Anda di halaman 1dari 7

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA PENINGKATAN AKTIVITAS VULKANIK DAN PEMBENTUKAN ANGIN PUTTING BELIUNG

OLEH KELOMPOK TORI-TORI (6): RIZKY GUSTIANSYAH (105090300111001) ANGGRA KUMALA P (105090300111005) ULFAH HIDAYAH R (105090300111011) SANIA CAHYA MAULIDA (105090300111019) JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013

BAB I AKTIVITAS VULKANIK 1.1 PENGERTIAN

Gunung meletus, terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Dari letusan-letusan seperti inilah gunung berapi terbentuk. Letusannya yang membawa abu dan batu menyembur dengan keras sejauh radius 18 km atau lebih, sedang lavanya bisa membanjiri daerah sejauh radius 90 km. Letusan gunung berapi bisa menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang besar sampai ribuan kilometer jauhnya dan bahkan bias mempengaruhi putaran iklim di bumi ini. Hasil letusan gunung berapi berupa: Gas Vulkanik Lava dan Aliran Pasir serta Batu Panas Lahar Abu Letusan Awan Panas (Piroklastik) Gas vulkanik adalah gas-gas yang dikeluarkan saat terjadi letusan gunung berapi yang dikeluarkan antara lain carbon monoksida (CO), Carbondioksida(Co2), Hidrogen Sulfida (H2S), sulfurdioksida(SO2) dan nitrogen (NO2) yang membahayakan manusia. Lava adalah cairan magma yang bersuhu tinggi yang mengalir ke permukaan melalui kawah gunung berapi. Lava encer mampu mengalir jauh dari sumbernya mengikuti sungai atau lembah yang ada sedangkan lava kental mengalir tidak jauh dari sumbernya. Lahar adalah merupakan salah satu bahaya bagi masyarakat yang tingla di lereng gunung berapi. Lahar adalah banjir Bandang di lereng gunung yang terdiri dari campuran bahan vulkanik berukuran lempung sampai bongkah. Dikenal sebagai lahar letusan dan lahar hujan. Lahar letusan terjadi apabila gunung berapi yang memiliki danau kawah meletus, sehingga air danau yang panas bercampur dengan material letusan, sedangkan lahar hujan terjadi karena percampuran material letusan dengan air hujan di sekitar puncaknya. Abu letusan gunung berapi adalah material yang sangat halus. Karena hembusan angin dampaknya bisa dirasakan ratusan kilometer jauhnya. Dampak abu letusan permasalahan pernafasan, kesulitan penglihatan, pencemaran sumber air bersih, menyebabkan badai listrik, mengganggu kerja mesin dan kendaraan bermotor, merusak atap, merusak ladang, merusak infrastruktur tubuh. Penyebab teradinya Gunung Meletus Peningkatan kegempaan vulkanik Peningkatan suhu kawah Peningkatan gelombang magnet dan listrik, hingga terjadinya deformasi pada tubuh gunung. Lempeng-lempeng bumi saling berdesakan dan magma di perut bumi pun mendesak serta mendorong permukaan bumi dan memicu aktivitas geologis, vulkanik, dan tektonik. Akibat tekanan yang amat tinggi, magma mendesak keluar (erupsi) dari permukaan bumi sebagai lava. Dalam beberapa letusan, gumpalan awan besar naik ke atas gunung, dan sungai lava mengalir pada sisi-sisi gunung tersebut. Dalam letusan yang lain, abu merah panas dan bara api menyembur keluar dari puncak gunung, dan bongkahan batu-batu panas besar terlempar tinggi

ke udara. Sebagian kecil letusan memiliki kekuatan yang sangat besar, begitu besar sehingga dapat memecah-belah gunung Pada dasarnya, gunung berapi terbentuk dari magma, yaitu batuan cair yang terdalam di dalam bumi. Magma terbentuk akibat panasnya suhu di dalam interior bumi. Pada kedalaman tertentu, suhu panas ini sangat tinggi sehingga mampu melelehkan batu-batuan di dalam bumi. Saat batuan ini meleleh, dihasilkanlah gas yang kemudian bercampur dengan magma. Sebagian besar magma terbentuk pada kedalaman 60 hingga 160 km di bawah permukaan bumi. Sebagian lainnya terbentuk pada kedalaman 24 hingga 48 km Magma yang mengandung gas, sedikit demi sedikit naik ke permukaan karena massanya yang lebih ringan dibanding batu-batuan padat di sekelilingnya. Saat magma naik, magma tersebut melelehkan batu-batuan di dekatnya sehingga terbentuklah kabin yang besar pada kedalaman sekitar 3 km dari permukaan. Magma chamber inilah yang merupakan gudang (reservoir) darimana letusan material-material vulkanik berasal Magma yang mengandung gas dalam kabin magma berada dalam kondisi di bawah tekanan batu-batuan berat yang mengelilinginya. Tekanan ini menyebabkan magma meletus atau melelehkan conduit (saluran) pada bagian batuan yang rapuh atau retak. Magma bergerak keluar melalui saluran ini menuju ke permukaan. Saat magma mendekati permukaan, kandungan gas di dalamnya terlepas. Gas dan magma ini bersama-sama meledak dan membentuk lubang yang disebut lubang utama (central vent). Sebagian besar magma dan material vulkanik lainnya kemudian menyembur keluar melalui lubang ini. Setelah semburan berhenti, kawah (crater) yang menyerupai mangkuk biasanya terbentuk pada bagian puncak gunung berapi. Sementara lubang utama terdapat di dasar kawah tersebut 1.2 PENINGKATAN AKTIVITAS VULKANIK BUMI

Sudah lama diketahui bahwa antara iklim dan pergerakan kerak bumi saling berkaitan, namun baru kini ditegaskan bahwa betapa pekanya lapisan bumi terhadap udara, es dan air di atasnya. Tak perlu perubahan besar - besaran untuk memancing respons kerak bumi. Perubahan halus pada tingkat permukaan laut mempengaruhi kegempaan di Patahan Pasifik Timur, salah satu batas lempeng benua yang memekar paling cepat. Ilmuwan memokuskan perhatian pada lempeng mini Easter --lempeng tektonik yang menghampar di bawah samudera di lepas pantai Pulau Easter-- karena lempeng ini relatif terisolir dari sesar - sesar lain. Fokus ini mempermudah upaya membedakan perubahan perubahan dalam lempeng tektonik yang terjadi karena sistem iklim, dari yang tercipta akibat tumbukan. Sejak 1973, datangnya gelombang El Nino setiap sekian tahun berkorelasi dengan frekuensi gempa bawah laut berkekuatan magnituda 4 dan 6. Ilmuwan yakin, kemunculan El Nino dan terjadinya gempa bawah laut itu berkaitan. El Nino menaikkan permukaan air laut sampai puluhan centimeter. Ilmuwan juga yakin berat air ekstra bisa meningkatkan tekanan aliran fluida dalam pori - pori batuan dasar laut. Tekanan ini cukup menetralisir energi geseran yang menyangga batuan agar tetap di tempatnya, sehingga sesar-sesar menjadi mudah bergeser. Perubahan pada tingkat permukaan laut terjadi pelan dan usikan kecil saja bisa berdampak luar biasa besar. Perubahan kecil di samudera itu juga dapat mempengaruhi letusan vulkanik, berdasarkan penelitian David Pyle dari Universitas Oxford dengan mengacu pada letusan - letusan vulkanik dalam 300 tahun terakhir, Pyle menilai karakter vulkanisme ( aktivitas vulkanik ) berbeda - beda, tergantung musim. Katanya, letusan vulkanik di seluruh dunia 20 persen lebih sering terjadi di musim dingin (belahan bumi utara) ketimbang di musim panas. Itu karena tingkat permukaan air

