32% sekolah masih ditemukan jentik nyamuk.

59

Penelitian ini sejalan juga dengan penelitian Thomas Suroso (1996) yang mengatakan sekolah bisa merupakan tempat yang potensial bag] penularan penyakit DBD. Dengan demikian perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan penyakit DBD melalui sekolah. Sebagian besar (>80%) kasus DBD adalah anak-anak (golongan umur < 15 tahun). Penelitian ini sejalan juga dengan penelitian Siti Rezeki (1999) di Jakarta yang mengatakan distribusi umum memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur < 15 tahun (86-95%), namun pada wabah-wabah selanjutnya jumlah penderita yang berumur > 15 tahun sejak golongan usia dewasa muda meningkat. Di Puskesmas Sirah Pulau Padang, bila dilihat proporsi penderita DBD menurut golongan umur selama 4 tahun dari tahun 2007-2010 maka sebagian besar kasus juga ter adi pada golongan umur > 15 tahun. Bila melihat situasi DBD sasaran nasional menunjukkan kasus golongan umur dewasa cenderung meningkat, maka keadaan ini juga tedadi di Puskesmas Sirah Pulau Padang, adanya pergeseran usia terjangkit DBD kearah golongan umur dewasa. Proporsi terbesar pada golongan umur 5-14 tahun ada 110 penderita dengan distribusi frekwensi 45,9% setelah itu golongan umur > 45 tahun ada 9 penderita dengan distribusi frekwensi 3,7% proporsi yang paling terkecil. Perubahan pola distribusi penderita menurut golongan umur ini kemungkinan berhubungan dengan sanitasi tempat-tempat umum (kantor, tempat ibadah, Puskesmas/RS dan lain-lain). Tempat-tempat umum tersebut merupakan tempat kegiatan penduduk golongan umur dewasa pada siang hari. Hasil survei di 7 kota di Indonesia, tahun 1992 diperoleh angka babas jentik di tempat umum 77%, sehingga kemungkinan mempunyai peranan terhadap penyebaran dan

60

penularan penyakit DBD. Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan salah satu kabupaten yang berada di Propinsi Sumatera Selatan dan merupakan pusat perdagangan dan industri, khususnya lagi di wilayah kerja Puskesmas Sirah Pulau Padang yang berdekatan dengan beberapa instansi seperti Kantor Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kantor Kelurahan Kayuara, Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan kantor KUA Kecamatan Sirah Pulau Padang yang semuanya instansi pemerintahan yang menank minat orang yang pada umumnya penduduk dewasa untuk datang mencari pekerjaan. Peningkatan pergerakan penduduk serfs jumlah penduduk yang padat memungkinkan penyebaran virus dengue semakin cepat dan mulai meraba pada golongan umur dewasa (> 15 tahun).

6.1.3. Distribusi Frekwensi Penderita DBD Menurut Kelurahan Bila melihat Tabel 5.5 menunjukkan bahwa Puskesmas Sirah Pulau Padang dengan wilayah kerja ada 3 Kelurahan, yang semuanya daerah terjangkit penyakit DBD. Bila melihat angka penderita pada setiap Kelurahan selama 4 tahun yaitu dari tahun 2008-2010, maka 3 Kelurahan ini yaitu Kelurahan Sirah Pulau Padang, Kelurahan Bailangu dan Kelurahan Kayuara yang mempunyai risiko terjangkit DBD yang letaknya dipusat kota. Banyak sarana umum, transportasi yang mudah, mobilitas penduduk tinggi, kepadatan penduduk dan merupakan daerah pemukiman yang padat dimana pada tahun 2007 Kelurahan yang banyak penderita DBD adalah Kelurahan Kayuara dengan 12 penderita dengan distribusi frekwensi 70,6%, tahun 2008 yaitu Kelurahan Bailangu juga 12 penderita dengan distribusi frekwensi 41,4%, tahun 2009 Kelurahan Kayuara dengan 26 penderita

