Anda di halaman 1dari 22

I.

Pemeriksaan Pasien Tidak Sadar 1. Riwayat penyakit Melakukan alloanamnesis merupakan bagian yang penting dalam penialaian pasien penurunan kesadaran ataupun pasien non kooperatif. Hal yang ditanyakan meliputi: Apakah pasien mengalami cedera kepala baik baru saja ataupun beberapa minggu terakhir? Apakah pasien tiba-tiba pingsan? Apakah terjadi gerakan-gerakan kaki yang tidak disadari? Apakah gejala terjadi dalam beberapa minggu terakhir? Apakah pasien menderita penyakit sebelumnya? Apakah pasien sudah berobat?

2. Pemeriksaan Umum Pasien yang kurang kooperatif tidak menghambat untuk dilakukannya pemeriksaan fisik dan hal tersebut dapat mengungkap tanda diagnostik yang penting. Sebagai tambahan tanda yang telah dijelaskan pada halaman 4, periksa juga tanda dari trauma kepala, tanda jarum pada lengan dan bukti tergigitnya lidah. Selain itu jangan lupakan adanya bau alkohol, tetapi hati-hati dalam mendiagnosis kondisi klinis pasien hanya akibat kelebihan alkohol dan mengabaikan tanda neurologis lain yang mungin ada. 3. Pemeriksaan Neurologis a. Tingkat kesadaran: penilaian ini sangat penting, tidaka hanya menilai prognosis secara cepat namun juga memberikan dasar pemeriksaan lanjutan apa yang diperlukan. Lakukan penilaian kesadaran dalam: Membuka mata Respon verbal Respon motorik

Spontan

Orientasi Bingung Kata-kata Suara Tidak ada respon

5 4 3 2 1

Mematuhi perintah Melokalisir Fleksi Ekstensi Tidak ada respon

5 4 3 2 1

Rangsangan suara 3 Rangsangan nyeri Tidak ada respon 2 1

Respon pupil, fundus, refleks kornea, serta tonus, reflex, dan respon plantar tungkai dan lengan: pasien yang kurang kooperatif tidak mengurangi

penilaian secara objektif, namun penjelasan tanda neurologis lainnya perlu pendekatan lebih. b. Pergerakan mata:

Observasi adanya gerakan mata spontan Dapatkan adanya reflex oculocephalis (dolls eye): rotasi kepala pada pasien koma menghasilkan pergerakan mata kea rah berlawanan dari pergerakan kepala

Perhatikan adakah conjugate (mata bergerak secara parallel) ata disconjugate (mata tidak dapat bergerak parallel) Pergerkana mata ini menilai fungsi otak tengah dan pons.

c. Pemeriksaan lapang pandang: pada pasien tidak kooperatif, pemeriksa dapat mendeteksi adanya hemianopsia lapang pandang apabila mata tidak mengedip meskipun sudah dilakukan manuver yang harusnya menimbulkan kedipan mata.

d. Kelemahan wajah: kegagalan untuk menyeringai pada salah satu sisi wajah akibat nyeri supraorbita bilateral mengindikasikan adanya kelemahan wajah.

e. Kelemahan anggota gerak: dinilai dengan membandingkan respon anggota gerak terhadap rangsag nyeri. Jika nyeri menyebablan respon asimetris, maka terdapat kelemahan anggota gerak. Jika pasien melikalisir dengan 1 lengan, turunkan lengan tersebut ke bawah dan tes ulang untuk memastikan bahwa hal ini tidak bisa timbul pada sisi lengan lainnya.

