Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KLIPING PPKN Kasus Pembunuhan Munir

Lidya Andyta 2443011011 Yossy Anida O. 2443011012 Farmasi 2011

UNIKA WIDYA MANDALA


Sidang Pembunuhan Munir Hadirkan Ahli IT
Dewi Indriastuti | Kamis, 23 Oktober 2008 | 09:44 WIB JAKARTA, KAMIS Sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana terhadap aktivis hak asasi manusia Munir dengan terdakwa mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Purwopranjono akan digelar lagi pada Kamis (23/10) ini. Rencananya, sidang kali ini akan menghadirkan ahli yang diajukan jaksa penuntut umum. Sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Suharto dengan anggota Ahmad Yusak dan Haswandi. Seperti disampaikan jaksa pada sidang Selasa, saksi ahli yang akan dihadirkan kali ini adalah Ruby Alamsyah. Menurut jaksa, Ruby ahli dalam bidang teknologi informasi (IT).

KOMPAS.COM/ KRISTIANTO PURNOMO

Mantan Kepala Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Purwopranjono, terdakwa kasus dugaan pembunuhan Munir, menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/9). Persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ini, salah satunya menghadirkan Usmman Hamid, anggota Tim Pencari Fakta kasus pembunuhan Munir. Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2008/10/23/09442389/Sidang.Pembunuhan.Munir.Hadirkan.Ah li.IT

Suciwati: Pembunuh Munir Jangan Dihukum Mati


HAMZAH | Kamis, 30 Oktober 2008 | 16:47 WIB JAKARTA, KAMIS Hukuman mati tak akan pernah mendatangkan efek jera dan tak menyelesaikan masalah. Selain itu, setiap manusia mempunyai hati nurani yang memungkinkannya berubah menjadi lebih baik. Berdasarkan keyakinan itulah, Suciwati berharap, jika suatu saat pembunuh suaminya, Munir ditemukan, maka ia tak menginginkan hukuman mati dijatuhkan pada pelaku. "Bila nanti sudah terbukti para pelaku pembunuh Munir, saya cuma ingin Pemerintah menjatuhkan vonis seumur hidup saja," kata Suciwati, di Jakarta, Kamis (30/10). Suciwati yang kini menjadi pegiat hak asasi manusia itu meyakini hukuman seumur hidup akan lebih efektif dan memberikan efek jera daripada hukuman mati. "Karena setiap orang, mempunyai nurani dan berhak untuk hidup. Bila nyawa harus dibayar dengan nyawa, berarti itu namanya hukum rimba, dan tidak akan pernah menyelesaikan masalah," ujarnya. Sikap yang dilontarkan perempuan asal Malang, Jawa Timur bukan berarti ia tak berduka atas tewasnya suami terkasih. Namun di atas semua kesedihannya, ia mengaku tetap menghargai HAM. "Siapa sih yang enggak sedih ditinggalkan oleh orang yang paling dicintai? Namun begitu, meski orang itu telah melakukan kesalahan besar, dan merampas kebahagian saya, saya tetap tidak setuju dengan eksekusi mati," tegas Suciwati. "Mungkin saja, nurani pelaku pada saat itu sedang tertutup. Semoga, dengan hukuman seumur hidup, dapat menjadikan dirinya berubah dan menyadari kesalahannya," sambungnya.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Suciwati, istri pejuang hak asasi manusia Munir, bersanding di samping patung Munir di halaman Gedung YLBHI Jakarta, Rabu (8/12/2007).

