Anda di halaman 1dari 39

DIABETES MELITUS

SEJARAH
Diabetes Mellitus Sudah dikenal sejak zaman Ebers Papyrus 1550 SM. Penyakit dengan ciri khas : Lemas Haus Sering BAK ( Penyakit Banyak Kencing )

1674 Wilis , Mencatat rasa manis pada air seni ( Kencing digelimangi madu dan gula ) mellitus = madu Matthew Dobson : Rasa manis karena ada gula. 1815, Chevreul (ahli kimia) : Membuktikan bahwa gula dalam air seni adalah glukosa. Ibnu Sina, kaki busuk ( gangren ) pada penderita DM. 1921, Dokter Kanada (dokter bedah) : Frederic Grant Banting Charles Best Menemukan insulin pertama kali, berhasil mengontrol DM dengan insulin mengekstraksi dari pancreas anjing. 11/01/1922 : Leonardo Thomson (remaja) pasien pertama menerima insulin di RS Toronto, Kanada 1954, Obat-obat DM (Oral) mulai ditemukan 1979, Goedde menghasilkan insulin manusia sintetis yang sempurna dengan rekayasa genetika.

DEFINISI
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit gangguan metabolik disebabkan oleh kekurangan insulin secara relative maupun absolut. Kekurangan insulin absolute adalah insulin tidak dapat dihasilkan sama sekali oleh pancreas. Kekurangan insulin relative : Insulin yang disekresikan sedikit Kualitas insulin yang disekresikan buruk Resistensi insulin atau tubuh tidak menggunakan insulin untuk metabolism glukosa terutama jaringan otot. 1

EPIDEMIOLOGI
Indonesia berkisar 1,4 1,6 % dari jumlah penduduk. Pada 30 tahun yang akan datang penduduk Indonesia meningkat 40% dan pasien DM diperkirakan meningkat 86-138 %. 1 Diantara penyakit degenerative,diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa yang akan datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.2 Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia,kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6% .2

KLASIFIKASI
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA) 1997. Klasifikasi Etiologis Diabetes Mellitus (ADA 1997) 1. Diabetes tipe 1. (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) : Autoimun Idiopatik 2. Diabetes tipe 2. (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin). 3. Diabetes tipe Lain a) Defek genetik fungsi sel beta : Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3 DNA mitokondria b) Defek genetik kerja insulin c) Penyakit eksokrin pankreas Pankreatitis tumor/pankreatektomi pankreatopati fibrokalkulus d) Endokrinopati akromegali sindrom Cushing feokromositoma hipertiroidisme e) Karena obat/zat kimia vacor, pentamidin, asam nikotinat glukokortikoid, hormon tiroid tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain. f) Infeksi Rubella kongenital, Cyto-MegaloVirus (CMV)

4.

Sebab imunologi yang jarang antibodi anti insulin h) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, dan lain-lain Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

g)

ETIOLOGI
Diabetes Melitus (Brunner & Suddarth, 2002) A. Diabetes Tipe I Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

B.

Diabetes Tipe II Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes

tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.

Pembentukan insulin yang normal

Penurunan pembentukan insulin

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001). C. Diabetes Gestasional Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si Ibu : 1. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil 2. Si ibu mengalami/menderita DM saat hamil Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke : Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan. Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil. Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pembuluh darah panggul dan pembuluh darah perifer. 90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM Gestasional (Tipe II) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus = IDDM, tipe I). Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.

Faktor Risiko terkena DM : Keturunan Obesitas / Kegemukan Hipertensi Kurang olah raga Penyakit kronis Kurang gizi. 1

PATOFISIOLOGI Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose dengan bantuan transporter glukosa (GLUT 4).

Inkretin Suatu hormone yang diproduksi di usus ( jejunum dan ileum) akibat adanya makanan dalam usus dan dilepaskan ke darah dengan tujuan respon insulin menjadi lebih intensif. Respon lebih intensif karena : Adanya proliferasi dan peningkatan massa sel Pankreas Menghambat apoptosis sel Mensupresi pelepasan glukagon sel . 1 Patofisiologi DM tipe 1 Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian sel beta pancreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meski rinciannya masih samar. Pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan biasanya memulai proses ini pada individu dengan kerentanan genetik. Infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu tetapi agen non infeksius juga dapat terlibat. Ketiga, dalam rangkaian respon peradangan pankreas, disebut insulitis. Sel yang mengifiltrasi sel beta adalah monosit atau makrofag dan limfosit T teraktivasi.

Keempat, adalah perubahan atau transformasi sel beta sehingga tidak dikenali sebagai sel sendiri, tetapi dilihat oleh sistem imun sebagai sel. Kelima, perkembangan respon imun karena dianggap sel asing terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja bersama-sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes. Patofisiologi DM tipe 2 Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 mempunyai dua efek fisiologis. Sekresi insulin abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran. Ada tiga fase normalitas. Pertama glukosa plasma tetap normal meskipun terlihat resistensi urin karena kadar insulin meningkat. Kedua, resistensi insulin cenderung menurun sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa bentuk hiperglikemia.Pada diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin normal, malah mungkin banyak, tetapi jumlah reseptor pada permukaan sel yang kurang. Dengan demikian, pada DM tipe 2 selain kadar glukosa yang tinggi, terdapat kadar insulin yang tinggi atau normal. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin. Penyebab resistensi insulin sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor berikut ini turut berperan :

Obesitas terutama sentral. Diet tinggi lemak rendah karbohidrat. Tubuh yang kurang aktivitas. Faktor keturunan.