Kedua pasien pada gambar berada dalam keadaan koma, masing-masing mempunyai respon asimeris terhadap nyeri yang mengindikasikan kelemahan lengan kanan dan kerusakan otak fokal. Rangsangan nyeri diberikan pada kuku ibu jari kaki atau tendo Achilles sama dengan menilai kekuatan anggota gerak bawah. Variasi pada tonus, reflex, maupun respon plantar pada masing-masing sisi juga mengindikasikan adanya defisit fokal. Dalam praktik, jika pemeriksa gagal mendeteksi adanya perbedaan respon terhadap nyeri, beberapa hal tambahan tersebut jarang memberikan hasil yang meyakinkan. f. Grafik Pengamatan Neurologis Meskipun terdapat berbagai teknik yang maju untuk melakukan investigasi intrakranial, tidak ada yang mampu menggantikan penilaian klinis untuk memonitor status neurologis pasien. Grafik observasi neurologis dibuat oleh Jennett dan Teasdale dengan menilai hal klinis yang relevan, seperti skala koma (buka mata, verbal, dan respon motorik), ukuran pupil dan reaksinya terhada cahaya, respon anggota gerak, dan vital sign. Frekuensi observasi (normalnya setiap 2 jam) tergantung pada kebutuhan pasien secara individual. Grafik

memungkinkan evaluasi segera pada status klinis pasien.

BAB II INVESTIGASI SISTEM SARAF SENTRAL DAN PERIFER


A. Foto rontgen kepala Meskipun teknik pemeriksaan radiologi sudah berkembang cepat, foto rontgen kepala masih merupakan teknik investigasi awal yang baik terutama pada pasien dengan trauma kepala Posisi standar: Lateral, postero-anterior, townes (fronto-occipital) Berlatihlah untuk membedakan tanda kepala yang normal dan letak kalsifikasi (pinel dan pleksus koroidalis).

Cari adanya: Fraktur

Erosi tulang: fokal (fosa pituitari), general (multipel myeloma) Hiperostosis tulang: fokal (tumor), general (Pagets disease) Kalsifikasi abnormal: tumor (meningioma, kraniofaringioma), dinding aneurisma Midline shift (pergeseran garis tengah): jika pineal mengaami kalsifikasi Tanda peningkatan Tekanan intrakranial: erosi clinoid posterior Konfigurasi: penekanan pada platybisia dan basilar

Gambaran yang lebih spesifik tergantung pada indikasi klinis dan tersedianya teknik pencitraan yang lain,misal: dasar kepala (submentovertikal): kelumpuhan saraf kranial foramina optica: kebutaan progresif sella tursica: defek lapang pandang meatus acusticus internus: tuli sensorineural

B. CT SCAN Perkembangan tenik non invasive ini pada tahun 1970 telah merevolusi pendekatan yang digunakan untuk menemukan adanya patologi intracranial dan saat ini digunakan secara rutin untuk badan dan spinal. Sebuah pensil berpendardari sinar X melalui kepala pasien dan berlawanan diameternya dengan detektor akan menilai rentang absorbsinya. Proses secara komputerisasi, sorotan melingkar yang multiple, dan detekor yag tersusun dalam lingkaran yang mengelilingi kepala pasien memungkinkan penyerapan yang berbeda untuk blok jaringan tertentu. Rekonstruksi dari area ini melalui 2 dimensi memberikan karakteristik hasil CT scan. Untuk scan secara rutin, potongan dibuat dengan lebar 5-10 mm. Potongan dengan lebar 1-2mm memberikan detail yang lebih baik namun membutuhkan proses yang lebih lama dan teknik ini biasanya disediakan untuk pemeriksaaan orbita, regio pituitari, dan fossa posterior. Medium kontras berupa water soluble yang diionisasi dimasukkan secara intravena ketika ct scan polos memberikan gambaran abnormalitas atau jika

ada indikasi klinis, misalnya suspek malformasi arterivena. Kontras intravena menunjukkan area yang vaskularisasinya meningkat atau yang mengalami kerusakan blood brain barrier. Medium kontras water soluble intratekal dikombinasikan sengan ct scan basal cistern, spinal cord, dan nervus lumbosacral.