laut global turun perlahan selama musim dingin, dan berhubung daratan lebih banyak di belahan utara, maka air menjadi lebih banyak membeku menjadi es dan salju selama musim dingin ( belahan selatan ). Sementara itu, kebanyakan gunung api teraktif di dunia hanya puluhan kilometer dari pantai. Ini menunjukkan, penyusutan bobot samudera di tepi benua yang terjadi secara musiman akibat menurunnya permukaan air laut, bisa memicu letusan vulkanik di seluruh dunia. Pandangan bahwa beberapa gunung api meletus saat permukaan air laut turun, tak berarti bahwa naiknya permukaan laut akibat perubahan iklim, akan menekan aktivitas vulkanik. Di Alaska, Gunung Pavlof lebih sering meletus pada bulan - bulan di musim dingin, sementara penelitian awal Steve McNutt dari Observatorium Gunung Api menyimpulkan, naiknya permukaan laut 30 cm setiap musim dingin, terjadi karena rendahnya tekanan udara dan kuatnya gelombang badai. Lokasi Gunung Api Pavlof berada menunjukkan, bobot tambahan di samudera terdekat bisa menekan magma ke permukaan. Di wilayah lain, berat estra samudera saat tingkat permukaan laut naik, bisa melengkungkan kerak bumi dan mengurangi pemampatan sehingga magma menjadi lebih mudah mencapai permukaan di gunung - gunung api terdekat, kata McGuire. Semua contoh itu agaknya saling bertentangan, namun intinya setiap perubahan permukaan laut bisa mengubah tekanan di tepi benua yang cukup untuk memicu letusan gunung berapi yang sudah siap meletus, kata McGuire. Perubahan kecil dalam curah hujan bisa juga memicu letusan vulkanik. Pada 2001, letusan besar di gunung api Soufriere Hills di Pulau Montserrat di Karibia terjadi karena tingginya curah hujan. Curah hujan yang tinggi ini menggoyahkan kubah gunung api hingga cukup untuk memuntahkan magma dalam perut gunung api. Kini, hujan tropis tampaknya sudah umum dianggap bisa memicu letusan gunung api, sedangkan menurut model ilmiah iklim, banyak kawasan, termasuk daerah tropis, bertambah panas akibat perubahan iklim. Adrian Matthews dari Universitas East Anglia dan para koleganya, meneliti respons menit ke menit gunung berapi Montserrat setelah dikenai lebih dari 200 "rangsangan" selama tiga tahun. Tim peneliti menemukan, resposn itu terlihat dari meningkatnya aktivitas vulkanik selama dua hari. Hujan harian meningkatkan kemungkinan keroposnya kubah gunung api dari 1,5 sampai 16 persen sehingga tak perlu menunggu hujan besar. "Anda juga tak perlu badai ( untuk menggerogoti kubah gunung )," kata Matthews. Mungkin hambatan geologis terbesar selama perubahan iklim adalah dampak mencairnya lapisan es. Di samping risiko bahwa sedimen - sedimen goyah yang muncul karena es mencair bisa menyelinap masuk laut sebagai longsor pemicu tsunami, tanggalnya lapisan es juga bisa memicu letusan gunung api. Bahkan penciutan ( lapisan es ) puluhan centimeter saja sudah cukup menciptakan perubahan. Contohnya glasier Vatnajokull di Islandia yang berdiri di atas batas lempeng dan sejumlah gunung api yang kemungkinan sirna dua abad nanti. "Jika itu sirna, Anda mesti berjuang membunuh kengerian dari membesarnya beban ( samudera ) yang akan meningkatkan aktivitas vulkanik," kata Russell. Di awal zaman es terakhir, aktivitas vulkanik di Islandia utara meningkat hingga 30 kali lebih besar dibandingkan sekarang. Dan jika nanti gunung-gunung api di belahan utara yang tertutup es itu meletus, maka hamburan letusan akan menebari dunia. Ilustrasinya terjadi pada 1783 saat Gunung Berapi Laki di Islandia memuntahkan debu belerang ke seluruh Eropa sehingga benua ini mengalami satu musim dingin maut yang membunuh ribuan orang. Saat ini memang belum jelas berapa besar perubahan iklim akan mempengaruhi frekuensi dan intensitas gempa bumi serta letusan gunung api mengingat kepekaan Planet Bumi terhadap iklim baru teramati intens belakangan ini.

BAB II PUTTING BELIUNG


2.1 PUTTING BELIUNG

Peningkatan bencana terus terjadi dari tahun ke tahun. Bahkan, sejak tahun 1988 sampai pertengahan 2003 jumlah bencana di Indonesia mencapai 647 bencana alam meliputi banjir, longsor, gempa bumi, dan angin putting beliung, dengan jumlah korban jiwa sebanyak 2022 dan jumlah kerugian mencapai ratusan milyar. Jumlah tersebut belum termasuk bencana yang terjadi pertengahan tahun 2003 sampai pertengahan 2004 yang mencapai ratusan bencana dan mengakibatkan hampir 1000 korban jiwa. Dalam Environmental Outlook WALHI 2003 diungkapkan bahwa kita bangsa Indonesia tidak bisa lagi bangga dengan julukan Jamrud Khatulistiwa, karena pada kenyataannya, negeri kita adalah negeri sejuta bencana. Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia, di mana 46 kejadian adalah bencana angin putting beliung. Oleh karena itu kita harus mengetahui bagaimana angin itu akan berubah menjadi bencana, sehingga kita bisa mengantisipasi dengan cepat, sehingga bisa mengurangi resiko bencana. Maka dalam makalah ini akan di bahas mengenai apa itu angin puing beliung, apa tindakan yang harus dilakukan bila akan terjadi angin putting beliung itu serta apa hubungan fisika dengan angin putting beliung. 2.2. Kondisi Geografis Indonesia Indonesia adalah Negara kepulaan terbesar di dunia jumlah pulaunya tidak kurang dari 17.504 pulau. Indonesia terletak di antara dua samudera dan dua benua, mempunyai banyak teluk dan selat, serta danau dan bukit-bukit, sehingga kondisi ini ikut berperan dalam pembentukan pola cuaca di Indonesia. Indonesia hanya mengenal 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim ini dipengaruhi oleh angin musim, yang bertiup dari Samudera Hindia bagian utara yang disebut Angin Monsoon atau Angin Muson. Pada setiap masa musim peraliahan (pancaroba) dari musim kemarau kemusim penghujan kerap terjadi angin kencang yang disertai hujan yang disebut puting beliung. Hampir semua tempat di Indonesia rawan terjadi puting beliung. Namun yang paling sering terjadi adalah pada wilayah Nusa Tenggara, Sulawesi, Sumatera dan Pulau Jawa. Puting Beliung secara resmi digambarkan secara singkat oleh National Weather Service Amerika Serikat seperti tornado yang melintasi perairan. Angin Puting Beliung dan Tornado sifatnya sama, pebedaannya hanya pada penyebutan dan skala intensitas (tingkat kerusakannya) di Indonesia Tornado dikenal dengan nama Angin Puting Beliung atau Angin Leysus. Angin Puting Beliung atau Tornado adalah pergerakan angin akibat tekanan massa air hujan yang besar yang turun dari awan Cumulus Nimbus sewaktu hujan akan turun. 2.3.

PROSES TERJADI ANGIN PUTING BELIUNG

Karena ada perbedaan tekanan udara yang juga dipengaruhi oleh penyinaran matahari maka udara panas yang lebih ringan dari pada udara dingin, akan naik ke atas, sehingga tekanannya menjadi rendah. Akibatnya udara dingin akan mengalir ke daerah panas. Aliran udara ini yang disebut Angin. Proses terjadinya angin puting beliung berbeda dengaan

pergerakan angin pada umumnya. Angin puting beliung berasal dari jenis awan bersel tunggal berlapis-lapis (Cumulus Nimbus) yang dekat dengan permukaan bumi. Jenis awan berlapis-lapis ini menjulang ke arah vertical mencapai ketinggian 30.000 kaki lebih. Jenis awan berlapis-lapis ini biasa berbentuk bunga kol dan disebut awan Cumulus Nimbus (CB). Awan Cumulus muncul pada saat temperatur semakin tinggi kemudian berkembang menjadi Cumulus Nimbus. Awan ini berwarna abu abu, apabila akan terjadi angin puting beliung awan ini akan cepat berubah warna menjadi hitam gelap. Angin akan bergerak akibat tekanan massa air hujan yang besar yang turun dari awan Cumulus Nimbus. Sewaktu hujan akan turun, gerakan massa hujan yang besar tersebut mendorong udara lapisan dibawahnya sehingga terjadi angin yang bergerak ke bawah. Ketika mencapai permukaan tanah atau air sungai, ia akan bergerak ke arah tegak lurus permukaan bumi. Angin kuat yang bergerak ke arah samping menyebabkan terbentuknya turbulansi udara yang seperti berputar-putar. Dengan bergabungnya beberapan angin dari berbagai arah maka kekuatan angin menjadi semakin kuat dan akibatnya akan mendorong benda benda sekitarnya. Angin puting beliung kejadiannya singkat antara 3-5 menit, setelah itu diikuti angin kencang yang kecepatannya beransur-ansur melemah. Sedangkan angin kencang dapat berlangsung lebih dari 30 menit bahkan bisa lebih dari satu hari dengan kecepatan rata-rata 20-30 knot. Sementara puting beliung biasa kecepatanya dapat mencapai 40-50 km/jam atau lebih dengan durasi yang sangat singkat dan tidak sama dengan fenomena badai yang sering melanda di negara Amerika, Australia, Filipina, Jepang, Korea maupun Cina. Angin ini biasanya terjadi setelah lepas pukul 13.00-17.00. Namun demikian tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada malam hari. 2.4. SIFAT-SIFAT ANGIN PUTING BELIUNG Angin puting beliung tidak dapat diprediksi secara spesifik, hanya peluang dalam batasan wilayah. Angin puting Beliung dapat dilihat atau dirasakan tanda-tandanya, dengan prediksi 1 jam sebelumnya dengan tingkat keakuratan kurang dari 50% (berdasarkan pengalaman). Berikut ini adalah sifat-sifat Angin Puting Beliung : 1. Angin puttng beliung hanya berasal dari awan Cumulus Nimbus (CB), bukan dari pergerakan Angin Muson maupun pergeraka angin pada umumnya. 2. Tidak semua awan CB menimbulkan angin puting beliung. 3. Suatu daerah yang pernah dilanda angin puting beliung maka kecil kemungkinan terjadi kedua kali. 4. Sangat local 5. Bergerak secara garis lurus 6. Waktunya singkat sekitar 3 menit dan tiba-tiba 7. Terjadi pada siang atau sore hari 8. Malam hari jarang terjadi 9. Puting beliung sangat sulit untuk diprediksi, namun tanda-tandanya dapat diketahui di luar rumah. 10. Terjadi pada tengah lapang yang vegetasinya kurang 11. Jarang terjadi pada daaerah perbukitan atau hutan yang lebat. 2.5 KASUS PUTTING BELIUNG DI SURABAYA Hujan deras disertai angin puting beliung yang terjadi kemarin petan, tak hanya membuat beberapa jalan di surabaya banjir, namun juga membuat sejumlah rumah di kawasan surabaya barat roboh. Salah satunya rumah milik Kuswanto, warga Jalan Jawu Kidul No 50 RT 01 RW

03 Kelurahan Sumberejo Kecamatan Pakal, usai diterjang angina putting beliung, rumah yang terbuat dari kayu bambu dan asbes ini hancur hingga sudah tak berbentuk lagi. Menurut Kuswanto, akibat angin putting beliung, perabotan rumah hancur. Buku, Televisi, Magic Jar, pakaian dan tempat tidur rusak berantakan, gimana lagi mas, katanya pasrah.Beruntung dalam kejadian Kuswanto bersama istrinya Muqiyani tidak berada ditempat. Namun, kerugian materian diperkiraan mencapai puluhan juta rupiah. Beruntung Camat Pakal beserta Satpol PP setempat sudah melakukan peninjauan terkait insiden puting beliung yang sudah memporak-porandakan rumah warga. Warga berharap, tidak hanya peninjauan, namun juga diberikan bantuan dari Pemerintah, imbuh Kuswanto. Sementara, Eddy Christijanto Camat Pakal saat ditemui diruanganya menjelaskan bahwa insiden angin puting beliung baru pertama kali melanda wilayah Pakal. Menurutnya, imbas dari cuaca ekstrim yang terjadi selama musim penghujan ini, sudah 28 rumah mengalami kerusakan berat maupun ringan. Masyarakat yang tinggal di Pakal khususnya, agar selalu waspada terhadap perubahan cuaca di musim hujan ini. Tidak menutup kemungkinan angin puting beliung akan kembali menerjang wilayah Pakal, himbaunya. Rusaknya 28 rumah di kawasan Pakal Surabaya yang diakibatkan oleh angin puting beliung menurut Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika (BMKG) Maritim Tanjung Perak Surabaya merupakan dampak global warming yang terjadi beberapa tahun terakhir ini. Masa transisi di musim hujan seringkali memunculkan fenomena alam yang perlu diwaspadai oleh masyarakat, khususnya di Surabaya. Fenomena alam tersebut adalah angin kencang atau angin puting beliung yang seringkali memporak-porandakan bangunan semi permanent. Bambang Setiajid selaku Kepala Seksi Observasi Dan Informasi BMKG Maritim Tg.Perak mengatakan jika fenomena angin puting beliung saat ini acak dan tidak bisa diprediksikan dalam satu tempat atau suatu waktu. Intensitas munculnya angin putting beliung yang di Jawa Timur, khususnya Surabaya dipicu dampak dari Global Warming yang terjadi saat ini, jelasnya pada wartawan, Kamis (9/2/2012). Namun secara umum, angin puting beliung sering terjadi ketika pertumbuhan awan Cumulunimbus atau awan hitam berada cukup rendah dari awan pada umumnya. Dan biasanya, sebelum terjadinya angin puting beliung sempat disertai dengan turunnya hujan, bebernya. Bambang Setiajid juga mengaku, angin puting beliung akan berpotensi di daerah yang terbuka, dimana hambatan-hambatan pergerakan angin akan terbuka lebar. Ini biasanya dijadikan daerah runnyway untuk angina bertiup lebih kencang. Untuk itu Bambang menghimbau kepada masyarakat khususnya warga Surabaya agar selalu waspada dan berhati-hati adanya indikasi fenomena alam yang berpotensi memicu munculnya angin puting beliung saat musim hujan.

Anda mungkin juga menyukai