Anda di halaman 1dari 77

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO KIMIA DAN MEKANIK DAUN PATAT DAUN (Phrynium capitatum) SEBAGAI BAHAN KEMASAN

Oleh

ACHMAD AFFAN BADAR F34101065

2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Achmad Affan Badar. F34101065. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Mekanik Daun Patat Daun (Phrynium capitatum) sebagai Bahan Kemasan. Di bawah bimbingan Krisnani Setyowati dan Sugiarto. 2006.

RINGKASAN Daun patat merupakan salah satu kemasan alami yang sering digunakan untuk membungkus produk pangan. Penggunaan daun patat sebagai bahan kemasan tradisional sudah sangat lama digunakan, tetapi belum diketahui bukti ilmiah mengenai sifat fisiko kimia dan mekanisnya sebagai bahan kemasan. Sifat fisiko kimia dan mekanis sangat penting sebagai dasar pengembangan lebih lanjut daun patat sebagai bahan kemasan yang ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sifat fisiko kimia dan mekanis dari daun patat segar serta daun patat yang telah diberi perlakuan pelayuan dan pengeringan. Sifat fisik yang dikaji meliputi ketebalan, sifat mekanisnya meliputi kekuatan tarik, laju transmisi terhadap oksigen dan uap air, sedangkan sifat kimianya meliputi kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Sampel yang dipakai adalah daun patat daun yang segar (umur 7 bulan), daun patat daun yang layu (dijemur + 1 jam dengan matahari), dan daun patat daun yang kering (berumur 10 bulan). Nilai ketebalan terbesar diperoleh dari pengukuran daun patat daun yang segar dengan nilai 0,23 mm, sedangkan nilai ketebalan terkecil terdapat pada daun kering sebesar 0,16 mm. Kadar air untuk daun patat daun segar adalah 68,16 %. Kadar air acuan dari daun patat daun yang dikeringkan dengan dijemur matahari selama 1 jam adalah sebesar 60,87 %, sedangkan untuk kadar air acuan daun kering yang kering dari pohonnya sebesar 8,01 %. Pengeringan pada penelitian utama dilakukan secara mekanis yaitu dengan menggunakan pengering rak dengan suhu 50 + 10 oC. Pengeringan dilakukan selama 30 menit dan 6 jam untuk mencapai nilai kadar air sampel yang sesuai dengan kadar air acuan. Nilai kadar air sampel yang diperoleh adalah sebesar 58,94 % dan 8,55 %. Sampel yang dikeringkan pada mesin pengering rak adalah daun patat daun yang segar. Kadar protein daun patat daun yang segar memiliki nilai yang lebih besar (22,35 %) daripada daun yang layu (17,61 %) dan daun yang kering (8,2 %). Kadar abu daun kering lebih besar (17,2 %) daripada daun segar (13,44 %) dan daun layu (15,9 %). Nilai kadar lemak daun patat daun yang segar lebih besar dengan nilai 4,55 % dibandingkan daun yang layu (2,21 %) dan kering (2 %). Nilai kadar serat akan semakin tinggi bila daun patat daun semakin kering, sedangkan nilai karbohidratnya akan semakin menurun dari daun patat segar ke daun patat kering. Nilai kekuatan tarik yang sejajar arah serat pada daun segar (35,90 Kgf/cm2) dan layu (21,93 Kgf/cm2) memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan daun yang kering (53,76 Kgf/cm2). Kekuatan tarik yang tegak lurus arah serat pada daun layu (11,10 Kgf/cm2) dan kering (19,29 Kgf/cm2) memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan daun patat daun yang segar (33,63 Kgf/cm2). Nilai pemanjangan searah serat tertinggi dimiliki oleh bahan yang memiliki nilai kekuatan tarik yang rendah, yaitu pada daun patat daun yang layu. Nilai laju

transmisi O2 daun patat daun segar, kering dan layu adalah tidak terukur. Kondisi ruangan pada saat pengujian adalah kelembaban 50 % dan suhu 23 + 2 oC. Hasil pengukuran laju transmisi uap air pada daun patat daun yang segar dan layu adalah 40,8 g/m2/24 jam dan 145,53 g/m2/24 jam. Nilai laju transmisi uap air pada daun patat daun yang kering adalah sebesar 215,13 g/m2/24 jam. Kondisi kelembaban alat 90 % dengan suhu 27 OC.

Achmad Affan Badar. F34101065. Mechanical, Chemical, and Physical Characteristic of patat daun leaf as a packaging material. Supervised by Krisnani Setyowati and Sugiarto. 2006.

SUMMARY Patat daun leaf is one of the most widely used natural packaging materials, especially for foods. The use of patat daun leaf as traditional packaging material has been known for years, but scientific prove upon its physical, chemical and mechanical properties are yet to be explored. Physical, chemical and mechanical properties are important factors in developing patat daun leafs potential as environmental friendly packaging material. The research was aimed to identify physical, chemical and mechanical properties for fresh leaf, withered leaf, and dried leaf. The examination conducted were thickness (physical properties), tensile strength, oxygen and water vapor rate of transmission (mechanical properties), water content, ash content, crude fiber content, protein content, fat content and carbohydrate content (chemical properties). The leaves which were examination were 7 month age fresh leaf, withered leaf which has been dried under sun shine for about one hour and 10 month age dried leaf. The thickness leaf was fresh leaf (0,23 mm), while the thinnest was dried leaf (0,16 mm). Water content for fresh leaf was 68,16 %. Referred value for water content both for withered leaf and dried leaf were 60,87 % and 8,01 %. In the main research, the drying process was conducted by using tray dryer with 50 + 10 OC of temperature. Drying the fresh leaf for 30 minutes and 6 hours were done to obtain water content in which their values were close to referred values both for withered leaf and dried leaf, the values were 58,94 % and 8,55 % consecutively. Chemical analysis upon the leaves had shown several properties. Fresh leafs protein content was higher (22,35 %) than withered leaf (17,61 %) and dried leaf (8,2 %). Dried leafs ash content was higher (17,2 %) than fresh leaf (13,44 %) and withered leaf (15,9 %). Fresh leafs fat content was higher (4,55 %) than withered leaf (2,21 %) and dried leaf (2 %). Fiber content will tend to increase along with its increasing dryness, while carbohydrate content will tend to decrease. Mechanical analysis had shown that the highest tensile strength in parallel direction with the fiber was obtained by the dried leaf (53,76 kgf/cm2), while the lowest was withered leaf (21,93 kgf/cm2) and fresh leafs tensile strength was 35,90 kgf/cm2. The highest tensile strength in upstraight direction with the fiber was obtained by fresh leaf (33,63 % kgf/cm2), while the lowest was withered leaf (11,10 kgf/cm2) and dried leaf tensile strength was 9,92 kgf/cm2. The fiber elongation will be high if the tensile strength value was low. The highest value for the elongation was obtained by withered leaf. Oxygen transmission rates value for fresh, withered and dried leaf were unmeasurable. Water vapor transmission rate for fresh and withered leaf were 40,89 g/m2/24 hours and 145,53 g/m2/24 hours. Dried leaf gave positive value for water vapor transmission rate (215,13 g/m2/24 hours).

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KARAKTERISASI SIFAT FISIKO KIMIA DAN MEKANIK DAUN PATAT DAUN (Phrynium capitatum) SEBAGAI BAHAN KEMASAN

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh ACHMAD AFFAN BADAR F34101065

Dilahirkan pada tanggal 18 Desember 1982 Di Bogor, Jawa Barat Tanggal Lulus : Maret 2006

Menyetujui, Bogor, Maret 2006

Dr. Ir. Krisnani Setyowati Dosen Pembimbing I

Ir. Sugiarto, MSi Dosen Pembimbing II

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO KIMIA DAN MEKANIK DAUN PATAT DAUN (Phrynium capitatum) SEBAGAI BAHAN KEMASAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh ACHMAD AFFAN BADAR F34101065

2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 18 Desember 1982. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Ir. Achmad Sufiardi dan Ibu Sulityowati, S.si, M.pd. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak Pertiwi Banda Aceh pada tahun 1987-1989. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Polisi 4 Kodya Bogor pada tahun 1995, Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Kodya Bogor pada tahun 1998 dan Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Kodya Bogor pada tahun 2001. Pada tahun terakhir SMU, penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2001 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan Juni hingga Agustus 2004, penulis melaksanakan Praktek Lapangan (PL) di PT Indomilk, Jakarta dengan topik Aspek Produksi dan Pengemasan.

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Nama NRP Jurusan Fakultas : Achmad Affan Badar : F34101065 : Teknologi Industri Pertanian : Teknologi Pertanian

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul : Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Mekanik Daun Patat Daun (Phrynium capitatum) sebagai Bahan Kemasan adalah benar-benar karya saya sendiri, di bawah bimbingan Dr. Ir. Krisnani Setyowati dan Ir Sugiarto, Msi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan dari siapapun.

Bogor,

Maret 2006

Yang Membuat Pernyataan,

Achmad Affan Badar Nrp. F34101065

KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Mekanik Daun Patat Daun (Phrynium capitatum) sebagai Bahan Kemasan . Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor yang disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2005. Selama melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah ikut membantu sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih dan penghargaan kepada 1. Dr. Ir. Krisnani Setyowati selaku Dosen Pembimbing I dan Ir. Sugiarto,Msi selaku Dosen Pembimbing II atas segala bimbingan, arahan dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Farah Fahma, S.TP, MT selaku dosen penguji, atas segala saran dan masukan yang telah diberikan dalam penyempurnaan laporan ini. 3. Ibunda dan ayah beserta seluruh adikku atas doa dan dorongannya selama penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi. 4. Papah, Mamah dan Pepey atas dukungan dan bantuan serta dorongannya selama penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi. 5. Westlife dan Anak-anak mamih serta teman-teman TIN 38 atas dorongan, doa, bantuan, kerjasama dan persahabatannya. 6. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. Kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Maret 2006

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. I. PENDAHULUAN................................................................................. A. LATAR BELAKANG ..................................................................... B. TUJUAN .......................................................................................... II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... A. PATAT DAUN ................................................................................ B. PENGERINGAN ............................................................................. C. SIFAT KIMIA.................................................................................. D. SIFAT MEKANIS KEMASAN....................................................... E. PENGEMASAN .............................................................................. III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... A. BAHAN DAN ALAT ...................................................................... B. METODE PENELITIAN ................................................................. 1. Penelitian Pendahuluan .............................................................. 2. Penelitian Utama ........................................................................ IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ A. HASIL .............................................................................................. B. PEMBAHASAN .............................................................................. 1. Sifat Fisik Daun Patat Daun ....................................................... 2. Sifat Kimia Daun Patat Daun .................................................... 3. Sifat Mekanis Daun Patat Daun ................................................ 4. Kemungkinan Pengembangan Daun Patat Daun sebagai Bahan Kemasan .......................................................................... iii iv vi vii viii 1 1 2 3 3 5 6 8 12 14 14 14 15 16 17 17 17 17 18 27 32

V.

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ A. KESIMPULAN ................................................................................ B. SARAN ............................................................................................

35 35 36 37 39

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... LAMPIRAN ...................................................................................................

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Data Analisis Sifat Fisik, Kimia dan Mekanis Daun Patat Daun ............................................................................ Data Pengukuran Kadar Air .......................................................... Kadar Air Daun Patat Daun ........................................................... Kadar Abu Daun Patat Daun.......................................................... Kadar Protein Daun Patat Daun ..................................................... Kadar Lemak Daun Patat Daun ..................................................... Kadar Serat Kasar Daun Patat Daun .............................................. Kadar Karbohidrat Daun Patat Daun ............................................. Ketebalan Daun Patat Daun ........................................................... 18 20 40 41 42 42 43 43 44 46 48 50 52 54

Tabel 10. Nilai Pemanjangan Daun Patat Daun (Arah Tegak Lurus terhadap Serat) ............................................... Tabel 11. Nilai Kekuatan Tarik Daun Patat Daun (Arah Tegak Lurus terhadap Serat) ............................................... Tabel 12. Nilai Pemanjangan Daun Patat Daun (Arah Sejajar terhadap Serat)......................................................... Tabel 13. Nilai Kekuatan Tarik Daun Patat Daun (Arah Sejajar terhadap Serat)......................................................... Tabel 14. Data Pengukuran Laju Transmisi Uap Air (WVTR) .....................

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bunga Patat Daun ....................................................................... Gambar 2. Tanaman Patat Daun .................................................................. Gambar 3. Struktur Dasar Klorofil .............................................................. Gambar 4. Rumus Struktur Selulosa ............................................................ Gambar 5. Tipe Kurva Tegangan Regangan untuk Polimer Termoplastik .............................................................................. Gambar 6. Tipe Kurva Tegangan Regangan sesuai dengan Polimer Plastik ......................................................................................... Gambar 7. Penetuan Kadar Air Acuan......................................................... Gambar 8. Penetuan Kadar Air Sampel ....................................................... Gambar 9. Penelitian Utama ........................................................................ Gambar 10. Grafik Tebal Daun Patat Daun ................................................... Gambar 11. Grafik Perubahan Kadar Air Daun Patat Daun selama Pengeringan .................................................................... Gambar 12. Grafik Kadar Protein Daun Patat Daun ...................................... Gambar 13. Grafik Kadar Abu Daun Patat Daun .......................................... Gambar 14. Grafik Kadar Lemak Daun Patat Daun ...................................... Gambar 15. Grafik Kadar Serat Kasar Daun Patat Daun ............................... Gambar 16. Grafik Kadar Karbohidrat Daun Patat Daun .............................. Gambar 17. Grafik Kuat Tarik Daun Patat Daun ........................................... Gambar 18. Grafik Pemanjangan Daun Patat Daun....................................... 4 4 7 8 9 10 15 15 16 18 19 21 23 24 25 26 27 29

Gambar 19. Alat Pengukur Laju Transmisi Oksigen (Speedivac 2) .............. 59 Gambar 20. Alat Pengukur Laju Transmisi Uap Air (Bergerlahr) ................ 60

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Data Pengukuran Sifat Kimia Daun Patat Daun ..................... Data Pengukuran Sifat Fisik Daun Patat Daun........................ Data Pengukuran Sifat Mekanis Daun Patat Daun .................. Prosedur Pengujian Sifat Fisik, Kimia dan Mekanis Daun Patat Daun ..................................................................... 40 44 46 57

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Sebagian besar kemasan yang digunakan saat ini berasal dari plastik. Pada umumnya plastik tersebut berbasis polietilen. Polietilen atau plastik merupakan bahan polimer sintetik yang akan terurai menjadi monomermonomer bila terkena panas. Monomer tersebut bersifat karsinogenik (pembangkit sel kanker) jika mengkontaminasi makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh manusia. Selain itu kebiasaan membakar sampah polimer sintetis dapat membahayakan manusia, karena akan menghasilkan senyawa dioksin yang sangat beracun dan bersifat karsinogenik. Plastik merupakan kemasan non biodegradable yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, sehingga terjadi penumpukan sampah (termasuk plastik konvensional) yang menyebabkan landfill menjadi semakin sempit akibat tidak dapat membusuk. Kelemahan dari plastik konvensional lainnya adalah ketersediaan bahan baku karena sumber minyak bumi yang semakin lama terus menipis. Oleh karena itu perlu dikembangkan bahan baku kemasan yang memiliki sifat dapat diperbaharui dan dapat didegradasi. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memanfaatkan bahan kemasan alami yang berasal dari tumbuhan, dengan cara mengambil daunnya (seperti daun pisang, daun pepaya, daun jati dan daun patat daun), mengambil pelepahnya (seperti pelepah pisang) dan kelobotnya (seperti kelobot jagung). Daun patat daun (Phrynium capitatum) merupakan salah satu bahan kemasan alami yang sering digunakan untuk membungkus produk pangan tradisional seperti lontong, bacang, daging segar dan toge goreng. Penggunaan daun patat daun sebagai bahan kemasan tradisional sudah lama digunakan, tetapi belum diketahui data ilmiah mengenai sifat fisiko kimia dan mekanisnya sebagai bahan kemasan. Sifat fisiko kimia dan mekanis sangat penting sebagai dasar pengembangan lebih lanjut daun patat daun sebagai bahan kemasan yang ramah lingkungan.

B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sifat fisiko kimia dan mekanis dari daun patat daun segar, daun patat daun yang telah diberi perlakuan pelayuan dan pengeringan. Sifat fisik yang dikaji meliputi tebal, sifat mekanisnya meliputi kekuatan tarik, laju transmisi oksigen dan uap air, sedangkan sifat kimianya meliputi kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PATAT DAUN (Phrynium capitatum) Menurut Larsen (1978), patat daun tergolong pada famili Marantaceae dan genus Phrynium. Tanaman yang serupa tetapi beda genus ditemukan di daerah Kepulauan Malay, Jawa, Kalimantan dan Philipina dengan nama Phacelophrynium maximum. Tumbuhan ini pertama kali ditemukan oleh H. Dixen di Thailand tahun 1970. Beliau adalah seorang peneliti dari Universitas Aarhus, Institut Botani. Saat ditemukan, tumbuhan tersebut tidak memiliki bunga dan hanya berupa umbi/tunas, tetapi setelah dipindahkan ke Aarhus untuk diteliti barulah tumbuh bunga dengan kurun waktu 2 tahun. Marantaceae memiliki 5 genus yaitu Donax, Schumannianthus, Stachyphrynium, Phrynium dan Phaceloprynium. Genus patat daun adalah Phrynium. Ciri-ciri phrynium adalah tunas tegak yang tumbuh saling berdekatan satu tunas dengan tunas lainnya, daun berwarna hijau sampai merah keunguan, daun berbentuk elips, bunga berwarna merah atau ungu. Dari genus Phrynium sendiri terbagi atas 8 spesies, yaitu Phrynium sp, Phrynium garacile, Phrynium parvum, Phrynium tristachyum, Phrynium capitatum, Phrynium hirtum, Phrynium basiflorum dan Phrynium terminale. Ciri-ciri dari patat daun adalah tunasnya tegak dan tumbuh saling berdekatan satu tunas dengan yang lainnya, daunnya hijau dan berbentuk elips, tulang daunnya menyirip, bunganya berwarna merah atau jingga. Dari ciri-ciri tersebut patat daun termasuk dalam spesies Phrynium capitatum (Holttum,1951). Pemberian nama di tiap-tiap daerah Indonesia berbeda-beda, misalnya untuk di Manado disebut sebagai daun nasi, di Palembang disebut dengan nama rilihawa, di Sunda disebut sebagai lipung atau patat lipung, di Jawa disebut sebagai kecandi atau lepongan. Tinggi tanaman patat daun adalah 1,5 meter, dengan batang berakhir di pucuk dengan satu helai daun besar yang merupakan kelanjutan dari batang. Tumbuhan ini terdapat secara liar di hutanhutan dan tempat lain yang mendapat naungan. Tanaman ini tumbuh di dataran dengan ketinggian kurang lebih 1000 meter di atas permukaan laut,

terutama di atas 200 meter di atas permukaan laut. Phrynium capitatum dibudidayakan oleh masyarakat karena daunnya memiliki nilai jual sebagai pembungkus. Phrynium ditemukan juga di daerah Bogor, tumbuhan ini menyerupai tumbuhan arrowroot dan oleh orang Sunda diberi nama patat daun dengan tinggi 1,5-2,2 meter (Heyne,1987). Patat daun dipanen setiap 6 - 8 bulan sekali sejak tanaman berumur 6 bulan. Cara pemanenannya adalah dari keseluruhan daun dalam satu tangkal disisakan 2-3 lembar daun, gunanya agar terjadi pertumbuhan tunas baru seperti yang terjadi pada tanaman pisang. Patat daun memiliki bunga yang berwarna kuning kehijauan. Tunas yang tumbuh dari akar berfungsi sebagai alat perkembangbiakannya. Gambar tanaman patat daun dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Bunga patat daun

Gambar 2. Tanaman patat daun

B. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses penurunan kadar air sampai batas tertentu. Parameter-parameter yang mempengaruhi waktu pengeringan adalah suhu, kelembaban udara, laju aliran udara, kadar air awal dan kadar air akhir (Hall, 1980). Secara garis besar pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan alami (natural drying) dan pengeringan buatan (artificial drying). Pengeringan alami dilakukan dengan cara menjemur dibawah sinar matahari dan pengeringan secara buatan dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengering. Pengeringan dengan cara penjemuran memiliki beberapa kelemahan antara lain tergantung cuaca, sukar dikontrol, memerlukan tempat penjemuran yang luas, mudah terkontaminasi dan memerlukan waktu yang lama. Pengeringan dengan menggunakan alat pengering (mekanis) memberikan beberapa keuntungan diantaranya tidak tergantung pada cuaca, kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan, tidak memerlukan tempat yang luas dan kondisi pengeringan dapat dikontrol. Pengeringan mekanis ini memerlukan energi untuk memanaskan alat pengering, mengimbangi radiasi panas yang keluar dari alat, memanaskan bahan, menguapkan air bahan dan menggerakkan udara (Taib et.al, 1988). Menurut Esmay (1970), cara pengeringan pada suhu rendah dengan kisaran suhu 35 45 oC, baik dan sesuai untuk diterapkan di daerah tropis. Proses pengeringan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat lebih kecil kemungkinannya merusak bahan daripada pengeringan suhu rendah dalam waktu yang lama. Tujuan dari pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas tertentu (untuk hasil pertanian sampai dimana perkembanagan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti). Semakin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengeringan, maka semakin cepat pula proses pengeringan berlangsung. Semakin tinggi suhu udara pengeringan semakin besar energi panas yang dibawa dari permukaan bahan yang dikeringkan. Selain itu dengan meningkatnya suhu udara pengeringan, maka kemampuan bahan untuk

melepaskan air dari permukaannya semakin besar dan semakin cepat pula massa uap air yang dipindahkan dari bahan ke atmosfer (Taib et.al., 1988). Pada proses pengeringan terjadi beberapa tahapan perubahan ikatan hidrogen dalam sistem selulosa air. Tahap pertama adalah pemecahan ikatan H antara molekul air, yang merupakan ikatan energi paling rendah dalam sistem selulosa-air. Sebagian molekul air lepas dan mendekat satu sama lain. Proses ini berlanjut hingga hanya tertingal lapisan air monomolekul antara dua permukaan selulosa. Kemudian antara OH-air dan OH-selulosa terbelah, sehingga terbentuk ikatan hidrogen antara permukaan selulosa (Fengel dan Wegener, 1985).

C. SIFAT KIMIA Kadar air menunjukkan jumlah air bebas dan air terikat secara lemah pada bahan. Air bebas tersebut terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan intergranular serta pori-pori pada bahan. Air yang terikat secara lemah terserap pada permukaan koloid makromolekuler seperti protein, pektin, pati, selulosa. Air mempunyai kecenderungan untuk mengadakan ikatan hidrogen dengan gugus polar fungsional (Sudarmadji dkk., 1996). Menurut Fardiaz (1989) batas kadar air minimal mikroba masih dapat tumbuh berkisar antara 14 % sampai 15 %. Fennema (1985) menambahkan bahwa jumlah kandungan air pada bahan terutama bahan-bahan hasil pertanian akan mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba. Untuk memperpanjang daya simpan suatu bahan, maka sebagian air dalam bahan dihilangkan, sehingga mencapai kadar air tertentu. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan kandungan mineral suatu bahan (Sudarmadji dkk., 1996). Struktur protein mengandung unsur N, C, H, O, S dan kadang-kadang P, Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein). Salah satu cara yang spesifik untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan. Bila unsur N dilepas dengan

cara destruksi dan N yang terlepas ditentukan jumlahnya secara kuantitatif, maka jumlah protein dapat diperhitungkan atas dasar kandungan rata-rata unsur N yang ada dalam protein. Adapun kelemahan dari cara ini adalah tidak semua jenis protein mengandung jumlah N yang sama, selain itu adanya senyawa lain bukan protein yang mengandung N dapat terhitung sebagai protein (Sudarmadji dkk., 1996). Menurut Fennema (1985), klorofil dalam tanaman yang masih hidup berikatan dengan protein. Dalam proses pemanasan, proteinnya terdenaturasi dan klorofil berubah menjadi pheophytin yang menyebabkan hilangnya warna hijau. Struktur dasar klorofil dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur dasar klorofil (Fennema, 1985) Secara definitif, lipida diartikan sebagai semua bahan organik yang dapat larut dalam pelarut-pelarut organik yang mempunyai kecenderungan non polar. Kelompok lipida ini secara khusus berbeda dengan karbohidrat dan protein yang tidak larut dalam pelarut-pelarut organik. Bahan-bahan pelarut yang umum dipakai untuk ekstraksi lipida adalah heksan, ether dan kloroform. Dalam penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfoliida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain (Sudramadji, dkk., 1996). Pigmen yang ada dalam daun adalah klorofil. Klorofil larut dalam lemak (Wong,1989). Menurut Fennema (1985) serat kasar terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan sebagian kecil hemiselulosa. Selulosa merupakan serat-serat panjang yang bersama-sama hemiselulosa, pektin dan protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Menurut Robertson

(1993) selulosa mempunyai 3 gugus OH setiap monomernya, hal ini menyebabkan adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat. Rumus struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Rumus struktur selulosa (Lehninger, 1990) Polisakarida adalah kelompok karbohidrat yang paling banyak terdapat di alam. Polisakarida terdiri dari rantai panjang yang mempunyai ratusan atau ribuan unit monosakarida. Polisakarida yang paling banyak ditemui pada tanaman adalah pati dan selulosa yang terdiri dari unit berulang D-glukosa. Selulosa mempunyai rantai linear dengan ikatan 1,4 -D-glukosa, sedangkan pati terdiri dari amilosa yang berantai linear (1,4 -D-glukosa) dan amilopektin yang rantainya bercabang (1,6 -D-glukosa) (Lehninger, 1990). Selulosa mempunyai 3 gugus OH setiap monomernya, hal ini menyebabkan adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat (Robertson,1993). Senyawa polisakarida bersifat hidrofilik (Krochta, 1994).

D. SIFAT MEKANIS KEMASAN Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat mekanis yang paling penting dari suatu bahan. Dengan adanya uji kekuatan tarik dapat ditentukan berapa besar gaya yang dibutuhkan untuk menarik suatu bahan, sejalan dengan menentukan seberapa panjang bahan tersebut memanjang sebelum putus. Pada pengukuran dengan kecepatan rendah, maka molekul tidak akan cepat kusut dan kekuatan ketegangan yang terukur sangat tergantung pada jarak kekuatan intermolekuler yang rendah. Pada pengukuran dengan kecepatan tinggi dibutuhkan sedikit waktu untuk melepaskan bahan dan titik putus tidak akan terjadi sampai ada gaya intermolekul yang besar. Bentuk kurva dapat dilihat

pada Gambar 5, tetapi tiap bahan memiliki bentuk kurva yang berbeda-beda (Robertson, 1993). Pemanjangan Tegangan () Modulus elastisitas

Kekuatan Tarik Toughness Yield strength

Regangan () Gambar 5. Tipe kurva tegangan-regangan untuk polimer termoplastik (Robertson,1993) Dari nilai kurva tersebut dapat diketahui nilai kekuatan tarik, yield strengt, pemajangan, modulus elastisitas dan toughness. Yield strength adalah nilai tegangan dimana mulai terjadi deformasi non elastis. Pemanjangan adalah pertambahan panjang total yang dapat dicapai oleh contoh. Modulus elastis (young modulus) adalah lereng kurva yang menunjukkan nisbah tegangan regangan pada daerah elastis. Kekuatan tarik adalah energi yang diperlukan untuk memutus per satuan volume contoh yang ditunjukkan oleh luas di bawah kurva. Luas tersebut menunjukkan energi yang dibutuhkan bahan untuk putus dan oleh karena itu berhubungan langsung dengan kekerasan (Robertson,1993). Bentuk kurva tegangan-regangan akan berbeda untuk bahan yang berbeda. Beberapa contoh kurva tegangan-regangan untuk beberapa tipe bahan yaitu :

Tegangan 3

4 1 2

Regangan Gambar 6. Tipe kurva tegangan-regangan untuk seluruh jenis plastik (Robertson,1993) Keterangan : 1 2 3 4 5 : Kurva untuk bahan yang soft (lembut), weak (lembek) : Kurva untuk jenis bahan yang hard (keras), brittle (rapuh) : Kurva untuk jenis bahan yang hard (keras), strong (kuat) : Kurva untuk jenis bahan yang soft (lembut), tough (liat) seperti PE : Kurva untuk jenis bahan yang hard (keras), tough (liat) seperti PVC Sifat barrier suatu bahan kemasan berhubungan dengan kemampuan kemasan dalam menahan penyerapan gas, uap air dan radiasi. Karakteristik barrier dapat dilihat dari permeabilitas bahan terhadap gas, uap air dan radiasi (Catala and Grava, 1997). Permeabilitas merupakan parameter dasar untuk mendefinisikan kecocokan bahan polimer untuk kemasan produk dan desain kemasan yang cocok untuk produk pada kondisi tertentu. Penyimpanan beberapa produk membutuhkan barrier yang efektif, dimana strukturnya mempunyai permeabilitas gas dan uap air yang rendah. Bahan untuk barrier yang bagus terhadap oksigen biasanya juga bagus untuk bahan barrier terhadap uap non polar, tetapi tidak bagus untuk barrier terhadap air (Gontard and Guilbert, 1994). Struktur polimer yang baik sebagai barrier gas kemungkinan akan

memberikan barrier

yang jelek untuk uap air. Seperti polimer dengan

polaritas yang tinggi, baik sebagai barrier gas tetapi jelek untuk barrier uap air. Polimer non polar baik untuk barrier uap air tetapi jelek sebagai barrier untuk gas, tetapi dapat diperbaiki dengan peningkatan densitas (Robertson, 1993). Proses transmisi uap dan gas terjadi karena dua hal, yaitu : 1. Efek pori-pori, dimana gas dan uap mengalir melalui pori-pori mikroskopis, lubang dan celah material. 2. Efek difusi kelarutan, dimana gas dan uap larut pada permukaan. Difusi melalui polimer karena sifat dan gradien konsentrasi serta evaporasi pada permukaan yang lain (Robertson, 1993). Proses permeabilitas dapat dibagi dalam tiga tahap (Robertson,1993): a. Molekul gas larut pada permukaan. Dari sisi termodinamika, kelarutan suatu bahan diartikan sebagai terserapnya sejumlah bahan ke dalam bahan atau media lain di bawah kondisi keseimbangan. Koefisien kelarutan (S) dipengaruhi oleh sifat kedua bahan dan interaksi spesifik kedua bahan tesebut. Kelarutan suatu gas akan meningkat apabila gas tersebut lebih mudah terkondensasi. Hubungan konsentrasi dengan tekanan parsial gas dapat dirumuskan melalui hukum Henry : c = S x p Keterangan : c = kelarutan gas S = koefisien kelarutan p = tekanan parsial b. Difusi Koefisien difusi (D) ditentukan oleh sifat dari bahan atau polimer dan selanjutnya interaksi antara kedua bahan. Semakin besar gaya tarik menarik diantara keduanya, maka nilai D akan turun.

P=DxS Keterangan : D = koefisien difusi S = koefisien kelarutan P = Permeabilitas c. Desorpsi Desorpsi diartikan sebagai proses keluarnya kembali gas ke lingkungan. Menurut Fick, difusi gas melalui dua cara yaitu melalui pori-pori film (disebut difusi pasif) dan permeabilitas sejati (disebut difusi aktif) yang umumnya terjadi pada kemasan film organik. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konstanta permeabilitas, yaitu : (a) Jenis film peremeabilitas (Pe); (b) Suhu, jika suhu meningkat Pe semakin besar karena pemuaian gas; (c) Sifat dan besar molekul gas; (d) Solubilitas atau kelarutan (Robertson,1993).

E. PENGEMASAN Kemasan merupakan tempat atau wadah untuk mengemas suatu produk. Fungsi kemasan antara lain: a. Melindungi produk dari kerusakan mekanis, fisik, mikrobiologis dan kontaminan lain, b. Menyimpan produk pada tempat yang cocok, sehingga memudahkan transportasi untuk jumlah tertentu, c. Memberikan informasi penting kepada konsumen, dan d. Menarik perhatian konsumen (de Grante, 1997). Berdasarkan letak atau kedudukannya di dalam sistem kemasan keseluruhan, bahan kemasan dapat dibedakan atas: a. Kemasan primer adalah bahan kemasan yang langsung kontak dengan produk. b. Kemasan sekunder adalah kemasan yang mengemas produk yang sudah dikemas primer.

c. Kemasan tersier adalah kemasan yang mengemas produk setelah kemasan primer dan sekunder. d. Kemasan kuartener adalah kemasan yang mengemas produk setelah kemasan primer, sekunder dan tersier (syarief, dkk., 1989). Faktor yang mempengaruhi desain kemasan adalah perkembangan teknologi, kesadaran tentang lingkungan dan perubahan orientasi konsumen. Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi menyebabkan orientasinya lebih kepada kesehatan dan lingkungan. Masyarakat yang berorientasi kepada kesehatan dan lingkungan akan bersedia membayar lebih untuk membeli produk yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Kemasan biodegradable merupakan kemasan ramah lingkungan yang dapat di dekomposisikan secara alami dan dapat menjadi komponen kompos (Catala and Gavara,1997). Kemasan berdasarkan frekuensi digolongkan menjadi : a. Kemasan sekali pakai (disposable), yaitu kemasan yang lansung dibuang setelah satu kali pakai. b. Kemasan yang dapat dipakai berulang kali. Wadah-wadah ini umumnya tidak dibuang oleh konsumen akan tetapi dikembalikan lagi pada agen penjual untuk dimanfaatkan ulang oleh pabrik. c. Kemasan atau wadah yang tidak buang atau dikembalikan oleh konsumen (semi disposable). Wadah-wadah tersebut biasanya digunakan untuk kepentingan lain dirumah konsumen setelah dipakai (Syarief et.al, 1989). Berdasarkan tingkat kesiapan pakai, kemasan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu kemasan siap pakai dan kemasan siap dirakit. Kemasan siap pakai adalah bahan kemasan yang siap diisi dengan bentuk yang telah sempurna sejak keluar pabrik. Kemasan siap rakit merupakan bahan kemasan yang sebelum dilakukan pengisian harus terlebih dahulu dilakukan beberapa tahap perakitan (Syarief et.al, 1989).

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan adalah daun patat daun yang berumur 7 bulan dan 10 bulan (yang diperoleh dari Ciapus Bogor), CuSO4, Na2SO4, H2SO4 pekat, NaOH 50 %, HCl 0,02 N, NaOH 0,02 N, kertas saring, heksana, H2SO4 1,25 %, NaOH 3,25 %, etanol 95 %, air destilata dan indikator Mensel. Alat yang digunakan adalah mikrometer sekrup, tensile strength tester, Speedivac 2, Belgerlahr, cawan porselen, neraca analitik, pembakar gas, tanur listrik, desikator, pipet, labu Erlenmeyer 100 ml dan 500 ml, gelas piala, labu Kjeldahl, destilator, buret, sokhlet apparatus, penangas air, oven, mortar, pendingin tegak, corong Buchner dan tray dryer.

B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan Penentuan kadar air acuan digunakan untuk mengukur kadar air dari daun patat daun umur 7 bulan yang segar, daun patat daun umur 7 bulan yang dijemur dibawah sinar matahari selama 1 jam dan daun patat daun yang telah tua berumur 10 bulan (tidak sobek) dari masa pemanenan sebelumnya. Pada penentuan kadar air sampel, daun patat daun segar dilayukan menggunakan pengering tipe rak. Setiap 30 menit dilakukan pengukuran kadar air sampai diperoleh suhu dan waktu tertentu yang kadar airnya sesuai dengan kadar air acuan. Suhu dan waktu yang diperoleh dipakai untuk pengeringan pada penelitian utama.

Gambar 7. Penentuan kadar air acuan Penentuan kadar air acuan menggunakan daun patat daun segar yang berumur 7 bulan, daun patat daun berumur 7 bulan yang dijemur di bawah matahari selama 1 jam dan daun patat daun yang layu dari pohon (umurnya sekitar 10 bulan). Ketiga jenis daun tersebut diukur kadar airnya untuk memperoleh nilai kadar air acuan.

Gambar 8. Penentuan kadar air sampel

Kadar air acuan yang telah diperoleh dijadikan rujukan untuk menentukan kadar air sampel daun patat daun yang menyamai nilai kadar air acuan. Metode penentuan kadar air sampel digunakan untuk menentukan lama waktu pengeringan daun patat daun. Oleh karena itu, metode ini dilakukan dengan cara percobaan pengeringan daun patat daun dengan alat pengering rak pada suhu pengeringan 50 + 10 OC selama enam jam. Pengukuran kadar air daun patat daun dilakukan setiap 30 menit.

2. Penelitian Utama Pemilihan suhu dan waktu pelayuan atau pengeringan pada penelitian utama didasarkan pada penelitian pendahuluan. Daun patat daun dilayukan atau dikeringkan dengan waktu dan suhu tersebut. Daun patat daun yang diperoleh, dianalisis sifat fisik kimia dan mekanisnya. Analisis yang dilakukan adalah sifat fisik, mekanis dan kimia. Sifat fisik yang dianalisis adalah tebal. Sifat mekanis yang dianalisis adalah kekuatan tarik, laju transmisi oksigen dan laju transmisi uap air. Sifat kimia yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat by different.

Gambar 9. Penelitian utama

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL Data hasil analisis sifat fisik, sifat kimia dan sifat mekanis daun patat daun segar, layu dan kering dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data analisis sifat fisik, kimia dan mekanis daun patat daun
No. 1. 2. Fisik Kimia Parameter Ketebalan Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar serat kasar Kadar karbohidrat Kekuatan tarik : - Tegak lurus serat - Sejajar serat Pemanjangan : - Tegak lurus serat - Sejajar serat Laju transmisi uap air : - T= 27 OC dan RH= 90 % Laju transmisi oksigen Satuan mm % bb % bk % bk % bk % bk % bk Kgf/cm2 Kgf/cm2 % % g/m2/24 jam ml/m2/24 jam Daun Patat daun Segar 0,23 68,16 13,44 22,35 4,55 8,17 51,49 33,63 35,90 7,07 5,73 40,8 Terlalu besar Layu 0,18 58,94 15,9 17,61 2,21 18,41 45,87 11,10 21,93 8,87 13,01 145,53 Terlalu besar Kering 0,16 8,55 17,2 8,2 2 42,2 30,4 19,29 53,76 9,20 6,70 215,13 Terlalu besar

3.

Mekanis

B. PEMBAHASAN 1. Sifat Fisik Daun Patat Daun Sifat fisik kemasan meliputi tebal, panjang, lebar dan warna. Analisis sifat fisik yang dilakukan terhadap daun patat daun adalah tebal. Data pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 2.

Grafik Tebal Daun Patat Daun


0.25 0.2 Tebal (mm) 0.15 0.1 0.05 0 Daun Segar Daun Layu Daun Kering Jenis Daun Patat Daun 0,23 0,18 0,16

Gambar 10. Grafik tebal daun patat daun Berdasarkan grafik nilai tebal daun patat daun pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa pengeringan dapat mempengaruhi tebal daun patat daun. Nilai tebal terbesar diperoleh dari pengukuran daun patat daun yang segar yaitu 0,23 mm, sedangkan tebal terkecil terdapat pada daun kering sebesar 0,16 mm. Jika dibandingkan dengan daun pisang, daun patat daun lebih tipis. Berdasarkan penelitian Irbiati (2002), tebal daun pisang segar, layu dan kering adalah 0,41 mm, 0,33 mm, dan 0,19 mm. Tebal yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan kandungan air, dimana kandungan air yang tinggi akan menyebabkan ukuran sel daun akan mengembang penuh, sehingga dapat mempengaruhi tebal. Hal ini yang mengakibatkan daun patat daun yang segar memiliki tekstur yang kaku, karena air akan mendorong dinding sel. Daun patat daun yang layu dan kering telah mengalami pengeringan yang menyebabkan sebagian kandungan airnya keluar dari daun dan terjadi pengerutan sel, sehingga daun patat daun layu dan kering menjadi lebih tipis dibandingkan dengan daun patat daun yang segar. Oleh karena itu tekstur daun patat daun yang layu dan kering menjadi lembut, akibat tekanan dalam sel menurun.

2. Sifat Kimia Daun Patat Daun Sifat kimia yang diukur pada daun patat daun meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar karbohidrat.

a. Kadar Air Hasil pengukuran kadar air pada penelitian pendahuluan (kadar air acuan) dan kadar air penelitian utama (kadar air sampel) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data pengukuran kadar air Jenis Daun Daun Patat Daun Segar Daun Patat Daun Layu Daun Patat Daun Kering Kadar Air Acuan Kadar Air Sampel (% bb) (% bb) 68,16 68,16 60,87 8,01 58,94 8,55

Kadar air acuan diperoleh dari penelitian pendahuluan. Kadar air untuk daun patat daun segar adalah 68,16 %. Kadar air acuan dari daun patat daun yang dikeringkan dengan dijemur matahari selama 1 jam adalah sebesar 60,87 %, sedangkan untuk kadar air acuan daun kering yang kering dari pohonnya sebesar 8,01 %. Hasil pengukuran kadar air pada penelitian utama, diperoleh kadar air sampel daun patat daun yang segar adalah 68,16 %. Pengeringan pada penelitian utama dilakukan secara mekanis yaitu dengan menggunakan pengering rak dengan suhu 50 + 10 pada Gambar 11.
o

C.

Penurunan kadar air daun patat daun selama pengeringan dapat dilihat

Grafik Pe rubahan Kadar Air Daun Patat Daun se lama Pe nge ringan
80 70 60 50

kadar Air (% bk)

40 30 20 10 0 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

y = 80,544e 2 R = 0,8816

-0,1813x

4,5

5,5

Waktu (jam)

Gambar 11. Grafik perubahan kadar air daun patat daun selama pengeringan

Berdasarkan hasil regresi gambar tersebut, persamaan penurunan kadar daun patat daun adalah y = 80,544e-0,1813x dengan R2 = 0,8816 Keterangan : y = kadar air (%) x = waktu (jam) R = kaefisien korelasi Persamaan regresi tersebut digunakan untuk menghitung lama pengeringan daun patat daun segar dari kadar air 68,16 % sampai mencapai kadar air acuan daun patat daun layu dan kering sebesar 60,87 % dan 8,01 %. Lama pelayuan dan pengeringan daun patat daun segar adalah 60,87 % = 80,544e-0,1813x x = 0,4 jam (layu) 8,01 % = 80,544e-0,1813x x = 5,2 jam (kering) Pada keadaan sebenarnya, nilai kadar air sampel yang mendekati nilai kadar air acuan daun patat daun layu sebesar 58,94 %, dilakukan pengeringan selama 0,5 jam. Kadar air sampel yang mendekati kadar air acuan daun patat daun kering adalah sampel yang dikeringkan selama 4,5 jam, dengan nilai kadar air 8,55 %. Berdasarkan lama pengeringan pada keadaan sebenarnya dan lama pengeringan dengan menggunakan persamaan regresi, pengeringan cukup dilakukan selama 4,5 jam. Hal ini disebabkan kadar air daun patat daun setelah 4,5 jam pengeringan adalah relatif stabil dan kalaupun dikeringkan terus sampai kadar air yang lebih rendah kemudian dikeluarkan dari alat pengering akan terjadi peningkatan kadar air daun patat daun karena RH udara tinggi, sehingga uap air di udara diserap oleh daun.

Hasil pengukuran kadar air yang diperoleh pada penelitian pendahuluan dan penelitian utama dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai kadar air akibat pengeringan (baik secara alami ataupun secara mekanis). Hal ini dikarenakan pada proses pengeringan suhu udara yang dialirkan di sekeliling bahan lebih tinggi dari suhu bahan. Panas tersebut akan menyebabkan suhu bahan dan tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi daripada tekanan di udara sekitar, sehingga terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara.

b. Kadar Protein Hasil pengukuran kadar protein berbasis kering (% bk) sampel dapat dilihat pada Lampiran 1 (Tabel 5).

Grafik Kadar Protein Daun Patat Daun


25 20 Kadar Protein 15 (%bk) 10 5 0 Daun Segar Daun Layu Daun Kering 22,35 17,61

8,2

Jenis Daun Patat Daun

Gambar 12. Grafik kadar protein daun patat daun Berdasarkan grafik nilai kadar protein pada Gambar 12, kadar protein daun patat daun yang segar memiliki nilai yang lebih besar (22,35 %) daripada daun layu (17,61 %) dan daun kering (8,2 %). Metode yang digunakan adalah metode Kjeldahl, dimana jumlah protein yang dihitung merupakan jumlah N (nitrogen) yang dikandung oleh daun patat daun. Metode Kjeldahl mengakibatkan senyawa lain yang bukan protein yang mengandung unsur nitrogen ikut terhitung

sebagai protein. Pada daun terdapat klorofil yang struktur kimianya mengandung N, sehingga mempengaruhi nilai kadar protein tersebut. Penurunan kadar protein dari daun patat daun segar ke daun patat daun kering dipengaruhi oleh proses respirasi. Selama proses pengeringan atau pelayuan berlangsung, proses respirasi atau metabolisme daun masih berlangsung. Hal ini menyebabkan sebagian protein pada daun digunakan sebagai substrat (selain lemak dan pati), sehingga protein pada daunnya ikut berkurang. Suhu pengeringan yang relatif tinggi menyebabkan respirasinya relatif cepat, sehingga penurunan kadar protein cukup besar. Suhu yang relatif tinggi pada saat pengeringan tidak membunuh sel-sel pada daun, sehingga proses respirasi masih terjadi. Degradasi klorofil diindikasikan terjadi pada daun layu dan kering, dikarenakan proses pelayuan atau pengeringan. Menurut Fennema (1985) pemanasan menyebabkan terjadinya konversi butir hijau daun (klorofil) menjadi pheophytin yang ditandai dengan berubahnya magnesium yang mengikat N menjadi hidrogen sehingga N akan dilepaskan (N yang dilepaskan dalam bentuk NO2). Klorofil yang terdegradasi menunjukkan nilai total N yang terhitung ikut berkurang. Hal tersebut berbeda dengan daun segar yang belum mengalami degradasi klorofil karena tidak dilakukan pemanasan atau pengeringan, sehingga nilai kadar proteinnya lebih tinggi daripada daun patat daun yang layu dan kering. Degradasi klorofil ditandai dengan hilangnya warna hijau pada daun.

c. Kadar Abu Hasil pengukuran kadar abu dapat dilihat pada Gambar 13. Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa kadar abu (basis kering) daun kering lebih besar (17,2 %) daripada daun layu (15,9 %) dan daun segar (13,44 %). Hal ini disebabkan jumlah kadar abu atau zat anorganik

(seperti Mg, Ca) yang relatif tetap selama proses respirasi terjadi. Kadar abu jumlahnya relatif tetap karena bukan merupakan subsrat untuk respirasi. Selain itu, pengeringan atau pelayuan tidak menyebabkan kadar abu atau zat anorganik pada daun ikut menguap, sehingga kadar abu pada daun relatif tetap. Kadar karbohidrat (pati), protein dan lemak yang semakin berkurang selama proses respirasi dan pengeringan berlangsung, sedangkan kadar abunya relatif tetap. Hal ini menyebabkan persen kadar abu akan semakin tinggi seiring lamanya proses respirasi dan pengeringan berlangsung.

Grafik Kadar Abu Daun Patat Daun


17,2 18 16 14 12 Nilai Kadar Abu 10 8 (%bk) 6 4 2 0 15,9 13,44

Daun Segar

Daun Layu

Daun Kering

Jenis Daun Patat daun

Gambar 13. Grafik kadar abu daun patat daun

d. Kadar Lemak Hasil pengukuran kadar lemak dapat dilihat pada Lampiran 1 (Tabel 4). Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat bahwa nilai kadar lemak daun patat daun yang segar lebih besar dengan nilai 4,55 % dibandingkan daun yang layu (2,21 %) dan kering (2 %). Hal tersebut disebabkan pada daun patat daun terdapat bahan-bahan dan komponen lainnya selain lemak yang ikut terlarut oleh pelarut heksan. Heksan dapat melarutkan lemak karena heksan tergolong pelarut organik yang akan melarutkan bahan atau zat organik seperti lemak.

Grafik Kadar Lemak Daun Patat Daun


5 4 Kadar Lemak 3 (%bk) 2 1 0 Daun Segar Daun Layu Daun Kering 2,21 2 4,55

Jenis Daun Patat Daun

Gambar 14. Grafik kadar lemak daun patat daun Penurunan kadar lemak dipengaruhi oleh proses respirasi. Selama proses pengeringan atau pelayuan berlangsung, proses respirasi atau metabolisme daun masih berlangsung. Hal ini menyebabkan sebagian lemak pada daun digunakan sebagai substrat (seperti protein dan pati), sehingga lemak pada daunnya ikut berkurang. Suhu pengeringan yang relatif tinggi menyebabkan respirasinya relatif cepat, sehingga penurunan kadar protein cukup besar. Suhu yang relatif tinggi pada saat pengeringan tidak membunuh sel-sel pada daun, sehingga proses respirasi masih terjadi. Klorofil merupakan salah satu komponen yang ikut larut bersamaan dengan pelarut heksan. Pada daun yang segar klorofilnya tidak berkurang disebabkan tidak dilakukan pemanasan, sehingga tidak terjadi degradasi klorofil. Klorofil yang jumlahnya masih banyak akan ikut terlarut bersamaan dengan lemak dan akan terhitung sebagai kadar lemak. Pada daun patat daun yang layu dan kering diduga telah terjadi degradasi klorofil, sehingga klorofil yang ikut terlarut dalam lemak dengan jumlah lebih sedikit daripada daun patat daun segar, dan pada akhirnya jumlah kadar lemak yang terukur menjadi kecil. Hal ini juga diindikasikan oleh turunnya kadar protein, dimana pada kadar protein klorofil ikut dihitung sebagai protein. Kadar lemak memiliki kecenderungan yang sama dengan kadar protein karena komponen yang mempengaruhinya juga sama yaitu klorofil.

e. Kadar Serat Kasar Hasil pengukuran kadar serat kasar dapat dilihat pada Lampiran 1 (Tabel 7).

Grafik Kadar Serat Kasar Daun Patat Daun


45 40 35 30 Kadar Serat Kasar 25 20 (%bk) 15 10 5 0 42,2

18,41 8,17

Daun Segar

Daun Layu

Daun Kering

Jenis Daun Patat Daun

Gambar 15. Grafik kadar serat kasar daun patat daun Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa kadar serat kasar daun patat daun kering (42,2 %) lebih besar daripada daun patat daun layu (18,41 %) dan segar (8,17 %). Hal ini disebabkan jumlah kadar serat kasar (selulosa dan tanin) yang relatif tetap selama proses respirasi terjadi. Kadar serat kasar jumlahnya relatif tetap karena bukan merupakan subsrat untuk respirasi (enzim-enzim pada daun tidak dapat menguraikan selulosa dan tanin menjadi senyawa yang lebih sederhana). Kadar karbohidrat (pati), protein dan lemak yang semakin berkurang selama proses respirasi dan pengeringan berlangsung, sedangkan kadar serat kasarnya relatif tetap. Hal ini menyebabkan persen kadar serat kasar akan semakin tinggi seiring lamanya proses respirasi. Selain itu, daun patat daun kering diduga memiliki kandungan selulosa yang lebih tinggi dibandingkan daun patat daun yang segar dan layu, sehingga akan lebih banyak membentuk ikatan antar serat yang membuat kadar seratnya tinggi.

f. Kadar Karbohidrat Hasil pengukuran kadar karbohidrat dapat dilihat pada Lampiran 1 (Tabel 8).

Grafik Kadar karbohidrat daun Patat Daun


60 50 40 Kadar Karbohidrat 30 (%bk) 20 10 0 Daun Segar Daun Layu Daun Kering 30,4 51,49 45,87

Jenis Daun Patat Daun

Gambar 16. Grafik kadar karbohidrat daun patat daun Berdasarkan Gambar 16 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai kadar karbohidrat, dimana nilai kadar karbohidrat daun patat daun segar (51,49 %) lebih besar daripada daun patat daun yang layu (45,87 %) dan kering (30,4 %). Hal tersebut disebabkan oleh proses respirasi yang masih terjadi selama proses pengeringan atau pelayuan (walaupun daun patat daun sudah dipotong dari tanamannya), sehingga kandungan karbohidratnya banyak terurai menjadi CO2 dan H2O. Menurut Salisbury dan Ross (1995), pati, fruktan, selulosa atau gula lainnya, lemak, asam organik dan protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi. Pertama-tama substrat tersebut dihidrolisis menjadi sub unit pembentuknya (monomernya) kemudian dirombak oleh proses respirasi. Selain itu pemanasan atau pengeringan yang lama dapat menguraikan kadar karbohidrat. Daun patat daun kering memiliki nilai kadar karbohidrat yang lebih rendah dibandingkan daun patat daun yang layu dan segar. Hal ini berhubungan dengan proses pengeringan yang terjadi pada daun patat daun kering. Daun patat daun kering mengalami proses pengeringan yang lebih lama sehingga karbohidrat yang diubah

menjadi CO2 dan H2O pada proses respirasi daun patat daun akan semakin banyak.

3. Sifat Mekanis Daun Patat Daun a. Kekuatan Tarik Hasil pengukuran kekuatan tarik yang sejajar arah serat dan tegak lurus arah serat dapat dilihat pada Lampiran 3 (Tabel 13), dimana kondisi suhu pada saat pengukuran adalah 27 OC dan kelembaban udara 80 %. Berdasarkan Gambar 17 nilai kekuatan tarik sejajar serat rata-rata dari ketiga sampel (daun patat daun patat segar, layu dan kering) memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kekuatan tarik yang tegak lurus terhadap serat. Hal ini disebabkan oleh ikatan molekul serat yang sejajar memiliki kekuatan dan kelenturan yang lebih besar dibandingkan dengan yang tegak lurus terhadap serat (Robertson, 1998). Selain itu orientasi serat daun patat daun yang cenderung hanya memanjang merupakan penyebab besarnya nilai kuat tarik sejajar serat. Oleh karena itu, nilai kekuatan tarik tegak lurus serat cenderung lebih kecil.

Grafik Kekuatan Tarik Daun Patat Daun


60 50 40 Nilai Kuat Tarik 30 (kgf/cm 2) 20 10 0 Daun Segar Daun Layu Daun Kering 35,933,63 21,93 11,1 19,29 Sejajar Arah Serat Tegak Lurus Arah Serat 53,76

Jenis Daun Patat Daun

Gambar 17. Grafik kekuatan tarik daun patat daun

Nilai kekuatan tarik sejajar arah serat pada daun patat daun segar (35,9 kgf/cm2) dan layu (21,93 kgf/cm2) memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan daun yang kering (53,76 kgf/cm2). Hal ini dikarenakan kandungan air yang masih tinggi pada daun segar dan layu. Kandungan air yang tinggi menunjukkan jumlah molekul air yang tinggi. Menurut Fengel dan Wegener (1985), ikatan hidrogen antar molekul air dalam sistem selulosa air mempunyai ikatan dengan energi aktivasi yang paling rendah dalam sistem selulosa air. Kandungan air yang tinggi mengakibatkan banyaknya ikatan hidrogen antar molekul air yang menyebabkan kekuatan tariknya kecil. Pada daun kering kekuatan tarik ikatan hidrogen antar molekul air kecil, sehingga hanya ada ikatan hidrogen yang sangat kuat antar selulosa. Selain kandungan air, kandungan serat yang tinggi pada daun kering menunjukan kandungan selulosa yang tinggi, sehingga gugus OH banyak, maka jumlah ikatan antar serat semakin banyak dan pada akhirnya ikatannya semakin kuat. Nilai kekuatan tarik ketiga sampel tersebut jika dibandingkan dengan nilai kekuatan tarik pada daun pisang, nilainya lebih kecil daripada kekuatan tarik searah serat pada daun pisang. Berdasarkan penelitian Irbiati (2002), nilai kekuatan tarik searah serat pada daun pisang segar 89,96 kgf/cm2, daun pisang layu 67,09 kgf/cm2 dan daun pisang kering 227,89 kgf/cm2. Dilihat dari ketiga nilai kekuatan tarik daun pisang tersebut, kecenderungan naik turunnya nilai grafik memiliki kesamaan dengan sampel daun patat daun. Nilai kekuatan tarik daun patat daun sejajar serat jika dibandingkan dengan nilai kekuatan tarik pada daun pisang adalah daun pisang lebih liat daripada daun patat daun. Kekuatan tarik yang tegak lurus arah serat pada daun patat daun layu (11,10 kgf/cm2) dan kering (19,29 kgf/cm2) memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan daun patat daun yang segar (33,63 kgf/cm2). Penyebab hal tersebut adalah turunnya kandungan kadar air dari keadaaan segar ke layu, sehingga tegangan permukaannya pun ikut turun. Tegangan permukaan yang turun mengakibatkan nilai kekuatan

tariknya menjadi rendah. Kekuatan tegangan permukaan pada daun patat daun yang kering juga terjadi penurunan, tetapi dengan adanya kekuatan ikatan hidrogen antar selulosa yang kuat, maka nilai kekuatan tariknya tinggi. Secara keseluruhan, sampel daun patat daun memiliki nilai kekuatan tarik tegak lurus arah serat yang lebih besar daripada nilai kuat tarik tegak lurus serat pada daun pisang, sehingga daun patat daun lebih liat diandingkan daun pisang. Berdasarkan penelitian Irbiati (2002), nilai kuat tarik pada daun pisang segar 13,82 kgf/cm2, daun pisang layu 9,86 kgf/cm2 dan daun pisang kering 21,58 kgf/cm2.

b. Pemanjangan Hasil Pengukuran pemanjangan sejajar arah serat dan tegak lurus arah serat dapat dilihat pada Lampiran 3 (Tabel 10 dan Tabel 12). Kondisi suhu pada saat pengukuran dilakukan adalah 27 kondisi kelembaban udara 80 %.
O

C dan

Grafik Pemanjangan Daun Patat Daun


14 12 10 Nilai 8 Pemanjangan 6 (%) 4 2 0 13,01 8,87 7,07 5,73 6,7
Sejajar Arah Serat Tegak Lurus Arah Serat

9,2

Daun Segar

Daun Layu

Daun Kering

Jenis Daun Patat daun

Gambar 18. Grafik pemanjangan daun patat daun Dari Gambar 18 dapat dilihat bahwa nilai pemanjangan yang sejajar serat yang tertinggi dimiliki oleh bahan yang memiliki nilai kekuatan tarik yang rendah, yaitu pada daun patat daun yang layu. Hal ini disebabkan jika ikatan antar molekulnya renggang, maka kekuatan tarik yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan molekul tersebut

sedikit. Dengan ikatan yang renggang, maka nilai pemanjangannya akan tinggi. Oleh karena itu, daun patat daun layu dapat digolongkan ke dalam bahan yang lebih elastis daripada daun patat daun yang segar dan kering. Berdasarkan penelitian Irbiati (2002), nilai pemanjangan sejajar serat pada daun pisang segar 4,17 %, daun pisang layu 3,20 % dan daun pisang kering 3,41 %. Berbeda dengan nilai pemanjangan yang sejajar serat, nilai pemanjangan yang tegak lurus arah serat dipengaruhi oleh struktur serat yang terlihat pada kandungan serat kasar (ikatan antar serat). Hal tersebut terbukti dengan nilai pemanjangan pada daun patat daun kering lebih besar dibandingkan nilai pemanjangan pada daun patat daun yang segar dan layu. Hal ini disebabkan kadar serat yang tinggi dapat meningkatkan elastisitas dan memiliki struktur serat yang rapat, sehingga nilai pemanjangan akan semakin tinggi. Berdasarkan penelitian Irbiati (2002), nilai pemanjangan yang tegak lurus pada daun pisang segar, layu dan kering secara berurut adalah sebesar 6,92 %, 7,26 % dan 8,84 %. Dari kedua perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa struktur molekul pada daun pisang memang lebih kuat dibandingkan daun patat daun (dilihat dari nilai kuat tarik daun pisang lebih tinggi daripada daun patat daun), tetapi elastisitas atau kelenturan dari struktur seratnya daun patat daun lebih tinggi dibandingkan daun pisang.

c. Laju Transmisi Oksigen Daun Patat Daun Alat ukur Speedivac 2 memiliki batas bawah dan atas pengukuran yaitu dari 0 (nol) sampai 240 mmHg. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, nilai laju transmisi O2 daun patat daun segar, kering dan layu tidak terukur (terlalu besar) sama seperti pada penelitian daun pisang. Laju transmisi oksigen pada daun patat daun tidak dapat diukur karena adanya pori-pori, sehingga bersifat poros terhadap gas oksigen. Kondisi ruangan pada saat pengujian adalah kelembaban 50 % dan suhu 23 + 2 oC. Keporosan tersebut dikarenakan adanya pori-pori

alami tempat terjadinya penguapan pada daun atau keluar masuknya gas (termasuk oksigen). Pori-pori alami yang terdapat pada daun adalah stomata dan lentisel.

d. Laju Transmisi Uap Air Laju transmisi uap air tidak terukur pada kondisi standar (kelembaban relatif pada alat humidity chamber 86 % dan suhu 25,5
O

C). Hal ini dikarenakan kadar air daun yang tinggi sehingga tekanan

uap air lebih tinggi daripada tekanan uap air udara di dalam humidity chamber, sehingga air dari daun lepas ke udara. Hal ini yang menyebabkan bobot cawan ditambah daun turun. Selanjutnya pengukuran dimodifikasi dengan menambah RH udara menjadi 90 % dan suhu 27 OC. Pengukuran pada kondisi tersebut memberikan hasil laju transmisi uap air daun patat daun yang segar sebesar 40,8 g/m2/24 jam, daun patat daun layu sebesar 145,53 g/m2/24 jam dan 215,13 g/m2/24 jam untuk daun patat daun kering. Berdasarkan hasil penelitian Irbiati (2002), nilai laju transmisi uap air pada daun pisang segar dan layu yang nilainya tidak terukur (pada kelembaban relatif 71 % dan suhu 24 OC). Nilai laju transmisi uap air pada daun patat daun segar dan layu lebih kecil dibandingkan dengan daun patat daun kering. Hal ini dipengaruhi oleh komponen-komponen yang terdapat dalam daun patat daun seperti kadar air, protein, lemak, serat kasar, abu dan karbohidrat. Daun patat daun segar memiliki kandungan lemak lebih tinggi daripada daun patat daun kering. Lemak atau lipida merupakan bahan yang bersifat non polar, sehingga dapat menghambat masuknya uap air yang menyebabkan nilai laju transmisinya rendah. Selain itu, permukaan daun yang tebal dan mengkilap (jika dibakar di atas lilin) pada daun patat daun segar, diduga daun tersebut memiliki lapisan lilin seperti pada daun pisang. Lapisan lilin tersebut dapat menghambat keluar masuknya uap air melalui daun patat daun segar.

Nilai laju transmisi uap air daun patat daun kering lebih besar jika dibandingkan dengan laju transmisi uap air pada daun pisang. Berdasarkan hasil penelitian Irbiati (2002), laju transmisi uap air daun pisang kering yang bernilai 43,44 g/m2/24 jam pada kelembaban relatif 71 % dan suhu 24OC.

4. Kemungkinan Pengembangan Daun Patat Daun Sebagai Bahan kemasan Daun patat daun yang segar memiliki tebal yang masih tinggi dan mudah patah, jika dibandingkan dengan daun yang layu dan kering. Hal tersebut dapat menyulitkan dan membatasi dalam pemakaiannya. Dilihat dari nilai atau kandungan kimia pada daun patat daun segar dan layu. Daun-daun tersebut memiliki nilai kadar air yang tinggi jika dibandingkan dengan daun patat daun yang kering. Dengan begitu daun tersebut akan bersifat hidrofilik, sehingga tidak cocok untuk bahan makanan yang rentan terhadap air, karena dapat mempengaruhi stabilitas fisikokimia (perubahan tekstur dan degradasi warna) dan stabilitas mikrobiologinya. Berbeda dengan daun patat daun yang kering, kandungan airnya kecil dibandingkan dengan yang segar dan layu. Oleh karena itu, daun ini lebih aman untuk bahan makanan yang rentan terhadap air (seperti gula merah). Nilai kekuatan tarik kertas perkamen (vegetable parchment) sejajar serat sebesar 20,66-139,35 kgf/cm2 dan tegak lurus serat sebesar 11-72 kgf/cm2, nilai kekuatan tarik kertas kraf sejajar serat adalah 2401100 kgf/cm2 dan tegak lurus serat sebesar 120-510 kgf/cm2, nilai kekuatan tarik kertas glasin sejajar serat adalah 140-535 kgf/cm2 dan tegak lurus serat sebesar 70-268 kgf/cm2, nilai kekuatan tarik kertas minyak sejajar serat adalah 180-450 kgf/cm2 dan tegak lurus serat sebesar 90-225 kgf/cm2 (Robertson, 1993). Nilai kekuatan tarik daun patat daun yang sejajar arah serat adalah 21,93-53,76 kgf/cm2 dan nilai kekuatan tarik daun patat daun yang tegak lurus arah serat adalah 11,10-33,63 kgf/cm2. Nilai kekuatan tarik daun patat daun jika dibandingkan dengan nilai

kekuatan tarik kertas perkamen, kraf, glasin dan kertas minyak, maka nilai kekuatan tarik pada daun patat daun memenuhi selang pada kekuatan tarik kertas perkamen. Oleh karena itu, daun patat daun diduga dapat digunakan seperti kertas perkamen. Contoh kegunaan kertas perkamen adalah sebagai pembungkus daging (segar, kering, diasap, dimasak) dan ikan (basah, kering, digoreng). Hal ini bertentangan dengan sifat mekanis laju transmisi oksigen, mengingat laju transmisi oksigen dari daun patat daun yang nilainya terlalu besar (lebih dari 240 mmHg), sehingga penggunaan daun patat daun sebagai pembungkus daging hanya bersifat sementara (tidak lebih dari 1 hari). Hal ini disebabkan nilai laju transmisi oksigen yang terlalu besar dapat menyebabkan daging segar (yang mengandung lemak) dapat menjadi cepat tengik akibat oksidasi. Oleh karena itu, daging segar yang dikemas daun patat daun harus segera dipindahkan ke wadah yang lain dan dimasukkan ke dalam lemari es atau dimasak langsung. Laju transmisi oksigen pada daun patat daun yang tinggi (tidak terukur) menyebabkan daun patat daun tidak cocok untuk mengemas produk pangan yang mudah teroksidasi, seperti produk pangan yang berlemak. Produk tersebut akan lebih mudah tengik jika oksigen dapat keluar masuk kemasan secara bebas. Sebaliknya, jenis daun ini akan sesuai untuk mengemas produk tempe, karena kapang tempe (Rhizopus oligosporus dan Rhizopus orizae) yang bersifat aerobik akan mudah tumbuh dengan tingginya permeabilitas oksigen. Pemanfaatan daun patat daun oleh masyarakat selama ini dipakai sebagai kemasan produk toge goreng, lontong, daging segar dan bacang. Rata-rata produk yang dikemas tersebut adalah produk basah yang memiliki kadar air tinggi. Produk basah yang dikemas tidak mengalami kebocoran karena pada daun patat daun yang segar diduga memiliki lapisan lilin yang dapat berfungsi sebagai barrier atau penahan air. Daun patat daun pada dasarnya merupakan kemasan yang sekali pakai dan produk yang dikemas merupakan produk dengan umur simpan pendek (1-3 hari). Penggunaan daun patat daun pada produk toge goreng, lontong, daging segar dan bacang sebenarnya lebih dilihat pada nilai jual seninya

sebagai bahan kemasan yang etnik, sehingga menarik minat masyarakat untuk membeli. Daun patat daun pada produk toge goreng dipakai dengan cara menyilangkan dua lembar daun. Proses penyilangan dua lembar daun patat daun bertujuan untuk memperluas permukaan lebar daun dan saling memperkuat antara kekuatan tarik yang sejajar serat dengan tegak lurus serat, sehingga dapat mencegah kebocoran pada produk toge goreng (produk tersebut merupakan produk basah). Berdasarkan pengukuran laju transmisi uap air dan oksigen, daun patat daun memiliki kemampuan barrier terhadap oksigen dan uap air yang kurang baik. Untuk memperbaikinya dapat dilakukan dengan memberi bahan pelapis pada permukaan daun (coating), contohnya yaitu dengan mencari bahan coating untuk daun patat daun yang dapat memperbaiki sifat laju transmisi uap air dan oksigen. Komponen utama untuk coating yang digunakan haruslah berasal dari bahan yang dapat menahan uap air dan oksigen salah satunya adalah gabungan dari bahan hidrokoloid dan lipida. Contoh bahan hidrokoloid seperti turunan pati dan protein. Lilin lebah merupakan salah satu contoh bahan dari kelompok lipida.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Tebal daun patat daun segar, layu dan kering adalah 0,23 mm, 0,18 mm dan 0,16 mm. Kadar air pada daun patat daun yang segar, layu dan kering adalah 68,16 %, 58,94 % dan 8,55 %. Kadar abu daun patat daun yang segar, layu dan kering adalah 13,44 %, 15,9 % dan 17,2 %. Kadar protein daun patat daun yang segar, layu dan kering adalah 22,35 %, 17,61 % dan 8,2 %. Kadar lemak daun patat daun yang segar, layu dan kering adalah 4,55 %, 2,21 % dan 2 %. Kadar serat kasar daun patat daun segar, layu dan kering adalah 8,17 %, 18,41 % dan 42,2 %. Kadar karbohidrat daun patat daun yang segar, layu dan kering adalah 51,49 %, 45,87 % dan 30,4 %. Nilai kekuatan tarik arah tegak lurus serat daun patat daun yang segar, layu dan kering adalah 33,63 kgf/cm2, 11,10 kgf/cm2 dan 19,29 kgf/cm2. Nilai kekuatan tarik arah sejajar serat daun patat daun yang segar, layu dan kering adalah 35,90 kgf/cm2, 21,93 kgf/cm2 dan 53,76 kgf/cm2. Nilai pemanjangan arah tegak lurus serat daun patat daun yang segar, layu dan kering adalah 7,07 %, 8,87 % dan 9,20 %. Nilai pemanjangan arah sejajar serat daun patat daun yang segar, layu dan kering adalah 5,73 %, 13,01 % dan 6,70 %. Laju transmisi oksigen pada daun patat daun yang segar, layu dan kering hasilnya adalah tidak terukur karena terlalu besar melebihi batas atas alat Speedivac 2 (> 240 mmHg). Laju transmisi uap air untuk daun patat daun segar, layu dan kering adalah 40,80 g/m2/24 jam, jam pada RH 90 % dan suhu 27 OC. Daun patat daun memiliki beberapa kelemahan dan keunggulan sebagai bahan kemasan. Kelemahan daun patat daun adalah mudah sobek, permukaan daun lebih kecil daripada daun pisang. Keunggulan daun patat daun adalah praktis dalam pemakaian tanpa harus dipotong-potong, tidak mudah patah, tahan terhadap kebocoran, bersifat biodegradable. Berdasarkan frekuensi pemakaian kemasan, daun patat daun tergolong kemasan sekali pakai. Berdasarkan nilai kekuatan tarik dan persen pemanjangan, daun patat daun tergolong kemasan soft-weak (lembut dan lemah). Aplikasi daun patat daun 145,53 g/m2/24 jam dan 215,13 g/m2/24

yang sudah ada adalah untuk mengemas produk toge goreng, lontong, bacang dan daging segar. Daun patat daun tidak cocok untuk produk yang mudah teroksidasi (seperti makanan berlemak) dan daun patat daun tidak cocok untuk produk yang rentan terhadap air. Aplikasi yang lain yaitu daun patat daun dapat dipakai sebagai pembungkus tempe.

B. SARAN Nilai laju transmisi oksigen untuk semua sampel daun patat daun tidak terukur, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pelapisan daun patat daun dengan barrier coating agar laju transmisi oksigennya rendah (terukur). Jenis bahan coating yang dipakai untuk memperbaiki sifat mekanis laju transmisi oksigen adalah bahan yang berasal dari kelompok hidrokoloid.

DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. Association Official Analytical Chemist, Washington D.C. ASTM. 1983. Standard Test Methods for Water Vapor Transmission Rate of Materials (E96). Annual Book of ASTM Standards. American society for Testing and Materials, Philadelphia, PA. ASTM. 1989. Standard Test Methods for Oxygen Gas Transmission Rate of Materials (D3985-81). Annual Book of ASTM Standards. American society for Testing and Materials, Philadelphia, PA. ASTM. 1997. Standard Test Methods for Tensile Properties of Thin Plastic Sheeting (D882). Annual Book of ASTM Standards. American society for Testing and Materials, Philadelphia, PA. Catala, R. and R. Gavara. 1997. High barrier Polimers for The Design of Food Packages, p.327-345. In Pedro et. al. 1997. Food Engineering 2000. Chapman & Hall, New York. Esmay, M. ML. 1970. Drying Storage and Handling of Food Grain in Development Countries, M.s.U., Michigan. De Gante, C.R. 1997. Trends in Food Packaging, p.347-364. In Pedro et. al.1997. Food Engineering 2000. Chapman & Hall, New York. Fengel, D. dan G. Wegener. 1985. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Terjemahan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Fennema, O. R. 1985. Principles of Food Science. Marcel Dekker Inc., New York and Basel. Gontard, N. and S. Guilbert. 1994. Biopackaging : Technology and Properties of Edible and/or Biodegradable Material of Agricultur Origin. Mathlouthi, M. (ed). Food Packaging and Preservation. P. 160-179. Chapman and Hall, UK. Hall, C.W. 1980. Drying and Storage of Agriculture Crops. AVI Publishing Company Inc., West port Connecticut. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Departemen Kehutanan, Jakarta. Holttum, R.E. 1951 : The Marantaceae of Malaya. Gard, Bull. Singapore 13 : 254296.

Irbiati, H. H.. 2002. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Mekanis Daun Pisang Batu (Musa balbisiana) sebagai bahan Kemasan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Krochta, J.M., E.A. Baldwin, M.O. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic Publishing Co. Inc., Pennsylvania. Larsen, K. 1978 03 31 : A new species of pachelophrynium from Northern Thailand. Bot. Notiser 131 : 83-84. Stockholm. ISSN 0006-8195. Lehninger. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Robertson,G.L.1993. Food Packaging: Principle and Practice. Marcel Dekker Inc., New York. Sudarmadji, S., H. Bambang, Suhardi. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty dan PAU UGM, Yogyakarta. Syarief, R., S. Santausa, St. Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laqboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB. Taib, G.,G. Said, S. Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Pangan. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Wong, D.W.S. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. Van Nostrand Reinhold, New York.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Pengukuran Sifat Kimia Daun Patat Daun


Tabel 3. Kadar Air Daun Patat Daun Sampel Jam ke0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Cawan (g) 92,2908 100,7708 90,8455 48,2107 74,7328 47,3893 30,4006 30,203 31,8422 84,0219 30,0311 36,7734 84,4816 33,2699 28,5072 29,4011 31,3417 33,25 29,6922 80,5457 66,2991 29,3176 36,5524 31,9262 Bahan (g) 2,0015 2,0161 2,0126 2,0197 2,0182 2,0069 2,0331 2,012 2,0425 2,083 2,0718 2,0381 2,0002 2,0007 2,0048 2,001 2,0025 2,0042 2,0018 1,897 2,0075 2,0036 2,0098 2,01 Awal (g) A 94,2923 102,7869 92,8581 50,2304 76,751 49,3962 32,4337 32,215 33,8847 86,1049 32,1029 38,8115 86,4818 35,2706 30,512 31,4021 33,3442 35,2542 31,694 82,4427 68,3066 31,3212 38,5622 33,9362 Akhir (g) B 93,0474 101,6642 92,3065 49,4738 76,0057 48,6858 31,736 31,5464 32,9061 85,1732 31,573 38,3005 86,058 34,8569 30,238 31,1351 33,1688 35,087 31,40145 82,18275 68,1597 31,17805 38,3858 33,75645 A-B 1,2449 1,1227 0,5516 0,7566 0,7453 0,7104 0,6977 0,6686 0,9786 0,9317 0,5299 0,511 0,4238 0,4137 0,274 0,267 0,1754 0,1672 0,29255 0,25995 0,1469 0,14315 0,1764 0,17975 Kadar Air (%) 62,19835124 55,68672189 27,4073338 37,46100906 36,92894659 35,39787732 34,31705278 33,2306163 47,91187271 44,7287566 25,57679313 25,07237133 21,18788121 20,67776278 13,66719872 13,34332834 8,759051186 8,34248079 14,61434709 13,7032156 7,317559153 7,144639649 8,776992736 8,94278607 Rata-rata Kadar Air (%) 58,94253656 32,43417143 36,16341195 33,77383454 46,32031465 25,32458223 20,932822 13,50526353 8,550765988 14,15878135 7,231099401 8,859889403

Lampiran 1. (Lanjutan)
Sampel Sampel Kac0 Kac1 Kac2 1 2 1 2 1 2 Cawan (g) 66,2987 80,5331 29,7056 29,3174 36,5662 31,9295 Bahan (g) 2,005 2,0035 2,008 2,0011 2,0017 2,0038 Awal (g) A 68,3037 82,5366 31,7136 31,3185 38,5679 33,9333 Akhir (g) B 66,934 81,174 30,4871 30,1045 38,4188 33,7613 A-B 1,3697 1,3626 1,2265 1,214 0,1491 0,172 Kadar Air (%) 68,31421446 68,01098078 61,08067729 60,66663335 7,448668632 8,583690987 Rata-rata Kadar Air (%) 68,16259762 60,87365532 8,016179809

Tabel 4. Kadar Abu Daun Patat Daun Sampel Daun Patat Daun Segar Layu Kering 1 2 1 2 1 2 Cawan (g) 23,8649 21,074 21,273 21,2721 23,8605 21,2743 Sampel Bahan (g) 0,7571 0,7394 0,6869 0,6299 0,5076 0,5005 Awal (g) A 24,622 21,8134 21,9599 21,902 24,3681 21,7748 Akhir (g) B 23,8964 21,1065 21,316 21,3149 23,9392 21,3536 bobot akhir sampel 0,0315 0,0325 0,043 0,0428 0,0787 0,0793 Kadar Abu (%bb) 4,16061286 4,39545577 6,26000873 6,79472932 15,5043341 15,8441558 Rata-rata Kadar Abu (%) 4,27803432 6,527369029 15,67424498 Kadar Abu (%bk) 13,0672515 13,8048234 15,2460028 16,5482935 16,9538919 17,3254848 Rata-rata Kadar Abu (%) 13,43603744 15,89714815 17,16968834

Lampiran 1. (Lanjutan)

Tabel 5. Kadar Protein Daun Patat Daun Sampel Daun Patat Daun Segar Layu Kering 1 2 1 2 1 2 Bahan (mg) 1006,5 1006,5 1007,3 1007,3 1007,3 1007,3 Volume Penitar (ml) 0,88 0,89 0,9 0,9 0,94 0,89 Normalitas Penitar (N) 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Bobot Ekivalen Nitrogen 14 14 14 14 14 14 Pengenceran (%) 10 10 10 10 10 10 Kadar N (%) 1,2240437 1,2379533 1,2508687 1,2508687 1,3064628 1,2369701 Rata-rata Kadar N (%) 1,23099851 1,250868659 1,27171647 Kadar Protein (% bb) 7,074972678 7,155370094 7,230020848 7,230020848 7,551355108 7,149687283 Rata-rata Kadar Protein (% bb) 7,115171386 7,230020848 7,350521195 Kadar Protein (% bk) 22,22039158 22,47289603 17,60842876 17,60842876 8,25735933 7,818138089 Rata-rata Kadar Protein (% bk) 22,3466438 17,60842876 8,15774871

Tabel 6. Kadar Lemak Daun Patat Daun Sampel Daun Patat Daun Segar Layu Kering 1 2 1 2 1 2 Labu Lemak (g) 153,6314 167,22 107,462 107,2508 108,3501 105,0066 Bahan (g) 5,0337 5,0165 5,0673 5,0447 5,0489 5,0473 Bobot Awal Sampel 158,6651 172,2365 112,5293 112,2955 113,399 110,0539 Bobot Akhir Sampel 153,8649 167,4436 107,574 107,3623 108,4501 105,1071 Bobot Lemak (g) 0,2335 0,2236 0,112 0,1115 0,1 0,1005 Kadar Lemak (%bk) 4,638734927 4,45729094 2,210250035 2,21024045 1,980629444 1,991163592 Rata-rata Kadar Lemak(%) 4,548012933 2,210245242 1,985896518 Kadar Lemak (%bb) 1,476973201 1,419201435 0,907528664 0,907524729 1,811285627 1,820919105 Rata-rata Kadar Lemak (%) 1,448087318 0,907526697 1,816102366

Lampiran 1. (Lanjutan)

Tabel 7. Kadar Serat Kasar Daun Patat Daun Sampel Kertas Bahan (g) Bobot Awal Daun Patat Saring (g) Sampel Daun Segar Layu Kering 1 2 1 2 1 2 1,333 1,3288 1,3345 1,317 1,328 1,3267 4,0768 4,042 4,0235 4,0413 2,8255 2,9542 5,4098 5,3708 5,358 5,3583 4,1535 4,2809

Bobot Akhir Sampel 1,6969 1,6281 2,0755 2,061 2,464 2,6269

Bobot Serat (g) 0,3639 0,2993 0,741 0,744 1,136 1,3002

Kadar Serat Kasar (%bk) 8,926118524 7,404750124 18,41680129 18,4099176 40,2052734 44,01191524

Rata-rata Serat Kasar(%) 8,165434324 18,41335945 42,15859432

Kadar Serat Kasar (%bb) 2,842076138 2,357672439 7,561938611 7,559112167 36,76772253 40,24889649

Rata-rata Serat Kasar (%) 2,599874289 7,560525389 38,50830951

Tabel 8. Kadar Karbohidrat Daun Patat Daun Sampel Kadar Rata-rata Kadar Daun Patat Karbohidrat Karbohidrat Daun (%bb) (%bb) Segar Layu Kering 1 2 1 2 1 2 16,1314 16,6616 15,8423 21,822 29,5886 25,9939 16,3965 18,83215 27,79125

Kadar Karbohidrat (%bk) 50,66394472 52,32914573 38,58329274 53,14661471 32,35494806 28,42416621

Rata-rata Kadar Karbohidrat (%bk) 51,49654523 45,86495373 30,38955714

Lampiran 2. Data Pengukuran Sifat Fisik Daun Patat Daun


Tabel 9. Ketebalan Daun Patat Daun Jenis Sampel Daun Segar 1 Ketebalan (mm) 0,4 0,27 0,19 0,26 0,265 0,18 0,18 0,17 0,185 0,17 0,385 0,33 0,215 0,24 0,265 0,165 0,165 0,16 0,17 0,165 0,2 0,2 0,3 0,155 0,155 0,2 0,15 0,15 0,165 0,25 0,195 0,2 0,15 0,16 0,23 0,25 0,23 0,215 0,28 0,17 0,25 0,25 0,18 0,17 0,185 0,225 0,28 0,17 0,2 0,305 0,31 0,185 0,165 0,16 0,2 0,31 0,32 0,18 0,19 0,37 0,4 0,19 0,15 0,145 0,195 0,2 0,2 0,2 0,17 0,18 0,14 0,13 0,145 0,185 0,2 0,14 0,2 0,19 0,2 0,2 0,135 0,135 0,16 0,16 Ketebalan Rata-rata (mm) 0,224 Ketebalan (mm) 0,230625

0,23725

Daun Layu

0,18175

0,18175

0,194

Lampiran 2. (Lanjutan)
Ketebalan (mm) 0,15 0,13 0,27 0,14 0,18 0,125 0,18 0,12 0,12 0,225 0,18 0,175 0,16 0,185 0,14 0,24 0,15 0,165 0,12 0,12 0,2 0,135 0,18 0,145 0,23 0,125 0,21 0,2 0,21 0,21 0,15 0,16 0,13 0,12 0,125 0,2 0,16 0,23 0,12 0,2 Ketebalan Rata-rata (mm) 0,16375

Jenis Sampel Daun Kering 1

Ketebalan (mm) 0,167875

0,172

Lampiran 3. Data Pengukuran Sifat Mekanis Daun Patat Daun


Tabel 10. Nilai Pemanjangan Daun Patat Daun (Arah Tegak Lurus Terhadap Serat) Jenis Sampel Panjang Awal Panjang akhir P. Akhir-P. Awal (cm) (cm) (cm) Daun Segar 1 18,4 20,1 1,7 18,4 20,2 1,8 18,4 20 1,6 18,4 19,6 1,2 18,4 19,5 1,1 18,4 19,9 1,5 18,4 19,4 1 18,4 19,4 1 18,4 19,9 1,5 18,4 19,6 1,2 2 18,4 19,7 1,3 18,4 19,5 1,1 18,4 19,6 1,2 18,4 19,9 1,5 18,4 19,7 1,3 18,4 19,6 1,2 18,4 19,2 0,8 18,4 19,8 1,4 18,4 19,6 1,2 18,4 19,8 1,4 Daun Layu 1 18,4 20,4 2 18,4 19,8 1,4 18,4 19,4 1 18,4 20,6 2,2 18,4 20,2 1,8 18,4 20,5 2,1 18,4 19,7 1,3 18,4 19,8 1,4 18,4 20,6 2,2 18,4 20,2 1,8 Pemanjangan (%) 9,2391 9,7826 8,6956 6,5217 5,9782 8,1521 5,4347 5,4347 8,1521 6,5217 7,0652 5,9782 6,5217 8,1521 7,0652 6,5217 4,3478 7,6086 6,5217 7,6086 10,8695 7,6086 5,4347 11,9565 9,7826 11,4130 7,0652 7,6086 11,9565 9,7826 Pemanjangan Rata-rata (%) 7,3913 Pemanjangan (%) 7,0652

6,7391

9,3478

8,8707

Lampiran 3. (Lanjutan)
Jenis Sampel 2 Panjang Awal (cm) 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 18,4 Panjang akhir (cm) 20,3 19,8 19,9 20 20,1 19,7 19,4 20,5 19,8 20,4 20,5 20,2 19,4 20,3 21 20,1 20,1 19,1 19,9 20,8 20,6 20 20,1 19,9 19,2 20,3 20,2 20,2 19,9 19,5 P. Akhir-P. Awal (cm) 1,9 1,4 1,5 1,6 1,7 1,3 1 2,1 1,4 2 2,1 1,8 1 1,9 2,6 1,7 1,7 0,7 1,5 2,4 2,2 1,6 1,7 1,5 0,8 1,9 1,8 1,8 1,5 1,1 Pemanjangan (%) 10,3260 7,6086 8,1521 8,6956 9,2391 7,0652 5,4347 11,4130 7,6086 10,8695 11,4130 9,7826 5,4347 10,3260 14,1304 9,2391 9,2391 3,8043 8,1521 13,0434 11,9565 8,6956 9,2391 8,1521 4,3478 10,3260 9,7826 9,7826 8,1521 5,9782 Pemanjangan Rata-rata (%) 8,3937 Pemanjangan (%)

Daun Kering

9,4565

9,1968

8,9371

Lampiran 3. (Lanjutan)
Tabel 11. Nilai Kekuatan Tarik Daun Patat Daun (Arah Tegak Lurus Terhadap Serat) Jenis Sampel Lebar Sampel Tebal sampel Gaya Tarik KekuatanTarik (mm) (cm) (kgf) (kgf/cm2) Daun Segar 1 15 0,0230625 0,85 24,5709 15 0,0230625 1,15 33,2429 15 0,0230625 0,9 26,0162 15 0,0230625 1 28,9069 15 0,0230625 0,62 17,9223 15 0,0230625 1,2 34,6883 15 0,0230625 0,7 20,2348 15 0,0230625 0,64 18,5004 15 0,0230625 1,2 34,6883 15 0,0230625 8 231,2556 2 15 0,0230625 0,75 21,6802 15 0,0230625 0,75 21,6802 15 0,0230625 0,54 15,6097 15 0,0230625 0,64 18,5004 15 0,0230625 0,7 20,2348 15 0,0230625 0,6 17,3441 15 0,0230625 0,48 13,8753 15 0,0230625 0,68 19,6567 15 0,0230625 1,02 29,4850 15 0,0230625 0,85 24,5709 Daun Layu 1 15 0,018175 0,31 11,3709 15 0,018175 0,14 5,1352 15 0,018175 0,11 4,03484 15 0,018175 0,3 11,0041 15 0,018175 0,31 11,3709 15 0,018175 0,41 15,0389 15 0,018175 0,43 15,7725 15 0,018175 0,22 8,0696 15 0,018175 0,44 16,1393 15 0,018175 0,34 12,4713 KekuatanTarik Rata-rata (kgf/cm2) 47,0027 KekuatanTarik (kgf/cm2) 33,6332

20,2637

11,0408

11,1039

Lampiran 3. (Lanjutan)
Jenis Sampel 2 Lebar Sampel (mm) 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 Tebal Sampel (cm) 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 Gaya Tarik (Kgf) 0,34 0,44 0,4 0,34 0,14 0,43 0,12 0,33 0,2 0,31 0,33 0,62 0,2 0,54 0,68 0,46 0,68 0,18 0,34 0,82 0,84 0,42 0,28 0,56 0,12 0,82 0,42 0,52 0,4 0,14 KekuatanTarik (kgf/cm2) 12,4713 16,1393 14,6721 12,4713 5,1352 15,7725 4,4016 12,1045 7,3360 11,3709 13,1030 24,6178 7,9412 21,4413 27,0001 18,2648 27,0001 7,1471 13,5001 32,5591 33,3531 16,6765 11,1177 22,2354 4,7647 32,5591 16,6765 20,6472 15,8824 5,5588 KekuatanTarik Rata-rata (kgf/cm2) 11,1671 KekuatanTarik (kgf/cm2)

Daun Kering

19,2574

19,2905

19,3236

Lampiran 3. (Lanjutan)
Tabel 12. Nilai Pemanjangan Daun Patat Daun (Arah Sejajar Terhadap Serat) Jenis Sampel Panjang Awal Panjang akhir P. Akhir-P. Awal (cm) (cm) (cm) Daun Segar 1 8,6 9,1 0,5 8,1 8,5 0,4 8,7 9,1 0,4 6,2 6,5 0,3 7 7,4 0,4 6,5 6,9 0,4 5,5 6 0,5 4,8 5,1 0,3 7,1 7,5 0,4 7,7 8 0,3 2 5,9 6,3 0,4 6,4 6,7 0,3 6,8 7,2 0,4 7,6 8 0,4 8,2 8,6 0,4 5,8 6,3 0,5 7,4 7,7 0,3 7,8 8,1 0,3 5,6 6 0,4 6,1 6,5 0,4 Daun Layu 1 6,1 6,7 0,6 4,5 5,1 0,6 2,8 3,3 0,5 5,2 6 0,8 3,4 4,1 0,7 5,2 5,7 0,5 4,1 4,8 0,7 2,3 2,6 0,3 5,2 5,9 0,7 5,8 6,3 0,5 Pemanjangan (%) 5,8139 4,9382 4,5977 4,8387 5,7142 6,1538 9,0909 6,25 5,6338 3,8961 6,7796 4,6875 5,8823 5,2631 4,8780 8,6206 4,0541 3,8461 7,1428 6,5573 9,8361 13,3333 17,8571 15,3846 20,5882 9,6153 17,0731 13,0434 13,4615 8,6206 Pemanjangan Rata-rata (%) 5,6927 Pemanjangan (%) 5,7319

5,7711

13,8813

13,0067

Lampiran 3. (Lanjutan)
Jenis Sampel 2 Panjang Awal (cm) 3,5 5,9 2,5 5,1 5,7 2,2 5,5 6,5 7,3 5,1 7,3 7,2 8,6 5 5,8 7,1 7,8 5,3 6 5,8 6,4 6,1 7 5,7 7,6 8 6,4 6,4 6,8 6 Panjang akhir (cm) 4 6,5 3 5,5 6,1 2,8 6 7,2 7,5 5,7 8 7,5 9,1 5,5 6,3 7,5 8 5,7 6,6 6,2 6,8 6,7 7,4 6,2 7,9 8,4 6,9 6,7 7,1 6,4 P. Akhir-P. Awal (cm) 0,5 0,6 0,5 0,4 0,4 0,6 0,5 0,7 0,2 0,6 0,7 0,3 0,5 0,5 0,5 0,4 0,2 0,4 0,6 0,4 0,4 0,6 0,4 0,5 0,3 0,4 0,5 0,3 0,3 0,4 Pemanjangan (%) 14,2857 10,1694 20 7,8431 7,0175 27,2727 9,0909 10,7692 2,7397 11,7647 9,5890 4,1667 5,8139 10 8,6206 5,6338 2,5641 7,5471 10 6,8965 6,25 9,8361 5,7142 8,7719 3,9473 5 7,8125 4,6875 4,4117 6,6667 Pemanjangan Rata-rata (%) 12,1321 Pemanjangan (%)

Daun Kering

7,0831

6,6965

6,3098

Lampiran 3. (Lanjutan)
Tabel 13. Nilai Kekuatan Tarik Daun Patat Daun (Arah Sejajar Terhadap Serat) Jenis Sampel Lebar Sampel Tebal sampel Gaya Tarik KekuatanTarik (mm) (cm) (kgf) (kgf/cm2) Daun Segar 1 15 0,0230625 1,1 31,7976 15 0,0230625 1,32 38,1571 15 0,0230625 1,2 34,6883 15 0,0230625 1,1 31,7976 15 0,0230625 1,2 34,6883 15 0,0230625 1,1 31,7976 15 0,0230625 1,7 49,1418 15 0,0230625 1,44 41,6260 15 0,0230625 1,32 38,1571 15 0,0230625 1,2 34,6883 2 15 0,0230625 1,1 31,7976 15 0,0230625 1 28,9069 15 0,0230625 1,1 31,7976 15 0,0230625 1,56 45,0948 15 0,0230625 1,2 34,6883 15 0,0230625 1,44 41,6260 15 0,0230625 1 28,9069 15 0,0230625 1 28,9069 15 0,0230625 1,32 38,1571 15 0,0230625 1,44 41,6260 Daun Layu 1 15 0,018175 0,38 13,9385 15 0,018175 0,22 8,06967 15 0,018175 0,2 7,3361 15 0,018175 0,4 14,6721 15 0,018175 0,44 16,1393 15 0,018175 0,62 22,7418 15 0,018175 1,02 37,4140 15 0,018175 0,18 6,6024 15 0,018175 0,28 10,2705 15 0,018175 0,24 8,8033 KekuatanTarik Rata-rata (kgf/cm2) 36,6540 KekuatanTarik (kgf/cm2) 35,9024