Gambaran CT-Scan Normal

Jenis-Jenis CT-Scan a. Rekonstruksi koronal dan sagital Pencitraan CT-scan secara coronal sulit, dan pada potongan sagital biasanya tidak mungkin. Dua dimensi rekonstruki dari potongan yang dipilih dapat memberikan informasi lebih, namun membutuhkan slice dengan lebar 2-3 mm.

b. CT scan coronal Ekstensi leher maksimal dikombinasikan sengan sudut maksimal CT sehingga menyebabkan scan coronalsecara langsung dan dapat

memberikan penjelasan yang lebih baik.

c. CT scan dinamik Melakukan scan selama infus kontras yang diikuti dengan

rekonstruksi dua dimensi yang menghasilkan metode non invasive ke pembuluh darah intracranial. Meskipun metode ni dapat mendeteksi adanya aneurisma sekecil 2 mm, namun hanya dapat dilakukan untuk memeriksa bagian kecil tertentu pada satu waktu, dan angiografi memberikan hasil yang lebih baik.

d. Rekonstruksi 3 dimensi Program komputer yang canggih menghasilkan pencitraam

rekonstruksi 3D yang dapat diputar dari layar monitor. Namun dalam praktiknya, hal ini jarag memberikan tambahan informasi klinis.

e. CT scan spinal CT scan spinal polos memberikan informasi yang baik tentang penyakit pada diskus, terutama pada lumbosacral. CT scan setelah memasukkan kontras intratekal dapat mendeteksi lesi dengan lebih jelas.

INTERPRETASI CT-Scan KEPALA

Sebelum konras dimasukkan: Sistem ventricular: ukuran, posisi, kompresi Lebar sulcus korteks dan fissura sylvii Basis cranii: hyperostosis, lesi osteolitik, remodellling, fraktur depresi Lesi multipel: tumor, abses, granuloma, infark, trauma

Densitas jaringan yang abnormal:

Identifikasi tempat dimana lesi terletak, dengan atau tanpa substansi otak. Perhatikan adanya efek massa, yaitu pergeseran garis tengah, kompresi ventrikulus, dan oblitersi cistern basal maupun sulci. Densitas tinggi: darah, kalsifikasi (tumor) Densitas rendah: infark, tumor, abses, oedem, encephalitis, hematom Densitascampuran: tumor, abses, malformai arterivena, contusion, infark berdarah Setelah kontras masuk: Pembuluh darah di circulus willisi akan tampak di potongan basal. perhatikan pada kontras yang mungkin masuk ke dalam daerah yang abnormal. Beberapa lesi dapat muncul setelah kontras masuk.

C. MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) Selama beberapa tahun terakhir, teknik magnetic resonance digunakan untuk menganalisis bahan kimia pada makanan dan industri petrokimia. Perkembangan dari sistem magnetik homogen dan pencitraan berbasis komputer (seperti pada CTscan) yang dapat digunakan untuk memetakan densitas hydrogen nuclie (air), serta efeknya saat mengelilingi molekul in vivo. Dikarenakan teknik ini bervariasi dari jaringan ke jaringan, MRI dapat memberikan gambaran detil baik dari struktur kepala maupun badan.

Mekanisme dasar Saat substansi ditempatkan pada medan magnet, proton yang berputar beserta nuclei, berperan sebagai magnet kecil yang meluruskan substansi tersebut bersama medan. Superimposed electromagnetic pulse (gelombang radio) pada frekuensi yang spesifik mengubah letak hidrogen proton. Komponen transversal dari vektor magnet menghasilkan sinyal dari MRI. Komponen T1 (spin-lattice relaxation) bergantung pada waktu proton untuk menyetel kembali medan magnet dan berinteraksi pada lattice dari molekul yang mengelilingi untuk kembali pada thermal equilibrium. Senyawa T2 (spin-spin relaxation) adalah waktu yang dibutuhkan untuk kembali pada lokasi asal dan bergantung pada energi proton lokal untuk kembali pada electromagnetic equilibrium. Variasi yang berbeda dari radiofrequency pulse sequences (Saturation Recovery (SR), Inversion Recovery (IR), dan Spin Echo (SE) dikombinasikan dengan pencitraan komputer menghasilkan gambar dari densitas proton T1 atau T2.

Gambaran MRI Normal

Keuntungan (dibandingkan dengan CT Scan): 1. Dapat memilih berbagai bidang, contohnya coronal, sagital, oblique 2. Tidak ada radiasi yang bersifat ionising

3. Lebih sensitif pada perubahan jaringan, contohnya plak demielinisasi ( tetapi tidak spesifik terhadap setiap patologinya), tidak membedakan demielinisasi dengan iskemia. 4. Tidak ada bone artifacts, contohnya intracanalicular acoustic neuroma. Kerugian 1. Ketebalan slice terbatas 3 mm 2. Pencitraan tulang terbatas hanya menunjukkan sumsum 3. Claustrophobia 4. Tidak dapat digunakan pada pasien dengan pacemaker atau implant ferromagnetik

Peningkatan paramagnetik Beberapa substansi seperti gadolinium, menginduksi medan magnet lokal kuat, terutama memperpendek komponen T1. Setelah pemberian intravena, kebocoran gadolinium melalui regio blood-brain barrier yang mengalami kerusakan menghasilkan peningkatan yang tampak sinyal MRI misalnya iskemia, infeksi, tumor, dan demyelinisasi. Gadolinium dapat pula membantu mendiferensiasi jaringan tumor dari oedema di sekitarnya.

MR Angiography (MRA) Proton yang berjalan cepat dapat menghasilkan intensitas yang berbeda dari proton yang stasioner dan sinyal resultan yang ditangkap oleh sekuens tertentu dapat menunjukkan pembuluh darah, aneurisma, dan malformasi arteriovenosus. Pembuluh-pembuluh darah yang ditampakkan secara simultan dapat menimbulkan kesulitan interpretasi, tetapi pemilihan sebuah potongan MR spesifik dapat menunjukkan pembuluh darah tunggal atau bifurkasio. Dengan memilih kecepatan aliran yag spesifik, MRA dapat menunjukkan baik arteri maupun vena. Resolusi tidak sesuai dengan teknik lainnya. MRA hanya akan mendeteksi 95% dari dari aneurisma yang tampak pada DSA intraarterial.

D. ULTRASOUND Ekstrakranial Ketika probe (misal transduser) frekuensi 5-10 MHz, diletakkan di permukaan kulit, suatu proporsi gelombang ultrasonik diemisikan dan dipantulkan kembali dari struktur yang impendansi akustik yang bervariasi dan dideteksi dengan probe yang sama. Gelombang-gelombang yang dipantulkan dikonversi kembali menjadi energi listrik dan ditampilkan sebagai gambar dua dimensi (mode beta). Ketika probe diarahkan ke struktur yang bergerak, seperti sel darah merah dalam lumen pembuluh darah, terjadi perpindahan frekuensi dari gelombang pantulan (efek Doppler) sesuai dengan kecepatan darah yang mengalir. Ultrasound Doppler menggunakan gelombang kontinyu atau gelombang berdenyut. Suatu former akan mengukur perpindahan frekuensi ke manapun sepanjang jalur probe. Ultrasound berdenyut merekam perubahan frekuensi pada kedalaman tertentu. Pemindaian duplex mengombinasikan mode beta dengan Doppler, secara simultan menampilkan gambar dari pembuluh darah di mana kecepatan direkam. Color Coded Duplex (CCD) menggunakan pengodean warna untuk menimpa kecepatan aliran dalam pencitraan ultrasound dua dimensional. Applikasi: penilaian arteri karotis ekstrakranial dan arteri di vertebra. Ultrasound Intrakranialtranscranial Doppler Dengan mempergunakan frekuensi yang lebih rendah (2MHz), ultrasound mampu penetrasi teknik ini bagian dengan tipis dari tulang tengkorak.

Mengombinasikan

teknik

pulsed

menghasilkan

pengukuran yang terpercaya dan kecepatan aliran dari arteri cerebral anterior, mid, dan posterior dan di dalam arteri basillaris. Applikasi: penilaian hemodinamik pada penyakit vaskular

oklusif/stenotik ekstrakranial. Deteksi vasospasme pada perdarahan subarachnoid.

E. ANGIOGRAFI Banyak kondisi neurologis atau bedah neurologis membutuhkan delineasi akurat pembuluh darah baik intra maupun ekstrakranial. Injeksi kontras intra-arteri masih menjadi teknik angiografi standar, baik diambil secara langsung dari film X ray atau dengan subtraksi digital (DSA). DSA intravena memiliki kualitas yang sufisien ketika menginvestigasi kondisi tertentu. Komplikasi Perkembangan media kontras non-ionik seperti ioheksol telah

menurunkan resiko komplikasi saat atau sesudah angiografi. Iskemia serebral: disebabkan oleh emboli dari plak arteriosklerotik yang lepas karena ujung kateter, hipotensi atau spasme pembuluh darah yang menyertai injeksi kontras. Jumlah kontras yang dikurangi dapat menurunkan resiko. Angiografi Intervensional Dengan adanya perkembangan terbaru teknik endovascular sekarang memerankan peran yang penting dalam manajemen bedah neurologi. Embolisasi: Partikel diinjeksikan melalui kateter arteri dapat menyumbat pembuluh darah kecil misalnya pembuluh darah yang memperdarahi meningioma, sehingga meminimalkan perdarahan operatif. Lem dapat diinjeksikan ke dalam baik malformasi arteriovena aliran tinggi maupun rendah. Coil platinum dimasukkan ke dalam fundus aneurisma melalui kateter angiografi dapat menyebabkan thrombosis dan obliterasi komplit atau parsial Semua teknik di atas membawa resiko infark serebral atau spinal dari embolisasi ketika dipergunakan sistem karotis internal atau spinal. F. PENCITRAAN RADIONUKLEOTID Terdapat dua komponen dari pencitraan dengan tracer radioaktif, yaitu sistem pendeteksi dan bahan kimia pelabel. Masing-masing komponen saat ini semakin mengalami perkembangan.

Pemindaian gamma konvensional Pada center yang sudah memiliki fasilitas CT scan, teknik ini sudah tidak dipergunakan. Tomografi emisi foton tunggal (SPECT) Teknik ini juga menggunakan compound yang dilabeli dengan tracer yang mengemisi gamma (ligand), tetapi tidak seperti pemindaian konvensional, dapat diperoleh data beberapa area sekitar kepala. Suatu kamera gamma berotasi sering dipergunakan untuk deteksi meskipun sistem multidetektor baru dapat menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik. Data secara normal direkonstruksi untuk mendapatkan gambar aksial tetapi koronal dan sagittal juga dapat dihasilkan. Tomografi emisi positron (PET) Teknik baru ini mempergunakan isotope yang mengemisi positron. Pemindaian PET memiliki nilai lebih saat menilai hubungan antara aliran darah otak, utilisasi oksigen, dan ekstraksi fokal area iskemik dan infark. G. Elektroensefalografi (EEG) Elektroensefalografi adalah pemeriksaan dengan menggunakan elektroda pada kulit kepala yang merekam aktivitas listrik spontan di otak. Potensial listrik kecil, yang mengukur beberapa juta volt, direkam, dikuatkan dan ditampilkan pada pen rekorder pada 8 atau 165 chanel. Filter frekuensi rendah dan tinggi menghilangkan sinyal yang tidak diinginkan seperti artefak otot dan interferensi Ritme normal Ritme alpha (8-13 Hz siklus/detik). Simetris dan muncul posterior dengan mata tertutupakan menghilang atau blok dengan pembukaan mata Ritme beta (>13 Hz). Simetris dan muncul frontal. Tidak terpengaruh oleh terbukanya mata Ritme theta (4-8 Hz) Ritme delta (< 4 Hz)
terlihat pada anak-anak dan dewasa muda dengan predominan frontal dan temporal, gelombang imatur menghilang pada dewasa, dan hasil eeg menunjukkan maturasi

Sama seperti merekam EEG istirahat dengan berbagai penyusunan elektroda yang baku, memberi tekanan pada pasien dengan stimulasi hiperventilasi dan photic (pancaran sinar) mungkin menghasilkan

pengeluaran listrik yang dapat mendukung diagnosis dari epilepsi Metode yang lebih rumit dari telemetri dan perekaman foramen ovale mungkin diperlukan: Untuk menegakkan diagnosis epilepsi apabila terdapat keraguan Untuk menentukan frekuensi yang tepat dan tempat asal serangan Untuk mempermudah klasifikasi dari tipe kejang

H. Monitoring Tekanan Intrakranial Walaupun tekanan cairan serebrospinal dapat diukur ketika pungsi lumbal, metode pungsi lumbal memiliki hasil terbatas dalam pengukuran tekanan intrakranial: Pengukuran tekanan dalam sekali waktu tidak menunjukkan trend atau mendeteksi gelombang tekanan Lumbal pungsi kontraindikasi bila terdapat massa intrakranial Gradient tekanan muncul antara intrakranial dan kompartemen spinal, terutama bila terjadi brain shift Banyak teknik telah tersedia untuk mengukur tekanan intrakranial, termasuk suatu transducer serat optic yang diinsersikan ke permukaan otak, atau alat ekstra/intradural yang mengukur tekanan pada permukaan hemisfer, namun kateter yang dimasukkan ke dalam ventrikel lateralis tetap menjadi standar ketika dibandingkan dengan metode lain. Insersi kateter ventricular Sebuah kateter ventricular diinsersikan ke dalam tanduk frontal dari ventrikel lateralis melalui suatu lubang yang terletak sekitar dua jari dari midline, di belakang garis rambut dan di anterior sutura coronaria.

Komplikasi Perdarahan intraserebral yang menyertai insersi kateter jarang terjadi. Ventrikulitis jarang terjadi karena monitoring tidak berlangsung selama lebih dari tiga hari. Jejak tekanan intrakranial yang normal dan abnormal Tekanan intrakranial normal < 10 mmHg. Fluktuasi tekanan darah dapat menyebabkan gelombang 5-8 menit (gelombang Traube-Hering). Peningkatan tekanan intrakranial: > 20 mmHg (elevasi sedang), dan > 40 mmHg (peningkatan tekanan berat). Frekuensi 1/2-2/ menit dengan amplitudo bervariasi, seringkali terkait dengan pernafasan Pengunaan klinis monitoring tekanan intrakranial Pemeriksaan apakah terdapat hidrosephalus dengan tekanan yang normal - adanya gelombang beta > 5% pada periode 24 jam, menandakan gangguan pada absorbsi cairan cerebrospinal dan memerlukan operasi drainase Monitoring post-operasi - Peningkatan tekanan intrakranial dapat menjadi bukti klinis pembentukan hematoma atau pembengkakan serebral Hematoma traumatis yang kecil - monitoring tekanan intrakranial dapat membantu manajemen dan mengindikasikan perlunya operasi Monitoring tekanan intrakranial dibutuhkan selama pengobatan yang bertujuan untuk mengurangi suatu peningkatan tekanan intrakranial dan memelihara tekanan perfusi serebral. I. Potensial Bangkitan - Visual, Auditorik, dan Somatosensorik Metode Perekaman Stimulasi pada reseptor sensorik apapun mengakibatkan bangkitan sinyal elektris pada daerah tertentu pada korteks serebral. Potensial bangkitan visual (Visual Evoked Potential/VEP) Suatu pancaran cahaya difus akan menstimulasi retina. Sinyal visual yang dirangsang tersebut direkam di korteks oksipital. Gelombang

positif pertama menunjukkan titik penting untuk mengukur konduksi melalui jaras visual. Penggunaan: deteksi multipel sklerosis30% pasien dengan pemeriksaan oftalmologi normal, memiliki VEP yang abnormal; monitoring perioperativeoperasi pituitari Potensial bangkitan auditori batang otak (Brain Stem Auditory Evoked Potential/BAEP) Aktifitas elektrik yang terpicu dalam 10 milidetik pertama setelah suatu stimulus klik menggambarkan suatu pola gelombang yang berhubungan dengan konduksi melalui jaras auditori di nervus VIII, nucleus, pons, dan midbrain. Penggunaan: pemeriksaan pendengaranterutama pada anakanak; deteksi lesi batang otak intrinsik dan ekstrinsik dan sudut serebellopontin; pemeriksaan perioperative; penilaian fungsi batang otak pada pasien koma. Potensial bangkitan somatosensori (Somatosensory Evoked

Potentials/SEP) SEP direkam di atas korteks parietalis sebagai respon terhadap stimulasi dari nervus perifer. Elektroda lainnya diletakkan pada titik yang lain sepanjang jaras sensoris untuk merekam aktifitas asendens. Penggunaan: Deteksi lesi pada jaras sensoris seperti jejas pada pleksus brachialis, tumor medulla spinalis dan batang otak atau demielinisasi. Perekaman perioperatif seperti pada pelurusan skoliosis, menghilangkan tumor spinal, operasi anurisma dengan oklusi pembuluh darah sementara. J. Mielografi Injeksi kontras larut air ke dalam theca lumbal dan melakukan pencitraan terhadap aliran kontras yang naik ke cervicomedullary junction menghasilkan suatu metode skrining yang (meskipun invasif) untuk menggambarkan seluruh medulla spinalis dan cauda equine terhadap adanya lesi kompresi. CT scan dan MRI secara bertahap menggantikan

peran dari myelografi, tetapi pengenalan kontras larut air dosis rendah dapat memperjelas pencitraan CT scan aksial dari spinal kord dan akar saraf. Permasalahan - Nyeri kepala 30%, mual dan muntah 20%, dan kejang 0.5% - Arakhnoiditisjarang terjadi pada kontras yang larut air - Injeksi subdural secara tidak sengaja - Hematoma - Impaksi tumor spinal dapat mengikuti kehilangan cairan serebrospinal dan meningkatkan efek kompresi serabut, mengakibatkan deteriorasi klinis. K. Pungsi Lumbal Lumbal pungsi dapat dilakukan untuk Memperoleh LCS untuk analisis lebih lanjut Drainase LCS dan menurunkan tekanan intrakranial, contohnya pada hidrosefalus Teknik 1. Posisi pasien yang benar sangatlah penting. Buka lamina vertebra dengan menempelkan lutut di dada dan memfleksikan leher. 2. Identifikasi lokasi pungsi. Yang paling sering digunakan adalah jarak L3/4 3. Bersihkan area pungsi dan injeksikan beberapa mililiter anestesi lokal 4. Persiapkan stilet 20G jarum lumbal puncture dan masukkan dengan sudut kecil mengarah ke kepala, sehingga menjadi paralel dengan prosesus spinosus 5. Tarik stilet dan kumpulkan LCS

Hindari lumbal pungsi bila: Diperkirakan terdapat peningkatan tekanan intrakranial Bila angka trombosit kurang dari 400.000 dan prothrombin time kurang dari 50% dari normal.

L. Cairan Serebrospinal Pengumpulan Cairan Serebrospinal Perdarahan subarachnoid atau tertusuknya pembuluh darah dengan jarum,dapat mengakibatkan cairan serebrospinal tercemar darah. Untuk membedakan, kumpulkan LCS dalam tiga botol. Bila ketiganya tercemar merata, kemungkinan perdarahan subarachnoid, jika bersih pada botol ketiga, kemungkinan traumatic tap Pengukuran Tekanan Serebrospinal Periksa kepala pasien (foramen Munro) segaris dengan tempat pungsi lumbal. Hubungan manometer lewat sebuah 3-way dan biarkan LCS mengalir ke atas. Bacalah ketinggiannya. Nilai normal: 100-150 mm LCS. Analisis LCS Uji standar 1. Bakteriologis a. Eritrosit dan leukosit diferensial (normal < 5 leukosit per mm3) b. Pengecatan Gram dan kultur c. Munculnya supernatant. Xantokhromia (pengecatan kuning) terjadi akibat sdvsvdssperdarahan subarachnoid dengan pemecahan sel darah merah, kadar protein LCS tinggi atau jaundice. 2. Biokimia a. Protein (N= 0.15-0.45 g/dL) b. Glukosa (N= 0.45-0.70 g/dL) 40-60% dari gula darah yang diukur secara simultan Uji khusus Kecurigaan: Tumor ganas Tuberkel Lowenstein-Jensen Infeksi non-bakterial Penyakit demyelinisasi : uji virology, fungi, dan parasit : pita oligoklonal : sitologi : pengecatan Ziehl-Nielsen, kultur

Neurosifilis

: VDRL test FTA-ABS test Uji imobilisasi Treponema pallidum

Kriptokokkus HIV

: kultur dan deteksi antigen : kultur dan deteksi antibody dan antibody viral (anti HIV IgG)

Komplikasi Herniasi tonsiler Nyeri kepala transien (10%), nyeri radikuler (10%), atau palsi okuler (1%) Perdarahan epidural sangat jarang

Anda mungkin juga menyukai