Anda di halaman 1dari 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007) b. Tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu: (Notoatmodjo, 2003) a) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. b) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

10

11

d) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e) Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut

Notoatmodjo (2007) yaitu: a) Sosial ekonomi Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedang ekonomi dikaitkan dengan pendidikan,

ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga. b) Kultur (budaya, agama) Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut. c) Pendidikan Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut.

12

d) Pengalaman Berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, bahwa pendidikan yang tinggi maka pengalaman akan luas, sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin banyak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bart (1994) dapat dikatakan bahwa perilaku yang dilakukan atas dasar pengetahuan akan lebih bertahan daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Jadi pengetahuan sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat mengetahui mengapa mereka harus melakukan suatu tindakan sehingga perilaku masyarakat dapat lebih mudah untuk diubah kearah yang lebih baik. d. Cara Memperoleh Pengetahuan Ada dua cara memperoleh pengetahuan yaitu (Notoatmodjo, 2002): 1) Cara tradisonal a) Cara coba-salah (trial and error) Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lainnya sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. b) Cara kekuasaan atau otoritas Pengetahuan ini diperoleh berdasarkan otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, ahli ilmu pengetahuan dan sebagainya. Sehingga orang

13

yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukakannya adalah benar. c) Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman dijadikan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. d) Melalui jalan pikiran Pengetahuan diperoleh dengan cara penalaran dan pikirannya, baik melalui induksi dan deduksi. Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari kenyataan khusus ke pernyataan umum. Sedangkan deduksi adalah penarikan kesimpulan yang dimulai dari kenyataan umum ke kenyataan khusus. 2) Cara modern a) Berdasarkan fakta Informasi-informasi atau keterangan-keterangan yang

diperoleh penelitian, baik yang akan dikumpulkan atau dianalisis hendaknya berdasarkan fakta-fakta atau kenyataan-kenyataan, bukan berdasarkan pemikiran sendiri atau dugaan. b) Bebas dari prasangka Penggunaan fakta atau data metode ilmiah hendaknya berdasarkan bukti yang lengkap dan objektif, bebas dari pertimbangan-pertimbangan subjektif. c) Menggunakan prinsip analisis Fakta atau data yang diperoleh melalui penggunaan metode ilmiah tidak hanya apa adanya. Fakta serta kejadiankejadian tersebut harus dicari sebab akibatnya atau alasanalasannya dengan menggunakan prinsip analisis.

14

d) Menggunakan hipotesis Hipotesis atau dugaan sementara diperlukan untuk

memandu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin dicapai. e) Mengunakan ukuran objektif Pelaksanaan penelitian atau pengumpulan data harus menggunakan ukuran-ukuran objektif. 2. Sikap a. Pengertian Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman atau dari orang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan diri kepada sesuatu atau menyebabkan kita menolaknya. Sikap berfungsi menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan, mengatur tingkah laku seseorang, mengatur perlakuan dan pernyataan kepribadian seseorang. b. Tingkatan Sikap Menurut Notoatmodjo (2003) sikap dibedakan atas

beberapatingkatan: 1) Menerima (Receiving ) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulasi yang diberikan (objek). 2) Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

15

3) Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4) Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang tinggi. Teori menyatakan tindakan seseorang dipengaruhi oleh sikapnya. Kalau kita berhasil merubah sikap seseorang, maka ia akan merubah perilakunya. Tetapi dalam praktek hal ini tidak selamanya benar. Memang hubungan antara sikap dan tindakan sangat kompleks dan kabur. Orang bisa berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah

tindakannya. Jadi tidak mutlak harus ada perubahan sikap dulu, baru ada perubahan perilaku. Namun demikian secara tidak mutlak dapat dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan loncatan untuk terjadinya perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2007) c. Ciri-ciri Sikap 1) Sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu dalam hubungan dengan objek. 2) Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari. 3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap.

