Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

Identitas Buku Judul buku Editor Tahun terbit Penerbit Kota terbit Tebal buku : Bacaan terpilih tentang Sejarah Pendidikan Nasional Indonesia : Drs. Amir Hamzah W.S : 1975 : Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Malang : Malang : hal sampul + iii + 88 halaman

BAB II RESUME SUBTANSI BUKU

IKHTISAR SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA Oleh: Prof. Drs. Bradjanegara

Kehidupan dari suatu bangsa dibentuk oleh sejarah bangsa itu. Pertumbuhan, perkembangan dan kemunduran dari suatu bangsa dapat kita lihat dalam sejarahnya. Pada abad XX ini telah banyak sumber yang memberikan keterangan tentang kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, mulai zaman purbakala sampai zaman sekarang. Kedatangan bangsa Hindu dengan agamanya, kedatangan agama Islam, kedatangan bangsa Barat dengan teknik dan agamanya berakibat timbulnya perubahan dalam kehidupan batin bangsa kita. Pendidikan dapat dikatakan mulai sejaka abad ke-5 dimana sudah dikenal alfabet. Selanjutnya berkembang, seperti pada masa Mojopahit yang pada saat itu terdapat banyak asrama dimana Brahmana memberi pendidikan pada para cantrik, janggan dan putut. Masa kedatangan agama Islam di Indonesia pada abad XIII membawa perubahan, dimana menjadikan masyarakat lebih demokratis. Lain daripada itu isi dan cara pendidikan pun mengalami perubahan. Mereka yang telah memeluk agama Islam berusaha memperluas penyiaran agama dengan cara mendirikan langgar, pesantren dan pondok. Namun, mungkin sekali pesantren di negara ini adalah lanjutan dari asrama para Brahmana zaman Hindu, sebab bentuk dan isi pendidikan di pesantren hampir sama dengan asrama. Yang lain hanyalah agamanya. Selanjutnya mulai datang bangsa-bangsa barat pada akhir abad XV dan XVI. Awalnya bangsa Portugis berusaha memusnahkan perdagangan Indonesia serta berusaha menyiarkan agamanya melalui pendidikan. Bangsa Belanda selanjutnya mengalahkan Portugis dan pada 1596 mulai datang ke Indonesia. Mulai dari awal adanya VOC hingga berpindah ke pemerintah Hindia Belanda, bidang pendidikan dan pengajaran tidak diperhatikan. Baru pada permulaan abad XX pemerintah Belanda menaruh perhatian pada pendidikan dan mendirikan sekolah-sekolah. Dimulai dari adanya Sekolah Desa hingga dibentuk lagi 3 sekolah yang berbeda (yakni Volksschool, Vervolgschool dan HIS) yang pada
2

dasarnya hanya bersifat mendidik pegawai rendahan. Boleh ditegaskan disini bahwa bangsa kita sebagian besar dalam waktu 3 abad tidak terdidik dan tidak mendapat pengajaran. Kedatangan bangsa Jepang dengan penindasan dan penekanan sedikit baik dengan menghilangkan sekolah rendah dan menggantinya dengan Sekolah Rakyat 6 tahun dan mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa perantara. Namun pemerintah jepang berusaha memasukkan kebudayaan Jepang ke dalam pendidikan dan pengajaran dan untunglah itu tidak berhasil dikarenakan sebentarnya masa penjajahan Jepang. Pada 17 Agustus 1945 dimana proklamasi dikumandangkan, selanjutnya mulai ada pengumuman UUD Negara dan pembentukan Pemerintah Pusat. Pada 1946 kemudian kementrian PP dan K membentuk Panitia Penyelidik Pendidikan dan Pengajaran yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara, pemimpin Taman Siswa, yang mulai tahun 1922 mengusahakan perguruan berdasarkan kebangsaan. Tahun selanjutnya diadakan Permusyawaratan Pendidikan Indonesia dengan maksud mengadakan herorientatie soal pendidikan dan pengajaran. Tahun berikutnya pula, tepatnya pada 1948 dibentuk panitia pembentuk perencana UU Pokok Pendidikan dan Pengajaran. Dan akhirnya UU pokok ini dikenal sebagai UU No.4 tahun 1950. UU ini memuat pedoman baru bagi bangsa kita: dasardasar baru, tujuan baru dan cara pelaksanaan baru. Akan tetapi, tidak mudah melakukan perubahan sistem pendidikan dan pengajaran yang sudah bertahun-tahun berlaku sehingga perlulah persiapan terlebih dahulu.