61

dengan distribusi frekwensi 51% dan pada tahun 2010 yaitu Kelurahan Kayuara lagi yang meningkat mejadi 38 penderita dengan distribusi frekwensi 55,9%.Bila dilihat dari tahun 2007-2010 Kelurahan Kayuara merupakan angka tertinggi penderita DBD dibanding dengan Kelurahan Sirah Pulau Padangdan Kelurahan Bailangu yang terjadi hampir disepanjang tahun yaitu tahun 2007 ada 12 penderita dengan distribusi frekwensi 70,6%, tahun 2009 ada 26 penderita dengan distribusi frekwensi 51 % dan tahun 2010 ada 38 penderita dengan distribusi frekwensi 55,9%, hal ini kemungkinan disebabkan Kelurahan Kayuara banyak terdapat tempat umum seperti pusat perkantoran, rumah makan, hotel kemungkinan lain di Kelurahan Kayuara ada beberapa penduduk yang memelihara burung dimana tempat makanan burung tersebut jarang dibersihkan yang membuat nyamuk Aedes aegypti bertelur di sans. Hal tersebut membawah dampak tingginya mobilitas penduduk dan semakin lancarnya arus transportasi. Sedangkan tahun 2008 angka tertinggi penderita DBD adalah Kelurahan Sirah Pulau Padangada 12 pederita dengan distribusi frekwensi 41,4% dimana letak Kelurahan Karya Baru bersebelahan dengan Kelurahan Bailangu, hal ini kemungkinan disebabkan kelancaran arus transportasi yang membuat virus dengue mudah menyebar keberbagai tempat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Salehati (1997) di Wilayah Kotamadya Pekan Baru yang mengatakan bahwa wilayah (kelurahan) yang mempuyai risiko terjangkit DBD adalah kelurahan-kelurahan yang letaknya di pusat kota, hal ini kemungkinan karena di pusat kota banyak sarana tempat umum seperti perkantoran, rumah makan, hotel dan lain-lain,

62

serta transportasi yang mudah, mobilitas penduduk tinggi dan kepadatan penduduk yang semua ini merupakan faktor pendukung untuk menyebarnya virus dengue keberbagai tempat.

6.1.4. Distribusi Frekwensi Penderita DBD Menurut Waktu (Bulan dan Tahun) Kasus DBD perbulan selama 4 tahun dari tahun 2007-2010 di Puskesmas Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan distribusi yang berbeda setiap bulannya. Bila dilihat jumlah kasus perbulan selama 4 tahun dari tahun 2007-2010, maka, kasus yang banyak terjadi pada bulan Januari sampai bulan Maret dan kasus terendah pada bulan juni karena pada bulan Januari sampai bulan Maret merupakan musim hujan, karena pada musim hujan puncak jumlah gigitan nyamuk terjadi pada siang sampai sore hari, di saat inilah orang-orang banyak istirahat di rumah, kemungkinan lain karena orang berdiam diri di dalam rumah selama musim hujan atau pada waktu musim banyak terdapat genangan air yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya Aedes aegypti. Dari distribusi frekwensi penderita menurut bulan (Tabel 5.6) dapat ditentukan perkiraan musim penularan dan saat sebelum musim penularan, diketahui bahwa jumlah kasus DBD yang tinggi terjadi pada bulan januari 49 penderita dengan distribusi frekwensi 19,4%, bulan Februari 48 penderita dengan distribusi frekwensi 19% dan bulan. Maret 33 penderita dengan distribusi 13%, sedangkan jumlah penderita DBD yang paling rendah terjadi pada bulan Juni 6 penderita dengan distribusi frekwensi 2,4%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat musim penularan adalah bulan Januari sampai dengan Maret dan sebelum musim penularan adalah bulan Juni.