DM TIPE II. 1
Gangguan reseptor insulin Insulin darah tinggi tapi glukosa darah juga tinggi Gula intrasel rendah Nafsu makan meningkat

Merangsang sel Pankreas terus berproduksi Kerusakan sel Pankreas Insulin darah rendah Failed counter pada glukagon Glukagon meningkat Hepato Glucos Production meningkat

Gula darah meningkat

DM TIPE I
NAMA LAMA DM JUVENIL

DM TIPE II
DM DEWASA

UMUR

BIASA < 40 ( TDK SELALU)

BIASA > 40 ( TDK SELALU)

KEADAAN SAAT DIAGNOSA

BERAT

RINGAN

KADAR INSULIN

TIDAK ADA INSULIN

INSULIN CUKUP TINGGI

BERAT BADAN

BIASANYA KURUS

BIASANYA GEMUK/NORMAL

PENGOBATAN

INSULIN,DIET,OLAHRAGA

DIET,OLAHRAGA,TABLET,INSULIN

Pengaturan Homeostasis Glukosa Darah Gula darah perlu dipertahankan normal ( 70-150mg%) karena Sel otak dan sel-sel mata energinya terutama berasal dari glukosa darah. Mencegah kerusakan organ tubuh, apabila gula darah terlalu rendah atau terlalau tinggi baik yang terjadi secara akut maupun kronik. 1 Mekanisme tubuh pada saat hipoglikemi / lapar. :

Hipoglikemi ( < 70mg% )

Glicogenolisis + Gluconeogenesis Seluruh sel jaringan terutama hepar Otak tidak mampu glico + gluco

Glukagon HGP

Mekanisme tubuh pada saat hiperglikemi / sesudah makan. 1 Hiperglikem i >150 mg% Glicogenesis Hepar (terutama) Otak tidak mampu Insulin Otot + jaringan lemak (reseptor utama/95%)

Produksi Insulin Oleh Kelenjar Pankreas

Nol/ Sangat kurang

Kurang

Normal tetapi kualitas buruk atau gangguan reseptor insulin pada target organ

Tergantu ng insulin dari luar

DM Tipe II 90% oleh karena obesitas keturunan DM Tipe lain oleh karena penyakit/tumor

DM Tipe I Genetik,kerusa kan pancreas berat (tidak mungkin sembuh)

Obat minum ( obat DM Oral) Oral kombinasi Insulin Oral + Insulin Mungkin sembuh,mungkin tidak sembuh

Manifestasi Klinis Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin.Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat.Jika hiperglikemi berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini,maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin,maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif sehingga berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.3 Pasien dengan diabetes tipe I sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia,poliuria,turunnya berat badan,polifagia,lemah,somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu.Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis,serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera.Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolism dan umumnya penderita peka terhadap insulin.Sebaliknya pasien dengan diabetes tipe II mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnose hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa.Pada hiperglikemia berat,pasien tersebut mungkin menderita polidipsia,poliuria,lemah dan somnolen.Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolute namun hanya relatif. 3 Gejala akut Pada tahap permulaan, gejala yang ditunjukkan meliputi: banyak makan atau polifagia, banyak minum atau polidipsia, dan banyak kencing atau poliuria. Pada fase ini, biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus naik, karena pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi (Tjokroprawiro, 2001).

Gejala Kronik Gejala kronik yang sering timbul adalah kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal dikulit, kram, lelah, mudah mengantuk, mata kabur, gatal disekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg (Tjokroprawiro, 2001).

Keluhan khas diabetes mellitus :


Poliuria. Polidipsia.

Polifagia. Berat badan menurun cepat.

Keluhan tidak khas diabetes mellitus :


Kesemutan. Gatal di daerah genital. Keputihan. Infeksi sulit sembuh. Bisul yang hilang sembuh. Penglihatan terganggu. Cepat lelah. Mudah mengantuk, dll

Gula Darah

Lebih / hiperglikemia

Kurang / hipoglikemia

Komplikasi

Akut Darah lebih asam Koma-DKA asidosis laktat

Lemas Mual Sakit kepala Berdebar Tremor Lapar Keringat dingin

Kronik -Otak 2x Pembulu -Jantung h darah 2x -Ginjal 7x -Mata 25x Amputas Sel saraf Neuropa ti Impote n 5070 %

Baal

DIAGNOSIS
Seseorang disebut DM apabila GD Puasa > 126 mg% atau dan GD Sewaktu ( 2 jam PP) > 200 mg% ditambah Gejala klinis khas ( poliuri,polidipsi,polifagi) Bila GD Puasa > 126 mg% atau dan GD Sewaktu > 200mg% ( 2 jam PP) tanpa gejala klinik yang khas, maka 1 : Cek Ulang GD

GD Puasa > 126mg % atau dan GD sewaktu ( 2 jam PP) > 200mg%

GD Puasa < 110mg % atau dan GD sewaktu ( 2 jam PP) < 140 mg%

GD puasa 110-126 mg % atau dan GD sewaktu (2 jam PP) 140-199 mg%

DM

Bukan DM

Calon DM/gangguan toleransi glukosa

Menurut Suyono (2002), diagnosis diabetes dipastikan bila : 1) Kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL atau lebih ditambah gejala khas diabetes. 2) Glukosa darah puasa 126 mg/dL atau lebih pada dua kali pemeriksaan pada saat berbeda.

Bila ada keraguan, perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) atau yang populer disebut OGTT (Oral Glukose Tolerance Test) dengan mengukur kadar glukosa puasa dan 2 jam setelah minum 75 g glukosa (Suyono, 2002). Cara test Toleransi Glukosa Oral ( TTGO) Puasa semalam selama 10-12 jam GD puasa diperiksa Diberikan glukosa 75 gram dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit Periksa GD setelah 2 jam Selama pemeriksaan pasien tetap istirahat dan tidak merokok. 1 Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantapan kendali mutu secara teratur). Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler.