PONDOK PESANTREN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN Oleh: Drs. Abd. Rauf Jusuf

Definisi umum tentang pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama. Pondok diartikan rumah, sedangkan pesantren artinya tempat tinggal para santri. Pondok pesantren yang hampir tersebar di seluruh Indonesia ini memiliki sebutan berbeda-beda di setiap daerah, misalnya di Madura disebut penyantren, di Aceh disebut rangkang meunasah, di Pasundan bernama pondok dan di Minangkabau disebut surau. Di dalam pondok pesantren, mata pelajaran yang umumnya diberikan berupa Ushuluddin (pokok-pokok kepercayaan), Fiqh (dasar-dasar peribadatan dan muamalat
3

perikehidupan), Ushul Fiqh (alat untuk menggali ajaran Islam dari Quran dan hadis) dan Nahwu/sharaf (tata bahasa dan cara-cara menyusun kalimat bahasa Arab). Bahan-bahan ini diberikan di pondok-pondok pesantren, namun biasanya ada satu vak yang lebih ditekankan, seperti di Pesantren Krapyak di dekat Jogjakarta yang terkenal mengutamakan para santri menghafal seluruh Quran yang berjumlah 30 juz. Pada umumnya santri-santri yang datang ke sebuah pesantren sudah memiliki bekal berupa sedikit kepandaian membaca Al Quran yang dipelajari di surau ataupun langgar di kampungnya. Di pesantren diajarkan pelajaran lanjutan seperti Arab, Fiqh, Tafsir Quran, Ilmu Kalam dan sebagainya. Ilmu yang dipelajari yakni ilmu yang hanya berhubungan dengan agama, pelajaran pengetahuan umum tidak diberikan. Di kalangan pesantren, dikenal istilah belajar sorogan dan bandungan. Cara pertama (sorogan), santri boleh memilih salah satu kitab tersendiri dan maju seorang demi seorang kehadapan kyai untuk mendapatkan pelajaran langsung. Cara kedua(bandungan) diberikan pada tingkat lanjutan yang mana pelajaran diberikan secara kuliah. Disini santrisantri yang sudah merasa dapat mengikuti pelajaran dari seorang kyai duduk berkumpul mengitari kyai tersebut. Disini, akan dipaparkan secara ringkas mengenai pondok pesantren yang sudah terkenal, diantaranya: 1. Pesantren Tebuireng, pesantren yang berpengaruh besar di daerah Jawa Timur dan juga daerah lain. Didirikan oleh Kyai Hasyim Asyari pada tahun 1899 dimana diawali dengan merintis sebuah desa baru di luar kota Jombang. 2. Pondok Modern Gontor, didirikan oleh tiga bersaudara dari keluarga kyai di Ponorogo yakni K.H. Imam Zarkasyi, K.H. Ahmad Sahal, dan K.H. Zainuddin Fanani. Pesantren yang didirikan ini diberi nama Balai Pnedidikan Darussalam namun selanjutnya lebih dikenal sebagai Pondok Modern Gontor. Pendiri pesantren yang menganggap pesantren sebelumnya adalah konservatif ini menekankan para santrinya untuk lekas mampu berdiri sendiri. Terdapat perkembangan intelektualisme pada hasil pendidikan Gontor. 3. Darul Falah, merupakan pesantren yang terletak di Cihampea, Bogor. Pesantren yang didirikan pada 1960 ini lebih menitik beratkan pada pendidikan bagi kaum tani. Pesantren yang sempat terhenti kegiatannya dan mulai lagi pada 1967 ini pada mulanya dipimpin oleh Kyai Soleh Iskandar dengan pemimpin sehari-hari dipegang suatu team
4

yang terdiri dari para sarjana dan sarjana muda pertanian dari IPB bersama dengan alumni-alumni IAIN.

