Anda di halaman 1dari 5

Dan pacaran yang kita dapati saat ini adalah bermakna memadu cinta dari lawan jenis, saling

mengasihi, saling mencintai, saling menyayangi dan melakukan kegiatan layaknya orang yang saling mencinta, seperti gandengan tangan, berdua-duaan. Bagaimana hukum pacaran dalam Islam? memang boleh! tapi dengan syarat, yaitu dengan dihalalkan terlebih dahulu hubungan mereka dengan cara pernikahan. Pacaran dalam Islam itu sangat dianjurkan terutama setelah halal. Hukum pacaran dalam Islam akan menjadi haram apabila dilakukan sebelum menikah. Sesuai dengan beberapa hadis Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang) [Al-Israa : 32] Barangsiapa yang percaya kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia berdua-duaan dengan perempuan yang tidak ada bersamanya seorang muhrimnya karena yang ketiganya di waktu itu adalah setan. Seseorang ditusuk kepalanya dengan jarum besi lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Hadits ini diriwayatkan oleh Ar-Ruyani di dalam kitab Musnad-nya (227/2)

Nah, sekedar berdua-duaan saja atau menyentuh saja tidak boleh, apalagi pacaran sebeulum halalnya? Bisa jadi muncul sebuah pertanyaan, saya sudah cinta banget, gimana nih? Itu simpel saja, yaitu halal kan hubungan dengan menikah. Apa yang menahanmu dari sunah rasulallah yang sangat disarankan ini. Soal rezeki? Menyikapi soal rezeki yang dirasa tidak cukup untuk kehidupan rumah tangga ini, Ippho Santosa memberikan perumpamaan Hidup sendiri-sendiri saja cukup rezekinya, bagaimana jika dua rezeki digabungkan(menikah)? tentu akan lebih besar kan? menikah itu meluaskan rezeki begitu kira-kira tutur Ippho Santosa. Menikah itu berpahala. Dan yakinlah yang menyediakan rezeki itu bukan manusia tapi Allah SWT. Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui. (QS. An Nuur (24) : 32) Allah Taala telah berfirman : "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya", yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita beriman "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS. An-Nuur : 30-31). Abu Bakr Al-Jazairi mengenai ayat diatas berkata : "Hendaknyalah mereka menahan pandangannya sehingga tidak melihat kepada wanita yang tidak halal baginya." Larangan ini juga berlaku bagi wanita yaitu haram memandang laki-laki yang tidak halal baginya. Ayat ke dua yang membahas tentang kewajiban menutup tubuh adalah ayat 59 surah AlAhzab yang berbunyi: Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak

perempuanmu dan istri-istri orang mukmin,Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak di ganggu. Dalam kitab Lisnul Arabi di katakan: Jilbab, yaitu lebih besar dari kerudung dan lebih kecil dari jubah, yang dengan wasilah ini wanita menutupi kepala dan dadanya. Oleh karena itu kata Jilbb dalam surah Al-Ahzab di atas dan kata Khumur dalam surah An-Nur dengan jelas menekankan mengenai kewajiban menutup tubuh bagi wanita terhadap non mahramnya. Biasanya Khumur menunjukkan pada kewajiban menutup kepala dan dad a serta leher dengan sesuatu yang menyerupai kerudung, akan tetapi Julbaab adalah sebuah pakaian yang lebih panjang dari kerudung di mana seluruh tubuh tertutupi olehnya; yaitu sesuatu yang menyerupai jubah dan biasanya dipakai oleh wanita-wanita arab. Hijab adalah wajib bagi semua wanita, dan wanita-wanita yang bertalian dan bersangkutan dengan kepemimpinan umat harus lebih berhati-hati, sebab mereka akan menjadi tokoh atau panutan terhadap wanita-wanita lain. Dengan demikian baik dalam berbicara, berhadapan dan bertemu dengan masyarakat serta aktivitas lainnya, menjaga hijab sangatlah dianjurkan karena mereka dalam hal ini sangatlah peka dan sensitif. Dari sudut pandang yang lain, kali ini Al-Quran menjadikan istri-istri Nabi sebagai acuan, dan berkata: (Yaa nisaaannabii lastunna kaahadin minannisaai inittaqaitunna falaa takhdhana bil qauli fayathmaa aladzi fi qalbihi maradhun wa qulna qawlan maruufan). Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. (QS.Al-Ahzab : 32) Ayat di atas adalah menegaskan tentang bagaimana menghindari terjadinya dosa dan fitnah dan wanita-wanita diharuskan memiliki batas di dalam berbicara dengan yang non muhrimnya, sebagaimana di dalamnya tidak terlihat berbagai bentuk godaan dan rangsangan sehingga dapat menimbulkan fitnah. Demikan juga mengenai istri-istri Nabi saw dikatakan: (Wa qarna buyuutikunna walaa tabarrajna tabarruja aljahiliyyati al uula). Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu. (QS.Al-Ahzab : 33) Dan juga ayat 53 dalam surah yang sama diketahui sebagai pelengkap tentang kebagaimanaan wanita-wanita menjaga hijabnya dalam bersosialisasi dan mengatakan:( Wa idzaa saaltumuhunna mataaaan fas aluhunnna min waraai hijaabin dzalikum athharu liquluubikum wa quluubihinna . Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. (QS. Al-Ahzab : 53) Ketika kita mencermati muatan ayat tersebut di atas, maka sangatlah jelas bahwa hijab adalah menghindari dari terjadinya dosa dan fitnah, dan kesemuanya ini telah ditekankan pada hijab dan penutup tubuh wanita untuk kebersihan dan keselamatan masyarakat. Masih terdapat banyak poin-poin tentang hijab dari ayat yang lain dalam Al-Quran yang dikarenakan pembahasannya akan dialihkan ke topik yang lain maka kami tidak memberikan penjelasannya.