Tes HbA1C

Pemantauan dengan menggunakan HbA1C merupakan standar emas pemeriksaan gula darah dibanyak sentral, tes ini memberikan masukan yang penting untuk profesional perawatan kesehatan dan klien. Karena itu, pemahaman dari tes ini dan implikasinya terhadap risiko kesehatan jangka panjang adalah sangat penting bagi klien. Kelebihan pemeriksaan ini adalah penanda
paparan kumulatif kadar gula darah berlebih selama periode 2 3 bulan (dalam American Journal of Medicine, 2007). Seseorang yang melakukan tes harian pada glucometer dan menunjukkan hasil yang tinggi merupakan implikasi dari nilai kadar HbA1C yang tinggi pula. Hasil pada glucometer tinggi bila asupan makanan tidak sesuai dengan diet yang dianjurkan, tidak pernah melakukan olahraga, dan sebagainya. sedangkan kadar HbA1C tinggi bila kadar gula darah terakumulasi secara berkepanjangan dari hasil pengukuran pada glucometer sebelumnya. HbA1C terbentuk pasca-translasi yang berlangsung lambat dan tidak dipengaruhi oleh enzim sepanjang masa hidup eritrosit. Karena itu pada eritrosit yang lebih tua kadarnya lebih tinggi daripada eritrosit yang lebih muda. Hemoglobin bercampur dengan larutan berkadar glukosa tinggi, rantai beta molekul hemoglobin mengikat satu gugus glukosa secara ireversibel, maka proses ini dinamakan glikosilasi. Glikosilasi terjadi secara spontan dalam sirkulasi dan tingkat glikosilasi ini meningkat apabila kadar glukosa dalam darah tinggi.Pada orang normal, sekitar 46% hemoglobin mengalami glikosilasi menjadi hemoglobin glikosilat atau HbA1C. Pada hiperglikemia yang berkepanjangan, kadar HbA1C dapat meningkat hingga 1820% Glikosilasi tidak mengganggu kemampuan hemoglobin mengangkut oksigen, tetapi kadar HbA1C yang tinggi mencerminkan kurangnya pengendalian diabetes. Setelah kadar normoglikemik menjadi stabil, kadar HbA1C kembali ke normal dalam waktu sekitar 3 minggu. HbA1C terbentuk dari ikatan glukosa dengan gugus amida pada asam amino valin di ujung rantai beta dari globulin Hb dewasa normal yang terjadi pada 2 tahap. Tahap pertama terjadi ikatan kovalenaldimin berupa basa Schiff yang bersifat stabil dan tahap kedua

terjadi penyusunan kembali secara Amadori menjadi bentuk ketamin yang stabil. Pada keadaan hiperglikemik akan meningkatkan pembentukan basa Schiff antara gugus aldehid glukosa dengan residu lisin, arginin, dan histidin. Selain itu, produk glikosilasi kolagen dan protein lain yang berumur panjang dalam interstisium dan dinding pembuluh darah mengalami serangkaian tata ulang untukmembentuk irreversible advanced glycosylation end products (AGE), yang terus menumpuk di dinding pembuluh. AGE ini memiliki sejumlah sifat kimiawi dan biologic yang berpotensi patogenik dan diduga turut mendasari komplikasi diabetik. Beberapa obat hipoglikemik oral (OHO) dapat menurunkan kadar HbA1C sebesar 0.52% bergantung cara kerja obat-obatan tersebut, yang sebagian besar akan meningkatkan sekresi dan sensitivitas terhadap insulin. No 1 2 3 Tingkat HbA1C Baik Sedang Buruk Interval <6,5% 6,5%-8% >8%

Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya ( massscreening=pemeriksaan penyaring) tidak dianjurkan karena di samping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check up), adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan. Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT (toleransi glukosa terganggu), dan GDPT (glukosa darah puasa terganggu), sehingga kemudian dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan sekunder dapat segera diterapkan. Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu :

kelompok usia dewasa tua (> 45 tahun) kegemukan {BB (kg)> 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m 2)} tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg) riwayat keluarga DM riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram riwayat DM pada kehamilan dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl). pernah TGT atau GDPT

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar (lihat skema langkah-langkah diagnostik DM).

Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. Pasien dengan Toleransi Glukosa Terganggu dan Glukosa Darah Puasa Terganggu merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi daripada kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. Tabel Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Kadar glukosa sewaktu plasma darah kapiler darah <110 vena < 90

Belum pasti DM DM

110-199 90 - 199

>200 >200

Kadar glukosa darah puasa plasma vena <110 darah kapiler < 90 * metoda enzimatik

110-125 90 - 109

>126 >110

Langkah-langkah untuk Menegakkan Diagnosis Diabetes Melitus


Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.

Untuk kemudahan, PERKENI hanya menganjurkan pemeriksaan kadar glukosa darah pada jam ke-2 saja. Alasan untuk kemudahan ini disarankan juga oleh ADA, yang bahkan juga memakai hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl untuk kriteria diagnosis.

Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*


1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl Atau 2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir Atau 3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO** * Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat. **Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik Untuk penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah puasa. Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama (Lihat Buku Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Gestasional). OLAHRAGA Makan dulu dan minum obat DM sebelum olahraga Olahraga teratur 3 5 kali seminggu Tipe olah raga adalah yang ringan dan sedang seperti jalan,jogging,lari kecil,berenang dan bersepeda Waktu 30 60 menit Target tercapai 60 70% MHR (Maximum heart rate / nadi ). MHR = 60% X ( 220 UMUR ) Pakai sepatu yang baik.1

Latihan jasmani dianjurkan secara teratur yaitu 3-5 kali dalam seminggu selama kurang lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE (Continuous, rhytmical, interval, progresife, endurance training) (Perkeni, 1998). Menurut Haznam (1991) olahraga dianjurkan karena bertambahnya kegiatan fisik menambah reseptor insulin dalam sel target. Dengan demikian insulin dalam tubuh bekerja lebih efektif, sehingga lebih sedikit obat anti diabetik (OAD) diperlukan, baik yang berupa insulin maupun OHO (Obat Hipoglikemik Oral).