16

4) Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada sekumpulan banyak objek. 5) Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar. 6) Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga

membedakan dengan pengetahuan (Sunaryo, 2004) d. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Faktor - faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar(2009) adalah: 1) Pengalaman pribadi Sesuatu yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai anggapan dan penghayatan, seseorang harus

mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis. 2) Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual. Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif terhadap kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan perorangan. 3) Orang lain yang dianggap penting Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, sesorang yang kita harapkan

17

persetujuannya bagi setiap gerak dan tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berati khusus bagi kita, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri tau suami dan lain-lain. 4) Media massa Media massa sebagai sarana komunikasi. Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dll, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan

kepercayaan orang. Penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya. Media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. 5) Institusi/ lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri ndividu. Pemahaman akan baik-dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang oleh dan yang tidak boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. 6) Faktor emosi dalam diri individu Bentuk sikap tidak semuanya ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang.Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat

18

merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama. Selain dari faktor-faktor diatas yang mempengaruhi pembentukan sikap,menurut Walgito (2003) adalah faktor pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, individu mempunyai dorongan untuk mengerti,dengan pengalamannya untuk memperoleh pengetahuan terhadap suatu objek menunjukkan pengetahuan tersebut mengenai objek yang bersangkutan. 3. Remaja a. Pengertian Remaja Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja

merupakan suatu individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari kanak-kanak menjadi dewasa dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan

menjadi relatif mandiri (Notoatmodjo, 2007) Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari kata latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence memiliki arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007) Masa remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas, dan terjadi perubahan-perubahan psikologik secara kognitif. Remaja secara umum dianggap mencakup

19

individu berusia 10 sampai 19 tahun, sehingga kesehatan reproduksi remajamemperhatikan kebutuhan fisik, sosial, ekonomi kaum muda (Glasier dan Gebbie, 2005) b. Pembagian dan Batasan Usia Remaja Menurut Konopka dan Ingersoll yang dikutip oleh Agustiani (2006) bahwa masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1) Masa remaja awal (12-15 tahun) Pada masa ini individu mulai meninggalkan peranannya sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. 2) Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya memiliki peran yang penting. Dimasa ini remaja juga mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar membuat keputusan sendiri dan selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu. 3) Masa remaja akhir (19-21 tahun) Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan diterima orang dewasa. c. Karakteristik Masa Remaja Hurlock (2007) menyatakan bahwa masa remaja mempunyai ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut meliputi :

20

1) Masa remaja sebagai periode penting Ada periode yang penting akibat fisik dan psikologis. Sebagian remaja mengalami kejadian pertumbuhan dan

perkembangan yang cepat. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan perkembangan mental yang cepat. Semua kejadian perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru. 2) Masa remaja sebagai periode transisi Pada peride ini status remaja menjadi tidak jelas karena terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa remaja, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Disisi lain status remaja yang tidak jelas tersebut memberikan keuntungan karena status tersebut memberi ruang dan waktu mereka untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sikap yang paling sesuai bagi dirinya. 3) Masa remaja sebagai periode perubahan Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja akan seiring dengan perubahan sikap dan prilaku. Ini berarti, saat perubahan sifat berlangsung dengan cepat maka akan terjadi juga perubahan sikap dan prilaku dengan cepat, dan juga sebaliknya. 4) Masa remaja sebagai masa bermasalah Berbagai masalah yang terjadi pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Ada dua alasan yang

menyebabkan hal itu terjadi, yaitu pada masa kanak-kanak segala masalah diselesaikan oleh orang tua sehingga remaja tidak mempunyai pengalaman tentang cara mengatasi masalah, yang kedua dapat disebabkan karena pada diri remaja telah merasa

21

mandiri sehingga menolak bantuan orang tua ataupun temanteman dengan alasan ingin mengatasi masalahnya sendiri. 5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas Identitas diri yang dicari remaja adalah usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat. Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok menjadi penting.Tiap penyimpangan dari standar kelompok dapat mengancam keanggotaannya dalam kelompok. Lambat laun, individu remaja mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan temantemannya dalam segala hal. Salah satu cara memunculkan identitas diri adalah dengan menggunakan simbol status yang mudah terlihat seperti model pakaian, gaya, jenis kendaraan dan lain-lain. Cara ini dimaksud agar menarik perhatian dan dipandang oleh orang lain. Pada saat yang sama individu juga tetap mempertahankan identitas dirinya sebagai anggota sebagai kelompok sebaya. 6) Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan Ada anggapan bahwa masa remaja adalah masa yang sangat bernilai tetapi sangat disayangkan banyak yang

menjadikannya sebagai sesuatu yang bernilai negatif. Anggapan bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak menyebabkan banyak kalangan dewasa takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja walaupun dilakukan dengan normal. 7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja melihat dirinya dan orang lain seperti yang diinginkannya dan bukan sebagaimana adanya, terlebih lagi dalam