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2008/10/30/16470260/suciwati.pembunuh.munir.jangan

Kuasa Hukum: Perencana Pembunuhan Munir Sedang Tertawa


Kamis, 11 Desember 2008 | 11:50 WIB Laporan wartawan Kompas.com Inggried Dwi Wedhaswary JAKARTA, KAMIS Tim kuasa hukum Muchdi Pr mengatakan bahwa tuntutan 15 tahun yang dilayangkan jaksa penuntut umum terhadap kliennya dipaksakan. Menurut mereka, tak ada bukti persidangan yang menunjukkan keterlibatan Muhdi dalam kasus terbunuhnya Munir. Saat membacakan nota pembelaan di PN Jakarta Selatan, Kamis (11/12), salah satu kuasa hukum, Wirawan Adnan, memaparkan bahwa jaksa tak punya cukup bukti untuk menjerat Muchdi. "Tuntutan 15 tahun oleh penuntut umum sekadar untuk menutupi ketidakmampuan penuntut umum mengungkap siapa pelaku pembunuhan sesungguhnya. Bagi terdakwa, ada ketidakadilan dengan tuntutan seberat itu," ujar Adnan saat membacakan pembelaan. Mengutip teori disepsi ZA Maulani, ada upaya untuk mengecoh penegak hukum agar mengaburkan siapa pelaku sesungguhnya. "Perencana pembunuhan berusaha mengecoh kita dan para penegak hukum agar menduga pelaku ke arah Pollycarpus, terdakwa, dan BIN. Padahal, pelaku yang merupakan perencana pembunuhan tidak kita duga sama sekali. Si pembunuh saat ini sedang tertawa karena berhasil mengecoh jaksa, polisi, dan LSM, seperti Kasum, untuk menduga demikian," papar Wirawan. Perencana pembunuhan, disebutnya melakukan aksinya secara well organized, dengan meninggalkan jejak bagi penegak hukum berupa kata-kata dan fakta lainnya. Bahkan, tim kuasa hukum Muchdi kembali menguakkan tudingan yang pernah dilontarkannya bahwa pembunuh Munir mungkin saja orang terdekat aktivis HAM tersebut. "Pembunuh tersebut mungkin saja orang yang paling dekat dengan Munir, yang selama ini belum pernah diperiksa sebagai terdakwa," ujar Wirawan.

KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN), Muchdi Pr (kiri) menjalani persidangan terkait kasus dugaan pembunuhan aktivis HAM Munir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (6/11). Agenda persidangan kali ini adalah pembacaan berita acara pemeriksaan saksi Budi Santoso.

Sumber: http://www.kompas.com/lipsus112009/kpkread/2008/12/11/11503124/Kuasa.Hukum:.Perencana .Pembunuhan.Munir.Sedang.Tertawa

Kasus Pembunuhan Munir, Kesampingkan Rasa Keadilan


Yayat Suratmo Published 01/02/2009 - 7:03 a.m. Credit - KabariNews.com

Rabu, 31 Desember 2008, saat orang bersiap menyambut pesta malam tahun baru, Suciwati, janda Almarhum Munir yang tewas di racun di Pesawat Garuda dalam perjalanan Jakarta-Amsterdam, harus menerima kenyataan pahit. Muchdi Purwoprandjono, Mantan Deputi V Badan Intelijen Negara, yang diduga terlibat dalam pembunuhan suaminya, divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Selatan. Dalam persidangan yang digelar di hari terakhir tahun 2008 itu, Majelis hakim menyatakan terdakwa Muchdi, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan atau terlibat pembunuhan aktivis HAM Munir. Bukan hanya Suciwati, banyak pihak juga terhenyak atas putusan itu. Mata Suciwati tampak nanar dan berkaca-kaca, malam tahun baru kali ini tak seperti yang ia harapkan. Ia lemas ketika Ketua Majelis Hakim mengetuk palu. "Kok jadinya begini?' katanya via sms kepada sahabatsahabatnya. Kalimat itu pendek saja, tapi mengandung kekecewaan yang amat dalam. Empat tahun berjuang mencari keadilan untuk almarhum suaminya, kembali membentur tembok. BIN dan Pollycarpus Suciwati, tim kuasa hukumnya dan juga banyak orang, yakin, bahwa Munir tewas akibat konspirasi tingkat tinggi. Karena hampir tidak mungkin sosok seperti Pollycarpus yang mantan Pilot Garuda mampu melakukan itu sendirian. Menurut Suciwati pula, jika tak ada yang memerintah mustahil Pollycarpus membunuh suaminya. Apa motifnya jika Poly melakukan itu sendirian?Apakah Polly punya dendam terhadap Munir? Apalagi Munir tidak mengenal Polly, sementara Polly mengenal Munir karena memang Munir dikenal sebagai aktivis. Atas dasar itu, Suciwati dan tim kuasa hukumnya yakin, ada orang atau institusi lain yang membeking Polly. Kenapa Institusi?