Taaruf adalah kegiatan bersilaturahim, kalau pada masa ini kita kata berkenalan bertatap muka, atau bertamu ke rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya.

Bole juga dikatakan bahawa tujuan dari berkenalan tersebut adalah untuk mencari jodoh. Taaruf boleh juga dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak untuk bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jinjang khitbah - taaruf dengan mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar saling mengenal. Sebagai saranan yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan, taaruf sangat berbeza dengan bercinta. Taaruf secara syar`i memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbezaan hakiki antara bercinta dengan taaruf adalah dari segi tujuan dan manfaat. Jika tujuan bercinta lebih kepada kenikmatan sesaat, zina, dan maksiat. Taaruf jelas sekali tujuannya yakni untuk mengetahui kriteria calon pasangan. 2. Apakah Perbezaan bercouple dan Ta'aruf ?

Dalam bercinta, mengenal dan mengetahui hal-hal tertentu calon pasangan dilakukan dengan cara yang sama sekali tidak memenuhi kriteria sebuah pengenalan. Ibarat seorang yang ingin membeli motor second, tapi tidak melakukan pemeriksaan, dia cuma memegang atau mencuba motor itu tanpa pernah tahu kondisi enjinnya. Sedangkan taaruf adalah seperti seorang mekanik motor yang pakar memeriksa mesin, sistem kemudi, sistem rem, sistem lampu dan elektrik, roda dan sebagainya. Bila ternyata baik, maka barulah dia melakukan tawar-menawar. Ketika melakukan taaruf, seseorang baik pihak lelaki atau wanita berhak untuk bertanya yang detail, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam menyampaikannya. Kerana bila tidak jujur, boleh menyebabkan krisis kemudian hari. 3. Ada Suatu Pertanyaan Seperti ini ? a. Bagaimana hukum berkunjung ke rumah akhwat (wanita) yang hendak dinikahi dengan tujuan untuk saling mengenal karakter dan sifat masing-masing? .. Katakan kepada kaum mukminin hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka hingga firman-Nya- Dan katakan pula kepada kaum mukminat hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka . Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma dia berkata: : Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang pandangan pada wanita yg tiba-tiba ? maka beliau bersabda: Palingkan pandanganmu. Adapun suara dan ucapan wanita pada asal bukanlah aurat yg terlarang. Namun tdk boleh bagi seorang wanita bersuara dan berbicara lbh dari tuntutan hajat dan tdk boleh melembutkan suara. Demikian juga dgn isi pembicaraan tdk boleh berupa perkara-perkara yg membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Kerana bila demikian maka suara dan ucapan menjadi aurat dan fitnah yg terlarang. Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