63

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Siti Rezeki (1999) di Jakarta yang mengatakan bahwa kasus DBD lebih cenderung meningkat selama musim hujan. Pada musim hujan memungkinkan nyamuk Aedes aegyph untuk berkembang biak dengan pesat dimana banyak terdapat genangan air yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti, disamping itu kemungkinan seseorang digigit nyamuk juga lebih banyak karena lebih sering tinggal di dalam rumah. Puncak meningkatnya kasus DBD yaitu bulan Desember sampai dengan bulan Maret. Penelitian ini sejalan juga dengan penelitian Soemarno (1983) yang mengatakan bahwa kasus DBD lebih cenderung meningkat selama musim hujan. Hal im disebabkan oleh perubahan musim yang mempengaruhi frekwensi gigitan nyamuk. Pada musim kemarau nyamuk sering menggigit pads pagi hari, sedangkan pads musim hujan puncak jumlah gigitan nyamuk terjadi pads slang hari sampai sore hari ataupun karena manusia itu sendiri yang merubah sikapnya yaitu lebih banyak tinggal di dalam rumah selama musim hujan. Dari Tabel 5.7 dapat diketahui tahun mans yang banyak terjadi DBD. Penderita DBD yang banyak terjadi dari tahun 2007-2010 di Puskesmas Sirah Pulau Padang yaitu pada tahun 2007 ada 94 penderita dengan distribusi frekwensi 38,7% dan tahun yang paling sedikit yaitu tahun 2008 ada 29 penderita dengan distribusi frekwensi 12%, jadi bila dilihat Tabel 5.7 jumlah penderita keseluruhan dari tahun 2007-2010 selama 4 tahun yaitu 243 penderita. Kemungkinan di wilayah kerja Puskesmas Sirah Pulau Padang memang

64

tempat yang potensial untuk terjadinya penyakit DBD yang setiap tahunnya pasti ada wabah DBD. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. KESIMPULAN Dari uraian hasil dan pernbahasan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Blia melihat jurniah penderita DBD menurut jenis kelamin selama empat tahun dari tahun 2007-2010, bahwa jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko yang besar untuk terinfeksi virus dengue dibanding perempuan. 2. Penduduk golongan umur 5-14 tahun mempunyai risiko lebih besar untuk terkena infeksi virus dengue, karena golongan umur 5-14 tahun merupakan usia sekolah dan sekolah merupakan tempat yang berpotensi untuk penularan penyakit DBD. 3. Risiko penduduk golongan umur > 15 tahun untuk terkena penyakit DBD cenderung meningkat. Hal ini kemungk-inan berkaltan dengan sanitast fasilitas tempat-tempat umum yang merupakan tempat ketylatan penduduk golongan umur dewasa pada slang hari. 4. Penyebaran penyakit DBD di Puskesmas Sirah Pulau Padang dari tahun 20082010 dengan wilayah kerja ada 3 Kelurahan yaitu Kelurahan Sirah Pulau Padang, Kelurahan Bailangu dan Kelurahan Kayuara yang masing-masing Kelurahan tersebut setiap tahunnya dari tahun 2007-2010 terdapat kasus.

62

65

Kasus yang banyak terdapat selama 4 tahun yaitu di Kelurahan Kayuara 85 penderita dengan distribusi frekwensi 51,5%. 5. Jumlah kasus yang tinggi terjadi pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret dan tahun 2007 merupakan tahun yang paling banyak kasus DBD yaitu dengan 104 penderita dan tahun 2009 merupakan kasus yang sedikit dengan 29 penderita. 6. Ma s y ar ak at di ha ra pk an me mb er s i hk an l in gk un ga n, me ni mb un , mengumpulkan barang-barang bekas ke dalam satu lobang atau tempat pembuangan sampah umum dan membersihkan atau memberi bubuk abate serta menutup tempat penampungan air.

7.2. SARAN Dari beberapa, temuan dan pembahasan dapat disarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Untuk Puskesmas Sirah Pulau Padang dan Pemerintah setempat. Penyakit DBD masih berpotensi untuk menjadi masalah kesehatan masyarakat di Puskesmas Sirah Pulau Padang, karena itu diperlukan upaya untuk mencegah penyebaran/penularan penyakit DBD yaitu dengan cara : a. Peningkatan pengamatan epidemiologi sebagai tindakan kewaspadaan dini untuk mencegah KLB dan penatalaksanaan kasus DBD untuk menurunkan CFR DBD. b. Peningkatan penyuluhan melalui : - Media massa (radio, televisi, majalah, surat kabar)

66

- Pertemuan-pertemuan kelompok masyarakat

67

- Kunjungan rumah dalam rangka pemantauan jentik berkala, dilakukan oleh petugas pemantau jentik c. Pergerakan PSN-DBD. 2. Menginggat penduduk usia sekolah (5-14 tahun) mempunyai risiko tertinggi terinfeksi DBD, maka diharapkan upaya pemberantasan DBD dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat sekolah, yaitu upaya PSN dikembangkan dalam program UKS. 3. Perlu adanya pengawasan yang intensif oleh petugas PKM terhadap fasilitas umum seperti pasar, terminal, sekolah, kantor dan lain-lain terhadap kemungkinan menjadi media penularan dan penyebaran penyakit DBD. 4. Agar upaya penanggulangan penyakit DBD lebih berhasil guna, maka hendaknya kegiatan program P2DBD dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. 5. Masyarakat di perkotaan hendaknya menjaga lingkungan masing-masing agar tetap bersih supaya nyamuk Aedes aegypti tidak berkembang biak.