PENGAJARAN BARAT DI INDONESIA Oleh: Drs. Amir Hamzah W.S Berawal dari adanya kemakmuran yang meningkan di negeri Belanda terutama di bidang industri, diperlukannya pasar hasil produksi dan saat itu Indonesia sedang dalam keadaan sengsara sehingga tidak punya daya beli terhadap hasil produksi Belanda. Selain alasan komersil tersebut juga adanya desakan dari para pendeta dan bangsawan untuk membalas budi pada rakyat. Maka ditetapkanlah politik ethis pada 1901, dimana mulai dibangunnya bidang-bidang imigrasi, edukasi dan irigasi. Adanya pembangunan edukasi ini selanjutnya memperluas sekolah-sekolah model Barat. Pengajaran barat pada tahun 1850-1900 hanya terbatas pada anak-anak orang Eropah, orang-orang Indonesia Nasrani serta untuk anak-anak aristrokat. Sekolah yang kurang terencana tersebut selanjutnya pada masa politik ethis mulai lebih teratur. Pada tahun 1903 mulai didirikan sekolah-sekolah desa dan tahun-tahun selanjutnya banyak sekolah yang disempurnakan dan didirikan seperti halnya HIS, MULO, AMS, Normaal School serta menyusul lagi Sekolah Tinggi Kedokteran, Teknik dan Hukum. Maksud pendirian sekolahsekolah ini pada dasarnya untuk mendidik calon pegawai negeri dan pembantu pemerintah kolonial. Adanya sekolah-sekolah ini menjadikan penyebaran kebudayaan barat dalam masyarakat Indonesia. Hal ini selanjutnya menimbulkan polemik diantara kalangan terpelajar Indonesia, seperti Sutan Takdir Ali Sjahbana dan juga Dr. Sutomo. Pada dasarnya, sekolahsekolah ini sifatnya secular dimana semangat agama dan semangat nasional tidak diberikan dan pelajaran sejarah serta ilmu bumi diberikan secara Neerlandcentris. Golongan intelek lulusan sekolah-sekolah barat mulai bersikap negatif dengan mengecam agam Islam sebagai agama perintang kemajuan dan selanjutnya sikap mereka juga mulai menjadikan mereka terasing dari masyarakat Indonesia. INTERPRETASI AMALAN MUHAMMADIYAH Oleh: Prof. Dr. A. Mukti Ali
5

Keadaan Islam dan masyarakatnya pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjadikan perlunyan rehabilisasi Islam di Indonesia. Hal inilah yang selanjutnya mempelopori berdirinya Muhammadiyah pada 18 Nopember 1912. Berdirinya Muhammadiyah ini pada dasarnya dilatar belakangi adanya ketidak bersihnya dan campur aduknya kehidupan agama islam di Indonesia; Ketidak effisiennya lembaga-lembaga pendidikan agama; Aktiviteit daripada miss-missi Katholik dan Protestant; dan sikap acuh tak acuh, malah kadang-kadang merendahkan, daripada golongan intellegentsia terhadap Islam. Selanjutnya dibentuklah amalan-amal Muhammadiyah yang dibagi menjadi 4 bagian yakni: 1. Membersihkan Islam di Indonesia daripada pengaruh-pengaruh dan kebiasaan-kebiasaan yang bukan Islam 2. Reformulasi doktrin-doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern 3. Reformasi ajaran-ajaran dan pendidikan Islam

4. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan-serangan dari luar Pada bagian yang pertama dan kedua, Muhammadiyan mulai dengan segala usaha pengajian dan tabligh, sekolahan dan kursus serta tulisan dan ulasan di berbagai majalah dan surat kabar berusaha menyadarkan masyarakat dari banyaknya bidah dan khurafat, takhayul maupun ajaran mistik yang diyakini oleh masyarakat Islam. Selanjutnya Muhammadiyah mulai memberi interpretasi dan arti baru terhadap tasawuf dan mistik itu dengan amalan sosial yang positif. Muhammadiayah yang berpendirian bahwa sebab pokok kemunduran Islam dikarenakan sudah semakin jauhnya Islam daripada ajaran-ajarannya yang asli ini menghadapi maraknya mahzab yang berkembang dengan cara mengambil yang menurt anggapan mereka tidak bertentangan dengan Quran dan Hadits. Metode inilah oleh Muhammadiyah dinamakan Tarjih, sedangkan oleh Nahdatul Ulama dinamakan Taqlid. Pengambilan hukum ala Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama ini pada dasarnya tidak memiliki perbedaan yang esensi. Adanya panggilan Muhammadiyah untuk kembali ke Quran dan Hadits serta panggilan untuk mempergunakan selidik dan analisa dalam memahamkan soal-soal agama, maka terbukalah lembaran baru dalam arena sejarah alam pikiran Islam modern di Indonesia yang selanjutnya menimbulkan faham liberalisme Islam. Faham ini menempatkan akal
6

sebagai pembantu di dalam menilai sesuatu, di samping batas-batas yang diberikan oleh wahyu. Pada bidang ketiga, berawal dari Haji Ahmad Dachlan dan para pemimpin Muhammadiyah yang mengetahui bahwa pendidikan di Indonesia sudah terpecah menjadi dua yakni pendidikan sekolah Belanda yang sekuler dan pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan agama. Luasnya perbedaan yang terdapat dalam dua golongan terpelajar lulusan sekolah-sekolah ini menjadikan Muhammadiyah menyelenggarakan pembaharuan pendidikan dan pengajaran dengan cara memberi pelajaran-pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri dimana agama dan pengetahuan umum diajarkan. Muhammadiyah disini ingin mencetak sarjana-sarjana Muslim yang selain berbekal pengetahuan umum, pun kaya akan pengetahuan agama. Muhammadiyah yang melakukan pengajaran dengan jalan rationeel ini lebih berpengaruh besar di kalangan kaum terpelajar pendidikan Barat daripada di kalangan kaum terpelajar di pesantren yang dalam cara memahami agama, pada umumnya, secara dogmatis. Proyek yang keempat yakni dimulai dengan mempelajari ulasan maupun tulisan di majalah dan surat kabar yang berisi kritikan kaum intelegentsia terhadap ajaran-ajaran Islam dan bagaimana orang-orang Islam mempertahankan aqidahnya yang dicemooh itu. Selanjutnya berkembangnya missi-missi Katholik dan Protestant dalam menyiarkan agama ini yang mengharuskan Muhammadiyah mempertahankan Islam. Cara maupun metode yang dipakai Muhammadiyah yang dipakai yakni biasa disebut apologetic.

FRAGMENT PIDATO KH DEWANTARA DI UNIVERSITAS GAJAH MADA TAHUN 1956 Pada zaman beralihnya VOC menjadi pemerintah Hindia Belanda, sebenarnya tidak ada perubahan sikap dan tindakan terhadap segala urusan tanah air. Seperti diketahui pada zaman OIC bangsa belanda menganggap tanah air kita semata-mata sebagai obyek perdagangan. Tujuan dari segala usaha di lapangan diarahkan untuk mencari dan mendapat keuntungan materiil sebesar-besarnya. Sementara itu, pendidikan dan pengajaran diserahkan kepada para pendeta Kristen.
7

