Anda di halaman 1dari 59

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Serangan asma merupakan salah satu kedaruratan yang dapat menyebabkan kematian. Dilaporkan mortalitasnya berkisar 1-3 %. Banyak faktor yang terlibat dalam terjadinya kematian, tetapi yang jelas 77 dari 90 kasus kematian karena asma sebenarnya dapat dicegah. Serangan asma berat merupakan episode dari memburuknya gejala asma secara progresif berupa sesak, batuk, mengi, dada berat atau salah satu gejala yang disebutkan diatas. Dahulu episode ini sering disebut sebagai status asmatikus suatu istilah yang sekarang jarang dipakai lagi. Adapun status asmatikus menurut Kavuru dan Wiederman adalah asma eksaserbasi akut berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Diagnosis asma akut berat didasarkan adanya riwayat serangan asma yang berulang-ulang, faktor pencetus yang biasanya oleh karena infeksi saluran napas, respon terhadap obat anti asma serta riwayat alergi pada penderita. Kesulitan mungkin terjadi bila serangan asma beru pertama kali sehingga harus dibedakan dengan gagal jantung. Dalam laporan kali ini akan dijelaskan mengenai anatomi, fisiologi dan patofisiologi dari sistem respirasi. Hal tersebut akan dibahas dalam tinjauan pustaka sedangkan dalam pembahasan akan dijelaskan mengenai hubungan hasil pemeriksaan yang dilakukan dengan keluhan utama pasien.

Harapan penulis agar laporan ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan skenario ini.

1.2

RUMUSAN MASALAH Bagaimana anatomi dan fisiologi paru-paru manusia normal? Apakah yang menyebabkan batuk berdahak, sesak nafas yang mendadak dan disertai demam? Apakah indikasi ditemukannya wheezing pada auskultasi? Apakah gejala-gejala tersebut berhubungan dengan debu rumah? Bagaimana penatalaksanaan penderita penyakit sistem respirasi?

1.3

TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN Mengetahui anatomi, dan fisiologi dari sistem respirasi

terutama paru-paru dan bronkus. Mengetahui patofisiologi penyakit asma dan bronkhitis serta hubungannya dengan penyakit kakaknya. Mengetahui working diagnosis untuk pasien tersebut, pemeriksaan penunjang dan laboratorium, prognosis serta penatalaksanaan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

ANATOMI SISTEM RESPIRASI

Secara garis besar urutan saluran pernapasan manusia adalah sebagai berikut : Rongga hidung - faring - trakea - bronkus - paru-paru (bronkiolus dan alveolus).

ALAT PERNAPASAN Rongga Hidung (Cavum Nasalis) Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel

kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Faring Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 3 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan, saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang dan saluran yang berhubungan dengan laring (laringofarings). Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan. Trakea Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Cabang-cabang Trakea (Bronkus) Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan

bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Paru-paru (Pulmo) Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada 2 bagian yaitu paru-paru kanan

(pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter 1mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus.

Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan berakhir tidak pada bersilia. gugus Bronkiolus kantung

udara (alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan

2.2

MEKANISME RESPIRASI Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas, maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran gas yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler Pernapasan dalam adalah pertukaran gas yang terjadi antara udara dalam kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan

tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika
6

tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar. Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukan

udara(inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi), maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan Dada Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk. 2. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar. Pernapasan Perut Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai berikut. 1. Fase Inspirasi.
7

Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk. 2. Fase Ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 KASUS
Seorang mahasiswa, 20 tahun yang merasakan batuk yang tidak berkuran sejak 3 hari yang lalu. Batuk yang dirasakan awalnya tidak disertai dahak, akan tetapi sejak tadi pagi disertai dahak bahkan sekarang mendadak menjadi sesak napas. Penderita juga mengalami demam. Sebelumnya penderita

membersihkan gudang yang penuh debu. Penderita mempunyai riwayat batukbatuk berlendir yang diderita selama 3 bulan. Penderita segera berobat ke dokter. Pada pemeriksaan auskultasi ditemukan adanya wheezing yang jelas. Dokter mengingat kakak pasien juga menderita penyakit paru kronik yang pada rongent thoraxnya ditemukan honeycomb appearance tetapi tidak pernah ditemukan wheezing.

3.1.1 KATA KUNCI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Usia 20 tahun Batuk yang tidak berkurang sejak 3 hari Batuk yang awalnya tidak berdahak berubah menjadi batuk berdahak Sesak napas Demam Riwayat batuk-batuk berlendir selama 3 bulan Sebelumnya membersihkan gudang yang penuh debu Auskultasi : wheezing Kakak pasien menderita penyakit paru kronik dengan tanda adanya Honeycomb appearance pada rongent thorax tetapi tdk disertai wheezing

3.1.2 PEMBAHASAN KATA KUNCI 1. Pasien berusia 20 tahun. Usia 20 tahun tergolong dalam usia produktif, dimana seseorang aktif dalam beraktivitas baik di dalam maupun di luar ruangan dan kemungkinan pasien tidak terlalu memperhatikan kesehatan dirinya, keadaan sekitar dan lingkungannya yang dapat memicu timbulnya penyakit akibat kesibukannya sehingga mikroorganisme mudah masuk dan menginfeksi di dalam tubuhnya. 2. Batuk yang tidak berkurang sejak 3 hari kemungkinan disebabkan adanya benda asing yang masuk dalam saluran pernapasan dan tidak ada penganganan secara serius dalam upaya penyembuhannya. 3. Timbulnya dahak yang menyertai batuk disebabkan karena adanya infeksi oleh mikroorganisme sehingga sel epitel menghasilkan mucus berlebih dalam upaya untuk membantu membersihkan saluran

pernapasan. 4. Sesak napas merupakan suatu keadaan yang abnormal pada proses pernapasan. Sesak napas dapat disebabkan karena adanya reaksi hipersensitivitas terhadap suatu allergen, yang pada skenario alergennya berupa debu. Partikel debu sangat kecil, sulit untuk dilihat dengan mata telanjang. Jika seseorang yang alergi terhadap debu secara tidak sengaja menghirupnya, maka tubuh akan meresponnya pertama kali dengan reflex batuk. Kemudian sistem imun tubuh meresponnya dengan membentuk sejumlah antibody IgE dalam jumlah besar dan antibody ini

