Anda di halaman 1dari 9

PEMASANGAN DAN PERAWATAN DOWER CATETER (DC) Kateterisasi urine adalah tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung

kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine. Kateterisasi dapat menyebabkan hal - hal yang mengganggu kesehatan sehingga hanya dilakukan bila benar - benar diperlukan serta harus dilakukan dengan hati hati (Brockop dan Marrie, 1999 ). Menurut ( Brockop dan Marrie, 1999 ) pemasangan kateter urine dapat dilakukan untuk diagnosis maupun sebagai terapi. Indikasi pemasangan kateter urine untuk diagnosis adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengambil sample urine guna pemeriksaan kultur mikrobiologi dengan menghindari kontaminasi. 2. Pengukuran residual urine dengan cara, melakukan regular kateterisasi pada klien segera setelah mengakhiri miksinya dan kemudian diukur jumlah urine yang keluar. Untuk pemeriksaan cystografi, kontras dimasukan dalam kandung kemih melalui kateter. 1. Untuk pemeriksaan urodinamik yaitu cystometri dan uretral profil pressure. Indikasi Pemasangan Kateter urine sebagai Terapi adalah : 1. Dipakai dalam beberapa operasi traktus urinarius bagian bawah seperti secsio alta, repair reflek vesico urethal, prostatatoktomi sebagai drainage kandung kemih. 2. Mengatasi obstruksi infra vesikal seperti pada BPH, adanya bekuan darah dalam buli-buli, striktur pasca bedah dan proses inflamasi pada urethra. 3. Penanganan incontinensia urine dengan intermitten self catheterization. 4. Pada tindakan kateterisasi bersih mandiri berkala ( KBMB ). 5. Memasukan obat-obat intravesika antara lain sitostatika / antipiretika untuk buli - buli. 6. Sebagai splint setelah operasi rekontruksi urethra untuk tujuan stabilisasi urethra, Menurut ( Brockop dan Marrie, 1999 ) Jenis jenis pemasangan kateter urine terdiri dari : 1. Indewelling catheteter yang biasa disebut juga dengan retensi kateter / folley cateter indewelling catheter dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kandung kemih. 2. Intermitten catheter yang digunakan untuk jangka waktu yang pendek ( 5-10 menit ) dan klien dapat diajarkan untuk memasang dan melepas sendiri. 3. Suprapubik catheter kadang - kadang digunakan untuk pemakaian secara permanent. Cara memasukan kateter dengan jenis ini dengan membuat sayatan kecil diatas suprapubik Saat ini ukuran kateter yang biasanya dipergunakan adalah ukuran dengan kalibrasi French ( FR ) atau disebut juga Charriere ( CH ). Ukuran tersebut didasarkan atas ukuran diameter lingkaran kateter tersebut misalkan 18 FR atau CH 18 mempunyai diameter 6 mm dengan patokan setiap ukuran 1 FR = CH 1 berdiameter 0,33 mm. Diameter yang diukur adalah diameter pemukaan luar kateter. Besar kecilnya diameter kateter yang digunakan ditentukan oleh tujuan pemasangan kateter urine tersebut untuk klien dewasa,ukuran kateter urine yang biasa digunakan adalah 16-19 FR. Kateter yang mempunyai ukuran yang sama belum tentu mempunyai diameter lumen yang sama karena perbedaan bahan dan jumlah lumen pada kateter tersebut. Bahan kateter dapat berasal dari logam ( Stainlles ), karet ( Latteks), latteks dengan lapiasan silicon ( Siliconized ). Perbedaan bahan kateter menentukan biokompabiliti kateter didalam buli-buli sehingga akan mempengaruhi daya tahan kateter yang terpasang di buli - buli. Menurut ( Brunner dan Suddart, 1986 ), Prosedur pemasamgan kateter urine melalui beberapa tahap :