Selanjutnya, mulai ada perubahan diantaranya pada tahun 1818 diadakan peraturan pemerintah semacam undang-undang dasar yang disebut Regeeringreglement. Dalam RR 1818 itu mulai disebut tentang pemeliharaan pengajaran, namun hal ini tidak pernah dilakukan. Selanjutnya baru dalam RR 1854 terdapat pasal-pasal yang mengenai pendidikan dan pengajaran seperti dalam pasal 125 yang berbunyi pengajaran dalam negeri adalah hal yang senantiasa menjadi perhatian gubernur jenderal. Ketetapan ini sungguh baik, akan tetapi pasal-pasal berikutnya membuktikan jiwa kolonialnya pemerintah Hindia Belanda. Perkembangan selanjutnya yakni bupati-bupati mulai mendirikan sekolah-sekolah kabupaten untuk mendidik calon-calon pegawai. Kemudian berangsur-angsur dapat didirikan sekolah-sekolah bumiputra. Sementara sejak diberlakukannya politik ethis, banyak berkembang sekolah yang berhaluan Barat, dimana lebih menunjukkan sifat intelektualistis, individualistis dan materialistis sehingga sekali-kali tidak mengandung cita-cita kebudayaan. Baru pada tahun 1920 timbul cita-cita yang menghendaki perubahan radikal dalam lapangan pendidikan dan pengajaran. Pada 1922 lahirlah Taman Siswa di Jogyakarta sebagai perwujudan cita-cita bangsa untuk merdeka dan mendapat kebebasan kebudayaan. Dirumuskan bahwa pendidikan nasional ialah pendidikan yang berdasarkan garis hidup bangsanya dan ditujukkan oleh keperluan perikehidupan, yang dapat mengangkat derajat negeri dan rakyatnya, sehingga bersamaan kedudukan dan pantas bekerjasama dengan bangsa lain. Dalam pendidikan, diharapkan tidak hanya mendapat pengetahuan saja, namun juga dapat mengalami sendiri, maka seyogyanya diutamakan cara pondok-systeem dalam pendidikan. Mengenai kebudayaan, dapat dikatakan bahwa kebudayaan merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni alam dan zaman, disini dibutuhkan perjuangan agar dapat mencapai kebahagiaan. Kebudayaan Indonesia yang masih berupa kumpulan kebudayaan daerah harus mulai digalang menjadi kesatuan kebudayaan untuk seluruh rakyat.

MODEL PENDIDIKAN DI SUMATRA BARAT KASUS INS KAYU TANAM Oleh : Drs. Edwar
8

Pada tanggal 31 Oktober 1926, dengan prakarsa dari Moh. Syafei dan persatuan buruh kereta api di Kayu Tanam Sumatra Barat, didirikan sebuah sekolah swasta dengan nama Indonesische Nederlandsche School (INS). Ide pembentukan Sekolah yang mengutamakan pendidikan ketrampilan ini berkaitan dengan ide dari Perhimpunan Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang sampai kemerdekaan, sekolah ini sempat mengalami kehancuran secara fisik, organisasi dan kehilangan tenaga guru. Pada 1950 mulai dibangun kembali dan selanjutnya pada 1952 diubah menjadi sekolah guru (SGB) Istimewa. Namun pada 1958 sekolah ini dibakar habis oleh okmun OPR/PKI dikarenakan adanya pemberontakan PRRI saat itu. Adanya dorongan dari masyarakat menjadikan INS hidup kembali pada tahun 1967. Untuk sementara dalam pembelajaran digunakan ruang belajar dari Sekolah Teknik Negeri Kayu Tanam. Pada 1969 dengan gotong royong, INS dibangun kembali dan selanjutnya, tepatnya pada 1971, NOVIB mulai memberikan bantuan untuk rehabilitasi Ruang Pendidik INS Kayu Tanam. Pada dasarnya, pendidikan ketrampilan yang merupakan 50% dari seluruh kegiatan pendidikan ditujukan untuk membentuk daya kreatif para murid INS. Tujuan INS ini dapat dicapai dan terbukti pada tamatan INS di zaman sebelum kemerdekaan dimana mereka menggunakan bekal ketrampilannya untuk berdiri sendiri dalam kehidupannya. INS sebenarnya bertujuan agar murid-murid dapat mencintai kerja, terutama kerja fisik. Selain itu, ada dua tujuan lain dalam pendidikan INS, yakni: 1. Melatih kerja secara sistematis; 2. Dapat memanfaatkan alat-alat yang ada untuk memenuhi kebutuhan sehingga muridmurid tidak terlepas dengan lingkungan.