10

akan melekat pada sel mast yang terdapat pada saluran pernapasan dan menghasilkan berbagai macam zat, diantaranya adalah histamine, faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek dari gabungan semua zat tersebut mengakibatkan timbulnya edema lokal pada dinding bronkiolus dan terjadinya spasme pada otot polos bronkhiolus serta mempengaruhi produksi mucus sehingga dihasilkan mucus dalam jumlah yang berlebih sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. 5. Demam artinya terjadi peningkatan suhu tubuh di atas suhu normal (3637,50 C). Demam merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Demam berawal dari masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang umumnya memiliki zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Selain karena adanya serangan mikroorganisme, demam juga dapat terjadi sebagai akibat dari reaksi hipersensitivitas tubuh terhadap allergen, dimana tubuh terkadang salah mempersepsikan sesuatu yang masuk ke dalam tubuh. Sesuatu yang sebenarnya tidak berbahaya dianggap sebagai sesuatu yang mengancam bagi tubuh. Ketika tubuh menganggap bahwa ada gangguan yang masuk maka tubuh akan melakukan mekanisme pertahanan diri. Tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh (sel darah putih/ leukosit) untuk memakannya (fagositosis). SDP

mengeluarkan zat kimia yang disebut pirogen endogen yang berperan sebagai anti infeksi untuk merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk

11

mengeluarkan

asam

arakhidonat

yang

memacu

pengeluaran

prostaglandin. Prostaglandin akan mempengaruhi kerja hipotalamus sehingga kompensasinya hipotalamus meningkatkan titik patokan suhu tubuh di atas normal. 6. Riwayat batuk-batuk berlendir selama 3 bulan menandakan bahwa pasien memang telah lama terinfeksi oleh mikroorganisme pada saluran pernapasannya. 7. Sebelumnya, pasien membersihkan gudang yang penuh debu. Jika dihubungkan dengan riwayat batuk-batuk selama 3 bulan, hal ini dapat menjadi faktor pendukung timbulnya gejala seperti yang dialami pasien. Pasien sebelumnya memang telah mengalami infeksi pada saluran pernapasan dan keadaannya semakin diperparah ketika dia

membersihkan gudang yang penuh debu, dimana debu adalah partikel yang sangat kecil sehingga dapat dengan mudah masuk ke dalam saluran pernapasan, memperparah infeksi dan menyebabkan timbul keluhankeluhan yang lain, bukan hanya batuk saja tetapi juga timbul sesak napas dan demam. Hal lain yang dapat mengakibatkan munculnya keluhan demam dan sesak napas seperti yang dialami pasien sehubungan dengan kegiatannya membersihkan gudang yang penuh debu adalah adanya reaksi hipersensitivitas tubuh pasien terhadap debu tersebut atau disebut alergi debu (Mekanismenya telah dijelaskan dalam pembahasan kata kunci 4 dan 5).

12

8. Pada pemeriksaan fisik auskultasi, ditemukan adanya bunyi wheezing. Bunyi wheezing adalah bunyi tambahan pada pernapasan, terjadi akibat aliran udara yang melalui saluran napas yang sempit dan bunyi tersebut merupakan bunyi yang khas pada penyakit asma. 9. Kakak pasien juga menderita penyakit paru kronik yang pada rontgen thoraxnya menunjukkan gambaran honeycomb appearance tetapi tidak ditemukan wheezing. Gambaran yang seperti sarang lebah tersebut merupakan salah satu ciri khas foto rontgen pada bronkiektasis. Bronkiektasis adalah pelebaran menetap pada bronkus dan bronkiolus akibat kerusakan otot dan jaringan elastik penunjang yang disebabkan oleh atau berkaitan dengan infeksi nekrotikans kronis. Bronkiektasis bukan merupakan suatu penyakit primer, tetapi lebih merupakan akibat obstruksi atau infeksi persisten yang ditimbulkan oleh berbagai sebab.

Berdasarkan tanda dan gejala penyakit seperti yang dialami oleh pasien pada kasus pemicu 4 ini, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut mengalami penyakit Asma Bronkhial dengan ciri khas adanya Wheezing yang diakibatkan oleh adanya penyempitan jalan napas pada bronkus. Oleh karena itu diduga bahwa penyakit paru kronik yang diderita oleh sang kakak (tanpa wheezing karena terjadi pelebaran menetap pada bronkus) tidak ada hubungannya dengan penyakit asma yang diderita oleh pasien. Selain itu pasien tersebut juga mengalami

13

penyakit Bronkhitis ditandai dengan adanya gejala infeksi seperti batuk berlendir dan demam.