22

hal cita-cita. Hal ini semakin menyebabkan meningginya emosi terutama di awal masa remaja. Semakin cita-citanya ttidak

realistis maka individu tersebut semakin menjadi pemarah. Remaja tersebut akan sakit hati dan kecewa apabila ada orang lain yang mengecewakannya dan ia tidak berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. 8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Remaja akan menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk menciptakan kesan bahwa mereka akan beranjak dewasa. Gaya berpakaian dan bertindak seperti dewasa dirasakan belum memadai.Oleh sebab itu remaja mulai

memusatkan kepada prilaku yang dihubungkan pada status dewasa, seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obat terlarang dan terlibat dalam perbuatan seks. d. Tugas Perkembangan Remaja Pada setiap tahapan perkembangan, manusia dituntut untuk mencapai suatu kemampuan tertentu atau yang disebut dengan tugas perkembangan. Tugas perkembangan berisi kemampuankemampuan yang harus dikuasai, agar seseorang dapat mengatasi permasalahan yang akan timbul dalam fase perkembangan tersebut. Penguasaan terhadap tugas perkembangan akan menentukan keberhasilan seseorang dalam setiap fase kehidupannya. Hurlock (2007) mengidentifikasi tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan selama masa remaja, diantaranya : 1) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. 2) Mencapai peran sosial pria dan wanita. 3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif.

23

4) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa. 5) Mempersiapkan pernikahan dan berkeluarga. 6) Mempersiapkan karir ekonomi. 7) Memperoleh perangkat-perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku dan mengembangkan ideologi. e. Permasalahan dalam Masa Remaja Secara garis besar ada dua tekanan pokok yang berhubungan dengan kehidupan remaja yaitu, tekanan dari dalam diri remaja meliputi tekanan psikologis dan emosional. Sedangkan tekanan dari luar diri remaja meliputi teman sebaya, orang tua, guru dan masyarakat. Permasalahan yang dihadapi remaja dari segi seksualitas atau perilaku seksualnya sebagian besar diakibatkan adanya perubahan fisik dan psikologis. Para remaja yang melakukan hubungan seksual akan dihadapkan pada hal-hal yang bersifat negatif seperti kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi dan penularan penyakit seksual. Selain itu akibat dari seorang gadis yang tiba-tiba hamil akan mengalami ketegangan mental, kebingungan juga cemohan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya. 4. Konsep Perilaku Seksual Pra Nikah a. Pengertian Perilaku Seksual Pra Nikah Perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing (Mutadin, 2002). Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun

24

dengan sesama jenis (Sarwono, 2003). Sedangkan menurut Irawati (1999), perilaku seksual merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Contohnya adalah berpegangan tangan, berpelukan, cium pipi, cium bibir, masturbasi, petting, bersenggama (sexual intercourse). b. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Pranikah Menurut Hurlock (2007), terdapat bentuk-bentuk perilaku seksual yang biasa terjadi pada usia tertentu, yaitu : 1) Exploration Merupakan salah satu bentuk perilaku seksual yang pertamatama muncul dalam diri individu, yang didahului oleh keingintahuan individu terhadap masalah seksual dan dapat terjadi dalam beberapa bentuk. Ada yang berbentuk murni intelektual, yang menggiring remaja bertanya atau membaca buku bila terdapat pertanyaan-pertanyaan yang takut ia utarakan. Atau juga dapat berbentuk manipulatif, dimana remaja menjelajahi organ-organ seksualnya sendiri atau orang lain. Biasanya bila remaja tidak puas untuk memenuhi perasaan ingin tahunya dengan pendekatan tidak langsung yang berbentuk intelektual, maka anak akan menggunakan pendekatan langsung yang berbentuk manipulatif. Adanya tekanan kelompok juga menyebabkan seseorang

melakukan pendekatan secara langsung. 2) Masturbation Masturbasi merupakan bentuk perilaku seksual dengan melakukan perangsangan organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual. Perilaku ini biasa memuncak pada saat individu mulai memasuki usia pubertas dan remaja, dimana terjadi perubahan pada tubuh individu. Masturbasi ini dilakukan sendiri-