KONGGRES-KONGGRES PENDIDIKAN SEBAGAI PENDAHULU PEMBENTUK UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN Oleh: Budi Utomo, B.A
9

Setelah meninjau reaksi para cendikiawan terhadap pendidikan dan pengajaran Kolonial Belanda, maka perlulah digalang kerjasama diantara tokoh-tokoh dan badan-badan penyelenggara sekolah yang berdasarkan kebangsaan. Namun hal yang terpenting adalah mencari perumusan darin apa yang dimaksud dengan pendidikan dan pengajaran nasional. Atas prakarta taman Siswa, maka dibentuklah panitia yang bertugas mengadakan Konggres Pendidikan Nasional dengan maksud dan tujuan sebagai berikut: 1. Menggalang kerjasama diantara badan-badan penyelenggara sekolah-sekolah yang berdasarkan kebangsaan 2. Mencari perumusan darin apa yang dimaksud dengan pendidikan dan pengajaran nasional 3. Mencari bentuk sekolah dan isinya pelajaran Panitia selanjutnya menyerahkan tugas ini kepada pengurus besar Budi Utomo dan kemudian pada 1935 diadakan Konggres Pendidikan Nasional Pertama di Surakarta dan dipimpin oleh KRM Wuryaningrat. Pada konggres itu Ki hajar Dewantara mengemukakan pendapat tentang cara pendidikan manakah yang dapat dijalankan di dalam dan luar sekolah, yang dapat menghidupkan, menambah dan menggembirakan perasaan kesosialan anak-anak Indonesia. Sedangkan Dr. Sutomo lebih menekankan agar didirikan sekolah-sekolah yang cocok dengan kemauan dan perasaan masyarakat sehingga besar pengarunya bagi nusa dan bangsa. Sementara berbeda lagi pendapat dari Sutopo Adiseputra yang menekankan agar bangsa Indonesia dengan giat dan segera memikirkan adanya suatu pengajaran yang diselaraskan dengan cara dan kebudayaan hidup anak-anak zaman mendatang. Yang terakhir memberikan pendapat adalah Dr. Wediadiningrat, yang dikomentari yakni tentang sekolah tinggi, dimana pelajaran dalam sekolah ini harus didasarkan pada mudahnya kalbu menerima ilham. Konggres yang pertama ini telah membuka berbagai pemikiran para cendikia, namun hal itu masih belum terlaksana sehingga PPI memandang perlu adanya konggres kedua yang selanjutnya diadakan pada 1937. Konggres kedua ini mendapatkan hasil yang lebih kongkrit dengan disahkannya rencana Anggaran Dasar yang mengatur hubungan diantara organisasiorganisasi pendidikan. Konggres selanjutnya diadakan setelah Indonesia merdeka, tepatnya pasa April 1947. Setelah mendengarkan pendapat dari para cendikia, maka konggres secara aklaite memutuskan: 1. Pendidikan dan pengajaran didasarkan atas azas Pancasila.
10

2. Bahasa Inggris merupakan satu-satunya bahasa asing yang harus diajarkan di sekolahsekolah menengah. Perkembangan selanjutnya yakni pada tahun 1948 oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Mr. Ali Sastrahamidjaja, dibentuk Panitia Perancang UndangUndang Pokok Pendidikan dan Pengajaran yang akan menjadi pedoman bagi pemerintah dalam menyelenggarakan sekolah-sekolah. Rancangan Undang-Undang ini telah selesai dan disahkan sebagai Undang-Undang No. 4 tahun 1950 yang kemudian dinyatakan berlaku untuk seluruh Indonesia sebagai Undang-Undang no. XII tahun 1954.