3.1.3 PERTANYAAN 1. 4 5 6 7 Jelaskan definisi dari Asma Bronkhial dan Bronkhitis ! Jelaskan etiologi dari Asma Bronkhial dan Bronkhitis! Jelaskan patofisiologi dari Asma Bronkhial dan Bronkhitis! Jelaskan manifestasi klinis dari Asma Bronkhial dan Bronkhitis! Komplikasi apa saja yang dapat timbul dari Asma Bronkhial dan Bronkhitis? 8 Bagaimana penatalaksanaan medik pada penderita Asma Bronkhial dan Bronkhitis? 9 Sebutkan pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan penunjang dari kasus Asma Bronkhial dan Bronkhitis! 10 Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari kasus di atas (pengkajian, perencanaan, intervensi, dan diagnosa)!

3.1.4 JAWABAN PERTANYAAN Jawaban pertanyaan dibahas pada Pembahasan 3.2 !

3.2 ASMA BRONKHIAL DAN BRONKHITIS

14

3.2.1 Asma Bronkhial 3.2.1.1 Konsep Dasar Medis A. Definisi Asma : penyakit obstruksi jalan napas yang reversible dan kronis, dengan karakteristik adanya mengi (wheezing). Asma Bronkhial disebabkan oleh spasme saluran bronchial atau pembengkakan mukosa bronchial setelah terpajan berbagai stimulus (Mary E. Muscary, 2005). Asma Bronkhial : penyakit paru obstruktif kronik yang ditandai oleh periode bronkospasme yang mengakibatkan penderita sukar bernapas dan timbul suara mengi (Joyce L. Knee & Evelyn R. Hayes, 1996). Asma Bronkhial : penyakit saluran napas yang ditandai oleh serangan mendadak dyspnea, batuk serta mengi (Dr. med. Udayana Gendo, 2006).

B. Etiologi a) Faktor predisposisi Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui secara jelas bagaimana cara penurunannya. Seseorang yang alergi terhadap allergen tertentu biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita alergi. Karena adanya bakat

15

alergi ini, penderita dalam kasus ini sangat mudah terkena penyakit asma bronchial jika terpapar dengan alergennya. b) Faktor Presipitasi Alergen Berdasarkan jalan masuknya ke dalam tubuh, allergen dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: 1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan Contohnya : debu, bulu binatang, spora jamur, serbuk bunga, bakteri dan polusi 2. Ingestan, yang masuk melalui mulut Contohnya : makanan dan obat-obatan 3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit Contohnya : perhiasan, logam dan jam tangan Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin

merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadangkadang serangn berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga, hal ini berhubungan dengan arah angin, serbuk bunga dan debu, Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi faktor pencetus serangan asma. Selain itu, gangguan emosi juga dapat memperberat

16

serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul yang harus segera diobati, penderita asma yang mengalami stress / gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. Lingkungan kerja Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan di mana penderita bekerja. Misalnya, orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, atau sebagai polisi lalu lintas. Gejala ini bisa membaik pada waktu libur atau cuti. Olah raga / aktivitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Infeksi saluran pernapasan Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronchial. Diperkirakan, 2/3 penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan.

17

C. Klasifikasi Asma bronkhial tipe non alergi (intrinsik) Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada yang menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma, perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan peka bagi penderita. Asma bronkial tipe alergi (Ekstrinsik) Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada keluarga ada yang menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering menderita rinitis. Asma bronkhial campuran (Mixed) Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.

18

D. Patofisiologi Asma Bronkhial Tipe Non Alergik Contoh faktor pencetus : ISPA Serangan asma terjadi karena adanya gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis , yaitu blockade adrenergik beta dan hiperreaktivitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal, aktivitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma, aktivitas adrenergik alfa diduga meningkat sehingga mengakibatkan bronkokonstriksi dan sesak napas. Asma Bronkhial Tipe Alergik Alergi debu Debu merupakan suatu partikel yang sangat kecil, sehingga sangat mudah untuk masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan. Ketika seseorang yang memiliki hipersensitivitas terhadap debu secara tidak sengaja menghirup debu, maka tubuhnya akan segera memberikan respon. Tubuh akan meningkatkan pembentukan IgE. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkhiolus dan bronkus. Ketika IgE berikatan dengan sel mast, akan dihasilkan berrbagai macam zat, termasuk histamine. Efek dari

19

dihasilkannya histamine adalah menghasilkan edema local pada bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan meningkat. Asma Bronkhial Tipe Gabungan tahanan saluran napas menjadi sangat

Stress fisik dan psikologis Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang aksis HPA. Aksis HPA yang terangsang akan meningkatkan adenocorticotropic hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan menyupresi imonoglobulin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisiskan sel radang menurun, reaksi tersebut direspons oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronchus sehingga menimbulkan asma bronchial.

E. Manifestasi Klinis Pada auskultasi, terdengar bunyi wheezing (mengi). Pada penderita asma, bunyi wheezing hanya terdengar pada saat ekspirasi. Hal ini disebabkan pada saat inspirasi, otot-otot pernapasan berdilatasi sehingga udara pernapasan dapat masuk dengan bebas. Sedangkan pada saat ekspirasi, otot-otot

20

pernapasan berelaksasi sehingga tekanan dalam paru meningkat dan CO2 dikeluarkan dari paru, sementara pada kasus asma

bronchial terjadi bronkospasme sehingga pada waktu ekspirasi, di saat otot pernapasan relaksasi, bronkus kembali ke keadaan semula (konsriksi) sehingga udara ekspirasi tidak dapat keluar dengan bebas dan karena ada tekanan yang besar dari paru untuk mendorong udara ekspirasi keluar sementara jalan keluarnya sempit maka timbullah suara wheezing (mengi). Sesak napas (telah dibahas pada pembahasan kata kunci) Demam (telah dibahas pada pembahasan kata kunci) Batuk ( telah dibahas pada pembahasan kata kunci) Sianosis Sianosis adalah manifestasi, tanda kondisi atau penyakit dan ditandai dengan warna biru di kulit atau selaput lendir karena kekurangan oksigen dalam darah atau jaringan seseorang. Sianosis dapat terjadi sebagai akibat, penyakit jantung, masalah pernafasan yang parah atau masalah pada sirkulasi darah. Beberapa situasi dan kondisi yang dapat menyebabkan adalah: Paparan udara dingin atau air, berada di tempat yang tinggi, penyakit paru obstruktif kronis, pneumonia, emfisema paru, gagal jantung, penyempitan arteri atau pembuluh darah di daerah yang terkena, bronchiolitis, asma, kejang, obat overdosis, tenggelam.