25

sendiri dan juga dilakukan secara mutual dengan teman sebaya sejenis kelamin, tetapi sebagian dari mereka juga melakukan masturbasi secara mutual dengan pacarnya. 3) Homosexual Play Homosexual play merupakan bentuk perilaku seksual yang dilakukan individu dengan orang lain yang berjenis kelamin sama dengannya. Bentuk perilaku seksual ini mendahului munculnya perasaan erotis terhadap lawan jenis (Hurlock, 2007) Menurut Dacey dan Kenny (1997), aktifitas seksual dengan individu yang berjenis kelamin sama sering terjadi sebagai bagian dari eksplorasi seksual dari proses menjadi remaja. Timbulnya perasaan istimewa ini lebih kuat terjadi ketika remaja memasuki masa pubertas dan berkembangnya kebutuhan untuk

mempercayai orang lain. Hal ini menyebabkan mereka lebih mempercayai teman sesama jenisnya untuk berbagi pengalaman dan adakalanya hal tersebut termasuk pengalaman seksual yang terbuka.Identitas, ketertarikan, dan tingkah laku homoseksual meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Santrock, 2003) 4) Heterosexsual play Bentuk perilaku seksual ini meningkat pada saat anak perempuan dan laki-laki telah mencapai kematangan seksual, dimana dorongan seksual muncul pada individu serta mulai diarahkan pada lawan jenisnya. Heteroseksual play biasa terjadi ketika remaja berpacaran. Menurut Irawati (1999), perilaku seksual pranikah yang dilakukan remaja ketika berpacaran terdiri dari beberapa tahap yang bisa dilakukan mulai dari tahap perilaku seksual pranikah yang

26

beresiko rendah hingga perilaku seksual pranikah yang beresiko tinggi. Tahap-tahap perilaku seksual pranikah tersebut adalah : a) Berpegangan tangan Perilaku seksual ini biasanya dapat menimbulkan keinginan untuk mencoba aktivitas seksual lainnya (hingga kepuasan seksual individu dapat tercapai). Umumnya jika individu

berpegangan tangan maka muncul getaran-getaran romantis atau perasaan-perasaan aman dan nyaman. b) Berpelukan Perilaku seksual berpelukan akan membuat jantung

berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsangan seksual (terutama mengenai daerah erogenous) pada individu. Disamping itu berpelukan juga dapat menimbulkan perasaan aman, nyaman dan tenang. c) Cium kering Perilaku seksual cium kering berupa sentuhan pipi dengan pipi dan pipi dengan bibir. Dampak dari cium pipi bisa mengakibatkan imajinasi atau fantasi seksual menjadi berkembang disamping menimbulkan perasaan sayang jika diberikan pada moment tertentu dan bersifat sekilas. Selain itu juga dapat menimbulkan keinginan untuk melanjutkan ke bentuk aktifitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati. d) Cium basah Aktifitas seksual cium basah berupa sentuhan bibir. Dampak dari aktifitas seksual cium bibir dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan seksual hingga tidak terkendali. Selain itu juga dapat memudahkan penularan penyakit yang ditularkan melalui mulut, misal TBC. Apabila

27

dilakukan secara terus menerus akan menimbulkan ketagihan (perasaan ingin mengulangi perbuatan tersebut). e) Meraba bagian tubuh yang sensitif Merupakan suatu kegiatan meraba atau memegang bagian sensitif (payudara, vagina, penis). Dampak tersentuhnya bagian paling sensitif tersebut akan menimbulkan rangsangan seksual sehingga melemahkan kontrol diri dan akal sehat akibatnya bisa melakukan aktifitas seksual selanjutnya seperti cumbuan berat dan intercourse. f) Petting Merupakan keseluruhan aktifitas seksual non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin) dampak dari petting yaitu timbulnya ketagihan dan lebih jauhnya adalah kehamilan karena cairan pertama yang keluar pada saat terangsang pada laki-laki sudah mengandung sperma (meski dalam kadar terbatas), sehingga resiko terkenanya PMS/HIV cukup tinggi, apalagi jika berlanjut ke intercourse. Secara psikologis menimbulkan perasaan cemas dan bersalah dengan adanya sangsi moral atau agama. Bagi laki-laki mungkin dapat memuaskan kebutuhan seksual sedangkan bagi wanita bisa menyebabkan rusaknya selaput dara. g) Oral seksual Oral seksual pada laki-laki adalah ketika seseorang

