Anda di halaman 1dari 4

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, Beruntunglah orang yang bersikap adil di hadapan Rabbnya.

Sehingga dia pun mau mengakui kebodohan dirinya sendiri tentang ilmu yang dia miliki. Betapa bodohnya dia tentang cacat-cacat yang ada di dalam amalnya. Betapa bodohnya dia tentang aib-aib yang ada pada dirinya sendiri. Dan betapa jelek kualitas pengabdiannya kepada Allah. Begitu zalim mu'amalahnya kepada Allah. Kalau pun Allah menghukumnya gara-gara dosa yang dia perbuat, maka dia memandangnya sebagai bentuk keadilan dari-Nya. Dan apabila dia tidak dihukum oleh-Nya maka baginya itu merupakan karunia dari-Nya. Kalau dia bisa melakukan kebaikan maka dia pun memandang hal itu sebagai salah satu bentuk karunia dan sedekah Allah kepada dirinya. Dan kalau kemudian Allah menerima amalnya maka itu adalah kenikmatan dan sedekah yang yang kedua. Kalaupun seandainya Allah menolak amalnya maka itu berarti amal (jelek) semacam itu memang tidak layak dipersembahkan kepada-Nya. Kalau dia melakukan keburukan maka dia memandangnya sebagai akibat dari lepasnya pertolongan dan perhatian Allah kepadanya, dan juga karena Allah tidak lagi mau menjaga dirinya, dan itu adalah tindak keadilan-Nya kepada dirinya. Maka dia bisa menyaksikan betapa butuhnya dia kepada Rabbnya, dan betapa zalim ia kepada dirinya sendiri. Maka kalau Allah berkenan mengampuni dosanya, maka itu semata-mata terjadi karena kebaikan, kedermawanan dan kemurahan dariNya. Inti dari persoalan ini adalah dia senantiasa memandang Rabbnya selalu berbuat kebaikan. Adapun dirinya dia pandang sebagai orang yang berbuat kejelekan, meremehkan, atau telah meninggalkan kewajiban. Sehingga dia dapat melihat bahwa segala hal yang menggembirakannya merupakan bagian dari karunia Rabbnya kepada dirinya dan kebaikan untuknya. Sedangkan segala sesuatu yang membuatnya susah adalah akibat dosanya sendiri dan bentuk keadilan yang Allah terapkan baginya (al-Fawa'id, hal. 36).

No. : 212/NI/MGJ/2013

Tahun : VI/April/Jumadil Akhir 1434H

DI MANA AIR MATAMU? Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya. (HR. Tirmidzi [1633]). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; [1] seorang pemimpin yang adil, [2] seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ta'ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid, [4] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, [5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan kerkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan, 'Sesungguhnya aku takut kepada Allah', [6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-sumbunyi sampaisampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis). (HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjagajaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah. (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1338]). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan takut kepada Allah, dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang [berjihad] di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yang terjadi akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yang terjadi karena mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah. (HR. Tirmidzi [1669] disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1363]) Abdullah bin Umar radhiyallahu'anhuma mengatakan, Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!. Ka'ab bin al-Ahbar rahimahullah mengatakan, Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku. Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu mengatakan; suatu ketika Nabi

Mohon tidak dibaca ketika khutbah

shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadaku, Bacakanlah al-Qur'an kepadaku. Maka kukatakan kepada beliau, Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur'an kepada anda sementara al-Qur'an itu diturunkan kepada anda?. Maka beliau menjawab, Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku. Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat anNisaa'. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka. (QS. anNisaa' : 40). Maka beliau berkata, Cukup, sampai di sini saja. Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata. (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800]). Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah, suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu'anha, Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?. Maka 'Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, Pada suatu malam, beliau (nabi) berkata, 'Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku.' Maka aku katakan, 'Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang.' Aisyah menceritakan, 'Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat.' Aisyah berkata, 'Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau!'. Aisyah mengatakan, 'Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air mata!'. Aisyah melanjutkan, 'Kemudian beliau terus menangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata]!. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata, 'Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!'. Maka Nabi pun menjawab, 'Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?! Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya!

