Anda di halaman 1dari 2

Perpustakaan Universitas Indonesia >> Laporan Penelitian Dikti

Potensi sambiloto, sirih, kencur, jahe, dan temulawak sebagai herbal untuk mengatasi penyakit chronic respiratory disease (CRD) pada ayam
Min Rahminiati
Deskripsi Dokumen: http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=133833&lokasi=lokal

-----------------------------------------------------------------------------------------Abstrak Chronic Respiratory Disease (CRD) atau snot merupakan penyakit pernapasan ayam yang menyerang baik ayam pedaging maupun petelur. Penyakit CRD mempunyai arti ekonomi yang cukup penting dalam intensifikasi peternakan ayam karena penyakit ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. Selain itu, angka kesakitan yang disebabkan oleh CRD cukup tinggi, yaitu lebih dari 25%. Berdasarkan data kasus serangan penyakit ayam pada tahun 2005, penyakit CRD atau ngorok merupakan salah satu kasus penyakit teratas yang menyerang ayam (Anonim 2005). Menurut laporan penelitian Sutisna dan Andriyanto (2006) CRD kompleks mampu mematikan ayam lebih dari 50% jika tidak segera ditangani. Sementara itu, feed convertio ratio (FCR) ayam yang terserang CRD akan menjadi lebih buruk dibandingkan dengan ayam yang sehat (Rahminiwati et al 2007). Pada dekade ini, penggunaan antibiotik untuk membunuh Mycoplasma gallisepticum mulai menurun potensinya karena sudah menimbulkan resistensi sehingga sulit untuk ditangani Pengobatan dengan menggunakan tanaman obat memiliki beberapa keuntungan, yaitu memiliki toksisitas yang relatif rendah, aman, biasanya tidak meninggkalkan residu. Tujuan utama penelitian ini adalah memperoleh formula herbal dari ekstrak air kencur, jahe, temulawak, sirih dan sambiloto yang mempunyai daya antibakterial terhadap Mycoplasma gallisepticum dan E. coli yang merupakan penyebab CRD kompleks. Di samping itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek mukolitik dan bronkodilator terbaik dari sambiloto, sirih, kencur, jahe, dan temulawak untuk mengatasi gejala CRD ayam. Hasil yang diperoleh dari pengujian efek mukolitik dan bronkodilator tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai dasar penelitian penentuan kandungan kimia ekstrak terbaik dengan menggunakan kromatograpi lapis tipis (KLT) guna standardisasi bahan baku. Penelitian ini dilakukan 4 tahap selama 2 tahun pengujian. Tahap pertama adalah penapisan efek antibakteri dari esktrak air sambiloto, sirih, jahe, kencur, dan temulawak. Ekstrak yang menunjukkan aktivitas terbaik terhadap Mycoplasma galliseptikum dan E.coli. dipilih sebagai ekstrak andalan untuk mengatasi CRD dan Snot. Tahap kedua adalah melakukan penapisan farmakologis terhadap ekstrak air dari tanaman tersebut yang mempunyai efek sebagai bronkodilator dan mukolitik, kemudian dipilih dua tanaman untuk satu aktivitas farmakologi yang paling menonjol. Tahap tiga (tahun ke 2) adalah membuat formula. Pada tahap ini akan diuji berbagai komposisi yang mempunyai aktivitas terbaik sebagai antibakteri, bronkodilator, dan mukolitik. Sementara itu, pada tahap keempat (tahun ke-2) adalah uji lapang. Uji lapang dilakukan pada ayam yang diinfeksi oleh mikroorganisme Mycoplasma galliseptikum dan E.coli. Efikasinya diukur berdasarkan Morbidity dan mortality rate, histopatologi, disamping FCR, dan pertumbuhan bobot badan. Pada tahun pertama ini uraian kegiatan penelitian mencakup ekstraksi lima jenis tanaman. Untuk rimpang jahe, kencur dan temulawak dilakukan dengan memekatkan perasanrimpang segar dengan evaporasi dan pemakuman hingga diperoleh ekstrak kering, sedangkan untuk pada sirih dan sambiloto, ekstaksi silakukan dengan cara maserasi dingin terhadap simplisia kering (1:10) kemudian filtratnya dipekatkan dengan evaporasi dan juga pemakuman.

Ekstrak yang diperoleh kemudian ditentukan rendemen, kadar air, kadar abu dan sifat organoleptiknya. Pembuatan ekstrak dilakukan di satuan unit Pusat studi Biofarmaka IPB.Pengujian efek anti bakteri Mycoplasma galliseptikum dan E.coli di lakukan di BBPMSOH terhadap kelima jenis ektrak dengan kondisi laboratorium yang aseptik sehingga kontaminasimikroba dapat dihindari. Untuk pengujian bronkodillator dilakukan dengan metoda yang dikemukan oleh Jamieson 1962 pada trackea tikus wistar dengan berat badan antara 200 250 gram. Sedangkan uji mukolitik dilakukan dengan menentukan persentase penurunan kekentalan cairan mukus sapi setelah penambahan ektrak konsentrasi 1%, 0,5% dan 0,25% terhadap cairan mukus tanpa penambahan ekstrak selama 3 jam pengamtan. Selanjutnya pada tahun pertama ini dilakukan uji bioautografi terhadap jenis-jenis ektrak yang memilki potensi cukup baik sebagai anti bakteri, bronkodilator dan mukolitik. Uji bioautografi dilakukan dengan kromatografi lapis tipis. Hasil penelitian tahun pertama ini yaitu bahwa kelima ektrak yang dihasilkan memilki rendemen untuk rimpang jahe, kencur dan temulawak rata-rata 1% dan untuk simplisia sirih dan sambiloto rata-rata 6%. Untk anti bakteri E.coli, ekstrak yang memiliki potensi sangat baik adalah ektrak sirih (pengujian Mycoplasma sedang dikerjakan). Untuk bronkodilator ektrak yang menunjukkan potensi paling baik adalah ektrak sirih dan ekstak sambiloto, sedangkan untuk efek mukolitik ektrak yang terbaik adalah ektrak sirih dan ektrak temulawak. Uji bioautografi terhadap ektrak sirih, ektrak sambiloto dan ektrak temulawak masih dalam proses pengerjaan dan akan dilaporkan kemudian.

Anda mungkin juga menyukai