SEMBOYAN YANG TEGAS Oleh : ST. Takdir Alisyahbada Kongres pertama, Permusyawaratan Perguruan Indonesia yang berlangsung di Solo bisa dikatakan berhasil, namun ada beberapa hal yang mengganjal. Diantaranya yakni beberapa pendapat yang disampaikan oleh cendikiawan kita, seperti Ki Hajar Dewantara yang mengatakan bahwa kecerdasan pikiran dan ilmu pengetahuan selalu mempengaruhi bertumbuhnya egoisme dan budi keduniawian, dilain pihak, Dr. Sutomo mencela perguruan Gubernemen serta mengemukakan pesantren untuk memurahkan biaya penyebaran kecerdasan, Tuan Adiseputro menyebutkan bahwa pengajaran sebagian besar mementingkan theoretischdenken serta yang lebih lagi berasal dari pendapat Dr. Wediodiningrat yang memukul habis kecerdasan otak cara sekarang. Yang hendak saya nyatakan bahwa prae-advies itu kebanyakan mengandung semangat anti-intellectualisme, anti-egoisme dan anti-materialisme. Yang negatif dari itu adalah kebanyakan menghendaki kembali kepada masa lalu, yakni lari kepada pesantren. Menurut saya, disini terselip kesalahan berpikir, kesalahan analyseeren serta kesalahan mengemukakan soal. Apabila dianalisi, bangsa kita kalah dengan bangsa lain dikarenakan sikap kita ini yang cenderung statis, dimana bangsa kita tidaki mengasah otaknya, tidak berusaha mendapatkan pikiran sendiri sehingga bangsa ini menjadi sleurmens. Perasaan bangsa ini mati dikarenakan individu terikat dengan adat-istiadat, kebiasaan dan takhayul dsb.

11

Tentang hal egoisme boleh dikatakan bahwa bangsa ini terlalu murah hati serta terlalu penderma. Masyarakat yang statis ini bisa menjadi dinamis apabila intelect diasah, individu dihidupkan, pemurah hati dikurangi, serta kalbu bangsa dibangun. Sesungguhnya, masyarakat kita mulai dinamis sejak dua tiga puluh tahun akhir ini yang disebabkan pendidikan Barat yang dicela para cendikiawan tersebut. Oleh karena didikan Barat, bangsa kita mulai menggunakan otaknya, mulai hidup individu, mulai memikirkan dirinya sendiri, serta kita mulai hidup dengan tujuan. Menurut saya, kita terlampau lekas cemas, takut dan berteriak-teriak akan bahanya intellectualisme, individualisme, egoisme serta materialisme. Kepentingan utama bagi bangsa kita yakni membangun intellect, menghidupkan individu, membangkitkan keinsafan akan kepentingan sendiri dan berjuang untuk penghidupan yang layak. Kita takut melangkah karena adanya bahaya dari ke empat paham tersebut sehingga menjadikan kita tertinggal di belakang. Adanya semboyan anti terhadap keempat paham itu hendaknya ditukar dengan semboyan positif yakni : 1. Otak Indonesia harus diasah menyamai otak Barat ! 2. Individu harus dihidupkan sehidup-hidupnya ! 3. Keinsyafan akan kepentingan diri harus disadarkan sesadar-sadarnya ! 4. Bangsa Indonesia harus dianjurkan mengumpulkan harta dunia sebanyak-banyak mungkin ! 5. Kesegala jurusan bangsa Indonesia harus berkembang !

NATIONAL ONDERWIJS CONGRES Oleh: Dr. Sutomo Menanggapi tulisan STA tentang ketidakpuasan mengenai National Onderwijs Congres yang disebutkan bahwa suara yang negatif dalam kongres harus ditukar dengan semboyan yang tegas dan positif, saya juga merasa kurang puas terhadapa sidang
12