Maka janganlah kalian berbicara dgn suara yg lembut sehingga lelaki yg memiliki penyakit dlm kalbu menjadi tergoda dan ucapkanlah perkataan yg maruf . Adalah para wanita datang menemui Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan di sekitar beliau hadir para shahabat lalu wanita itu berbicara kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan kepentingan dan para shahabat ikut mendengarkan. Tapi mereka tdk berbicara lbh dari tuntutan hajat dan tanpa melembutkan suara. 4. Proses Ta'aruf Lalu bagaimana proses taaruf yang syari sehingga menuju pernikahan yang barakah? Yang pertama iaitu tidak boleh menunggu, misalnya jarak antara taaruf dengan pernikahan selama satu tahun. Si akhwat diminta menunggu selama satu tahun karena ikhwannya harus bekerja terlebih dahulu atau harus menyelesaikan kuliah dulu. Hal ini jelas menzalimi akhwat kerana harus menunggu, dan juga apa ada jaminan bahawa saat proses menunggu itu tidak ada syaitan yang mengganggu?? Yang kedua adalah tidak boleh malumalu, jadi kalau memang sudah bsedia untuk menikah sebaiknya segera untuk mengajukan diri untuk bertaaruf. Apabila malu maka akan lmbat prosesnya. Etika selama bertaaruf yaitu jangan terburu-buru menjatuhkan cinta. Misalnya ketika kita mendapatkan satu biodata calon pasangan tanpa mengenal lebih dalam, tiba-tiba sudah yakin dengan pilihan itu. Alangkah baiknya jika mengenal lebih dalam mulai dari kepribadian,fizikal,dan juga latar belakang keluarganya, sehingga nanti tidak seperti membeli kucing dalam sangkar. 5. Kesimpulan Dengan demikian jelaslah bahawa bercinta bukanlah alternatif yang ditoleransikan dalam Islam untuk mencari dan memilih pasangan hidup. Menjadi jelas pula bahawa tidak boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada calon isteri selama belum rasmi menjadi isteri. Baik ungkapan itu secara langsung atau lewat telefon, ataupun melalui surat. Kerana saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adalah hubungan asmara yang mengandung makna bercinta yang akan mengheret ke dalam fitnah. Adapun cara yang ditunjukkan oleh syariat untuk mengenal wanita yang hendak dilamar adalah dengan mencari keterangan tentang yang bersangkutan melalui seseorang yang mengenalnya, baik tentang biografi (riwayat hidup), karakter, sifat, atau hal lainnya yang diperlukan untuk diketahui demi maslahat pernikahan. Boleh juga dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti isteri teman atau yang lainnya. Dan pihak yang diminta memberi keterangan berkewajiban untuk menjawab sebaik mungkin, meskipun harus membuka aib wanita tersebut kerana ini bukan termasuk dalam kategori ghibah yang tercela. Hal ini termasuk dari enam perkara yang dikecualikan dari ghibah, meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebaliknya dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berhasrat untuk meminangnya, dapat menempuh cara yang sama.

Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Fathimah bintu Qais ketika dilamar oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm, lalu dia minta nasihat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam maka beliau bersabda: Adapun Abu Jahm, maka dia adalah lelaki yang tidak pernah meletakkan tongkatnya dari bahunya Adapun Muawiyah, dia adalah lelaki miskin yang tidak memiliki harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid. (HR. Muslim) Para ulama juga menyatakan bolehnya berbicara secara langsung dengan calon isteri yang dilamar sesuai dengan tuntutan hajat dan maslahat. Akan tetapi tentunya tanpa khalwat dan dari balik hijab. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti (130-129/5 cetakan Darul Atsar) berkata: Bolehnya berbicara dengan calon isteri yang dilamar wajib dibatasi dengan syarat tidak membangkitkan syahwat atau tanpa disertai dengan menikmati percakapan tersebut. Jika hal itu terjadi maka hukumnya haram, kerana setiap orang wajib menghindari dan menjauhi dari fitnah. Perkara ini diistilahkan dengan taaruf. Adapun terkait dengan hal-hal yang lebih spesifik iaitu organ tubuh, maka cara yang diajarkan adalah dengan melakukan nazhar, iaitu melihat wanita yang hendak dilamar. Wallahu alam.

Anda mungkin juga menyukai