21

Takikardi, terjadi karena jantung bekerja terlalu keras sehingga frekuensi kontraksi jantung lebih cepat dari keadaan normalnya. Hal ini terjadi karena ketika terjadi obstruksi jalan napas, tubuh akan kekurangan pasokan O2 sehingga tubuh akan berusaha memenuhi kebutuhannya yaitu dengan menambah frekuensi denyut jantung agar pasokan darah yang banyak mengandung O2 dapat dihasilkan lebih banyak dan dialirkan ke seluruh tubuh.

F. Komplikasi Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya paru. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah

penyempitan (obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di

22

paru

menggelembung

secara

berlebihan

dan

mengalami

kerusakan yang luas.

G. Penatalaksanaan Medis Pencegahan a) Penyuluhan. Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan b) Menghindari faktor pencetus. Klien perlu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien. Pengobatan non-farmakologi a) Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah

pengeluaran mucus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase (perkusi dan fibrasi dada). b) Pemberian cairan, mencegah dehidrasi dan membantu menurunkan tingkat kekentalan sekret sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan. c) Pemberian oksigen bila perlu Pengobatan farmakologi

23

a) Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan semprotan kedua adalah 10 menit. b) Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg, 4 x sehari. Golongan metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. c) Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka panjang mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat. d) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosisnya adalah 1-2 kapsul, 4 x sehari.

H. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium: Pemeriksaan sputum Lekositosis dengan neutrofil yang meningkat menunjukkan adanya infeksi

24

Eosinofil darah meningkat > 250/mm3 , jumlah eosinofil ini menurun dengan pemberian kortikosteroid. Analisa gas darah:Hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau status asmatikus. Pada keadaan ini dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Pada asma ringan sampai sedang PaO2 normal sampai sedikit menurun, PaCO2 menurun dan terjadi alkalosis respiratorik. Pada asma yang berat PaO2 jelas menurun, PaCO2 normal atau meningkat dan terjadi asidosis respiratorik. Radiologi: Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak menunjukkan adanya kelainan. Beberapa tanda yang menunjukkan yang khas untuk asma adanya hiperinflasi, penebalan dinding bronkus, vaskulasrisasi paru. Pengukuran fungsi paru (Spirometri), dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergic. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Uji kulit: Untuk menunjukkan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh. Uji provokasi bronkus: Dengan inhalasi histamin, asetilkolin, alergen. Penurunan FEV 1 sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi merupakan petanda adanya hiperreaktivitas bronkus.

25

I.

Pathway Etiologi

Spasme otot bronkus

Sumbatan mucus

Edema

Inflamasi dinding bronkhus

Mk: Bersihan jalan napas tidak efektif

Obstruksi saluran napas (Bronkospasme)

Alveoli tertutup Hipoksemia Asidosis Metabolik Mk: Gangguan pertukaran gas

Penyempitan jalan napas Peningkatan kerja pernapasan

Peningkatan kebutuhan Oksigen Retensi Karbondioksida Asidosis respiratorik Gagal napas

Penurunan masukan oral Mk: Perubahan nutrisi < keb. tubuh

Mk: Ansietas

26

3.2.1.2 Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Pada tahap pengkajian askep asma bronkial menetapkan

penatalaksanaan dasar untuk mendapatkan informasi tentang status terakhir pasien sehingga semua penyimpangan yang terjadi dapat untuk segera diketahui. Pengkajian askep asma bronkiale ini juga mencakup dua hal yaitu pengkajian primer dan juga pengkajian sekunder. Pengkajian Primer pada askep asma bronkial adalah : Airway. Yang kita dapatkan pada pengkajian airway ini diantaranya yaitu : batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot interkosta). Breathing. Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea, takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara tambahan ronkhi, hiperresonan pada perkusi. Circulation. Yang kita dapatkan pada pengkajian sirkulasi ini adalah adanya hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat kesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm.

27

Pengkajian Sekunder pada askep asma bronkial adalah : Riwayat penyakit sekarang. Yang kita anamnese adalah mengenai lama menderita asma, hal yang menimbulkan serangan, obat yang pakai tiap hari dan saat serangan. Riwayat penyakit sebelumnya. Yang kita ananmese adalah mengenai riwayat alergi, batuk pilek, menderita penyakit infeksi saluran nafas bagian atas Riwayat kesehatan keluarga. Yang kita anamnese adalah adakah riwayat penyakit asma pada keluarga. Riwayat sosial ekonomi. Yang kita anamnese adalah lingkungan tempat tinggal dan bekerja, jenis pekerjaan, jenis makanan yang berhubungan dengan alergen, hewan piaraan yang dimiliki, dan tingkat stressor.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental Tujuan: bersihan jalan napas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Kriteria Hasil : 1. 2. Sputum tidak ada Batuk berkurang atau hilang

28

3. 4.

