Anda di halaman 1dari 6

Sistem pertahanan tubuh spesifik

Sistem pertahanan tubuh spesifik merupakan pertahanan tubuh terhadap patogen tertentu yang masuk ke dalam tubuh. Sistem ini bekerja apabila patogen telah berhasil melewati sistem pertahanan tubuh nonspesifik. Pertahanan tubuh spesifik disebut juga dengan Sistem Kekebalan Tubuh (Imunitas). Sistem ini bekerja bila pathogen berhasil melewati pertahanan tubuh non spesifik. Sistem kekebalan tubuh ini merupakan pertahanan garis ketiga dari sistem pertahanan. Sistem kekebalan tubuh mempunyai ciri-ciri khusus (spesifik), yaitu mengingat dan mengenali mikroba patogen atau zat asing (antigen). Sistem kekebalan tubuh memiliki kemampuan untuk mengenali dan menghancurkan patogen dan zat asing tertentu. Sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap antigen tertentu dengan mengaktifkan sel limfosit dan memproduksi protein khusus yang disebut antibodi. Sistem kekebalan tubuh mampu mengingat antigen yang pernah menyerang dan telah mempersiapkan diri lebih baik dan efektif jika patogen tersebut menyerang kembali. Yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh adalah Sel Limfosit dan Antibodi. Sel limfosit terdiri dari Sel Limfosit B dan Limfosit T. ANTIPHOSPHOLIPID SYNDROME (APS) Adalah suatu keadaan autoimun yang ditandai dengan produksi antibodi

antiphospholipid dalam kadar sedang sampai tinggi dan dengan gambaran klinis tertentu seperti trombosis (vena maupun arteri termasuk stroke), trombositopenia autoimun dan abortus. Kemungkinan terjadinya APS lebih sering pada penderita dengan penyakit autoimun seperti SLE disebut APS sekunder, namun dapat pula terjadi pada wanita yang tidak mempunyai penyakit autoimun (APS primer).

Diagnosis Pemeriksaan laboratorium APS masih sulit dan membingungkan, kendalanya karena hanya sedikit laboratorium yang dapat melakukan pemeriksaan dengan kualitas yang baik. Pemeriksaan antibodi antiphospholipid dan lupus anticoagulant (LA) harus dilakukan bersama berhubung karena hanya 20% penderita APS yang dengan lupus anticoagulant positif. Pada tahun 1987 telah dibuat kesepakatan pada International Anti-Cardiolipin Workshop mengenai interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium yang dilaporkan secara semikuantitatif dan dibagi menjadi, negatif, positif rendah, positif sedang dan positif tinggi.

Pemeriksaan yang dilakukan adalah IgG aCL, IgM aCL dan IgA aCL. Mayoritas penderita APS mempunyai LA dan IgG aCL. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa LA dan aCL merupakan immunoglobulin yang sama yang dideteksi dengan metode pemeriksaan yang berbeda sebab mereka menemukan bahwa pada penderita APS ditemukan salah satu dari LA atau aCL namun tidak pernah menemukan keduanya bersamaan. Pemeriksaan lain yang ditawarkan saat ini adalah 2-glycoprotein I (2-GPI) yang relevan dengan antigen aPL. Banyak peneliti saat ini meyakini bahwa aPL bekerja melawan glycoprotein ini atau lebih mungkin terhadap glycoprotein ini dan phospholipid, namun belum ada bukti bahwa pemeriksaan ini mempunyai informasi diagnostik yang lebih baik dari pemeriksaan LA dan aCL

Tabel Kriteria klinis untuk sindroma antiphospholipid

Kriteria diagnostic Ditemukan satu atau lebih : Thrombosis vena / arteri Abortus berulang Persalinan prematur sebelum 34 minggu yang berhubungan dengan preeklamsia atau PJT Gambaran klinis lain Trombositopenia dan anemia hemolititk Livedo reticularis Gangguan di otak khusunya epilepsi, infark otak, chorea dan migrain Penyakit katup jantung khususnya katup mitral Hipertensi Hipertensi pulmonal Ulkus di tungkai bawah

Risiko maternal Berbagai penelitian retrospektif memastikan adanya hubungan antara aPL dan trombosis vena serta arteri. Kejadian trombosis vena berkisar 65-70% terutama pada

ekstremitas bawah.

Ada hubungan yang kuat antara LA dan aCL dengan vaskulopathy desidua, infark plasenta, restriksi pertumbuhan janin, preeklamsia dini dan abortus berulang. Seperti pada lupus, penderita penyakit ini juga mempunyai insiden yang tinggi untuk terjadinya trombosis vena dan arteri, trombosis cerebral, anemia hemolitik, trombositopenia dan hipertensi pulmonal. Menurut Chamley (1997) kerusakan platelet mungkin disebabkan langsung oleh antibodi antiphospholipid, atau secara tidak langsug oleh ikatan antara antibodi ini dengan 2glycoprotein yang menyebabkan platelet mudah mengalami agregasi. Agregasi in akan menyebabkan pembentukan trombus. Data penelitian prospektif yang dilakukan di Universitas Utah menunjukkan insiden trombosis dan stroke pada ibu hamil dengan sindroma ini masing-masing 5% dan 12%. Pada penderita APS dengan kehamilan juga tampak peningkatan kejadian preeklamsia. Beberapa penelitan dilakukan untuk menentukan adanya antibodi antiphospholipid pada penderita preklamsia, pada satu penelitian tidak ditemukan hubungan antara antibodi antiphospholipid dengan kejadian preeklamsia sedang pada 4 penelitian yang lain ditemukan 11,7 17% penderita preeklampsia mempunyai kadar antibodi antiphospolipid yang bermakna.

Risiko janin Beberapa penelitan terdahulu memberi perhatian terhadap hubungan antara kematian janin antara 10 12 minggu dengan aPL, hasilnya lebih dari 90% wanita dengan APS dan kematian janin mempunyai paling sedikit 1 kali riwayat kematian janin. Akibat lain yang ditimbulkan oleh APS terhadap janin adalah gangguan pertumbuhan janin, bahkan pada penderita yang mendapat pengobatan. Kejadian gangguan perrtumbuhan janin pada bayi yang lahir hidup hampir mencapai 30%. Fetas distress juga relatif sering ditemukan pada APS, dan walaupun telah mendapat pengobatan, 50% janin yang dilahirkan oleh ibu penderita APS akan mengalami fetal distress. Demikian pula dengan persalinan prematur yang banyak ditemukan pada penderita APS, pada penelitian dengan jumlah sampel yang besar terhadap ibu hamil penderita APS yang telah diobati, sepertiganya melahirkan pada atau sebelum usia kehamilan 32 minggu.

Penanganan Ibu hamil penderita APS harus kontrol tiap 2 minggu pada paruh pertama kehamilan dan tiap minggu sesudahnya. Pemeriksaan USG dilakukan tiap 3-4 minggu sejak kehamilan

17-18 minggu untuk memantau gangguan pertumbuhan janin, oligohidramnion dan abnormalitas pada doppler arteri umbilikalis. Pemantauan kesejahteraan janin dilakukan sejak kehamilan 26-28 minggu. Dahulu pengobatan dilakukan dengan pemberian prednison dan aspirin dosis rendah namun pengobatan terkini adalah pemberian heparin dengan berat molekul rendah dengan atau tanpa aspirin. Risiko trombosis pada penderita APS mencapai 70%. Wanita dengan riwayat APS dan tromboembolisme sebelumnya mempunyai risiko yang sangat tinggi dalam kehamilan dan masa nifas dan perlu mendapat tromboprofilaksis antenatal berupa heparin dengan berat molekul rendah 40 mg per hari.

MYASTHENIA GRAVIS Myasthenia gravis adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai oleh kelemahan dari otot wajah, orofaringeal, ekstraokuler dan otot anggota gerak. Kelemahan dari otot-otot wajah dapat menyebabkan kesukaran untuk tersenyum, mengunyah dan berbicara. Tanda utama dari penyakit ini adalah peningkatan kelemahan otot pada aktivitas otot yang berulang. Merupakan penyakit yang jarang dengan insiden 1 per 100.000, wanita dua kali lebih banyak dibanding pria. Penyebabnya diduga karena serangan autoimun terhadap reseptor asetilkolin pada neuro-muscular junction. Antibodi terhadap reseptor asetilkolin atau receptor-decamethonium complex (anti-AchR) ditemukan dalam serum dari tigaperempat penderita Myasthenia gravis (MG). Abnormalitas thymus juga ditemukan pada sebagian besar penderita MG, sekitar 75% dengan hiperplasia folikel kelenjar dan 10-15% dengan tumor thymic jenis lymphoblastic atau epithelial. Tindakan thymectomy menyebabkan remisi dan perbaikan pada masingmasing 35% dan 50% penderita sehingga diduga MG berhubungan dengan serangan