a. Persiapan alat 1. Sterill - Kateter yang akan dipasang sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan satu ( 1 ) buah disiapkan dalam bak steril. - Pinset anatomis 1 buah. - Sarung tangan 1 pasang. - Spuit 10-20 cc 1 buah. - Kain kassa 2 lembar. - Kapas sublimate dalam tempatnya. - Air / aquabidest NaCl 0,9 % secukupnya. - Xylocain jelly 2 % atau sejenisnya - Slang dan kantong untuk menampung urine. 2. Tidak Steril - Bengkok 1 buah. - Alas bokong 1 buah - Lampu sorot bila perlu - sampiran tangan 1 pasang - Selimut mandi / kain penutup - Botol kecil steril untuk bahan pemeriksaan steril. b. Persiapan klien Terutama untuk tindakan kateterisasi urine klien harus diberi penjelasan secara adekuat tentang prosedur dan tujuan pemasangan kateter urine. Posisi yang biasa dilakukan adalah dorsal recumbent,berbaring di tempat tidur / diatas meja perawatan khususnya bagi wanita kurang memberikan fasa nyaman karena panggul tidak ditopang sehingga untuk melihat meatus urethra menjadi sangat sulit. Posisi sims / lateral dapat dipergunakan sebagai posisi berbaring / miring sama baiknya tergantung posisi mana yang dapat memberikan praaan nyaman bagi klien dan perawat saat melakukan tindakan kateterisasi urine. c. Persiapan perawat 1. Mencuci tangan meliputi : o Melepaskan semua benda yang ada di tangan o Menggunakan sabun o Lama mencuci tangan 30 menit o Membilas dengan air bersih o Mengeringkan dengan handuk / lap kering o Dilakukan selama dan sesudah melakukan tindakan kateterisasi urine - Memakai sarung tangan - Menjelaskan prosedur tindakan kepada klien. d. Pelaksanaan a) Pasang sampiran dan pintu ditutup b) Perlak dan alasnya dipsang dibawah gluteus c) Letakan 2 bengkok diantara kedua tungkai klien d) Cuci tangan e) Pada klien pria : Klien berbaring, perawat berada di sebelah klien, meatus uretra dan glandula penis disinfeksi dengan

cairan antiseptic, pasang doek bolong dan perawat memakai handscone steril, selang kateter diberi jelly secukupnya pada pemukaan yang akan dimasukan pada uretra, penis ditegakkan lurus keatas dan tanpa ukuran kateter urine dimasukan perlahan kedalam buli-buli, anjurkan klien untuk menarik nafas panjang. f) Pada klien wanita Labia mayora dibuka dengan ibu jari dan telunjuk tangan perawat yang dibungkus dengan kapas savlon, bersihkan vulva sekurang - kurangnya tiga kali, perawat memakai sarung tangan dengan menggunakan kassa steril dan bethadin 10% disinfeksi labia mayora dan lipat paha, pasang doek bolong steril, kateter urine dimasukan perlahan - lahan yang sebelumnya telah diberi jelly dan klien dianjurkan menarik nafas dalam. g) Urine yang keluar ditampung dalam urine bag. h) Isi balon kateter urine dengan aquabidest / nacl 0,9% = 10 cc sesuai dengan petunjuk yang tertera pada pembungkus kateter urine. i) Fiksasi kateter urine di daerah pangkal paha j) Letakan urine bag lebih rendah daripada kandung kemih atau gantung urine bag di bed. k) Disinfeksi sambungan urine bag dengan kateter urine. l) Rapihkan klien,bersihkan alat, m) Perawat cuci tangan n) Memberikan penjelasan kembali tentang prosedur tindakan pada klien. e. Perawatan kateter urine selama terpasang kateter Perawatan kateter urine sangat pentung dilakukan pada klien dengan tujuan untuk mengurangi dampak negatif dari pemasangan kateterisasi urine seperti infeksi dan radang pada saluran kemih, dampak lain yang mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar manusia perawatan yang dilakukan meliputi : menjaga kebersihan kateter dan alat vital kelamin, menjaga kantong penampumg urine dengan tidak meletakan lebih tinggi dari buli-buli dan tidak agar tidak terjadi aliran balik urine ke buli-buli dan tidak sering menimbulkan saluran penampung karena mempermudah masuknya kuman serta mengganti kateter dalam jangka waktu 7-12 hari. Semakin jarang kateter diganti, resiko infeksi makin tinggi, penggantian kateter urine tergantung dari bahan kateter urine tersebut sebagai contoh kateter urine dengan bahan latteks silicon paling lama dipakai 10 hari,sedang bahan silicon dapat dipakai selama 12 hari. Pada tahap pengangkatan kateterisasi urine perlu diperhatikan agar balon kateter urine telah kempis. Selain itu menganjurkan klien menarik nafas untuk mengurangi ketegangan otot sekitar saluran kemih sehingga kateterisasi urine dapat diangkat tanpa menyebabkan trauma berlebihan Tindakan memasukkan kateter kedalam buli-buli melalui uretra dinamakan kateterisasi uretra. Indikasi kateterisasi dapat untuk membantu menegakkan diagnosis dan tindakan terapi. Tindakan kateterisasi untuk tujuan diagnosis, misalnya ; 1. Memperoleh contoh urin pada wanita guna pemeriksaan kultur urin. 2. Mengukur residual urin pada pembesaran prostat 3. Memasukkan bahan kontras pemeriksaan seperti pada sistogram 4. Mengukur tekanan tekanan buli-buli seperti pada sindrom kompartemen abdomen 5. Untuk mengukur produksi urin yang merupakan cerminan keadaan perfusi ginjal pada penderita shock 6. Mengetahui perbaikan atau perburukan pada trauma ginjal dari urin yang bertambah merah atau jernih yang keluar dari kateter