Latihan jasmani (normal) pada waktu gerak badan (exercise). Ambilan glukosa oleh otot 7 20x Curah jantung 5 6x Konsumsi oksigen tubuh 20x Produksi glukosa hati 3 5x (dari pemecahan glikogen) Hal ini terjadi oleh karena glikogen otot relatif sedikit. Glukagon Hormon pertumbuhan Katekolamin Kortisol Penurunan insulin dalam sirkulasi Bila gerak badan lama (2 jam) utilisasi asam lemak bebas (free fatty acid) di jaringan periferi. Dengan mekanisme ini glukosa darah stabil. Keuntungan latihan ketahanan teratur penderita DM : Efek Metabolik Sensitivitas Normalisasi oksidasi bahan bakar Enzim oudative Ambilan asam amino Ambilan oxygen max Efek Kardiovaskular HBAIC Trigliserida serum HDL cholesterol Tekanan darah istirahat Sirkulasi perifer membaik Transpotasi oxygen Cardiac dynamic Latihan Jasmani : Dianjurkan latihan jasmani secara teratur: 3 4 x/minggu Sifatnya sesuai CRIPE : Continuous

Rhytmical Interval Progressive Endurance training Sedapat mungkin dapat mencapai zona sasaran 75 85%. Denyut nadi maksimal = 220 - umur Disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Contoh : Olahraga ringan : Berjalan kaki 30 m sedang : Berjalan cepat 20 m berat : Jogging

Kontraindikasi absolut : 1. Retinopati proliferatif 2. Myokard infark gmg terakhir 3. Neuropati otonomik stress fraktur Kontraindikasi relatif : 1. Neuropati DM + gagal ginjal 2. Kontrol metabolik jelek 3. Penderita yang selalu mengalami hipoglikemi.

PENANGANAN / PENGOBATAN
Pada prinsipnya, pengendalian DM melalui obat ada 2 yaitu : 1) 2) Obat Anti Diabetes (OAD) atau Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yang berfungsi untuk merangsang kerja pankreas untuk mensekresi insulin. Suntikan insulin. Pasien yang mendapat pengobatan insulin waktu makanannya harus teratur dan disesuaikan dengan waktu pemberian insulinnya. Makan selingan diberikan untuk mencegah hipoglikemia (Perkeni, 1998).

Gula darah akan naik bila : Produksi insulin menurun Produksi gula oleh hati meningkat Afinitas reseptor insulin pada target organ menurun Asupan makanan di usus meningkat.1

Obat Berkhasiat Hipoglikemik

Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur namun pengendalian kadar glukosa darahnya belum tercapai (lihat sasaran pengendalian glukosa darah), dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik (oral/suntikan). 1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Pada umumnya dalam menggunakan obat hipoglikemik oral, baik golongan sulfonilurea, metformin maupun inhibitor glukosidase alfa, harus diperhatikan benar fungsi hati dan ginjal. Tidak dianjurkan untuk memberikan obat-obat tersebut pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal. Macam macam obat DM Oral : a) Golongan Sulfonil Urea Meningkatkan sekresi insulin Penurunan produksi glukosa oleh hati dengan mekanisme mengurangi degradasi insulin Hati hati hipoglikemi Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Oleh sebab itu merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari risiko hipoglikemia yang berkepanjangan, pada pasien usia lanjut obat golongan sulfonilurea dengan waktu kerja panjang sebaiknya dihindari. Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darh dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri.

b) Golongan Biguanid Mekanisme utama adalah penurunan produksi glukosa oleh hati ( HGP Menurun) yaitu turun nya glikogenolisis dan glukoneogenesis oleh hati Ikut meningkatkan jumlah reseptor insulin Efek samping mual , diare. Obat golongan ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati di samping juga efek memperbaiki ambilan glukosa perifer. Obat golongan ini terutama dianjurkan dipakai sebagai obat tunggal pada pasien gemuk. Biguanid merupakan kontraindikasi pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya pasien dengan penyakit serebro kardiovaskular). Obat biguanid dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan bersamaan atau sesudah makan. c) Golongan Alfa glukosidase inhibitor Menghambat absorbs glukosa dari usus yaitu dengan cara menghambat enzim glukosidase Dosis awal 50 mg, diminum bersama makan / dikunyah bersama suap pertama,dinaikkan secara bertahap sampai dengan dosis maksimal 600 mg Hipoglikemi yang terjadi bila dikombinasi dengan sulfonil urea lainnya hanya dapat diatasi dengan gula murni ( Dextrose 40 %) bukan dengan gula pasir Efek samping mual,flatus,diare. Obat golongan ini mempunyai efek utama menurunkan puncak glikemik sesudah makan.Terutama bermanfaat untuk pasien dengan kadar glukosa darah puasa yang masih normal. Biasanya dimulai dengan dosis 2 kali 50 mg setelah suapan pertama waktu makan. Jika tidak didapati keluhan gastrointestinal, dosis dapat dinaikkan menjadi 3 kali 100 mg. Pada pasien yang menggunakan acarbose jangka panjang perlu pemantauan faal hati dan ginjal secara serial, terutama pasien yang sudah mengalami gangguan faal hati dan ginjal. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus. Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah secara adekuat. Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. d) Golongan Thiazolindion / Glitazon Meningkatkan jumlah reseptor di sel otot dan sel lemak ( lebih kuat dari metformin) Paling toksik terhadap hati disbanding obat oral lain nya Efek samping retensi cairan / gemuk

e) Golongan Vildagliptin Memperpanjang masa kerja inkretin dengan cara menghambat DPP-4. 1