Begini ceritanya. Tabir keterkaitan Badan Intelejen Negara dengan tewasnya Munir terkuak saat BIN menulis surat kepada Direktur Garuda, Indra Setiawan. Surat rekomendasi tak bertanggal itu meminta agar Pollycarpus ditempatkan di bagian Corporate Secretary PT. Garuda Indonesia untuk keamanan internal. Orang yang duduk di jabatan tersebut memungkinkan ikut dalam semua perjalan pesawat Garuda. Surat itu ditandatangani oleh Wakil Kepala BIN saat itu, M. As'ad dan dikeluarkan Juli 2004. Kenapa sampai BIN merekomendasikan Polly? Itulah yang menjadi pertanyaan krusial. Banyak orang menduga, Polly adalah agen non-jejaring BIN atau minimal Polly adalah 'orang'nya BIN. Surat kemudian dibalas dan disetujui oleh Direktur Garuda, Indra Setiawan pada tanggal 11 Agustus 2004. Sayangnya, surat rekomendasi BIN itu 'hilang'. Indra mengaku hilangnya saat mobilnya dibobol maling di suatu tempat. Lalu pada hari Munir tewas, diketahui Polly berada di pesawat yang ditumpangi Munir. Dengan berbekal surat rekomendasi BIN dan disetujui oleh Dirut Garuda, tentu saja Polly bisa bebas ikut dalam perjalanan seluruh pesawat Garuda, termasuk dalam perjalanan Munir menuju Amsterdam. Beberapa saksi melihat Polly dan Munir berbincang-bincang dalam pesawat. Bahkan dalam manifes perjalanan tercatat, Polly pindah tempat duduk ke sebelah Munir. Cerita berlanjut dengan heboh, Munir ditemukan tewas dalam pesawat, tubuhnya mengandung racun arsenik. Karena kecurigaan atas surat rekomendasi dari BIN dan bukti-bukti lainnya, banyak orang menduga, BIN ikut berperan dalam kasus pembunuhan Munir. Para petinggi BIN pun mulai terseret, termasuk Muchdi, yang saat kejadian menjabat sebagai Deputi V BIN. Menurut Suciwati, dari semua petinggi BIN, barangkali hanya Muchdi yang punya motif. Karena semasa hidupnya, Munir pernah membongkar kasus penculikan aktivis yang dilakukan tim Mawar Kopassus, yang berakibat Muchdi digeser dari jabatan Komandan Jenderal Kopassus. Kemudian ditemukan fakta bahwa Muchdi menjalin kontak berkali-kali dengan Polly pada saat 'genting' yakni sebelum dan sesudah Munir tewas. Kontak itu intensif hingga sebanyak 41 kali. Namun sayang sekali lagi, baik Polisi maupun kejaksaan tidak bisa mengungkap isi percakapan tersebut. Aktivis HAM, Usman Hamid pernah berkata, "Jika saya ingin melakukan konferensi pers, lalu ponsel saya aktif berkali-kali di saat-saat menjelang konferensi pers, pasti ada hubungannya dengan konferensi pers, entah tentang persiapannya dan sebagainya kan?" katanya. Intinya Usman beranggapan, isi percakapan antara Polly dan Muchdi pasti berhubungan dengan tewasnya Munir. Pengamat Intelijen Soeripto bahkan menegaskan, "Isi percakapan tersebut adalah bukti kunci adanya konspirasi di balik kematian Munir." Sementara Budi Santoso, agen BIN lainnya, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang kemudian di cabutnya kembali menyatakan, bahwa Muchdi dan Polly saling kenal dan berhubungan baik. BAP itu kemudian dicabut Budi melalui kedubes Indonesia di Pakistan. Tak tanggung-tanggung, empat BAP yang sudah ditandatanginya itu dicabut semua. Dan pencabutan BAP ini memperkuat posisi Muchdi pengadilan. Karena dalam salah BAP itu juga terdapat keterangan Budi Santoso bahwa Polly pernah menerima uang sebesar sepuluh juta rupiah dari Muchdi, sebelum berada dalam satu pesawat bersama Munir.

Kejanggalan demi kejanggalan pun berlanjut, Budi Santoso sebagai saksi kunci, tak pernah hadir dalam persidangan Muchdi. Kemudian saksi-saksi dari BIN juga mencabut keterangannya. Dan keempat hal penting tersebut, yakni tidak hadirnya saksi kunci Budi Santoso, tidak adanya transkrip pembicaraan Muchdi dan Polly meski mereka menjalin kontak berkali-kali (yang ada hanya call data recorded), hilangnya surat rekomendasi BIN kepada Dirut Garuda, dan dicabutnya BAP para saksi dari BIN, semakin menebalkan keyakinan, bahwa Muchdi bakal dibebaskan dari segala tuntutan. Tapi hal itu jugalah yang membuat kita yakin, memang ada konspirasi dalam pembunuhan Munir. Dan apa mau dikata, rasa keadilan memang masih jauh dari harapan. Suciwati barangkali menjadi orang yang paling tidak bahagia saat malam pergantian tahun, malam yang penuh dengan warna-warni kembang api itu harus dilalui Suciwati dengan pedih.
Sumber: http://www.kabarinews.com/article.cfm?articleID=32460

Negara Jangan Lupakan Pembunuhan Munir


Senin, 7 September 2009 | 21:14 WIB Laporan wartawan KOMPAS Amanda Putri Nugrahanti SEMARANG, KOMPAS.com Munir Tidak Lupa.... Demikian ungkapan yang senantiasa diserukan aktivis dan para korban pelanggaran hak asasi manusia. Karena hanya dengan melawan lupa, para korban dapat bertahan untuk terus menyuarakan keadilan yang hingga kini masih jauh dari harapan. "Hanya satu yang kami perjuangkan hingga kini, yaitu politik melawan lupa. Kita melupakan banyak kasus di belakang. Ini sudah jadi budaya kita. Padahal, ini sangat penting dalam gerakan HAM," ujar Choirul Anam dari Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) di Rumah Seni yaitu di Kota Semarang, Minggu (6/9) dalam diskusi "Hendak ke Mana Penuntasan Kasus Munir?" Anam mendorong para pejuang HAM untuk terus mengingatkan para petinggi negara untuk menuntaskan kasus ini. Sedapat mungkin, usik terus para pelakunya. Paling tidak untuk kasus pembunuhan Munir lima tahun yang lalu. Hal yang paling berat di belakang korban pelanggaran HAM, menurut Anam, adalah keputusasaan. Ketika para korban mulai putus asa, saat itu juga perjuangan terhenti. "Jangan lelah," ujarnya. Meski sedemikian keras para keluarga korban dan aktivis berseru, negara tetap saja bergeming. Pengungkapan kasus pembunuhan Munir masih sebatas penangkapan pelaku lapangan, belum sampai pada otak di balik pembunuhan itu. "Saya melihat tidak ada niat sama sekali dari kejaksaan untuk menuntaskan kasus ini. Di persidangan, bahkan hakim terkesan tidak konsisten dalam putusannya. Ada apa?" tanyanya. Denny Septiviant dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia menyatakan, pemerintah harus memberi perhatian khusus dalam menuntaskan kasus pembunuhan Munir sebagai jalan untuk mengadili berbagai kasus pelanggaran HAM lain. Saat kampanye Pemilu Presiden 2004, Denny mengingatkan, Susilo Bambang Yudhoyono di awal masa jabatannya sebagai Presiden RI pernah berjanji untuk menuntaskan kasus

pembunuhan Munir. Setelah kasus itu sampai di pengadilan dan hasilnya mengecewakan, SBY beralasan dukungan di parlemen untuk penuntasan kasus itu lemah. Saat ini SBY kembali terpilih dan Partai Demokrat mendominasi parlemen. "Seharusnya sudah tidak ada alasan bagi pemerintahan berikutnya untuk tidak mengungkap kasus ini. Ini harus didorong," kata Denny. Menurut Denny, perlu ada kemauan hukum dari kejaksaan yang lebih kuat dari sebelumnya untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM. Pemerintahan berikutnya harus lebih serius. Pemerintahan selama ini, menurut Denny, masih belum serius. Hal itu tercermin dari terhambatnya pemeriksaan terhadap para pejabat dan petinggi negara, bebasnya tersangka utama pembunuhan Munir, Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muhdi Purwopranjono, dan terhambatnya Panitia Khusus Orang Hilang. Menurut Denny, lembaga seperti BIN perlu memiliki undang-undang khusus layaknya TNI dan Polri. BIN kini menjadi lembaga superbody yang dengan mudah dimanfaatkan untuk kepentingan politik ataupun individu. Direktur YLBHI-LBH Semarang Siti Rakhma Marry Herwati menegaskan, sistem peradilan di Indonesia wajib memenuhi hak keluarga dan kerabat almarhum, masyarakat Indonesia, dan dunia internasional atas kebenaran mengenai kasus Munir.

KOMPAS/HENDRA AGUS SETYAWAN

Puisi Untuk Munir - Siswi SD Muhammadiyah 4 Kota Batu membaca puisi untuk pejuang HAM, Munir saat upacara peringatan hari HAM sedunia di kota Batu Jawa Timur, Senin (10/12/2007). Para siswa di sekolah almamater Munir tersebut selain berupacara juga berziarah ke makam Munir.

Sumber: http://www.kompas.com/lipsus052009/antasariread/2009/09/07/21140234/Negara.Jangan.Lupakan.Pemb unuhan.Munir

Kontras: Pemerintah Tidak Serius Ungkap Kasus Munir


Polhukam / Rabu, 7 September 2011 16:55 WIB

Foto Antara

Metrotvnews.com, Jakarta: Pemerintah dinilai tidak serius dalam mengungkap kasus pembunuhan terhadap aktivis Hak Asasi Manusia, Munir Sadi Thalib karena ada kekhawatiran politik. "Dalam kurun waktu tujuh tahun ini kasus pembunuhan Pejuang HAM Munir, belum juga ada tanda- tanda akan adanya penyelesaian," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Haris Azhar saat memperingati kematian Munir di kantor Kontras, Jakarta, Rabu (7/9). Ia mengatakan, pemerintah tak memberikan prioritas pada kasus HAM karena khawatir berbenturan dengan sikap politis. "Kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran HAM tidak ada yang direspon karena berkaitan dengan politik," ujarnya. Memasuki usia ketujuh kasus pembunuhan Munir, menurut Haris, Presiden, MA, Kejaksaan Agung dan Menteri Hukum HAM seyogyanya duduk bersama mengevaluasi kemajuan kasus ini dan memastikan keadilan terpenuhi. Ia mengatakan semakin lama, semakin terang benderang pula adanya unsur kesengajaan dalam konteks melemahkan upaya penuntasan kasus ini oleh pemerintah, baik itu oleh Kejaksaan