Tindakan kateterisasi untuk tujuan terapi, antara lain : 1. Mengeluarkan urin pada retensio urinae 2. Membilas / irigasi buli-buli setelah operasi batu buli-buli, tumor buli atau prostat 3. Sebagai splint setelah operasi uretra seperti pada hipospadia 4. Untuk memasukkan obat ke buli-buli, misalnya pada carcinoma buli-buli Macam kateter uretra Kateter uretra bisa terbuat dari logam, karet atau silikon. Bermacam bentuk kateter dibuat, dan umumnya dinamai sesuai dengan pembuatnya, seperti kateter Nelaton, Tiemann, de Pezzer, Malecot dan Foley. Saat ini yang paling populer dan mudah didapat adalah kateter Foley. Selain mudah ditemui, keunggulan kateter Foley adalah merupakan kateter menetap (indwelling catheter=self retaining), tidak iritatif, tersedia dalam berbagai ukuran dan ada yang cabang tiga (three way catheter). Kateter Foley dapat dipasang menetap karena terdapat balon yang dapat dikembangkan sesudah kateter berada dalam buli-buli melalui pangkal kateter. Ukuran kateter uretra Ukuran pada kateter uretra menunjuk pada diameter luar, bukan lumennya. Pada bungkus kateter dan pangkal kateter selalu tercetak ukuran diameter kateter dan jumlah cairan yang diizinkan untuk dimasukkan dalam balon kateter. Ukuran diameter luar kateter ditulis dalam satuan Ch = Cheriere atau F/Fr = French (bukan Foley), dimana 1 Ch / 1 F sama dengan 0.33 milimeter; atau dengan kata lain 1 milimeter sama dengan 3 Ch atau 3 F. Pada orang dewasa Indonesia biasanya dipasang kateter no 16 atau 18. Persiapan pemasangan kateter uretra Karena pemasangan kateter merupakan tindakan invasif, menimbulkan nyeri dan dapat menimbulkan komplikasi permanen, pemasangannya harus melalui persetujuan tertulis (informed consent). Kateterisasi juga dapat menimbulkan infeksi pada uretra dan buli-buli, karenanya harus dilakukan secara aseptik. Peralatan yang harus disiapkan adalah : 1. Kateter steril / baru yang masih dalam bungkus 2 lapis 2. Sarung tangan steril 3. Kasa 4. Zat antiseptik, misalnya povidone iodine 5. Doek lubang 6. Pelicin misalnya KY jelly 7. Pinset steril 8. Klem 9. NaCl atau aqua steril 10. Spuit 11. Urine bag Prosedur pemasangan kateter uretra Pemasangan kateter pada wanita lebih mudah karena uretranya pendek, karenanya prosedur pemasangan dibawah ini merupakan kateterisasi pada laki-laki dewasa. 1. Cuci tangan dengan antiseptik 2. Memakai sarung tangan steril 3. Disinfeksi sekitar meatus eksternus, kemudian seluruh penis, pubis, skrotum dan perineum 4. Persempit lapangan tindakan dengan doek lubang 5. Masukkan pelicin / lubrikans kedalam spuit tanpa jarum dan semprotkan pelicin kedalam uretra

