Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM

PERCOBAAN X KEANEKARAGAMAN JENIS DALAM KOMUNITAS

NAMA NIM HARI/TANGGAL KELOMPOK ASISTEN

: NURUL ELFIANI PAWELI : H41112304 : SELASA/ 23 APRIL 2013 : I (SATU) B : SUWARDI NURUL QALBY

LABORATURIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

BAB I PENDAHLUAN

I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, yang ditandai dengan ekosistem, jenis dalam ekosistem, dan plasma nutfah (genetik) yang berada di dalam setiap jenisnya. Namun demikian, Indonesia juga merupakan negara dengan tingkat keterancaman lingkungan yang tinggi, terutama terjadinya kepunahan jenis dan kerusakan habitat, yang menyebabkan menurunnya keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, Indonesia merupakan salah satu wilayah prioritas konservasi keanekaragaman hayati dunia. Keanekaragaman hayati yang tinggi tersebut merupakan kekayaan alam yang dapat memberikan manfaat serga guna, dan mempunyai manfaat yang vital dan strategis, sebagai modal dasar pembangunan nasional, serta merupakan paru-paru dunia yang mutlak dibutuhkan, baik di masa kini maupun yang akan datang. Maka dari itu konservasi keanekaragaman hayati memegang peranan penting dalam menunjang pembangunan berkelanjutan mengingat Indonesia juga menjadi salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai Negara megabiodiversity (Suhartini, 2009). Indonesia juga merupakan negara dengan tingkat keterancaman

lingkungan yang tinggi, terutama terjadinya kepunahan jenis dan kerusakan habitat, yang menyebabkan menurunnya keanekaragaman hayati. Hal ini disebabkan karena proses pembangunan, dimana jumlah penduduk yang besar dan terus bertambah menyebabkan kebutuhan dasar pun semakin besar, sehingga sering terjadi perubahan fungsi areal hutan, sawah dan kebun rakyat baik oleh

pemerintah maupun swasta. Keadaan demikian menyebabkan menyusutnya keanekaragaman hayati dalam tingkat jenis (Jatna, 2008). Keanekaragaman jenis adalah karakteristik tingkatan dalam komunitas berdasarkan organisasi biologisnya yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitasnya. Para ahli ekologi bersepakat bahwa konsep

keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk mengukur stabilitas suatu komunitas. Terdapat beberapa metode kuantitatif untuk mengukur

keanekaragaman jenis antara lain Indeks Simpson dan Indeks Shannon-Wiener (Umar, 2013). Dengan demikian percobaan ini dilakukan untuk menetukan

keanekaragaman jenis suatu komunitas berdasarkan pada Indeks Simpson dan Indeks Shannon-Wiener.

I.2 Tujuan Percobaan Tujuan percobaan ini antara lain : 1. Untuk mengetahui dan menentukan keanekaragaman jenis suatu komunitas dengan berdasarkan pada Indeks Simpson dan Indeks Shannon-Wiener. 2. Melatih keterampilan mahasiswa dalam menerapkan teknik-teknik sampling organisme dan rumus-rumus sederhana dalam menghitung keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas.

I.3 Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan keanekaragaman jenis dalam komunitas dilaksanakan pada hari Selasa, 23 April 2013 pukul 14.00-18.00 WITA bertempat di Laboraturium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin. Pengambilan sampel dilakukan pada hari Selasa, 23 April pukul 15.30-16.30 WITA di Cannopy.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Selama bermiliar-miliar tahun melalui proses evolusi, telah terbentuk jutaan jenis yang berbeda-beda. Cara proses ini berlangsung mengakibatkan adanya keterkaitan antara jenis yang satu dengan jenis yang lainnya. Keterkaitan inilah yang disebut kekerabatan. Keanekaragaman jenis merupakan variasi organisme yang ada di bumi. Pembedaan makhluk hidup tanpa dibuat berdasarkan bentuk, ukuran, warna, tempat hidup, tingkah laku. Keanekaragaman jenis adalah sebagai gabungan antara jumlah jenis dan jumlah individu masing-masing jenis dalam komunitas. Bahkan secara kuantitatif keanekaragaman jenis didefinisikan sebagai jumlah jenis yang ditemukan pada komunitas, sedang ukurannya disebut kekayaan jenis (Pringgoseputro, 1998). Kawasan tropika jarang sekali terjadi komunitas alami dirajai oleh hanya satu jenis, dan bila ada biasanya komunitas tersebut mempunyai habitat yang ekstrim yang hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat toleran dan mampu hidup pada habitat tersebut. Sebagai contoh dapat kita ambil hutan mangrove (hutan payau atau hutan bakau) yang dirajai oleh beberapa jenis saja dan masing-masing jenis menjadi dominan pada kondisi habitat tertentu. Pada umumnya dikawasan tropik dalam suatu komunitas setiap jenis mempunyai kedudukan yang hampir sama, tidak ada yang menjadi raja atau dominan. Karekteristik komunitas dikawasan tropis adalah keanekaragaman jenis tinggi. Keanekaragaman (diversity) adalah jumlah jenis tumbuhan atau hewan yang hidup pada suatu tempat tertentu, dihutan Kalimantan misalnya dalam satu hektar teradapat pohon (dengan diameter lebih dari 10 cm) sebanyak kurang lebih 400-500 yang