Tabel Mekanisme Kerja, Efek Samping Utama dan Pengaruh terhadap HbA1c

Cara kerja utama

Efek samping utama

Pengaruh terhadap HbA1c

Sulfonilurea

Meningkatkan sekresi insulin

BB naik Hipoglikemia

1,5-2,5%

Metformin

Menekan produksi glukosa hati

Diare, dispepsia, asidosis laktat

1,5-2,5%

Inhibitor glukosidase alfa

Menghambat absorpsi glukosa

Flatulens, tinja lembek

0,5-1,0%

Insulin

Menekan produksi glukosa hati, stimulasi pemanfaatan glukosa

Hipoglikemia, BB naik

Potensial normal

Tabel Obat Hipoglikemik Oral

Obat

Dosis awal

Dosis maksimal

Pemberian sehari yg dianjurkan

Golongan Sulfonilurea* 15-20 mg Glibenklamid 2,5 mg 240 mg Gliklasid 80 mg 120 mg Glikuidon 30 mg 20 mg Glipisid 5 mg 1-2 kali 2-3 kali 1-2 kali 1-2 kali

20 mg Glipisid GITS Glimepirid** Klorpropamid Golongan Biguanid 2500 mg Metformin*** 500 mg 1-3 kali 5 mg 6 mg 1 mg 500 mg 50 mg 1 kali 1 kali 1 kali

Golongan inhibitor glukosidase alfa# 300 mg Acarbose 50 mg 3 kali

* diberikan kurang lebih 30 menit sebelum makan ** dapat diberikan sesaat sebelum makan *** diberikan sebelum makan. Untuk mengurangi efek samping mual dapat diberikan bersama maupun sesudah makan # diberikan segera setelah suapan pertama waktu makan Pada umumnya pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan kadar glukosa darah pasien. Kalau dengan sulfonilurea atau metformin sampai dosis maksimal ternyata sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu dipikirkan kombinasi 2 kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda (sulfonilurea + metformin atau metformin + sulfonilurea, acarbose + metformin atau sulfonilurea). Kombinasi OHO dosis kecil dapat pula digunakan untuk menghindari efek samping masing-masing kelompok obat. Dapat pula diberikan kombinasi ketiga kelompok OHO bila belum juga dicapai sasaran yang diinginkan, atau ada alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai. Kalau dengan dosis OHO maksimal baik sendiri-sendiri ataupun secara kombinasi sasaran glukosa darah belum tercapai, dipikirkan adanya kegagalan pemakaian OHO. Pada keadaan demikian dapat dipakai kombinasi OHO dan insulin (lihat skema pengelolaan DM). Ada berbagai cara kombinasi OHO dan insulin (OHO + insulin kerja cepat 3 kali sehari, OHO + insulin kerja sedang pagi hari, OHO + insulin kerja sedang malam hari). Yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin malam hari mengingat walaupun dapat diperoleh keadaan kendali glukosa darah yang sama, tetapi jumlah insulin yang diperlukan paling sedikit pada kombinasi OHO dan insulin kerja sedang malam hari. Semua dapat diberikan obat minum kecuali : DM Tipe I / DM Tipe II ( tergantung insulin )

Kurus / Malnutrisi Kehamilan Pembedahan Pasien yang tidak bisa makan Infeksi akut di rumah sakit Penyakit hati Gagal dengan obat minum.1

Terapi insulin
Pada diabetes tipe I, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan). Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya. Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri. Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda : 1. Insulin kerja cepat. Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan. Insulin kerja sedang. Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam. Insulin kerja lama. Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

2.

3.

Cara Penyuntikan Insulin


Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan). Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Insulin dapat diberikan tunggal (satu macam insulin kerja cepat, kerja menengah atau kerja panjang), tetapi dapat juga diberikan kombinasi insulin kerja cepat dan kerja menengah, sesuai dengan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian. Untuk menyuntik insulin kombinasi kerja cepat dan menengah atau panjang, diperlukan teknik khusus untuk mencampur kedua macam insulin tersebut dalam satu semprit. Lokasi penyuntikan juga harus diperhatikan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dapat dipakai lebih dari satu kali (sampai satu minggu) oleh pasien yang sama. Jarum suntik dapat dipakai sampai dirasakan tidak nyaman lagi.

Tabel Jenis dan lama kerja insulin

Jenis

Awitan kerja (jam) 0,5 - 1 1-2 2 0,5 - 1

Puncak kerja (jam) Lama kerja (jam) 24 4 12 6 20 2 - 4 dan 6 -12 58 8 24 18 36 8 24

Insulin kerja pendek Insulin kerja menengah Insulin kerja panjang Insulin campuran

Indikasi penggunaan insulin pada DM - tipe 2 : Ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat Stres berat (infeksi sistemik, operasi berat) Berat badan yang menurun dengan cepat Kehamilan / DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan. Tidak berhasil dikelola dengan OHO dosis maksimal atau ada kontra indikasi dengan OHO.

PENGATURAN MAKAN / DIET 1

Hitung berat badan ideal BB Ideal = ( tinggi badan -100 ) x 90 % Diet : BB Ideal x ( 25 atau 30 kal ) + aktivitas fisik + stress (misalnya sakit) 25 kal untuk wanita, 30 kal untuk pria Aktivitas fisik : ringan + 20 %, sedang + 30%, berat + 40% Stress : 10 s/d 20 % Kurus : BB < 20% BB Ideal Diet + 20 s/d 30 % Gemuk : BB > 20% BB Ideal Diet 20 s/d 30 % Pada wanita hamil Over weight tidak dihitung Trimester I : Tambahkan 100kal Trimester II : Tambahkan 200kal Trimester III : Tambahkan 300kal

Note : Peningkatan berat badan selama hamil tidak boleh lebih dari 12 kg

Komposisi makanan 60 % Karbohidrat 20% Protein 20% Lemak

Pengaturan jadwal makanan 20% makan pagi 30% makan siang 25% makan malam 25% makan tambahan / makanan kecil antara makan pagi,makan siang,makan malam atau setelah makan malam.1 Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut : Karbohidrat 60 - 70% Protein 10 - 15% Lemak 20 - 25% Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan memper tahankan berat badan idaman. Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh (IMT).