6. Tutup meatus agar pelicin tidak keluar 7. Minta asisten untuk membuka bungkus luar, pegang plastik pembungkus kateter dan robek plastik pembungkus 8. Ujung kateter dipegang dengan pinset, sedang pangkal bisa dibiarkan dalam plastik pembungkus atau dikeluarkan untuk dipegang dengan jari ke IV dan V 9. Masukkan ujung kateter pelan-pelan 10. Bila ujung kateter sampai pada tempat sempit, yaitu pada sphincter, pars membranacea uretra atau adanya penyempitan oleh BPH, laju ujung kateter akan tertahan 11. Minta penderita bernapas dalam dan relaks; tekan beberapa menit sampai terjadi relaksasi, biasanya kateter dapat melewati tempat sempit dan masuk ke dalam buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urin 12. Masukkan terus kateter sampai pangkal kateter 13. Masukkan NaCl atau aqua steril untuk mengembangkan balon, jumlah cc-nya sesuai dengan yang tertulis pada pangkal kateter dan tarik kateter agar balon menutup orificium 14. Klem kateter, hubungkan dengan urine bag secara asepsis, buka klem dan biarkan urin mengalir 15. Lakukan fiksasi kateter pada paha atau inguinal. Bila kateter tertahan pada sphincter atau terdapat penyempitan uretra karena BPH, ada beberapa teknik untuk mengatasinya, antara lain : 1. Minta penderita untuk relaks, bernapas panjang 2. Diberi anestesi topikal untuk mengurangi nyeri dan membantu relaksasi 3. Menyemprotkan pelicin melalui pangkal kateter untuk membantu membuka tempat penyempitan 4. Masase prostat melalui colok dubur (oleh asisten) 5. Ganti dengan kateter yang lebih kecil atau kateter Tiemann yang ujungnya runcing 6. Bila buli-buli penuh, kosongkan dulu dengan sistostomi; karena buli-buli penuh dapat mendesak prostat dan uretra. Setelah buli-buli kosong, coba kembali dilakukan kateterisasi Perawatan kateter menetap Kateter merupakan benda asing pada uretra dan buli-buli, bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan komplikasi serius. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk merawat kateter menetap : 1. Banyak minum, urin cukup sehingga tidak terjadi kotoran yang bisa mengendap dalam kateter 2. Mengosongkan urine bag secara teratur 3. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh penderita agar urin tidak mengalir kembali ke buli-buli 4. Membersihkan darah, nanah, sekret periuretra dan mengolesi kateter dengan antiseptik secara berkala 5. Ganti kateter paling tidak 2 minggu sekali Komplikasi pemasangan kateter Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan luka dan perdarahan uretra yang berakhir dengan striktur uretra seumur hidup 1. Balon yang dikembangkan sebelum memasuki buli-buli juga dapat menimbulkan luka pada uretra. Karenanya, balon dikembangkan bila yakin balon akan mengembnag dalam buli-buli dengan mendorong kateter sampai ke pangkalnya 2. Infeksi uretra dan buli-buli 3. Nekrosis uretra bila ukuran kateter terlalu besar atau fiksasi yang keliru 4. Merupakan inti pembentukan batu buli-buli 5. Pada penderita tidak sadar, kateter dengan balon terkembang bisa dicabut yang berkibat