dikarenakan sidang dibangun secara Barat. Terbatasnya waktu menyampaikan pendapat menjadikan stof yang mau dibicarakan harus dikaji, disaring dan diambil hal-hal yang penting. Karena kurangnya tempo bicara, belum dipelajarinya topik pembicaraan serta masih belum dapat berbicara secara teknis menjadikan beberapa kalangan belum puas terhadap buah kongres pertama ini. Tuan STA mengatakan kongres ini bersuara anti-intelllectualisme dan ini kurang benar karena para pembicara merupakan orang yang mendapatkan education secara Barat. Pada dasarnya prae-adviseurs berseru Marilah menyusun perguruan nasional yang lebih sempurna sifatnya dari perguruan di benua Barat serta perguruan yang diberlakukan di negeri kita. Selanjutnya Tuan STA berpendapat suara-suara di kongres bersifat negatif, namun sesungguhnya hal itu menunjukkan kekurangan pelajaran Barat. Sementara antiintellectualisme yang diungkapkan Tuan STA pada dasarnya yang dinginkan para pembicara yakni janganlah perguruan Nasional kita hanya mementingkan kecerdasan intelek belaka.Hal serupa yakni pada ungkapan Tuan STA tentang anti-individualisme itu pada dasarnya kita mengharap adanya individuen. Kembali pada karangan Tuan STA maka nyatalah tuan ini juga belum dapat menerima kemauan dengan pondok-systeem. Hal ini bukan perkara biaya saja yang mendorong saya mengajukan pondok itu, namun lebih pada kebanyakan anak-anak lulusan HIS, MULO atau AMS berada di luar pengawasan orang tuanya sehingga mereka jiwanya tidak bisa terpelihara. Pada dasarnya penjelasan prae-adviseurs mengarah pada satu hal terpenting, yakni apa perlunya anak pintar (yang bersinar inteleknya) kalau tidak dapat memakainya sebaik mungkin karena akunya tidak terpelihara dan terdidik. Pada pasal anti-egoisme yang dikemukakan Tuan STA, keinginan sebenarnya dari pembicara yakni kita sebagai individu harus ditimbangnya perasaan aku yang lebih luas dengan mengembangkan tabiat altruisme yang menyusun pergaulan hidup bersama. Maksud dari prae-adviseurs bukan anti-egoisme yang negatif, namun lebih pada kalangan kita yang dapat mengembangkan sifat altruismenya, yang menjadi dasar si aku untuk hidup di tengahtengah masyarakat. Tuduhan yang keempat, tentang anti-materialisme pada hakikatnya diakui kebenarannya. Disini ditekankan pada pengajar (guru-guru) janganlah sampai memilih pekerjaannya itu karena penghasilan sehingga makna dalam pengajaran mereka akan kosong dan generasi kita akan kandas di tengah jalan. Perguruan Nasional kita memerlukan guru13

guru berhati mulia yang dapat memberikan makna pendidikan dan pengajaran pada pelajar sehingga kita sebagai bangsa dapat maju dan merasakan Indonesia merdeka yang mulia.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dalam buku ini, dimuat beberapa bacaan terpilih yang termasuk dalam bacaan penting tentang sejarah pendidikan nasional Indonesia. Dimulai dengan dibahas awalmula munculnya pendidikan abad ke-5 yang berlanjut pada pendidikan model Islam, yakni dalam bacaan tentang pondok pesantren dan amalan Muhamaadiyah, pembahasan pendidikan masa kolonial hingga pembahasan kongres pendidikan serta bagaimana pro dan kontra terhadap hasil kongres tersebut.
14

Buku yang banyak berisi artikel dari karangan penulis berkualitas ini pada dasarnya memaparkan bagaimana sejarah pendidikan bangsa Indonesia. Buku yang memuat ikhtisar sejarah pendidikan Indonesia ini juga dilengkapi dengan artikel sejenis lainnya yakni seperti pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan, pengajaran Barat di Indonesia, Interpretasi amalan Muhammadiyah, fragment tentang pidato KH Dewantara, pendidikan INS Kayu Tanam, Kongres pendidikan sebagai pembentuk undang-undang pendidikan serta pendapat pro dan kontra terhadapa kongres yang diungkapkan STA dan Dr. Sutomo. Pada dasarnya, buku ini mampu mengisi pengetahuan pelajar tentang sejarah singkat pendidikan di indonesia. Karena begitu luasnya cakupan sejarah pendidikan Indonesia, dengan adanya buku yang berisikan keterangan yang singkat, padat dan bermutu ini dapat memberikan gambaran umum secara singkat tentangsejarah pendidikan di Indonesia.

15

Anda mungkin juga menyukai