Yaitu ayat (yang artinya), Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi.dst sampai selesai (QS. Ali Imran : 190). (HR. Ibnu Hiban [2/386] dan selainnya. Disahihkan Syaikh alAlbani dalam Sahih at-Targhib [1468] dan ashShahihah [68]). Mu'adz radhiyallahu'anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya, Apa yang membuatmu menangis?. Maka beliau menjawab, Karena Allah 'azza wa jalla hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu?. al-Hasan al-Bashri rahimahullah pun pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya, Apa yang membuatmu menangis?. Maka beliau menjawab, Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi. Abu Musa al-Asya'ri radhiyallahu'anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amat dalam. Abu Hurairah radhiyallahu'anhu menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya, Apa yang membuatmu menangis?!. Maka beliau menjawab, Aku bukan menangis gara-gara dunia kalian [yang akan kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?. Suatu malam al-Hasan al-Bashri rahimahullah terbangun dari tidurnya lalu menangis sampaisampai tangisannya membuat segenap penghuni rumah kaget dan terbangun. Maka mereka pun bertanya mengenai keadaan dirinya, dia menjawab, Aku teringat akan sebuah dosaku, maka aku pun menangis. Saya [penyusun artikel] berkata: Kalau alHasan al-Bashri saja menangis sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagaimanakah lagi dengan orang yang mengingat

Mohon tidak dibaca ketika khutbah

bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula wa laa quwwata illa billah! Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan akhlak para salafush shalih? Beginikah seorang salafi, wahai saudaraku? Tidakkah dosamu membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu? Apakah mereka tidak mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (lihat QS. al-Maa'idah : 74). Aina nahnu min haa'ulaa'i? Aina nahnu min akhlagis salaf? Ya akhi, jadilah salafi sejati! [Disarikan dari al-Buka' min Khas-yatillah, asbabuhu wa mawani'uhu wa thuruq tahshilihi, hal. 4-13 karya Abu Thariq Ihsan bin Muhammad bin 'Ayish al-'Utaibi] MENGAPA HATI MEMBATU? Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Bada'i al-Fawa'id [3/743], Tatkala mata telah mengalami kekeringan disebabkan tidak pernah menangis karena takut kepada Allah ta'ala, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya keringnya mata itu adalah bersumber dari kerasnya hati. Hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah agar terlindung dari hati yang tidak khusyu', sebagaimana terdapat dalam hadits, Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu', dari hawa nafsu yang tidak pernah merasa kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan. (HR. Muslim [2722]). Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu'anhu, dia berkata, Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu? Apakah keselamatan itu?. Maka Nabi menjawab, Tahanlah lisanmu, hendaknya rumah terasa luas untukmu, dan tangisilah kesalahan-kesalahanmu. (HR. Tirmidzi [2406], dia mengatakan; hadits hasan. Hadits ini disahihkan al-Albani dalam Shahih at-Targhib [2741]). Abu Sulaiman ad-Darani rahimahullah mengatakan [al-Bidayah wa an-Nihayah, 10/256], Segala sesuatu memiliki ciri, sedangkan ciri orang yang dibiarkan binasa adalah tidak bisa menangis karena takut kepada Allah. Di antara sebab kerasnya hati adalah : Berlebihan dalam berbicara

Melakukan kemaksiatan atau tidak menunaikan kewajiban Terlalu banyak tertawa Terlalu banyak makan Banyak berbuat dosa Berteman dengan orang-orang yang jelek agamanya Agar hati yang keras menjadi lembut Disebutkan oleh Ibnu al-Qayyim di dalam alWabil as-Shayyib [hal.99] bahwa suatu ketika ada seorang lelaki yang berkata kepada Hasan alBashri, Wahai Abu Sa'id! Aku mengadu kepadamu tentang kerasnya hatiku. Maka Beliau menjawab, Lembutkanlah hatimu dengan berdzikir. Sebab-sebab agar hati menjadi lembut dan mudah menangis karena Allah antara lain : Mengenal Allah melalui nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya Membaca al-Qur'an dan merenungi kandungan maknanya Banyak berdzikir kepada Allah Memperbanyak ketaatan Mengingat kematian, menyaksikan orang yang sedang di ambang kematian atau melihat jenazah orang Mengkonsumsi makanan yang halal Menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat Sering mendengarkan nasehat Mengingat kengerian hari kiamat, sedikitnya bekal kita dan merasa takut kepada Allah Meneteskan air mata ketika berziarah kubur Mengambil pelajaran dari kejadian di dunia seperti melihat api lalu teringat akan neraka Berdoa Memaksa diri agar bisa menangis di kala sendiri [diringkas dari al-Buka' min Khas-yatillah, hal. 1833 karya Ihsan bin Muhammad al-'Utaibi] Tidak mengamalkan ilmu, sebab hati menjadi keras Allah ta'ala berfirman (yang artinya), Disebabkan tindakan (ahli kitab) membatalkan ikatan perjanjian mereka, maka Kami pun melaknat mereka, dan Kami jadikan keras hati mereka. Mereka menyelewengkan kata-kata (ayatayat) dari tempat (makna) yang semestinya, dan mereka juga telah melupakan sebagian besar peringatan yang diberikan kepadanya. (QS. AlMaa'idah : 13). Syaikh As-Sa'di rahimahullah menjelaskan