Sesak napas berkurang atau hilang Tanda-tanda vital normal

Intervensi 1. Kaji fungsi pernapasan: kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan. Rasional: memantau adanya dispnea 2. Kaji posisi yang nyaman untuk klien, misalnya posisi kepala lebih tinggi ( semi fowler ). Rasional : posisi semi fowler memperlancar sirkulasi pernapasan dalam tubuh 3. Ajar dan anjurkan klien latihan nafas dalam dan batuk efektif Rasional : mengajarkan batuk efektif agar pasien mandiri 4. Pertahankan hidrasi adekuat, asupan cairan 40-50cc/ kg bb/ 24 jam Rasional : mencegah adanya dehidrasi 5. Lakukan fisioterapi dada jika tidak ada kontraindikasi. Rasional : fisioterapi dada mempermudah pengeluaran secret 6. Kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan ekspektoran Rasional : untuk membantu mengencerkan dahak.

29

2. Gannguan pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli Tujuan: gangguan pertukaran gas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Kriteria hasil: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nilai analisa gas darah dalam batas normal. Kesadaran komposmentis. Klien tidak bingung Sputum tidak ada Sianosis tidak ada Tanda fital dalam batas normal

Intervensi 1. Pertahankan posisi tidur fowler

Rasional : posisi fowler memperlancar sirkulasi pernapasan dalam tubuh 2. bibir. Rasional : untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas 3. Kaji pernapasan, kecepatan dan kedalaman serta Ajarkan klien pernapsan diagframatik dan pernapasan

penggunaan otot bantu pernapasan 4. Kaji secara rutin warna kulit dan membran mukosa

30

Rasional:

indikasi

langsung

keadekuatan

volume

cairan,meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan. 5. Dorong klien untuk mengeluarkan sputum,

penghisapan lendir jika diindikasikan Rasional: pernapasan 6. Awasi tingkat kesadaran / status mental klien, catat untuk membantu melancarkan jalannya

adanya perubahan Rasional: Dengan mengetahui tingkat kesadaran atau status mental klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya. 7. Ukur tanda vital setiap 4-5 jam dan awasi irama

Rasional: Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. 8. Palpasi fremitus

Rasional: mengetahui adanya bunyi nafas akibat mukus 9. Berikan oksigen sesuai indikasi memperbaiki / mencegah buruknya

Rasional: Dapat hipoksia.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

31

Tujuan : nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Kriteria hasil : 1. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan

yang tepat 2. Menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk

meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang tepat. Intervensi 1. Kaji keluhan klien terhadap mual, muntah dan

anoreksia Rasional: menentukan penyebab masalah 2. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan

serta ciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman Rasional: menghilangkan tanda bahaya, rasa bau dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual 3. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering

Rasional: dapat meningkatkan nutrisi dalam tubuh meskipun napsu makan berkurang 4. Timbang berat badan klien setiap minggu

Rasional: Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi

32

5.

Kolaborasi

dengan

ahli

gizi

untuk

menentukan

komposisi diet Rasional: berguna untuk kestabilan dan gizi yang masuk untuk pasien 4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya dan proses pengobatannya Tujuan : Ansietas berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Kriteria Hasil : 1. 2. 3. Klien mengungkapkan kecemasannya Klien mulai merasa tenang Klien tidak tampak bingung Interfensi: 1. Kaji tingkat kecemasan pasien Rasional : mengetahui seberapa jauh tingkat kecemasan pasien 2. Tunjukkan rasa empati dan peduli terhadap keadaan pasien Rasional : Mengurangi stressor pasien 3. Jelaskan semua prosedur tindakan Rasional : pasien perlu memahami semua prosedur tindakan yang akan ia terima 4. Dorong keluarga dan teman utnuk menganggap klien seperti sebelumnya

33

Rasional : mengurangi stressor pasien 5. Beritahu klien program medis yang telah dibuat untuk menurunkan/membatasi serangan akan datang. Rasional : mengurangi/menghilangkan kekhawatiran pasien

3.2.2

Bronkhitis

3.2.2.1 Konsep dasar Medis A. Definisi Bronkhitis : suatu penyakit infeksi pada bronkus yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus lokal yang bersifat patologis. B. Etiologi Faktor Predisposisi Kelainan kongenital Dalam hal ini, bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Hal ini disebabkan karna adanya defisiensi alfa-

antiprotease. Faktor Presipitasi Asap rokok / polusi udara yang mengandung banyak zat-zat yang dapat mengiritasi saluran napas (iritan) sehingga dapat menimbulkan kelumpuhan pada bulu getar dan selaput lendir pada bronkus sehingga drainase lendir terganggu. Infeksi oleh mikroorganisme, seperti staphylococcus, streptococcus, pneumococcus, haemophilus influenza.

34

Alergi ( hipersensitivitas, khususnya terjadi pada saluran pernapasan). Misalnya karna terpapar oleh allergen, seperti debu, serbuk bunga, bulu hewan, spora jamur, dll) C. Klasifikasi Penyakit bronchitis dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : Bronkhitis akut Bronkhitis akut adalah radang pada bronkus yang biasanya mengenai trachea dan laring, sehingga biasa disebut

laringotracheobronkhitis. Radang ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan kadang pula sembuh dengan sendirinya. Bronkhitis kronis Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronkus yang sifatnya menahun (berlangsung dalam waktu yang lama). Bronkhitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakheobronkhial yang berlebihan, sehingga menimbulkan batuk yang terjadi paling sedikit selama tiga bulan dalam waktu satu tahun selama minimal 2 tahun berturut-turut.