BB (kg) BMI = IMT = {TB (m)}2

IMT normal Wanita IMT normal Pria

= 18,5 - 22,9 kg/m2 = 20 - 24,9 kg/m2

Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan status gizi memanfaatkan Rumus Broca, yaitu :

BB idaman = (TB 100) 10%

Status gizi :

Berat Badan kurang Berat Badan normal Berat Badan lebih Gemuk Komplikasi Diabetes Mellitus 1. Komplikasi akut :

= < 90% BB idaman = 90 - 110% BB idaman = 110 - 120% BB idaman = > 120% BB idaman

Ketoasidosis Diabetik, ditandai dengan : Symptom DM (poliuri,polifagi,polidipsi) Hipotensi Tachicardi Bau nafas aseton Respirasi Kussmaul Penurunan kesadaran Hiperosmolar Non ketotik. Hipoglikemia.

2. Komplikasi kronis : Microangiopathy

Retinopathy diabeticum yang disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina. Ada dua klasifikasi dari retinopathy yaitu non-proliferative dan proliferative.

Nephropathy diabeticum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam urine. Hal ini disebabkan adanya kerusakan pada glomerolus berupa penebalan glomerolus pada awalnya. Diabetic nephropathy merupakan faktor resiko dari gagal ginjal kronik.

Neuropathy diabeticum biasanya ditandai dengan hilangnya rasa sensorik terutama bagian distal diikuti dengan hilangnya reflex. Selain itu bisa juga terjadi poliradiculopathy diabeticum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada satu atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan motorik. Biasanya self-limited dalam waktu 6-12 bulan.

Macroangiopathy Coronary heart disease, dimana berawal dari berbagai bentuk dislipidemia, yaitu hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada DM sendiri tidak meningkatkan kadar LDL, namun sedikit partikel LDL pada DM tipe 2 sangat bersifat atherogenik karena mudah mengalami glikasilasi dan oksidasi.

Cerebrovascular disease Peripheral vascular disease dengan tanda klinis : Nyeri kaki bila berjalan dan hilang bila beristirahat. Perubahan warna pada kaki Nyeri otot pada kaki Kaki terasa dingin Kaki terlihat membiru (sianosis) Pulsasi lemah atau hilang

Komplikasi DM dapat muncul secara akut dan kronik. 1) Komplikasi Akut : a) Reaksi Hipoglikemia Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tandatanda: rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita dapat menjadi koma. Karena koma pada penderita disebabkan oleh kekurangan glukosa di dalam darah,maka koma disebut Koma Hipoglikemik.

b) Koma diabetik Koma diabetik timbul karena kadar glukosa di dalam darah terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dL. Gejala yang sering timbul adalah: nafsu makan menurun, haus, minum banyak, kencing banyak, disusul rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan dalam serta berbau aseton, dan sering disertai panas badan karena biasanya terdapat infeksi (Tjokroprawiro, 1998).

2) Komplikasi Kronis Menurut Pranadji (2000), komplikasi kronis meliputi : a) Komplikasi mikrovaskuler Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh darah kecil, diantaranya : Retinopati diabetika, yaitu kerusakan mata seperti katarak dan glukoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata. Bentuk kerusakan yang paling sering terjadi adalah bentuk retinopati yang dapat menyebabkan kebutaan. Nefropati diabetika, yaitu gangguan ginjal yang diakibatkan karena penderita menderita diabetes dalam waktu yang cukup lama. Neuropati diabetika yaitu gangguan sistem syaraf pada penderita DM. Indera perasa pada kaki dan tangan berkurang disertai dengan kesemutan, perasaan baal atau tebal serta perasaan seperti terbakar.

b) Komplikasi makrovaskuler Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke, dan gangren pada kaki.

PENYULIT DM
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun. A. Penyulit akut : 1) Ketoasidosis Diabetik 2) Hiperosmolar Non Ketotik 3) Hipoglikemia B. Penyulit menahun 1) Makroangiopati : Pembuluh darah jantung (penyakit jantung kororner) Pembuluh darah tepi

Pembuluh darah otak (stroke) 2) Mikroangiopati : Retinopati diabetik Nefropati diabetik Neuropati Rentan infeksi, seperti misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi saluran kemih Kaki diabetik (gabungan 1 sampai dengan 4)

3) 4) 5)

Untuk penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain. Hipertensi dan dislipidemia merupakan faktor risiko penting penyulit makroangiopati, oleh sebab itu hipertensi dan dislipidemia harus dicari dan diobati dengan sebaik-baiknya (lihat bab Masalah Khusus).

Terapi hipoglikemi Beri Pisang / roti / nasi / karbohidrat lain Teh gula Injeksi glukosa 40 % 25 ml Infus glukosa 10 % Ditambah glukosa 40 % tiap jam sampai sadar Injeksi efedrin 25 50 mg i.m Glukagon 1 mg i.m Kalau belum sadar Periksa lagi KGD

HIPERGLIKEMIA
Terjadi sehubungan dengan terjadinya kekurangan insulin yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Kekurangan insulin ini disebabkan oleh kebutuhan insulin yang meningkat oleh beberapa hal sbb : 1. Radang : Pneumonia Radang sal. Kemi Radang sal. Pencernaan Cholecystitis Meningitis Pancreatitis 2. 3. 4. 5. Gangguan keseimbangan elektrolit muntah / mencret Operasi Penghentian insulin tiba-tiba Gangguan darah / pembuluh darah Infark miokard Peny. Pemb. Darah otak Stroke 6. Obat Chlorothiazide Hidro chlorothiazide Diaxozide 7. Kelainan endokin

Hipertiroidi Cushings syndrome SKEMA TERJADINYA KETOASIDOSIS KEKURANGAN INSULIN

Gangguan Metabolisme KH Pengambilan glukosa oleh sel berkurang Pengambilan glukosa oleh jaringan berkurang Hepatoglukoneogenesis meningkat H2O,Na,K,Cl Hyperglycemia