Mohon tidak dibaca ketika khutbah

bahwa kerasnya hati ini termasuk hukuman paling parah yang menimpa manusia (akibat dosanya). Ayat-ayat dan peringatan tidak lagi bermanfaat baginya. Dia tidak merasa takut melakukan kejelekan, dan tidak terpacu melakukan kebaikan, sehingga petunjuk (ilmu) yang sampai kepadanya bukannya menambah baik justru semakin menambah buruk keadaannya (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 225) SECERCAH CAHAYA DI TENGAH GULITA Berjalan di bawah siraman cahaya hidayah merupakan nikmat yang sangat agung. Sebaliknya, tenggelam dalam kegelapan kesesatan merupakan bencana. Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba dan menuntunnya menuju keselamatan adalah cahaya al-Qur'an dan cahaya iman. Yang keduanya telah dipadukan oleh Allah ta'ala di dalam firmanNya (yang artinya), Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki. (QS. asy-Syura: 52) Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Dan sesungguhnya kedua hal itu -yaitu al-Qur'an dan imanmerupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akherat. Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan pada hakekatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya. (al-'Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38) Allah ta'ala berfirman (yang artinya), Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan. (QS. al-An'aam: 122) Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Orang itu -yaitu yang berada dalam kegelapan- adalah dulunya mati akibat kebodohan yang meliputi hatinya, maka Allah menghidupkannya kembali dengan ilmu dan Allah berikan cahaya keimanan yang dengan itu dia bisa berjalan di tengah-tengah orang banyak. (al-'Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 35) Orang-orang yang beriman, mendapat anugerah bimbingan dari Allah untuk keluar dari kegelapan menuju cahaya. Adapun orang-orang kafir dan para penentang ayat-ayat-Nya serta orang-orang yang berpaling dari petunjuk Rabbnya, maka 'pembimbing' mereka adalah thoghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju gelap gulita. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), Allah adalah penolong bagi orang-orang yang beriman, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, adapun orang-orang kafir itu penolong mereka adalah thoghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan-kegelapan. (QS. al-Baqarah: 257) Begitu pula orang-orang munafik, orang-orang yang sengaja meninggalkan kebenaran dan mencampakkannya, maka Allah ta'ala tidak segan-segan untuk membiarkan mereka berjalan di atas kegelapan yang mereka pilih atas kehendak hawa nafsunya. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), Perumpamaan mereka -orang munafik- seperti orang-orang yang menyalakan api, setelah menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak dapat kembali. (QS. alBaqarah: 17-18) Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata, Ini adalah sifat orang-orang munafik. Dahulu mereka beriman sehingga iman itu menyinari hati mereka sebagaimana api yang menyinari orang-orang yang menyalakan api. Kemudian mereka justru kufur maka Allah pun menghilangkan cahaya yang menyinari mereka dan mencabutnya sebagaimana lenyapnya cahaya dari api tersebut sehingga Allah membiarkan mereka berada dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (Tafsir al-Qur'an al-Azhim [1/67]) Semoga Allah melindungi kita dari fitnah dan kemunafikan, dari berpaling kepada kekafiran dan hanyut dalam kemaksiatan setelah Allah berikan kepada kita nikmat hidayah dan ketaatan. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil 'alamin.
Penerbit : Sie Dakwah DKM Nurul Iman, PT. Multi Garmenjaya Penanggungjawab : Wagiyanto ( Ketua DKM Nurul Iman ) Mohon tidak dibaca ketika khutbah Infaq anda membantu kelangsungan Buletin ini

Anda mungkin juga menyukai