tergolong dalam 150-200 jenis, sehingga rata setiap jenis hanya mempunyai kurang lebih 2 pohon perhektar. Tidak demikian halnya dikawasan beriklim sedang dan dingin. Dalam satu hektar mungkin hanya terdapat 10-20 jenis saja, bahkan kurang dari itu (Indriyanto, 2008). Pada habitat alami seperti hutan, kerusakan karena faktor serangga herbivor sangat jarang terjadi. Hal ini mungkin disebabkan karena di dalam habitat hutan jumlah serangga karnivor lebih banyak dan keragaman jenis serangga juga jauh lebih tinggi dan kompleks dibandingkan agroekosistem. Pada lahan pertanian, adanya praktek pertanian memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap keanekaragaman serangga. Kondisi daerah tropik memungkinkan keberadaan hewan pemangsa dan parasit dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan di subtropik, dan aktivitasnya menekan populasi inang. Turunnya populasi inang membuat kompetisi antar sesama inang menjadi lebih longgar. Pada kondisi ini sangat mungkin terjadi pertambahan jenis inang yang lain, dan kemudian sekaligus menyebabkan bertambahnya jenis pemangsa dan parasit di dalam ekosistem tersebut (Odum, 1993). Keanakaragaman jenis menunjukkan seluruh variasi yang terdapat pada makhluk hidup antar jenis (interspesies) dalam satu marga. Keanekaragaman jenis lebih mudah diamati daripada keanekaragaman gen. perbedaan antarspesies makhluk hidup dalamsatu marga atau genus lebih mencolok shingga lebih mudah diamati daripada perbedaan antarindividu dalam satu spesies. Misalnya nangka, keluwih, dan sukun ketiganya termasuk dalam genus yang sama, yaitu Arthocarpus. Perbedaan atau keanekaragaman hayati dapat disebabkan oleh faktor abiotik maupun oleh faktor biotik. Perbedaan keadaan udara, cuaca, tanah, kandungan air, dan intensitas cahaya matahari menyebabkan adanya perbedaan

hewan dan tumbuhan yang hidup. Pada umumnya pola distribusi penyebaran tumbuhan dan hewan dikendalikan oleh faktor abiotik seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Perubahan pada faktor abiotik dapat menyebabkan organisme berkembang dan melakukan spesialisasi (Resosoedarmo, 1990). Keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas sangat dipengaruhi oleh hubungan fungsional tingkat tropik atau pemangsaan. Pemangsaan dan persaingan saling menunjang dalam mempengaruhi kenaekaragaman spesies. Turunnya populasi inang membuat kompetisi antar sesama inang menjadi lebih longgar. Pemangsaan besar pengaruhnya terhadap keanekaragaman spesies-spesies yang dimangsa sedang fluktuasi keanekaragaman jenis pemangsa lebih banyak dipengaruhi oleh faktor persaingan. Efesiensi pemangsaan berpengaruh langsung terhadap keanekaragaman jenis dengan mempertahankan monopolisasi syaratsyarat lingkungan utama oleh suatu jenis. Selera pemangsa terhadap rasa mangsa, kerapatan mangsa, kualitas makanan dan adanya inang alternatif (Odum, 1993). Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang tua dan stabil akan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi. Sedangkan suatu komunitas yang sedang berkembang pada tingkat suksesi mempunyai jumlah jenis rendah daripada komunitas yang sudah mencapai klimaks. Komunitas yang memiliki keanekaragaman yang tinggi lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh lingkungan. Jadi dalam suatu komunitas dimana keanekaragamannya tinggi akan terjadi interaksi spesies yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan niche yang lebih kompleks (Umar, 2013). Setiap tingkatan biologi sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies dan komunitas alami, dan kesemuanya penting bagi manusia. Keanekaragaman

spesies mewakili aneka ragam adaptasi evolusi dan ekologi suatu spesies pada lingkungan tertentu. Keanekaragaman spesies menyediakan bagi manusia sumber daya alternatifnya, contohnya, hutan hujan tropik dengan aneka variasi spesies yang menghasilkan tumbuhan dan hewan yang dapat digunakan untuk makanan, tempat bernaung dan obat-obatan. Keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem pertanian seperti persawahan dapat mempengaruhipertumbuhan dan produksi tanaman, yaitu dalam sistem perputaran nutrisi, perubahan iklim mikro, dan detoksifikasi senyawa kimia. Serangga sebagai salah satu komponen keanekaragaman hayati juga memiliki peranan penting dalam jaring makanan yaitu sebagai herbivor, karnivor, dan detrivor (Umar, 2013). Spesies atau jenis memiliki pengertian individu yang mempunyai persamaan secara morfologis, anatomis, fisiologis dan mampu saling kawin dengan sesamanya (inter hibridisasi) yang menghasilkan keturunan yang fertil (subur) untuk melanjutkan generasinya. Keanekaragaman hayati tingkat jenis adalah keanekaragaman hayati yang menunjukkan seluruh variasi yang terdapat pada makhluk hidup antar jenis. Contoh keanekaragaman tingkat jenis adalah dalam keluarga kacang-kacangan, kacang tanah, kacang buncis, kacang hijau, kacang kapri, dan lain-lain. Di antara jenis kacang-kacangan tersebut walaupun ditemukan ciri khas yang sama, akan tetapi ukuran tubuh atau batang, kebiasaan hidup, bentuk buah dan biji, serta rasanya berbeda (Jatna, 2008). Terdapat enam yang menentukan perubahan keanekaragaman jenis organisme dalam satu ekosistem yaitu waktu, heterogenitas ruang, persaingan, pemangsaan, stabilitas lingkungan dan produktivitas. Selama kurun waktu geologis akan terjadi perubahan keadaan lingkungan yang mengakibatkan banyak individu yang tidak dapat mempertahankan kehidupannya, tetapi ada juga