autoimun terhadap antigen pada thymus dan motor endplate atau abnormal clone dari sel-sel imun di thymus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis dan prosedur konfirmasi diagnostik, dengan pemberian antikolinesterase kerja pendek (endrophonium) 210 mg intravena maka kekuatan otot secara dramatis dapat dipulihkan. Tes lain yang lebih canggih dengan elektromyografi serabut tunggal dan pemeriksaan rangsangan saraf berulang.

Risiko maternal Stres emosional yang biasa dialami dalam kehamilan dapat memperburuk efek MG, demikian pula pembesaran uterus dan elevasi diafragma dapat menyebabkan hipoventilasi relatif pada bagian bawah paru, hal ini dapat menambah masalah pada penderita dengan gangguan respirasi. Stres yang disebabkan oleh infeksi berat seperti pyelonefritis dapat menyebabkan eksaserbasi MG. Perjalanan penyakit MG dalam kehamilan tidak dapat diprediksi. Plauche menemukan bahwa 40% wanita dengan MG mengalami eksaserbasi pada saat kehamilan, 30% tidak menunjukkan perubahan, dan 30% mengalami eksaserbasi postpartum yang biasanya terjadi tiba-tiba dan berakibat serius. Angka kematian maternal pada penderita MG berkisar 4%.

Risiko Janin Plauche menemukan bahwa angka abortus dan kematian janin pada penderita MG tidak berbeda dengan populasi normal, namun angka persalinan prematur meningkat. Alasan teoritis terjadinya persalinan prematur ini karena obat antikolinesterase mempunyai kerja seperti oksitosin. Pasase transplasenter dari antibodi anti-AChR dapat menyebabkan MG pada janin dan neonatus. Ditemukan tiga kasus arthrogryposis, dan juga ditemukan hydramnion yang disebabkan gangguan menelan pada janin. Donaldson dkk menduga kejadian MG pada janin relatif jarang karena adanya alfa fetoprotein yang menghambat kerja anti-AChR terhadap AChR.

Penanganan Antikolinesterase merupakan pilihan pertama dalam pengobatan MG. Dahulu digunakan neostigmin (Prostigmin) namun karena waktu paruhnya singkat maka saat ini yang digunakan adalah pyridostigmin (Mestinon) yang mempunyai waktu paruh yang panjang. Glukokortikoid pada umumnya juga efektif, dan banyak ahli yang menganjurkan pemberian dosis tinggi (prednison 60-80 mg/hari) yang kemudian di kurangi secara bertahap. Thymectomy menghasilkan perbaikan namun mekanisme kerjanya belum jelas. Dalam masa kehamilan pasien dianjurkan memeriksakan diri secara teratur tiap 2 minggu pada trimester pertama dan kedua serta tiap minggu pada trimester ketiga. Hindari stres fisik dan emosional serta pemakaian beberapa jenis obat yang dapat menyebabkan eksaserbasi akut.

Myasthenia gravis tidak mengenai otot polos sehingga tidak mempengaruhi kala I persalinan, namun pada kala II MG dapat menyebabkan pengaruh pada upaya mengejan, namun rata-rata lama persalinan pada penderita MG dalam batas normal. Semua pasien MG harus dikonsultasikan pada ahli anestesi sejak awal kehamilan. Anestesi epidural mungkin merupakan cara yang terbaik sebab mengurangi kebutuhan analgesia, mencegah terjadinya kecemasan dan kelelahan dan sangat baik untuk persalinan tindakan dengan forcep.

Tabel Daftar obat-obat yang dapat menyebabkan terjadinya eksaserbasi atau kelemahan otot pada pasien dengan myasthenia gravis. Garam magnesium Aminoglycosid Halothane Propranolol Tetracycline Barbiturat Garam lithium Trichloethylene Cholistin Polymyxin B Quinine Lincomycin Procainamide Ether Penicillamine

Anda mungkin juga menyukai