D. Patofisiologi Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada umumnya, virus merupakan awal dari serangan

35

bronkhitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturutturut. Serangan bronkitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih

memungkinkan tidak mengalami hambatan. Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami: a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga meningkatkan produksi mukus. b. Mukus lebih kental c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan mukus. Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami

36

kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat. infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas. Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan

mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan). Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi

37

pulmonari. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuiu penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Failure). E. Manifestasi Klinis Berdasarkan beratnya penyakit : Bronchitis ringan Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam, ada haemaptoe ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal, foto dada normal. Bronchitis sedang Ciri klinis : batuk produktif terjadi setiap saat, sputum timbul setiap saat (umumnya warna hijau dan jarang mukoid, dan bau mulut meyengat), adanya haemaptoe, umumnya pasien masih nampak sehat dan fungsi paru normal. Pada pemeriksaan paru sering ditemukannya ronchi basah kasar pada daerah paru yang terkena, gambaran foto dada masih terlihat normal. Bronchitis berat Ciri klinis : batuk produktif dengan sputum banyak, berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukannya

pneumonia dengan haemaptoe dan nyeri pleura. Bila ada

38

obstruksi jalan nafas akan ditemukan adanya dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan umum kurang baik, sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata , pasien mudah timbul pneumonia, Pada septikemi, gambaran foto abses dada metastasis, ditemukan cysts

amiloidosis. kelainan :

bronkovascular

marking,

multiple

containing fluid levels. Dan pada pemeriksaan fisis ditemukan ronchi basah kasar pada daerah yang terkena.

F. Komplikasi Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka yang drainase sputumnya kurang baik. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronchialis) atau anastomisis pembuluh darah. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi

39

pulmonal, kor pulmoner kronik. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinurea. Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling akhir pada bronchitis yang berat dan luas.

G. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis ditujukan untuk mencegah, mengontrol infeksi dan meningkatkan drainase bronchial. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah : Untuk pasien yang merokok, dissarankan untuk berhenti merokok dengan tujuan untuk menghindari zat-zat yang dapat mengiritasi bronkus. Mencegah / mengatasi infeksi dengan menggunakan

antibiotic, vaksin pneumokokus dan influenza. Memberikan obat bronkodilator pada pasien untuk

meringankan bronkospasme. Melakukan terapi postural drainase untuk membantu

mengeluarkan sekresi mucus.

40

Melatih pernapasan dengan tujuan untuk meningkatkan keefektifan pernapasan. Pada pasien bronchitis yang disebabkan oleh faktor kongenital, berikan obat pengganti alfa, -antitripsin dengan tujuan untuk meningkatkan protease-antiprotease. H. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan fungsi paru Respirasi (Pernapasan / ventilasi) dalam praktek klinik bermakna sebagai suatu siklus inspirasi dan ekspirasi. Frekuensi pernapasan orang dewasa normal berkisar 12 - 16 kali permenit yang mengangkut kurang lebih 5 liter udara masuk dan keluar paru. Volume yang lebih rendah dari kisaran normal seringkali menunjukkan malfungsi sistem paru. Volume dan kapasitas paru diukur dengan alat berupa spirometer atau spirometri. Udara yang keluar dan masuk saluran pernapasan saat inspirasi dan ekspirasi sebanyak 500 ml disebut dengan volume tidal, sedang volume tidal pada tiap orang sangat bervariasi tergantung pada saat pengukurannya. Rata-rata orang dewasa 70% (350 ml) dari volume tidal secara nyata dapat masuk sampai ke bronkiolus, duktus alveolus, kantong alveoli dan alveoli yang aktif dalam proses pertukaran gas.

Analisa gas darah

41

Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau

kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.

Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus

menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah: - PH normal 7,35-7,45 - Pa CO2 normal 35-45 mmHg - Pa O2 normal 80-100 mmHg - Total CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/l - HCO3 normal 21-30 mEq/l - Base Ekses normal -2,4 s.d +2,3 - Saturasi O2 lebih dari 90%.

Pemeriksaan radiologis

42

Pemeriksaan foto thoraks posterior-anterior dilakukan untuk menilai derajat progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit paru obstruktif menahun. Pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya perubahan pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis darah). Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis banding dengan tuberculosis paru. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian Lapisan teratas agak keruh Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah) Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak (celluler debris).

43

I. Pathway Presipitasi Predisposisi

Asap rokok, polusi

Infeksi (streptococcus,stafilokokus, pneumococcus, dll)

Alergi

Keadaan sosial ekonomi (lingkungan yang kotor

Pengaktifan IgE

& ketidakmampuan dlm pemenuhan nutrisi)

Gangguan bersihan jalan napas Pelepasan Histamine

Daya tahan tubuh Peradangan bronkus dan bronkiolus Dx: inefektif bersihan jln napas Produksi mucus Sel endotel Hipotalamus Mengeluarkan as.arakhidonat Obstruksi jalan napas Mk: Anoreksia napas Pengeluaran prostaglandin SDP Bronkokonstriksi Dispnea Dx: ketidakefektifan pola napas

Dx: Intoleransi aktivitas

Dx: Hipertermi
44

Dx: nutrisi < keb. tubuh

Hipotal. Me

titik patokan

Suhu tubuh di atas normal

Hipoventilasi Lemahnya dinding bronkus Alveolar Dx: Gangguan pertukaran gas dan mempengaruhi bronkiolus kecil sehingga mengalami kerusakan dan dindingnya melebar serta kerusakan alveolar Gagal napas Dx: Ansietas kolapsnya saluran napas kecil saat ekspirasi