Agung, Badan Intelejen Negara (BIN) maupun Kepolisian. Hal itu terbukti bahwa persidangan yang digelar selama ini hanya mampu menyeret aktor-aktor sipil terutama dari manajemen Garuda, sementara sisanya, nol besar. "Persidangan kasus Munir dengan terdakwa Muchdi Pr yang digelar pada 2008 lalu adalah bukti nyata bagaimana sebuah sandiwara pengadilan yang sangat tidak lucu dipertontonkan kepada publik, hasilnya tentu saja seperti yang bisa ditebak oleh banyak orang orang, Muchdi bebas," ujarnya. Beberapa fakta penting lainnya yang tidak bisa diabaikan adalah lemahnya dakwaan jaksa, subyektifnya hakim memilih fakta persidangan yang meringankan Muchdi dan hilangnya bukti penting berupa rekaman suara percakapan antara Pollycarpus dan Muchdi Pr. Selain itu, menjelang tahun ke tujuh kasus ini berjalan, kejaksaan bersikap tidak profesional dan tidak menggunakan standar yang pantas dalam menghadapi Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Pollycarpus. Ketidakprofesionalan itu terlihat jelas dari hanya satu orang jaksa yang menghadiri persidangan. Hingga kini Kejaksaan Agung mengaku belum menerima salinan putusan Mahkamah Agung tentang pembebasan Muchdi Pr. Padahal, putusan tersebut telah dikeluarkan sejak 2009, sehingga Kejaksaan Agung mangkir untuk melakukan PK. Penasihat Kontras Usman Hamid juga mengatakan, perlu ada itikad baik dari pemerintah dalam penyelesaian kasus pembunuhan Munir. "Hanya Presiden yang bisa mengubah status hukum kasus Munir, maju atau tidak," kata Usman. Menurut dia, hanya Presiden yang bisa memberikan perintah pada Jaksa Agung untuk meneruskan dan menyelesaikan kasus tersebut karena yang dikejar secara hukum dalam kasus ini pernah menjabat militer. Anggota Komisi III DPR Eva Sundari, mengatakan, tersendatnya penyelesaian kasus Munir menunjukkan pihak militer tidak memiliki perhatian terhadap kasus HAM. "Ini membuktikan militer tidak pro-HAM karena pelaku yang diduga terlibat dalam kasus ini adalah oknum militer," ucapnya.(Ant/BEY) http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/09/07/63938/Kontras-Pemerintah-Tidak-SeriusUngkap-Kasus-Munir

Kamis, 08/09/2011 17:52 WIB

SBY Dinilai Takut Tuntaskan Kasus Pembunuhan Munir


Indra Subagja - detikNews
Share

Jakarta - Sikap Jaksa Agung Basrief Arief yang menolak mengajukan peninjauan kembali (PK) terkait kasus pembunuhan Munir dikecam. Sikap Basrief pun dinilai sebagai sikap pemerintahan SBY yang takut untuk membongkar siapa otak di balik pembunuhan Munir. "Pernyataan Jaksa Agung yang menolak mengajukan PK terhadap Muchdi Pr dan pernyataan resmi juru bicara Presiden Julian Aldrin Pasha bahwa kasus Munir telah selesai adalah cerminan bagaimana Kebijakan Hukum SBY telah nyata-nyata memperlemah secara sistematis upaya pengungkapan kasus konspirasi pembunuhan Pejuang HAM Munir," kata Sekretaris Eksekutif Komite Solidaritas untuk Munir (KASUM) Choirul Anam dalam siaran pers, Kamis (8/9/2011). Sikap pemerintah itu dinilai sebagai fakta yang bertentangan dengan janji dan pencitraan Pemerintah selama ini. Padahal sebelumnya setelah Muchdi Pr diputus bebas di tingkat kasasi MA, Kejagung beberapa kali menyampaikan pernyataan akan melakukan langkah hukum selanjutnya yaitu PK. "Mantan Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan akan mengajukan PK atas bebasnya Muchdi PR setelah mendapatkan salinan putusan kasasi. Wakil Jaksa Agung Darmono akan mengajukan PK Muchdi Pr. Jikalau ada Novum atau bukti baru sebagai landasan PK, dan terakhir Jamwas Marwan Effendy mengatakan Jaksa Agung akan mengkaji dan mengajukan PK setelah mendapatkan salinan putusan kasasi," terang Anam.

Anam menilai alasan Kejaksaan Agung belum menerima putusan MA, hanya cara licik untuk mengulur-ulur waktu dan memperlemah kasus Munir. "Padahal alasan Jaksa belum mengajukan PK hingga tanggal 16 Juni 2011, yang disampaikan langsung ketika Jampidum menerima KASUM adalah mereka belum menerima salinan putusan MA, padahal KASUM sendiri telah menerima putusan tersebut sejak 18 November 2009. Argumentasi Hukum Jaksa Agung adalah cerminan sikap SBY. Apa yang Dilakukan Pemerintah saat ini senyatanya adalah kemunduran dalam hal penegakan HAM, Hukum dan Keadilan di Indonesia," urai Anam.