perdarahan dan melukai uretra 6. Kateter tidak bisa dicabut karena saluran pengembang balon tersumbat PEMASANGAN KATETER VENA SENTERAL A. Pengertian Kateter adalah tindakan memasukan selang karet atau plastic melalui uritera dan masuk dalam kandung kemih. Tehnik operasi 1. Terlentangkan penderita, dengan sedikit-dikitnya kepala turun 15 untuk menggembungkan pembuluh leher dan untuk mencegah emboli udara. Bila telah dipastikan tidak ada cedera servikal, maka kepala penderita dapat diputar menjauhi tempat punksi vena. 2. Bersihkan kulit sekeliling tempat punksi vena dan pasang kain steril keliling daerah ini. Dalam melakukan prosedur ini harus menggunakan sarung tanganyang steril. 3. Bila penderitanya sadar, gunakan anestesi lokal ditempat punksi vena. 4. Gunakan jarum kaliber besar yang disambung kepada suatu semprit 10 ml, masukkan 0,5 sampai 1 ml air garam (saline), ke dalam pusat segitiga yang dibentuk oleh kedua caput otot sternokleidomastoideus dan tulang clavicula (akses melalui vena jugularis interna). 5. Setelah kulit dipunksi, arahkan sudut jarum keatas, untuk mencegah jaringan kulit (plug) menyumbat jarum. 6. Arahkan jarum keujung bawah (ekor), paralel dengan permukaan sagital, dengan sudut 30 posterior dengan permukaan depan. 7. Majukan jarum dengan lambat sambil mencabut tutup semprit dengan perlahan. 8. Kalau tampak aliran darah bebas didalam semprit yang berwarna agak gelap, cabut semprit dan tutup jarumnya untuk mencegah emboli udara. Kalau pembuluh belum dimasuki, cabut jarum dan arahkan jarumnya kembali dengan 5-10 ke lateral. Catatan: apabila akses yang dipakai vena femoralis, vena cubiti atau vena subclavia, maka jarum punksi dimasukkan ke vena cubiti atau vena femoralis atau vena subclavia. Khusus untuk vena subclavia arah jarum punksidari lateral masuk di daerah sulkus deltoideo-pektoralis di bawah 1/3 tengah tulang klavikula ke arah ingulum 9. Masukkan kawat pemandu sambil memantau electrocardiogram untuk ketidaknormalan irama atau bisa dipakai c-arm x-ray. 10. Cabut jarum sambil menahan kawat pemandu dan majukan kateter melalui kawat pemandu sampai ke vena cava superior dekat atrium kanan. Sambungkanlah kateter dengan pipa/ selang infus. 11. Tambatkanlah kateter ke kulit (misalnya dengan jahitan), berikan salep antiseptik dan tutup dengan kasa steril. 12. Kateter bisa disambung dengan selang monitor tekanan vena sentral atau botol infus. 13. Dapatkan film dada untuk mengetahui posisi kateter intravena dan komplikasi pneumothorax atau hematothorax yang mungkin terjadi. Komplikasi Operasi a. Pneumo- atau hematothorax b. Trombosis vena c. Cedera arteri atau syaraf d. Fistula arteriovena e. Chylothorax

