Anda di halaman 1dari 3

Pada dasarnya moralitas adalah suatu disiplin.

Semua disiplin mewmounyai tujuan ganda : mengembangkan suatu keteraturan tertentu dalam tindak tanduk manusia memberinya suatu sasaran tertentu yang sekaligus juga membatasi cakrawalanya. Disiplin mengatur dan memaksa, keteraturan relative dari berbagai situasi dimana kita berada itulah yang menunjukkan keteraturan relative dari tingkah laku kita. Manfaat praktis dari pembatasan oleh disiplin tidak langsung kelihat jelas. Pembatasan selalu tampak seperti perkosaan atas sifat manusia. Namun pembatasan itu merupakan syarat untuk kebahagian dan kesehatan moral. Fungsi disiplin adalah untuk menjamin ditaatinya batasan tersebut. Disiplin berguna bagi masyarakat sebagai suatu sasaran mutlak tanpa mana suatu kerja sam mustahil teratur dan untuk kesejahteraan individu. Melalui disiplin kita belajar mengendalikan keinginan, dengan demikian disiplin membatu kita dalam perkembangan yang penting bagi diri kita masing-masing. Kemampuan untuk membatasi berbagai keinginan dan mengendalikan diri sendiri merupakan suatu kecakapan yang kita peroleh dalam pendidikan moral, sehinggga tumbuh kemampuan individu yang bertanggung jawab. Peraturan mengajarkan kita untuk membatasi dan menguasai diri, dan karena itu merupakan sarana emansipasi dan kebebasan. Pendidik harus membantu anak unutk memahami sejak dini bahwa masih ada batasanbatasan yang didasarkan atas sifat hakiki sesuatu, yakni sifat hakiki dari kita masing-masing. Dalam diri si anak harus ditanamkan bahwa dalam mencapai kebahagian adalah dengan menentukan sasaran yang dekat dan dapat dicapai sesuai dengan kondisi setiap pribadi. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa kekuatan-kekuatan moral akan menjadi pengawal untuk menghadapi kekuatan yang brutal dan ketidaktahuan. Masalahnya bukan mempertanyakan seseorang maju atau tidak, melainkan dengan kecepatan berapa dan bagaimana caranya. Jika kita mempercayai bahwa disiplin itu berguna, dan memang diperlukan oleh setiap orang, hal itu disebabkan karena merupakan tuntutan hakikatnya sendiri. Sebagaimana manusia merupakan makhluk yang terbatas, oleh karena itu manusia tak bisa memperkosa hakikatnya, mencoba mengubah batas-batas yang merintanginya. Jika disiplin itu baik, itu tidak berarti bahwa kita memandang fungsi hakikat dengan mata pemberontak, melainkan hakikat

bisa terbangun melalui disiplin dan kecenderungan hakiki merupakn harapan mendapatkan apa yang sepatutnya mereka dapatkan. Bila disiplin meruapakan sarana manusia dalam mwujudkan hakikatnya, maka disiplin harus bisa diubah seperti halnya hakikat yang selau berubah sepanjang zaman. Bukan hanya isi kandungan disiplin saja yang berubah, melainkan juga cara bagaimana disiplin ditanamkan dan harus ditanamkan. Semakin kompleks suatu masyarakat, maka akan semakin sulit pula bagi moralitas terlaksana berdasarkan mekanisme otomatik. Keadaan lingkungan tak pernah sama, karena itu dalam moralitas diperlukan penerapan intelektual. Karena masyarakat selalu berkembang maka moralitas sendiri harus fleksibel untuk dapat berubah secara perlahan-lahan. Penyesuaian tidak boleh dipaksakan terlalu jauh karna manusia akan kehilangan kesadaran intelektualnya. Teori-teori yang mengagung-agungkan kebebasan tanpa batas sebagai suatu hal yang baik sebenarnya hanya menutup-nutupi keadaan yang tidak sehat. Sebenarnya kata kebebasan dan tanpa aturan suatu pasangan yang saling bertentangan karena kebebasan merupakan buah dari keteraturan. Perilaku manusia dapat dibedakan menurut tujuan yang ingin dicapai. Pertama, tujuan yang hanya menyangkut individu yang bersangkutan atau tujuan yang dikejar demi kepentingan pribadi (personal). Kedua, tindakan-tindakan yang menyangkut sesuatu yang lain dari individu pelakunya. Tujuan yang terkait dengan tindakan-tindakan seperti itu bukan untuk tujuan pribadi (impersonal). Tujuan yang dikejar demi kepentingan pribadi ada dua macam. Pertama, tujuan yang dilakukan untuk memelihara dirinya sendiri dengan bijaksana dan hati-hati. Hal yang sama dapat juga dikatakan terhadap segala sesuatu yang kita lakukan dengan tujuan bukan hanya untuk bisa hidup melainkan juga untuk memajukan dan mengembbangkan diri kita sendiri, sekurang-kurangnya bila pengembangan itu hanya demi kepentingan diri sendiri. Jika seseorang melakukan penelitian ilmiah dengan maksud untuk mengurangi penderitaan sesama manusia, maka semua orang akan mengatakan bahwa tindakan tersebut secara moral harus dipuji.

Perilaku, apa pun wujudnya, yang ditunjukkan semata-mata demi kepentingan pribadi pelakunya, tidak mempunyai nilai moral. Menurut kaum moralitas yang beraliran utilitytarianisme, tujuan yang semata-mata ditunjukkan demi kepentingan diri sendiri merupakan tujuan yang sangat pantas dipuji. Merupakan tujuan par excellence. Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa perilaku yang ditunjukkan untuk mengejar tjuan imperosional adalah perilaku yang bukan demi kepentingan diri sendiri. Kedua, tindakan moral mengejar impersional. Tindakan moral seperti itu tidak bisa dilakukan demi kepentingan orang lain yang bukan pelakunya, juga bukan demi kepentingan banyak orang lain semacam itu. Jadi tujuan tindakan itu harus melibatkan sesuatu yang lain dari individu-individu. Tujuan itu harus bersifat supra-individual. Bertindak secara moral adalah bertindak demi kepentingan bersama. Masyarakat haruslah merupakan suatu makhluk sui generis (unik), dengan ciri khasnya sendiri yang berbeda dengan ciri khas anggota-anggotanya. Hanya atas dasar inilah masyarakat mampu melaksanakan fungsi moral yang tidak mungkin dilaksanakn oleh individu. Jadi konsepsi tentang masyarakat sebagai makhluk yang berbeda dari individu-individu yang menjadi anggotanya, suatu konsepsi yang ditunjukkan oleh sosiologi pada tingkat teoritis. Sebab prinisip fundamental dari kesadaran moral tidak mungkin diterangkan secara lain. Prinsip ini menetepakan bahwa manusia hanya bertindak secara moral apabila ia bertindak untuk mencapai tujuan yang berada di atas tujuan-tujuan individual, bila ia mengabdikan tenaganya kepada individu lainnya.

Anda mungkin juga menyukai