3.2.2.2 Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1. Anamnesis Keluhan utama pada klien dengan bronchitis meliputi batuk kering dan produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh da[at mencapai >40 oC, dan sesak napas. 2. Riwayat kesehatan Keluhan utama: Batuk persisten,produksi sputum seperti warna kopi,disnea dalam beberapa keadaan,weizing pada saat ekspirasi,sering mengalami infeksi pada system respirasi. Riwayat kesehatan dahulu: Batuk atau produksi sputum selama beberapa hari kurang lebih 3 bulan dalam 1 th.dan paling sedikitdalam 2 th berturutturut.adanya riwayat merokok. Riwayat kesehatan keluarga:

45

Penelitian terahir didapatkan bahwa anak dari orang tua perokok dapat menderita penyakit pernafasan lebih sering dan lebih berat serta prefalensi terhadap gangguan pernapasan lebih

tinggi.selain itu,klien yang tidak merokok tetepi tinggal dengan perokok(perokok pasif) mengalami peningkatan kadar karbon monoksida darah.dari keterangan tersebut untuk penyakit familial dalam hal ini bronchitis mungkin berkaitan dengan polusi udara rumah,dan bukan penyakit yang diturunkan. (mutaqin,2008) 3. Pemeriksaan fisik Keadaan umum dan tanda-tanda vital Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital klien dengan bronchitis biasanya didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh lebih dari 400 C, frekuensi napas meningkat dari frekuensi normal, nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, serta biasanya tidak ada masalah dengan tekanan darah. B1 (breathing) Inspeksi Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, biasanya menggunakan otot bantu pernapasan. Pada kasus bronchitis kronis, sering didapatkan bentuk dada barrel/ tong. Gerakan pernapasan masih simetris. Hasil pengkajian

46

lainnya menunjukkan klien juga mengalami batuk yang produktif dengan sputum purulen berwarna kuning kehijauan sampai hitam kecoklatan karena bercampur darah. Palapasi Taktil fremitus biasanya normal. Perkusi Hasil penkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, maka suara napas melemah. Jika bronkus paten dan drainasenya baik ditambah adanya konsolidasi di sekitar abses, maka akan terdengar suara napas bronchial dan ronkhi basah. B2 (blood) Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan. Batas jantung tidak mengalami pergeseran. B3 (brain) Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi penyakit yang serius. B4 (bladder)

47

Pengukuran volume output urine berhubungan erat dengan intake cairan, oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan salah satu tanda awal dari syok. B5 (bowel) Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurun berat badan. B6 (bone) Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi Arif.2008) 4. Terapi medis Pengobatan yang utama ditujukan untuk mencegah dan kebutuhan aktivitas sehari-hari. (Muttaqin,

mengkontrol infeksi serta meningkatkan dreinase bronchial. Pengobatan yang diberikan berupa: Antimicrobial; Bronkodilator; Aerosolizet nebulizer; dan intervensi bedah.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi mucus
48

Tujuan: bersihan jalan napas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Kriteria Hasil : 1. 2. 3. 4. Sputum tidak ada Batuk berkurang atau hilang Sesak napas berkurang atau hilang Tanda-tanda vital normal

Intervensi 1. Kaji fungsi pernapasan: kecepatan, irama, kedalaman dan

penggunaan otot bantu pernapasan. Rasional: memantau adanya dispnea 2. Kaji posisi yang nyaman untuk klien, misalnya posisi

kepala lebih tinggi ( semi fowler ). Rasional : posisi semi fowler memperlancar sirkulasi pernapasan dalam tubuh 3. Ajar dan anjurkan klien latihan nafas dalam dan batuk

efektif Rasional : mengajarkan batuk efektif agar pasien mandiri 4. Pertahankan hidrasi adekuat, asupan cairan 40-50cc/ kg

bb/ 24 jam Rasional : mencegah adanya dehidrasi 5. Lakukan fisioterapi dada jika tidak ada kontraindikasi.

Rasional : fisioterapi dada mempermudah pengeluaran secret

49

6.

Kolaborasi

dengan

tim

medis

untuk

memberikan

ekspektoran Rasional : untuk membantu mengencerkan dahak.

2. Ketidakefektifan

pola

napas

berhubungan

dengan

peningkatan kerja pernapasan, dyspnea dan hipoksemia Tujuan : Mempertahankan pola pernapasan efektif dengan jalan napas paten Kriteria hasil : 1. sputum berkurang / tidak ada 2. sesak napas berkurang / hilang 3. pola napas teratur Intervensi : 1. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas kecepatan irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan. Rasional: memantau adanya perubahan pola napas 2. Kaji posisi yang nyaman untuk klien, misalnya posisi kepala lebih tinggi ( semi fowler ). Rasional : posisi semi fowler memperlancar sirkulasi pernapasan dalam tubuh
3. Lakukan fisioterapi dada jika tidak ada kontrak indikasi.

Rasional : fisioterapi dada mempermudah pengeluaran secret 4. Kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan mukolitik

50

Rasional : untuk menurunkan spasme jalan napas dan produksi mukosa. 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

bronkokonstriksi dan hipoventilasi alveolar. Tujuan: gangguan pertukaran gas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Kriteria hasil: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nilai analisa gas darah dalam batas normal. Kesadaran komposmentis. Klien tidak bingung Sputum tidak ada Sianosis tidak ada Tanda fital dalam batas normal

Intervensi 1. Pertahankan posisi tidur fowler Rasional : posisi fowler memperlancar sirkulasi

pernapasan dalam tubuh 2. Ajarkan klien pernapsan diagframatik dan pernapasan bibir. Rasional : untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas 3. Kaji pernapasan, kecepatan dan kedalaman serta

penggunaan otot bantu pernapasan

51

4.