menggunakan bibirnya, mulut dan lidah pada penis dan sekitarnya, sedangkan pada wanita melibatkan bagian di sekitar vulva yaitu labia, klitoris dan bagian dalam vagina. Oral seksual tidak menyebabkan kehamilan namun merupakan perilaku seksual dengan resiko penularan PMS tinggi.

28

h) Sexual intercourse atau bersenggama Merupakan aktifitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan. Dampak dari hubungan seksual yang dilakukan sebelum saatnya yaitu

perasaan bersalah dan berdosa terutama pada saat pertama kali, ketagihan, kehamilan sehingga terpaksa menikah atau aborsi, kematian dan kemandulan akibat aborsi, resiko terkena PMS atau HIV, sangsi sosial, agama serta moral, hilangnya keperawanan dan keperjakaan, merusak masa depan (terpaksa drop out sekolah), merusak nama baik pribadi dan keluarga. c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Remaja Menurut Sarwono yang dikutip Widiastuti (2008) bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja antara lain : 1) Pengalaman seksual Makin banyak pengalaman mendengar, melihat dan

mengalami hubungan seksual, maka makin kuat stimulasi yang dapat mendorong munculnya perilaku seksual. Misalnya, media massa (film, internet, gambar atau majalah porno), obrolan dari teman atau pacar tentang pengalaman seks, melihat orang yang tengah berpacaran atau melakukan hubungan seksual. 2) Faktor kepribadian Seperti harga diri, kontrol diri, tanggung jawab, kemampuan membuat keputusan dan nilai-nilai yang dimiliki. 3) Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan Orang yang memiliki penghayatan yang kuat tentang nilainilai keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu

29

menampilkan perilaku seksual yang selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif. 4) Berfungsinya keluarga dalam menjalankan fungsi kontrol,

penanaman nilai moral, dan keterbukaan komunikasi. Remaja rentan dalam melakukan perilaku seks yang menyimpang salah satunya faktor ketidaktahuan orang tua dalam memberikan pendidikan seks secara dini serta adanya sikap mereka

menabukan pembicaraan seks pada anak-anaknya, sikap yang cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seks. 5) Pengetahuan tentang reproduksi Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung mengalami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan bertanggung jawab. d. Dampak Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2003), perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut : 1) Dampak psikologis Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah

diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa. 2) Dampak fisiologis Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.

30

3) Dampak sosial Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual pranikah antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. 4) Dampak fisik Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2003) adalah berkembangnya penyakit menular seksual dikalangan remaja, dengan frekuensi penderita Penyakit Menular Seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan resiko terkena PMS dan HIV/AIDS.

31

B. Kerangka Teori
Pengetahuan : a. Pengertian pengetahuan b. Tingkat pengetahuan c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan d. Cara memperoleh pengetahuan

Perilaku Seksual Pranikah

Sikap : a. Pengertian sikap b. Tingkatan sikap c. Ciri-ciri sikap d. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

Remaja : a. Pengertian remaja b. Pembagian dan batasan usia remaja c. Karakteristik remaja d. Tugas perkembangan remaja e. Permasalahan dalam remaja

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian Modifikasi dari Notoatmodjo (2007), Hurlock(2007) dan Sarwono (2003)

32

C. Kerangka Konsep Variabel Bebas


Pengetahuan Remaja tentang Perilaku Seksual Pranikah

Variabel Terikat
Sikap RemajaTerhadap Perilaku Seksual Pranikah

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Keterangan : : Diteliti

D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka konseptual diatas maka rumusan hipotesis penelitiannya adalah: Ha : Ada hubungan pengetahuan dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah di kelas XI IPS SMA Negeri 3 Singkawang tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai