Anda di halaman 1dari 6

Blog: www.faliunsri.blogspot.com www.fali.unsri.ac.

id Karya Ilmiah atau tulisan ilmiah adalah karya seorang ilmuwan (yang berupa hasil pengembangan) yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang diperoleh melalui kepustakaan, kumpulan pengalaman, dan pengetahuan orang lain sebelumnya. Karya ilmiah: pernyataan sikap ilmiah peneliti. Tujuan karya ilmiah: agar gagasan penulis karya ilmiah itu dapat dipelajari, lalu didukung atau ditolak oleh pembaca. Fungsi karya ilmiah: sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 1. Penjelasan (explanation) 2. Ramalan (prediction) 3. Kontrol (control) Hakikat karya ilmiah: mengemukakan kebenaran melalui metodenya yang sistematis, metodologis, dan konsisten. Syarat menulis karya ilmiah 1. motivasi dan displin yang tinggi 2. kemampuan mengolah data 3. kemampuan berfikir logis (urut) dan terpadu (sistematis) 4. kemampuan berbahasa Sifat karya ilmiah formal harus memenuhi syarat: 1. lugas dan tidak emosional mempunyai satu arti, sehingga tidak ada tafsiran sendiri-sendiri (interprestasi yang lain). 2. Logis disusun berdasarkan urutan yang konsisten 3. Efektif satu kebulatan pikiran, ada penekanan dan pengembagan. 4. efisien hanya mempergunakan kata atau kalimat yang penting dan mudah dipahami 5. ditulis dengan bahasa Indonesia yang baku. Jenis-jenis karya ilmiah umum karya ilmiah di perguruan tinggi, menurut Arifin (2003), dibedakan menjadi: 1. Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. makalah menyajikan masalah dengan melalui proses berpikir deduktif atau induktif. 2. Kertas kerja seperti halnya makalah, adalah juga karya tulis ilmiah yang menyajikan sesuatu berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. Analisis dalam kertas kerja lebih mendalam daripada analisis dalam makalah. 3. Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif, baik bedasarkan penelitian langsung (obsevasi lapangan, atau percobaan di laboratorium), juga diperlukan sumbangan material berupa temuan baru dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau hukum tertentu tentang salah satu aspek atau lebih di bidang spesialisasinya. 4. Tesis adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan skripsi. Tesis mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri. 5. Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dengan analisis yang terinci). Disertasi ini berisi suatu

temuan penulis sendiri, yang berupa temuan orisinal. Jika temuan orisinal ini dapat dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan penguji, penulisnya berhak menyandang gelar doktor (S3). Manfaat Penyusunan karya ilmiah Menurut sikumbang (1981), sekurang-kurangnya ada enam manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut. 1. Penulis dapat terlatih mengembangkan keterampilan membaca yang efektif karena sebelum menulis karya ilmiah, ia mesti membaca dahulu kepustakaan yang ada relevansinya dengan topik yang hendak dibahas. 2. Penulis dapat terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber, mengambil sarinya, dan mengembangkannya ke tingkat pemikiran yang lebih matang. 3. Penulis dapat berkenalan dengan kegiatan perpustakaan seperti mencari bahan bacaan dalam katalog pengarang atau katalog judul buku. 4. Penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasi dan menyajikan data dan fakta secara jelas dan sistematis. 5. Penulis dapat memperoleh kepuasan intelektual. 6. Penulis turut memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat

Kata Baku dan Tidak Baku


Minggu, Februari 03, 2013 Syafruddin uddin No comments Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Kata Baku Kata Tidak Baku antre antri atlet atlit azimat ajimat faksimile faksimil februari pebruari film filem frekuensi frekwensi izin ijin juang joang jumat jum'at kabar khabar kanker kangker konkret kongkrit kualitas kwalitas kuantitas kwantitas november nopember lembap lembab paruh paro tenteram tentram zaman jaman ziarah jiarah ==Makna Imbuhan peng-...-an dan an== Ada pemakaian pasangan kata berimbuhan peng...-an dan an yang tidak mencerminkan perbedaan. Imbuhan peng- dapat juga berwujudpem-, pen-, peny- dan pe-, misalnya, kata pemberian yang sering dipakai seperti dalam kalimat berikut.
1. Rumah ini pemberian orang tua saya.

Jika kita mengenal kata pengiriman dengan arti 'hal atau tindakan mengirim atau mengirimkan' danpenulisan bermakna 'hal atau tindakan menulis atau menuliskan', kata pemberian dalam kalimat di atas akan diartikan 'hal atau tindakan memberi atau memberikan'.

Arti itu tentu tidak sesuai sebab gagasan dalam kalimat di atas ialah bahwa rumah itu merupakan barang yang diberikan oleh orang tua saya. Pengertian seperti itu dapat dinyatakan dengan kata berian. Bandingkan juga dengan kata kiriman yang berarti 'hasil tindakan mengirim' atau hal atau barang yang dikirimkan dan kata tulisan 'hasil tidakan menulis atau ditulis' Sejalan dengan itu kalimat (1) di atas lebih tepat diubah menjadi seperti berikut. (1a) Rumah ini berian orang tua saya. (1b) Pemberian hadiah itu berlangsung semalam. Perhatikan pula beberapa contoh lain berikut ini. (2a) Kita harus merawat warisan nenek moyang kita. (2b)Pewarisan harta benda itu terjadi secara turun-temurun. (3a) Petinju itu merasa siap bertanding sesudah mendapat latihan secukup-nya.

(3b) Kegiatan pelatihan dipusatkan di Jakarta. (4a) Apakah engkau sudah mengambil bagianmu? (4b) Pembagian beras bulan ini tepat pada waktunya. (5a) Kita akan memperoleh arahan lebih lanjut dari atasan kita. (5b) Pengarahan harus dilakukan sebelum mereka melaksanakan tugas. (6a) Para petugas menjaga temuan itu secara seksama. (6b) Penemuan bangunan kuno itu tidak terlepas dari usaha keras para arkeolog. Beberapa Ciri Bahasa Indonesia Baku
Karena wilayah pemakaiannya yang amat luas dan penuturnya yang beragam, bahasa Indonesia pun mempunyai banyak ragam. Berbagai ragam bahasa itu tetap disebut sebagai bahasa Indonesia karena semua ragam tersebut memiliki beberapa kesamaan ciri. Ciri dan kaidah tata bunyi, pembentukan kata, dan tata makna pada umumnya sama. Itulah sebabnya kita dapat saling memahami orang lain yang berbahasa Indonesia dengan ragam berbeda walaupun kita melihat ada perbedaan perwujudan bahasa Indonesianya. Di samping ragam yang berdasar wilayah penuturnya, ada beberapa ragam lain dengan dasar yang berbeda, dengan demikian kita mengenal bermacam ragam bahasa Indonesia (ragam formal, tulis, lisan, bidang, dan sebagainya); selain itu ada pula ragam bidang yang lazim disebut sebagai laras bahasa. Yang menjadi pusat perhatian kita dalam menulis di media masa adalah bahasa Indonesia ragam baku, atau disingkat bahasa Indonesia baku. Namun demikian, tidaklah sederhana memerikan apa yang disebut ragam baku Bahasa Indonesia ragam baku dapat dikenali dari beberapa sifatnya. Seperti halnya dengan bahasa-bahasa lain di dunia, bahasa Indonesia menggunakan bahasa orang yang berpendidikan sebagai tolok ukurnya. Ragam ini digunakan sebagai tolok ukur karena kaidah-kaidahnya paling lengkap diperikan. Pengembangan ragam bahasa baku memiliki tiga ciri atau arah, yaitu: 1. Memiliki kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Di sini, baku atau standar berarti tidak dapat berubah setiap saat. 2. Bersifat kecendikiaan. Sifat ini diwujudkan dalam paragraf, kalimat, dan satuan-satuan bahasa lain yang mengungkapkan penalaran dan pemikiran yang teratur, logis dan masuk akal 3. Keseragaman. Di sini istilah baku dimaknai sebagai memiliki kaidah yang seragam. Proses penyeragam bertujuan menyeragamkan kaidah, bukan menyeragamkan ragam bahasa, laras bahasa, atau variasi bahasa. Pemerintah, melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Depdiknas) menghimpun ciri-ciri kaidah bahasa Indonesia baku dalam buku berjudul Tata Bahasa Baku bahasa Indonesia, di samping Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.Dalam kedua naskah tersebut terdapat banyak kaidah yang merupakan pewujudan ciri bahasa Indonesia baku.

Mengapa Harus Baku?

1. 2.

3.

4.

5. 6.

Banyak orang kurang menyetujui pemakaian bahasa baku karena mereka kurang memahami makna istilah itu. Mereka mengira bahasa yang baku selalu bersifat kaku, tidak lazim digunakan sehari-hari, atau bahasa yang hanya terdapat di buku. Mereka berpendirian bahwa kita cukup menggunakan bahasa yang komunikatif, maksudnya mudah dipahami. Mereka beranggapan bahwa penggunaan ragam baku mengakibatkan bahasa yang kurang komunikatif dan sulit dipahami. Pemahaman semacam ini harus diluruskan. Keterpautan bahasa baku dengan materi di media massa ialah bahwa ragam ini yang paling tepat digunakan supaya bahasa Indonesia berkembang dan dapat menjadi bahasa iptek, bahasa sosial, atau pun bahasa pergaulan yang moderen. Bahasa yang baku tidak akan menimbulkan ketaksaan pada pemahaman pembacanya. Ragam bahasa baku akan menuntun pembacanya ke arah cara berpikir yang bernalar, jernih, dan masuk akal. Bahasa Inggris, dan bahasa-bahasa lain di Eropa, bisa menjadi bahasa dunia dan bahasa komunikasi dalam ilmu pengetahuan karena tingginya sifat kebakuan bahasa-bahasa tersebut. Di samping itu, bahasa baku dapat menuntun baik pembaca maupun penulisnya ke arah penggunaan bahasa yang efisien dan efektif. Bahasa yang efisien ialah bahasa yg mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku dengan mempertimbangkan kehematan kata dan ungkapan. Bahasa yang efektif ialah bahasa yang mencapai sasaran yang dimaksudkan (Moeliono, 2002). Ada beberapa ciri yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan kebakuan kalimat, antara lain: Pelesapan imbuhan, misalnya Kita harus hati-hati dalam menentukan sample penelitian ini (seharusnya berhati-hati). Pemborosan kata yang menyebabkan kerancuan atau bahkan kesalahan struktur kalimat, misalnya Dalam rapat pimpinan kemarin memutuskan susunan pengurus baru (kata dalam dapat dibuang). Penggunaan kata yang tidak baku, termasuk penggunaan kosakata bahasa daerah yang belum dibakukan. Contoh, Percobaan yang dilakukan cumamenemukan sedikit temuan (Cuma diganti hanya). Penggunaan kata hubung yang tidak tepat, termasuk konjungsi ganda, misalnya Meskipun beberapa ruang sedang diperbaiki, tetapi kegiatan sekolah berjalan terus. (konjungsi tetapi sebaiknya dihilangkan karena sudah ada konjungsi meskipun). Kesalahan ejaan, termasuk penggunaan tanda baca. Pelesapan salah satu unsur kalimat, misalnya Setelah dibahas secara mendalam, peserta rapat menerima usul tersebut (subjek anak kalimat usultersebut tidak boleh dilesapkan).

Mendikbud: Menulis Karya Ilmiah itu Penting


Margaret Puspitarini
Jum'at, 10 Februari 2012 18:10 wib

Mendikbud Mohammad Nuh (Foto: Rifa/okezone)

JAKARTA - Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang mewajibkan mahasiswa membuat dan mempublikasikan karya ilmiah untuk mendapatkan gelar sarjana menuai kontroversi. Menanggapi hal tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh menjelaskan, kebijakan itu lahir karena dia melihat banyak potensi yang dimiliki para mahasiswa namun dibiarkan berserakan begitu saja. Nuh menilai, kebijakan ini akan bermanfaat bagi mahasiswa. Pertama, mendorong dan membudayakan kebiasaan menulis di kalangan mahasiswa. "Jurnal atau karya ilmiah ini penting agar membiasakan mahasiswa berpikir sistematis. Mulai dari menganalisa masalah, melakukan penelitian, hingga akhirnya menemukan solusi," ujar Nuh di gedung Kemendikbud, Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (10/2/2012). Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu mengimbuhkan, manfaat kedua, jurnal atau karya ilmiah dapat menjadi media untuk menumbuhkan dan mengembangkan keilmuan. "Dalam membuat karya ilmiah atau jurnal mengenai sebuah topik, tentu mahasiswa akan mencari referensi. Ketika dia menemukan ide tulisan tersebut sudah pernah digunakan, maka dia berusaha menggali ide atau topik lain. Hal ini yang akan mengembangkan ilmu," tuturnya. Terakhir, ujar M Nuh, kebijakan ini juga dapat digunakan untuk meminimalisasi tindakan plagiat. Pasalnya, ketika tulisan mereka dipulikasikan, akan memudahkan mahasiswa lain yang ingin membuat penelitian agar menghindari topik yang sama.

"Namun, bedakan antara mencari referensi dengan plagiat," kata mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) tersebut. M Nuh menyampaikan, mahasiswa tidak perlu khawatir atas kebijakan ini sebab tanpa disadari mereka telah membuat berbagai tulisan atau karya ilmiah. "Mahasiswa kan sudah terbiasa menulis baik melalui laporan atau tugas karya akhir," tuturnya. (rfa)

Anda mungkin juga menyukai