Gangguan Metabolisme Lemak Lipogenesis dari KH berkurang Lipolisis Ketonemia meningkat muntah : Asidosis

Glukosuria Osmotic diuresis Kehilangan cairan Na,K,Cl,P,Ni,Mg Dehidrasi Hemokonsentrasi Takikardi Hipotensi Shock Koma

Pernafasan Kussmaul Kolaps Cardiovascular

Ketoasidosis Diabetik / Koma Ketoasidosis


Klinis

koma / sadar Dehidrasi Ada / tidak hipotensi Pernapasan kussmaul (+) Napas bau aceton (+) Ada / tidak gejala neurologik

Urine reduksi (+ + + +) keton urin (+ +) Darah

glukosa darah > 300 mg % keton darah meningkat bikarbonat 15 meq / ph darah < 7,25 uremia ()

Pengobatan Resusitasi Perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolit Pemberian insulin secukupnya : 4-5 u/jam iv atau im. Bila KGD membaik : injeksi insulin 4 X 4 50 u hari sk Mengatasi faktor pencetus

Koma Hiperosmolar Non Ketotik (Coma Honk)


Klinis

koma yang dalam Dehidrasi berat Hipotensi / shock Pernapasan kusmaul (-) Napas bau aceton (-) Ada / tidak ada gejala neurologik.

Urine

reduksi (+ + + +) keton (-)

Darah

KGD > 600 mg % kadar na+ > 150 meq /l CO2 darah meningkat osmolalitas plasma > 350 mosm/l ketonemia tidak ada atau ringan

Prisip pengobatan Resusitasi :

NaCl 0,45% NaCl 0,9 % + dextrosa 5 % 1:1 atau NaCl 0,9 % + aquadest 1:1 untuk pengenceran Na darah Perbaikan keseimbangancairan & elektrolit Pemberian insulin secukupnya Mengatasi faktor pencetus koma

Prognosa kurang baik mortalitas tinggi.

Komplikasi Kronik
Sesudah didapat insulin oleh Banting & Best : komplikasi akut berkurang bergeser ke komplikasi kronik bertambah. Dasar kejadian oleh adanya perubahan dinding pembuluh darah : Penebalan

Bertambahhnya lemak & polisakarida Lumen betambah kecil

Biasanya disebutkan telah terjadi : arteriosklerose Pada DM arteriosklerosis lebih dini dari orang normal dan dinamakan : angiopati Pada diabetes : Angiopati pemb. Darah besar (Makro angiopati DM) Mis : A. Koronaria, A. Serebral, A. Dorsalis pedis Angiopati pembuluh darah kecil (Mikro angiopati DM) Mis : pemb. Darah retina retinopati DM pemb. Darah ginjal nefropati DM pemb. Darah syaraf neuropati DM

Pada DM > 15 th sering di jumpai Triopati diabetik : retinopati DM nefropati DM neuropati DM sekarang......... cardiomyopati DM

Penderita DM mempunyai kecenderungan : 25 x lebih mudah buta 17 x lebih mudah gagal ginjal 5 x lebih mudah gangren 2 x lebih mudah peny. Jantung koroner 2 x lebih mudah trombosis serebral Faktor yang berperan : 1. Genetik : HLA ( human leucocyte antigen ) 2. Regulasi DM Penderita DM mempunyai kelainan : 1. Membrana basalis : tebal 2. Endotel pemb. Darah : mudah lesi 3. Eritrosit : HBAIC kelenturan 4. Trombosit : umur pendek Cacat : mudah agregasi dan adhesi 5. Plasma : viskositas 6. Proliferasi sel otot polos dibawah endotel pemb. Darah cepat tebal.

7. Leukosit : daya fagositosis infeksi sukar diatasi

Kelainan pada mata


1. Kornea - striae pada kornea ( beethams lines ) terlihat pada keadaan ketosis. - erosi kornea ulkus 2. Kamar depan - glaukoma pada DM : 5% : 2% - no DM 3. Lensa - katarak 4. Iris iridopati diabetik

miopi pada hiperglikemi berat.

Retinopati diabetik
Patogenesis belum jelas Kelainan yang dijumpai : 1. Perubahan sel endotel retina 2. Kerusakan barier darah retina 3. Perubahan aliran darah retina 4. Pembentukan pemb. Darah baru neo vaskurarisasi Klasifikasi 1. Retinopati Diabetik back graund 2. Retinopati Diabetik preproliferatif 3. Retinopati Diabetik proliferatif 4. Makulopati atau edema makula Keluhan Diagnosa 1. 2. 3. 4. : mata kabur : funduskopi dijumpai Pendarahan Exudat Neovascularisasi Anerisma

Pengobatan : 1. Regulasi DM

2. Foto koagulasi : 3. Pembedahan :

laser vitrektomi pendarahan vitreus

Nefropati diabetic
Klinik : mikroalbuminuria intermitten makroalbuminuria persisten retino pati diabetik peningkatan tekanan darah kemunduran fungsi ginjal

Patologi : glomerulosklerosis noduler (= glomerulosklerose inter. Kapilaris ) Dijumpai morfologi noduler yang khas untuk dm : Penebalan membrana basalis glomerulus ( mbg) Penebalan mesangium dengan adanya penebalan matrik Deposit linier IgG pd dinding kapiler glomerulus. Stadium : 1. Stadium Hipertrofi Renal Acute (reversible) 2. Stadium penebalan MBG 3. Stadium Oklusi Glomerulus Difus, Noduler, Eksudatif Diagnosa klinis : 1. Proteinuria persisten yaitu > 0,5 gr/24 jam Paling sedikit diperiksa 4 x berurut dengan interval 1 bulan. 2. Adanya retinopati diabetik 3. Tidak ada kelainan ginjal klinis & laboratoris sebelumnya Patologi anatomi