35,1508

14,5988

21,93081

Lampiran 3. (Lanjutan)
Jenis Sampel 2 Lebar Sampel (mm) 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 Tebal Sampel (cm) 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,018175 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 0,01679 Gaya Tarik (kgf) 0,6 0,62 1,7 0,24 1,4 0,72 0,6 0,7 0,6 0,3 2 1 1,8 1,2 1,8 1,44 0,6 1,2 1,8 0,6 1,68 2 1,32 2,04 0,72 1,08 1,8 1,2 1,2 0,6 KekuatanTarik (kgf/cm2) 22,0082 22,7418 62,3567 8,8033 51,3525 26,4099 22,0082 25,6762 22,0082 11,0041 79,4123 39,7061 71,4711 47,6474 71,4711 57,1768 23,8237 47,6474 71,4711 23,8237 66,7063 79,4123 52,4121 81,0005 28,5884 42,8826 71,4711 47,6474 47,6474 23,8237 KekuatanTarik Rata-rata (kgf/cm2) 29,2628 KekuatanTarik (kgf/cm2)

Daun Kering

53,3651

53,7621

54,1592

Lampiran 3. (Lanjutan) Tabel 14. Data Pengukuran Laju Transmisi Uap air (WVTR) Pertambahan Berat Jenis Daun Ulangan Jam ke (mg) Berat (mg) 0 Daun Pisang 164,5211 1 Segar 164,5348 0,0137 2 164,5431 0,0083 RH = 90 % 1 O 3 164,5503 0,0072 Suhu = 27 C 4 164,5598 0,0095 0 162,4579 1 162,4682 0,0103 2 2 162,474 0,0058 3 162,4836 0,0096 4 162,4856 0,002 0 165,0198 1 165,0329 0,0131 2 3 165,0451 0,0122 3 165,054 0,0089 4 165,059 0,005 0 164,8598 1 164,8696 0,0098 2 4 164,8741 0,0045 3 164,8837 0,0096 4 164,8902 0,0065 Jumlah Pertambahan Berat (mg) WVTR (g/m2/24 jam)

Rata-rata

0,0387

46,44

0,0277

33,24 40,8

0,0392

47,04

0,0304

36,48

Lampiran 3. (Lanjutan) Jenis Daun Daun Pisang Layu RH = 90 % Suhu = 27 OC Ulangan Jam ke 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 Berat (mg) 163,0529 163,081 163,1 163,129 163,154 163,6386 163,6764 163,714 163,7521 163,7908 163,9019 163,9427 163,9706 164,0012 164,0296 164,3482 164,372 164,3936 164,4237 164,4523 Pertambahan Berat (mg) 0,0281 0,019 0,029 0,025 0,0378 0,0376 0,0381 0,0387 0,0408 0,0279 0,0306 0,0284 0,0238 0,0216 0,0301 0,0286 Jumlah Pertambahan Berat (mg) WVTR Rata-rata (g/m2/24 jam)

0,1011

121,32

0,1522

182,64 145,53

0,1277

153,24

0,1041

124,92

Lampiran 3. (Lanjutan) Jenis Daun Daun Pisang Kering RH = 90 % Suhu = 27 C


O

Ulangan

Jam ke 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4

Berat (mg) 164,9293 165,0168 165,0735 165,1352 165,2028 168,2622 168,2563 168,2614 168,2765 168,3075 162,8118 162,8855 162,936 162,9912 163,0519 162,9026 162,9162 162,9466 162,9854 163,0322

Pertambahan Berat (mg) 0,0875 0,0567 0,0617 0,0676 0,0059 0,0051 0,0151 0,031 0,0737 0,0505 0,0552 0,0607 0,0304 0,0304 0,0388 0,0468

Jumlah Pertambahan Berat (mg)

WVTR Rata-rata (g/m2/24 jam)

0,2735

328,2

0,0571

68,52 215,13

0,2401

288,12

0,1464

175,68

Lampiran 4. Prosedur Pengujian Sifat Fisik, Kimia dan Mekanis Daun Patat Daun Sifat Fisik 1. Ketebalan Pengukuran tebal dilakukan dengan menggunakan mikrometer sekrup. Pengukuran dilakukan di dua puluh tempat titik dan diambil nilai rataratanya.

Sifat Mekanik 1. Kekuatan Tarik (Tensile Strength)dan Persentasi Pemanjangan (% Elongation) (ASTM D882, 1997) Alat yang digunakan adalah paper tensile strength tester. Bahan yang diuji berukuran panjang minimum 22 cm dan lebar 1,5 cm. Kemudian disekrup pada bagian yang menarik tangkai penunjuk skala dilonggarkan. Selanjutnya pada bagian ujung lainnya dijepit dengan klep penjepit bagian bawah. Tuas ditarik ke bawah, sehingga alat akan menarik klem penjepit bawah ke arah bawah dan contoh uji menjadi tegang dan pada akhirnya putus. Pada saat contoh uji putus, tangkai ayun akan berhenti dan jarum menunjuk pada nilai tertentu yang menunjukkan tegangan putusnya, sedangkan pada skala piringan terdapat jarum penunjuk nilai perpanjangan putusnya. Kekuatan tarik (kgf/cm2) = Pemanjangan = nilai beban tarik (kgf) 1,5 cm x t (panjang pada saat putus panjang awal) x 100 % Panjang awal

Keterangan : t = tebal lembar sampel (cm)

2. Laju Transmisi Oksigen Metode Manometer (ASTM D3985-81, 1989) Alat yang digunakan adalah Speedivac 2. Bahan yang diukur harus bebas dari cacat dan kerusakan seperti berlubang dan sobek. Sebelum pengukuran, bahan dikondisikan pada ruangan bersuhu 25OC, RH 50 %

selama 24 jam. Bahan yang diuji digunting berbentuk lingkaran dengan diameter 105-108 mm. Bahan ditempatkan di dasar sel, kemudian sel ditutup dan sekrup dikencangkan. Bagian bawah alat pengukur dimiringkan ke kiri sampai seluruh merkuri (Hg) pada tabung pengukur terkumpul pada tabung merkuri, untuk mencegah adanya merkuri yang terpisah, sehingga mempengaruhi nilai transmisi oksigen. Kemudian kran-kran ditutup, kecuali kran 4 dan kran A yang dibuka dan pompa vakum dihidupkan. Tabung tekanan kompensasi dan tabung pengukur dikosongkan dan divakumkan (kurang lebih 5 menit) untuk mengurangi gas yang terabsorbsi. Pemompaan diteruskan sampai tekanan dalam ruang 2 kurang dari 0,2 mmHg (27 Pa). Kran 4 ditutup dan vakum tetap dijalankan. Alat pengukur pada posisi tegak lurus. Kran 3 dibuka agar udara masuk perlahan-lahan melalui distributor sampai merkuri menuju kapiler pada skala nol dan kran A ditutup. Gas (oksigen) dimasukkan melalui sel penutup dan alirannya diatur. Permukaan merkuri akan turun dan lajunya tergantung pada laju transmisi bahan yang diuji. Kemudian dibuat grafik antara tinggi merkuri (H) dalam cm terhadap waktu (t) dalam jam. Laju transmisi gas (G) pada tekanan 1 atm dihitung dengan rumus :

G = 24 x

T0 1 dh 10 4 V + 2ah x x x xc T A dt P0 H ch

Keterangan : G = laju tranmisi gas (cm3/m2/24 jam) T0 = 273 K T = suhu pengujian (K) P0 = tekanan atmosfer normal (1 atm) A = luas permukaan bahan yang diuji (cm2) V = volume awal ruang 2 (0,0433 cm3) A = penampang melintang tabung kapiler (0,0123 cm2) h = tingghi Hg dalam kapiler dibaca pada waktu mulai (cm) H = tinggi kolom Hg dihubungkan dengan tekanan atmosfer (cm)

C = faktor koreksi ( l )

dh = slope dari kurva pada titik t (cm/jam) dt


Koefisien atau konstanta permeabilitas diwakili oleh simbol P, maka: P=
QX ; At ( p1 p 2 ) A

Q P = A (p) t X

G B C D

Gambar 19. Alat Pengukur Laju Transmisi oksigen (Speedivac 2). Keterangan : A : alat vakum B : kran 1,2,3 dan 4 C : sel untuk contoh D : kapiler skala tekanan E : tabung pengumpul merkuri F : kran 3 G : kran 4

3. Laju Transmisi Uap Air Metode Cawan (ASTM E96, 1983)


Laju transmisi uap air diukur dengan Bergerlahr RH 50 % selama 24 jam. Bahan penyerap air diletakkan dalam cawan, sehingga permukaannya berjarak sekitar 3 mm dari film yang akan diuji. Tutup cawan diletakkan menghadap ke atas dan cincin logam diletakkan, sehingga bagian yang beralur menghadap ke muka. Bahan diletakkan di dalam tutup cawan, disekat dengan cincin karet, sehingga cincin tersebut menekan film dan disekrupkan pada cawan. Cawan ditimbang dengan ketelitian 0,0001 gram, diletakkan dalam dengan metode cawan. Sebelum diukur, bahan dikondisikan pada ruang bersuhu 25 OC,

humidity chamber, ditutup kemudian kipas dijalankan. Cawan ditimbang


setiap jam dan ditentukan pertambahan berat cawan. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara pertambahan berat (mg) dengan waktu (jam). Nilai WVTR dihitung dengan rumus : WVTR = 4,8 x

m (g/m2/24 jam) t

Keterangan : m = pertambahan berat per satuan luas sampel (mg/cm2) t = waktu antara dua penimpangan (jam) A B C

Gambar 20. Alat Pengukur Laju Transmisi Uap Air (Bergerlahr)

Keterangan : A : kipas angin B : alat pengukur suhu dan kelembaban C : mur D : cawan E : humidity chamber

Sifat Kimia 1. Kadar Air (AOAC, 1984)


Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh yang telah dihaluskan dimasukkan dalam cawan yang telah ditimbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven suhu 100-105 0C selama 6 jam. Cawan yang telah berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan ke desikator, didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan bobot yaitu selisih bobot awal dikurangi bobot akhir. Kadar air (% bb) = Bobot awal contoh bobot akhir contoh x 100 % Bobot awal contoh

2. Kadar Abu (AOAC, 1984)


Cawan porselen dipanaskan dalam tanur 550 0C kemudian didinginkan dan ditimbang. Masukkan 2-5 gram sampel ke dalam cawan, kemudian dibakar dengan pembakar gas sampai tidak berasap. Cawan dibakar dalam tanur listrik bersuhu maksimum 550 0C sampai menjadi abu, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu (%bb) = Bobot abu (g) x 100 % bobot contoh (g) 100 100-kadar air (% bb) x kadar abu (% bb)

Kadar abu (%bk) =

3. Kadar Protein (AOAC, 1984)


Sebanyak 1 gram bahan dicampur dengan 1 gram campuran Selent 1 dan 25 ml H2SO4 pekat dimasukkan dalam labu Kjeldahl, kemudian dididihkan dengan tanur sampai jernih, kemudian didinginkan. Setelah dingin, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan NaOH 10 % sampai tanda tera. Bahan campuran tersebut sebanyak 10 ml dimasukkan ke alat destilasi dan didestilasi. Destilat ditampung dalam 25 ml H3BO4 5 % dan ditambah 2 tetes indikator BCG/MM, kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna abu-abu. Titrasi dilakukan juga terhadap blanko. Volume HCl x N HCl x 14 x pengenceran x 100 % mg contoh

%N % Protein (% bb)

= % N x Faktor Protein 100 100-kadar air (% bb) x kadar protein (% bb)

Kadar protein (%bk) =

4. Kadar Lemak (AOAC, 1984)


Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Contoh sebanyak 5 gram dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring, kemudian kertas saring yang berisi contoh tersebut dimasukkan dalam alat ekstrasi sokhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan dibawahnya. Pelarut heksan dimasukkan dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan reflux selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali kedalam labu berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam lemak didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstrasi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0C hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak di dalamnya ditimbang dan bobot lemak dapat diketahui.

Kadar Lemak (%bk) = Kadar Lemak (%bb) =

bobot lemak (g) x 100 % bobot contoh (g) Kadar Lemak (%bk) x (100 kadar air (%bb)) 100

5. Kadar Serat Kasar (AOAC,1984)


Sebanyak 2 4 gram sampel bekas analisis kadar lemak dikeringkan dan dimasukkan dalam Erlenmeyer 500 ml, kemudian ditambah 100 ml larutan H2SO4 0,325 N dan dididihkan selama 30 menit dengan pendingin tegak, setelah itu ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N dan dididihkan selama 30 menit. Kemudian disaring dengan corong Buchner dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Endapan dalam kertas saring dicuci dengan H2SO4 0,325 N, air panas dan aseton 70 %. Kertas saring dimasukkan dalam wadah yang bobotnya diketahui, kemudian dikeringkan pada suhu 105 OC dan ditimbang sampai bobot konstan. Kadar Serat Kasar (%bk) = bobot bahan akhir x 100 % bobot bahan awal kadar serat kasar (%bk) x (100 kadar air (%bb)) 100

Kadar Serat Kasar (%bb) =

6. Kadar Karbohidrat (by difference)


Kadar karohidrat (% bb) = 100 % -

{kadar

air (%bb) + kadar lemak (%bb) + kadar abu

(%bb) + kadar protein (%bb) + kadar serat kasar (%bb)} Kadar karohidrat (% bk) = 100 100 - kadar air (% bb) x kadar karbohidrat(%bb)

Anda mungkin juga menyukai