f. Infeksi g. Emboli udara Morbiditas (Morbiditas 0 15%) Cedera pada beberapa bangunan pada pintu masuk thorax telah pernah dilaporkan: pneumotharax, hemothorax, tertusuknya arteri dan kerusakan ductus thoracicus serta nervus phrenicus. Angka komplikasi yang pernah dilaporkan setelah kateterisasi pada venavena profunda berkisar 0-15% dan boleh jadi tergantung pada pengalaman operator. B. Perawatan Pascabedah Penderita pasca pemasangan kateter vena sentral (KTS), dirawat diruangan Intensive Care Unit, dilakukan observasi dan monitoring ketat selain untuk kepentingan pemberian cairan, mengevaluasi hasil pemberian cairan juga kemungkinan terjadinya komplikasi seperti: Pneumo- atau hematothorax, Trombosis vena, Cedera arteri atau syaraf, Fistula arteriovena, Chylothorax, Infeksi, Emboli udara Follow up Penderita pasca pemasangan kateter vena sentral (KTS), di lakukan monitoring ketat di Intensive Care Unit, diobservasi tanda-tanda vital, seperti sistem pernafasan, sistem sirkulasi, keseimbangan cairan, analisis gas darah bila diperlukan. Diamati juga perbaikan kondisi pasien dengan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi. Pengecekan dan pengujianSebelum menyuntikkan cairan, darah supaya disedot untuk meyakinkan bahwa kateter berada dalam ruangan vaskuler. Bila kateter dihubungkan dengan botol berisi cairan yang ditempatkan lebih rendah dibawah pasien maka seharusnya darah mengalir dengan mudah karena pengaruh gaya berat. Pada waktu kateter dihubungkan dengan kolom cairan guna pengukuran tekanan vena sentral maka kolom cairan seharusnya menunjukkan gerakan-gerakan yang lebih kencang sesuai dengan denyut jantung. X-foto thorax supaya dibuat untuk meyakinkan bahwa posisi ujungnya berada diatas atrium kanan, sebaiknya tidak lebihdari 2cm dibawah garis yang menghubungkan kedua tepi bawah clavicula. Pengawasan untuk mendeteksi infeksi-infeksi karena kateter merupakan hal penting. Bila terjadi infeksi maka kateter supaya segera dilepas. Mempertahankan aliran melalui kateter adalah tindakan penting untuk mencegah aliran balik darah dan bekuan (Clotting). Setelah melakukan pengukuran tekanan vena secara intermitten maka kesalahanyang paling lazim dilakukan orang adalah lupa untuk mengalirkan infus kembali sehingga berakibat terjadinya bekuan yang menyumbat kateter. Akibatnya kateter itu harus dilepas.

Tindakan perawatan kateter Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta mempertahankan kepatenan posisi kateter Tujuan: 1. Menjaga kebersihan saluran kencing 2. Mempertahankan kepatenan (fiksasi) kateter 3. Mencegah terjadinya infeksi 4. Mengendalikan infeksi Persiapan alat dan bahan: Meja/trolly yang berisi:

1. Sarung tangan steril 2. Pengalas 3. Bengkok 4. Lidi waten steril 5. Kapas steril 6. Kasa steril 7. Antiseptic (Bethadin) 8. Aquadest / air hangat 9. Korentang 10. Plester 11. Gunting 12. Bensin 13. Pinset 14. Kantung sampah Pelaksanaan: 1. Siapkan alat dan bahan 2. Beritahu pasien maksud dan tujuan tindakan 3. Dekatkan alat dan bahan yang sudah disiapkan 4. Pasang tirai, gorden yang ada 5. Cuci tangan 6. Oles bensin pada plester dan buka dengan pinset 7. Buka balutan pada kateter 8. Pakai sarung tangan steril 9. Perhatikan kebersihan dan tanda-tanda infeksi dari ujung penis serta kateter 10. Oles ujung uretra dan kateter memakai kapas steril yang telah dibasahi dengan aquadest / air hangat dengan arah menjauhi uretra 11. Oles ujung uretra dan kateter memakai lidi waten + bethadin dengan arah menjauhi uretra 12. Balut ujung penis dan kateter dengan kasa steril kemudian plester 13. Posisikan kateter ke arah perut dan plester 14. Rapikan klien dan berikan posisi yang nyaman bagi pasien 15. Kembalikan alat ke tempatnya 16. Cuci tangan 17. Dokumentasikan tindakan DAFTAR PUSTAKA Smeltzer, C. Suzanne, Bare, G. Brenda. Brunner and Suddarths Text Book of Medical Surgical Nursing. 8th vol 2 alih bahasa Kuncoro, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih. Jakarta: EGC; 2001 Perry, Anne, Griffin, Potter A. Patricia. Pocket Guide to Basic Skills and Procedures. Alih bahasa: Monica Ester, Jakarta: EGC; 2000 Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta. http://74.125.153.132/search?q=cache:W_tbtNDGowAJ:one.indoskripsi.com/click/10791/0+cara+pe rawatan+kateter&cd=12&hl=id&ct=clnk&gl=id Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.

Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia. www.blog.ilmukeperawatan.com

Anda mungkin juga menyukai