Anda di halaman 1dari 1

Air mataku, bukan mata air. Mata airku, bukan air mata.

Air mata tak lagi berarti ketika dia meninggalkanku. Dia begitu berarti. Tak ada suatu apa pun yang mampu menggantinya. Air mata tak akan lagi berharga dibanding dengan kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidup kita Waktu itu aku kelas dua SMU. Aku mengalami gejolak batin yang begitu luar biasa. Aku yakin setiap manusia pasti akan mengalami masa seperti yang aku rasakan saat itu. Masa dimana seluruh perasaan yang pernah dimiliki manusia berkumpul menjadi satu, senang, sedih, gundah, bingung, semuanya menggumpal dalam sel lubuk hatiku yang paling kecil sekalipun. Perasaan yang merajalela memenuhi tiap jengkal tubuh dari ujung rambut, kepala, bahu, lengan, hingga ujung kaki. Yah..itulah cinta. Begitu indah rasa cinta, mengalahkan segalanya. Rupanya kala itu aku sedang di mabuk asmara. Aku biarkan rasa ini terus mengembara jauh kedalam relung jiwaku. Kan aku izinkan bianglala terus berputar dengan irama jeritan mungil buah-buah surga. Semua ini berawal ketika tepat tiga tahun yang lalu ketika aku bertemu sesosok makhluk indah dalam hidupku. Toko TogaMas menjadi saksi bisu jerit keceriaan hatiku kala itu. Rak-rak buku seolah menjadi wartawan peliput berita artis muda yang sedang naik daun. Semua berdesakan mengambil tempat terdepan untuk pengambilan gambar yang terbaik. Novel Kambing Jantanku pasti masih ingat betul hebatnya getaran tanganku ketika aku melihatnya. Sesosok makhluk hidup yang sengaja diciptakan Tuhan untuk dinikmati keindahannya. Entah mengapa aku begitu tertarik melihat seorang laki-laki yang perlahan mendekati rak buku melengkapi kehi

Anda mungkin juga menyukai