Stadium diabetik nefropati di klinik


Stadium Proteinuria I. Intermitten II. Presisten III. Presisten IV. Presisten K < 2,5 2,5 4 4 10 >10 KK >60 25 60 7 25 <7 Harapan Hidup >5 thn >2 thn 4 18 bln 2 5 bln

Neuropati diabetik
PA : demielinasi dan degenerasi Schwann cell. Dapat mengenai :

Saraf perifer : motoris dan sensoris Saraf otonomik Etiologi belum jelas Data klinis menunjukan adanya hubungan dengan : Kwalitas kontrol DM Peningkatan kadar sorbitol & fruktosa Penurunan / kekurangan mioinositol. Gangguan pembuluh darah saraf. Sering terjadi pada usia >50 th Jarang terjadi pada usia <30 th

Stadium neuropati kronik


1. Neuropati kronik dini Gejala : Rasa sakit samar Rasa ditusuk-tusuk Kejang dan kaku Rasa terbakar Sering pada tungkai Sering pada malam hari Reflek tendom menurun Kelemahan otot betis 2. Neuropati diabetik stadium pertengahan erutama kelainan pada reflek tendon. Dapat bersamaan dengan kelainan saraf otonom. Gejala : Diare itermiten malam hari Kadang konstidasi Pengosongan lambung lambat Impotensi vasomotor yang tidak stabil menyebabkan rasa penuh pada vesica urinaria hilang 3. Neuropati diabetik stadium lanjut Terutama mengenai saraf perifer dan disertai dengan : Penurunan BB

Kelemahan umum gangguan perasaan sampai hilang perasaan walau ada ulkus namun tidak terasa sakit Hipotensi ortostatik oleh kelainan ngurosirkulasi dgn gejala : Pusing Badan lemah synkop oleh tekanan darah turun Kelainan katub vesica urinaria oleh proses degenerasi N.pudendus dgn gejala (Cord Bladder Syndrome) : Rasa penuh vesica urinaria hilang Retensio urine Predisposisi terjadinya radang saluran kemih.

Gangren Diabetik
Kematian jaringan akibat penyumbatan arteri Selalu di dahului oleh trauma : 1. Mekanik 2. Termal 3. Kemikal Lokasi terbanyak tungkai bawah I. Gangren kering Berperan : Gangguan sirkulasi Gangguan saraf Radang tidak dijumpai, daerah nekrosis berwarna coklat dan kering. II. Gangren basah Berperan : Gangguan sirkulasi Gangguan syaraf Radang Dijumpai kematian jaringan dgn komplikasi radang. Didahului oleh trauma tajam. Luka bernanah dan berbau busuk.

Pada kedua jenis gangren bila sirkulasi tidak dapat diperbaiki lagi dilakukan amputasi. Pencegahan : 1. Kontrol DM

2. 3. 4. 5.

Kebersihan kaki Hindari goresan, luka, iritasi kulit, kuku Hindari perhiasan/kaus kaki yang ketat mengganggu sirkulasi Menghindari merokok

KOMPLIKASI
A. Penyulit akut Ketoasidosis diabetik Hiperosmolar non ketotik Hipoglikemia B. Penyulit menahun / kronis Makro angiopati: Pemb. Darah jantung (pjk) Pemb. Darah tepi Pembuluh darah otak (stroke) Mikro angiopati : Retinopati diabetik Nefropati diabetik Neuropati Rentan infeksi Misalnya: TB.Paru, Ginggivitis, Infeksi sal.kemih Kaki diabetik ( gabungan 1-4 )

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Penanganan diabetes secara menyeluruh, Dr Taufiq M.Waly,Sp.Pd, 2010 Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid II Edisi IV, FKUI,2007 Patofisiologi Edisi VI, 2006, Jakarta, EGC Brunner & Suddarth. (1997), Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Hartono, A., Kuncara, M., Ester, M., Edisi 8, Vol. 2, Jakarta: EGC Waspadji, S. (1996), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3, Jilid I, Jakarta: Balai Penerbit FKUI Smetzer. (2001), Buku Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Waluyo, A., Edisi 8, Vol. I, Jakara: EGC Mansjoer, A. (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid pertama, Jakarta: Media Aesculapius FKUI Carpenito, L. (), Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2, Jakarta: EGC

9. Sibbuea, W. (1997), Perencanaan Makan Penderita Diabetes Dengan sistem Unit , Jakarta: Infomedika 10. Doenges, M. (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Kariasa, M,. Sumarwati, M., Edisi 3, Jakarta: EGC 11. Carpenito, L. (2000), Diagnosa Keperawatan, editor Ester, M,. Edisi 8, Jakarta: EGC 12. Atmosukarto, K. (2001), Terapi Nutrisi Kromium Untuk Penderita Diabetes, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, Tahun XXIX, No. 2, Page 107-110 13. Sarwono, S. (1993), Sosiologi Kesehatan, Jogjakarta: UGM 14. Soegondo Sidartawan, dkk. 2002. Diabetes Melitus Penatalaksanaan Terpadu. Jakarta: FKUI.. 15. Subekti, 2002 dalam Soegondo. Patofisiologi Diabetes. Jakarta: FKUI. 16. Buku Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia 1998 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 17. Waspadji S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001 18. Peranan Diit dalam Penanggulangan Diabetes, Available at www.depkes.com/makalah/pekanDm/pdf. 19. Diabetes Mellitus, Available at www.medicastore.com/diabetesmellitus 20. Puasa pada Penderita DM tipeII, Available at www.FKunpad.htm 21. Diagnosis DM, Available at www.EijkmanInstitute.htm 22. Kiat Sehat Diabetesi yang Berpuasa, Available at www.CyberMANHEALTH.htm

Anda mungkin juga menyukai