68

DAFTAR PUSTAKA

1. Chandra, Budiman. 1996. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Baku Kedokteran. EGC. Jakarta. 2. Depkes RI, 1993. Berita Epidemiologi (Epidemiological Buletin). Ditjen PPM dan PLP. Jakarta. 3. Depkes RI, 1994. Bidelin Penelitian Kesehatan. Badan Penelitian dan Penggembangan Kesehatan Vol 22 No.4. 1994. Jakarta. 4. Depkes RI, 1995. Berita Epidemiologi (Epidemiological Buletin). Ditjen PPM clan PLP. Jakarta. 5. Depkes RI, 1997. Aleni#u Dew bebas Deniam Berdarah Dengue. Ditjen PPM dan PLP. Jakarta. 6. Dinas Kesehatan Kota Kabupaten Ogan Komering Ilir. 2004. Data kasus DBD Perkelurahan kola Kabupaten Ogan Komering Ilir 1998-2003. Kabupaten Ogan Komering Ilir. 7. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan. 1999. Pelui?luk teknis bulan hakti gerakan 3 A/I Deinain Bcrdarah Dengue (DBI?). Kabupaten Ogan Komering Ilir. 8. S. Effendi, Chirtantie, Skp. 1995. Perawalan Pasien DHF. 9. Haznam, M.W. Diagnostik dan terapi ilmu penyakit dalam (edisi ke-III). Bandung. 10. Margatan, Arcole. 1996. Waspadai Demam Berdarah dan berbagai macam demaim lainnya. C.V. Aneka. Solo.

69

11. Muchlastriningsih, Enny SKM. Dkk, 1998. Analisis flasil Pemeriksaan Laboratorium Penderita tersangka DBD di Jakarta. Berita epidemiologi RI H: 1-2 12. Nadesul, Hendrawan, dr. Penyebab, pencegahan dan pengobatan Demain Berdarah. 13. Rezeki, Siti. Dkk, 1999. Naskah lengkap penderita bagi pelalih Dokter spesialts Anak dan Dokter spesialis penyakit dalam dalm tatalaksana kasus DBD. Di Jakarta 14. Singarimbun, M & Effendi, S . 1989 . Metode penelitian survei. Penerbitan LP3ES, Jakarta: 336 Hlm. 15. Sudanno, Soemarno S.P. 1983. Demam Berdarah Dengue pada Anak di Jakarta (Tesis) 16. Solehati. 1997. Gamharan epidemiologi penyakit DBD dan program pemberantasannya di Kolamadya DA 77 11 Pekanharu. Skripsi FKM. Depok. 17. Sukana, Bambang. SKM. 1993. Pemberantasan vektor DBD di Indonesia. Media litbangkes Vol III. No.01/1993. Jakarta. 18. Suroso, Thomas, dr. dkk, 1996. Survei data dasar epidemiologi pemberawasan penyakit DBD awal pelila VI, Berita epidemiologi RI H : 1-3 19. Sutrisna, Bambang. 1986. Pengantar Hetode Epidemiologi. Penerbit P.T. Dian Rakyat, Jakarta: 126 Hlm. 20. Sutris
na, Bambang. 1987. Alletode Survei Epidemiologi. P.T. Dian Rakyat.

21. Tromoyo, Djoko, dkk. 1997. I ji Coba Pengusapan ULP dengan Maluthion 96 terhadop larva nyamuk Aedes aegypti pada beherapa diameter kontainer.

70

Cermin Dunia Kedokteran H : 4-43. 22. Waryadi,


Suhartono. 1993. Pe

ngkajian Proses Peran Serta Masyarakat

D a l a m Pencegahan Penyakit DBD. Pusat Penelitian Penyakit Menular. Jakarta : 48 Hlm.

Anda mungkin juga menyukai