Kaji secara rutin warna kulit dan membran mukosa Rasional: indikasi langsung keadekuatan volume

cairan,meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan. 5. Dorong klien untuk mengeluarkan sputum, penghisapan lendir jika diindikasikan Rasional: pernapasan 6. Awasi tingkat kesadaran / status mental klien, catat adanya perubahan Rasional: Dengan mengetahui tingkat kesadaran atau status mental klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya. 7. Ukur tanda vital setiap 4-5 jam dan awasi irama Rasional: Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. 8. Palpasi fremitus Rasional: mengetahui adanya bunyi nafas akibat mukus 9. Berikan oksigen sesuai indikasi Rasional: Dapat memperbaiki / mencegah buruknya hipoksia. untuk membantu melancarkan jalannya

52

4. Pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia Tujuan : nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama x 24 jam Kriteria hasil : 1. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat 2. Menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang tepat. Intervensi 1. Kaji keluhan klien terhadap mual, muntah dan anoreksia Rasional: menentukan penyebab masalah 2. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta ciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman Rasional: menghilangkan tanda bahaya, rasa bau dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual 3. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering Rasional: dapat meningkatkan nutrisi dalam tubuh meskipun napsu makan berkurang 4. Timbang berat badan klien setiap minggu Rasional: Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi

53

5.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet Rasional: berguna untuk kestabilan dan gizi yang masuk untuk pasien

5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Tujuan : Suhu tubuh kembali dalam keadaan normal

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Kriteria Hasil: 1. 2. Suhu tubuh 36,5-37,5 C Kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab

Intervensi 1. Monitoring perubahan suhu tubuh Rasional : Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan kemajuan dari pasien. 2. Berikan kompres hangat Rasional : Dapat membantu mengurangi demam. 3. Berikan antipiretik Rasional : Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan autodestruksi dari sel-sel terinfeksi.

54

6. Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

ketidak-

seimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan Tujuan: klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Kriteria hasil: 1. 2. 3. 4. Klien melakuakan aktifitas sehari-hari tanpa bantuan Klien dapat bergerak secara bebas Kelelahan berkurang atau hilang Tonus otot baik menunjukkan angka 5

Intervensi: 1. Kaji aktifitas yang dilakukan klien Rasional: mengetahui perkembangan aktivitas day living 2. Latih klien untuk melakukan pergerakan aktif dan pasif Rasional: supaya otot-otot tidak mengalami kekakuan 3. Berikan dukungan pada klien dalam melakukan latihan secara teratur, seperti: berjalan perlahan atau latihan lainnya. Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu

keseimbangan suplai dan kebutuhan O2 4. Diskusikan dengan klien untuk rencana pengembangan latihan berdasarkan status fungsi dasar Rasional: untuk memberikan terapiyang sesuai pada status pasien saat ini

55

5.

Anjurkan klien untuk konsultasi denan ahli terapi Rasional: menentukan program latihan spesifik sesuai kemampuan klien

7. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian dan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya dan proses pengobatannya Tujuan : Ansietas berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam Kriteria Hasil : 1. 2. 3. Klien mengungkapkan kecemasannya Klien mulai merasa tenang Klien tidak tampak bingung

Interfensi: 1. Kaji tingkat kecemasan pasien Rasional : mengetahui seberapa jauh tingkat kecemasan pasien 2. Tunjukkan rasa empati dan peduli terhadap keadaan pasien Rasional : Mengurangi stressor pasien 3. Jelaskan semua prosedur tindakan Rasional : pasien perlu memahami semua prosedur tindakan yang akan ia terima 4. Dorong keluarga dan teman utnuk menganggap klien seperti sebelumnya

56

Rasional : mengurangi stressor pasien 5. Beritahu klien program medis yang telah dibuat untuk menurunkan/membatasi serangan akan datang. Rasional : mengurangi/menghilangkan kekhawatiran pasien

BAB 4 PENUTUP

Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas antara lain adalah : 1. Dari gejala-gejala yang ada, penderita kemungkinan besar menderita asma yang disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas/alergi terhadap debu rumah, 2. kakak penderita kemungkinan menderita bronkiektasis yang diketahui dengan adanya gambaran honeycomb appearance pada rontgen toraksnya, 3. penyakit asma penderita bersifat familial, tetapi tidak ada hubungannya dengan penyakit paru kronik sang kakak, 4. wheezing merupakan suara khas asma yang ditemukan pada pemeriksaan auskultasi yang disebabkan oleh penyempitan bronkus.

Saran Saran yang dapat diberikan penulis adalah :


57

1.

penderita diberi edukasi untuk menghindari agen pencetus terjadinya sesak nafas (asma),

2.

jika kambuh lagi, diberikan bronkodilator dan kortikosteroid untuk mengurangi gejala,

3.

sang kakak diberi antibiotik untuk membunuh bakteri patogen yang menjadi penyebab pada bronkiektasis,

4.

penderita disarankan untuk memakai masker supaya bakteri yang ada tidak menular lewat udara.

58

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Muhammad. 2010. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Gendo Udayana. 2006. Integrasi Kedokteran Barat dan Kedokteran Tradisional. Kanisius. Yogyakarta. Joyce. 2000. Pendekatan Proses Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkhial. CV Infomedika. Jakarta. Mary E. Muscari. 2005. Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

59

Anda mungkin juga menyukai