kelompok-kelompok individu yang mampu bertahan hidup terus dalam waktu relatif lama sebagai hasil proses evolusi. Evolusi dapat diartikan sebagai proses yang menyebabkan terjadinya perubahan sifat populasi spesies dari waktu ke waktu berikutnya. Suatu komunitas dapat mengkarakteristikakkan suatu unit lingkungan yang mempunyai kondisi habitat utama yang seragam. Unit lingkungan seperti ini disebut biotop. Hamparan lumpur, pantai pasir, gurun pasir, dan unit lautan merupakan contoh biotop. Biotop ditentukan oleh sifat-sifat fisik. Biotop-biotop lain dapat pula dicirikan oleh unsur organismenya, misalnya padang alang-alang, hutan tusam, hutan cemara, rawa kumpai, dan sebagainya (Heddy, 1986). Manusia dalam mengenal adanya keanekaragaman makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri yang dapat diamati dan juga mungkin tingkah laku, penampilannya, makanannya dan cara perkembangbiakannya, habitatnya serta interaksinya dengan makhluk lain. Pada tumbuhan yang dapat diamati misalnya tempat tumbuhnya, batangnya, daunnya, bunganya, serangga yang

mengunjunginya serta burung yang bersarang di dalamnya. Setiap populasi mempunyai sifat genetik tertentu. Individu-individu sejenis ini mempunyai kerangka dasar komponen genetis yang sama (kromosomnya sama tetapi memiliki komponen faktor keturunan yang berbeda), seperti rasa manis dan asam pada mangga dan warna kuning, merah dan putih pada biji jagung (Jatna, 2008).

BAB III METODE PERCOBAAN

III.1 Alat Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain patok, meteran atau tali dan alat tulis menulis.

III.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain area yang diamati serta organisme dalam area tersebut.

III.3 Prosedur Percobaan Adapun prosedur dari percobaan ini adalah : 1. Dipilih area yang akan diduga tingkat keanekaragamannya. 2. Dibuat petak sampel dalam area tersebut dan diletakkan petak secara acak atau sistematis dengan ukuran yang sesuai dengan keadaan komunitas. 3. Dilakukan pergitungan jumlah individu dan jenis pada setiap petak sampel. 4. Dibuat tabel hasil pengamatan komunitas tersebut agar memudahkan pengolahan data. 5. Diolah data yang diperoleh dengan menggunakan Indeks Simpson dan Indeks Shannon-Wiener.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Tabel 1. Data Vegetasi dengan Menggunakan Metode Jalur Berpetak
No. 1. 2. Nama Spesies Pohon Flamboyan Delonix regia Pohon Bungur Lagerstromia speciosa Family Fabaceae Lythraceae Jumlah 3 2

3. 4. 5.

Pohon Kemiri Aleurites moluccana Pohon Mengkudu Morinda citrifolia Pohon Belimbing Wuluh Averrhoa bilimbi

Euphorbaceae Rubiceae Oxalidaceae

1 1 1

6. 7.

Pohon Jeruk Cytrus biosecurity Kembang Kertas Bougainvillea spectabilis

Asteraceae Rutaceae

1 1

8.

Rumput Gajah Pennisetum purpureum

Poaceae

73

83

IV.2 Analisis Data IV.2.1 Indeks Keanekaragaman dengan Menggunakan Indeks Shannon Wiener

DAFTAR PUSTAKA

Heddy, S., 1986. Pengantar Ekologi. CV Rajawali, Jakarta. Indriyanto., 2008. Ekologi Hutan. Bumi Aksara, Jakarta. Jatna, Supriatna, 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Odum, E., 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Pringgoseputro, S., 1998. Ekologi Umum. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Resosoedarmo, Soedjiran, 1990. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya, Jakarta. Suhartini, 2009. Peran Konsevarsi Kenakeragaman Hayati Dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan. Vol: IV, No. 7, Hal: 199-205. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Umar, M. R., 2013. Bahan Ajar Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin, Makassar. Umar, M. R., 2013. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Anda mungkin juga menyukai