Sumber:http://www.detiknews.com/read/2011/09/08/175222/1718532/10/sby-dinilai-takuttuntaskan-kasus-pembunuhan-munir

SOLUSI
Apabila telah terbukti siapakah pelaku pembunuh Munir jangan sampai memberikan ia hukuman mati, lebih baik diberikan hukuman seumur hidup penjara. Daripada dengan hukuman mati itu tidak akan membuat pelaku jera. Dan itu akan melepaskan pelaku dari tanggung jawabnya. Karena dengan hukuman mati pelaku akan langsung lepas dari apa yang ia perbuat. Seharusnya para penegak hukum harus tegas dan adil ke semua orang termasuk kepada para pejabat pemerintahan. Walaupun Muchdi Purwoprandjono, Mantan Deputi V Badan Intelijen Negara para penegak hukum harus tetap membongkar kejahatan yang dilakukan oleh Muchdi, bukan malah menutup-nutupi bukti rekaman percakapan antara Pollycarpus dan Muchdi. Dan seharusnya dalam masalah ini penegak hukum harus melihat segala kejanggalankejanggalan yang terjadi, misalnya bukti-bukti yang tiba-tiba hilang dan saksi-saksi kunci yang tiba-tiba tidak hadir dalam persidangan. Seharusnya para penegak hukum harus menyelidiki mengapa begitu banyak kejanggalan yang terjadi, bahkan orang awampun dapat beranggapan bahwa kejanggalan-kejanggalan ini telah direncanakan oleh seseorang. Jangan hanya karena Muchdi adalah pejabat pemerintahan maka Muchdi dapat dibebaskan begitu saja. Pemerintah harus lebih serius dalam mencari pelaku pembunuhan Munir, bukan melupakan kasusnya seiring dengan berjalannya waktu. Karena Munir adalah seorang pahlawan bangsa, ia berani menegakkan keadilan untuk HAM (Hak Asasi Manusia) di tengah pelanggaranpelanggaran HAM yang terjadi saat itu. Walaupun kasus Munir termasuk dalam kasus dalam waktu yang panjang, pemerintah seharusnya tetap profesional dan tetap benar-benar mengusut kasus ini dengan serius. Bukan semakin lama semakin tidak dipedulikan. Apakah pantas seseorang yang seharusnya

bertanggung jawab atas terbunuhnya Munir bisa bebas berkeliaran? Walaupun harus memakan waktu yang begitu lama, pemerintah harus tetap konsisten dalam menyelesaikan kasus Munir. Hakim harus lebih objektif dalam mengambil keputusan. Bukan karena Muchdi adalah seorang dari pejabat pemerintahan maka ia bisa dibebaskan begitu saja. Namun hakim harus benar-benar melihat apakah Muchdi benar-benar tidak bersalah. Hakim harus mencermati apakah kesaksian yang Muchdi berikan benar atau tidak. Para penegak hukum harus mengecek apakan Muchdi mengatakan yang sebenarnya atau Muchdi hanya mengarang cerita belaka. Jaksa agung seharusnya tidak perlu menolak untuk mengusut kasus Munir kembali, karena keadilan harus tetap ditegakan apapun konsekuensinya. Dan pemerintah tidak perlu takut untuk mengusut kasus ini, karena satu-satunya yang bisa membuat kasus ini clear hanya pemerintah. Dan pemerintah selama ini hanya berjanji untuk menyelesaikan kasus ini. Tapi, pada kenyataanya pemerintah mundur dalam penyelesaian kasus ini. Dan para aktivis lain yang memperjuangkan kasus Munir harus lebih antusias dan lebih meyakinkan pemerintah agar mereka mau mengusut kembali kasus Munir dan mencari siapa pelakunya yang sebenarnya.

Anda mungkin juga menyukai