Anda di halaman 1dari 16

TUDUHAN PRAKTEK DUMPING YANG DILAKUKAN OLEH PERU

Pada Sengketa Produk Kancing Dan Rantai Dengan Argentina

A.

Pendahuluan Praktek anti-dumping adalah salah satu isu penting dalam menjalankan

perdagangan internasional agar terciptanya fair trade. Mengenai hal ini telah diatur dalam Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994). Tarif yang diikat (binding tariff) dan pemberlakuannya secara sama kepada semua mitra dagang anggota WTO merupakan kunci pokok kelancaran arus perdagangan barang. Peraturan-peraturan WTO memegang tegas prinsip-prinsip tertentu tetapi tetap memperbolehkan adanya pengecualian. Tiga isu utama yang ada didalamnya adalah : 1. Tindakan untuk melawan dumping (menjual dengan harga yang lebih murah secara tidak adil), 2. Subsidi dan tindakan-tindakan imbalan untuk menyeimbangkan subsidi (countervailing measures), 3. Tindakan-tindakan darurat (emergency measures) untuk membatasi impor secara sementara demi mengamankan industri dalam negeri (safeguards). Jika sebuah perusahaan menjual produknya di negara lain lebih murah dari harga normal pasar dalam negerinya, maka hal ini disebut dumping terhadap produk tersebut. Hal ini merupakan salah satu isu dalam persetujuan WTO yang tidak bersifat menghakimi, tapi lebih memfokuskan pada tindakan-tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh negara untuk mengatasi dumping. Persetujuan ini dikenal dengan Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement) atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994.

Dalam persetujuan ini pemerintah diperbolehkan untuk mengambil tindakan sebagai reaksi terhadap dumping jika benar-benar terbukti terjadi kerugian (material injury) terhadap industri domestik. Untuk melakukan hal ini, pemerintah harus dapat membuktikan terjadinya dumping dengan memperhitungkan tingkat dumping, yaitu membandingkannya terhadap tingkat harga ekspor suatu produk dengan harga jual produk tersebut di negara asalnya. Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barangbarang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri. Peru sebagai negara yang melakukan perdagangan internasional dan juga anggota dari WTO, dituduh malakukan praktek dumping pada barang pengancing dan rantai yang diekspor ke Argentina.

B.

Fakta-Fakta Hukum Para Pihak a. Penggugat : Peru b. Tergugat : Argentina

Objek Sengketa Produk barang ekspor dari Peru yang dituduh menggunakan dumping yaitu, separable and non-separable fasteners and chains.

Kronologis Kasus Pada 19 Mei 2010 Peru dan Argentina melakukan konsultasi bilateral mengenai tindakan anti-dumping yang dilakukan oleh Argentina terhadap produk barang ekspor dari Peru berupa kancing dan rantai.

Gugatan Peru Argentina melanggar beberapa Pasal dalam perjanjian WTO, antara lain: Pasal VI GATT 1994; Pasal 1, 2.2, 2.4, 2.6, 3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.5, 3.7, 3.8, 4.1, 5.2, 5.3, 5.8, 6.6, 6.7, 6.8, 6.9, 6.13, 9.1, 9.2, 9.3, 10.2, 10.4, 12.1, 12.2, 18.1, annex II, dan GATT 1994 Pasal VI tentang Antidumping dan Kewajiban Kompensasi (antidumping and countervailing duties).

C.

Permasalahan Hukum Dasar apakah yang menjadi pertimbangan Peru mengajukan pengaduan atas

tindakan antidumping yang dilakukan oleh Argentina?

D.

Pembahasan dan Analisis Dumping dan Antidumping Sebagai Negara yang telah menjadi anggota WTO pada tanggal 21

Desember 1994, maka Peru juga harus melaksanakan prinsip-prinsip pokok yang dikandung dalam General Agreement on Tariff and Trade/GATT 1947 (Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan Tahun 1947), berikut persetujuan susulan yang telah dihasilkan sebelum perundingan Putaran Uruguay. GATT merupakan perjanjian perdagangan multilateral dengan tujuan menciptakan perdagangan bebas, adil, dan membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan umat manusia. GATT

dimaksudkan sebagai upaya untuk memperjuangkan terciptanya perdagangan bebas, adil dan menstabilkan sistem perdagangan internasional, dan

memperjuangkan penurunan tarif bea masuk serta meniadakan hambatanhambatan perdagangan lainnya. GATT berfungsi sebagai forum konsultasi negara-negara anggota dalam membahas dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul di bidang perdagangan internasional, GATT juga berfungsi sebagai forum penyelesaian sengketa di bidang perdagangan antara negara-negara peserta, masalah-masalah yang timbul diselesaikan secara bilateral antara negara-negara yang terlibat dalam persengketaan dagang melalui konsultasi dan konsiliasi

(Penjelasan atas UU Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian dumping adalah sistem penjualan barang di pasaran luar negeri dalam jumlah banyak dengan harga yang rendah sekali (dengan tujuan agar harga pembelian di dalam negeri tidak diturunkan sehingga akhirnya dapat menguasai pasaran luar negeri dan dapat menguasai harga kembali) (Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Kedua), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Balai Pustaka, Jakarta, 1985, hlm.110). Secara umum, dumping adalah bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau Negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut (Sukarmi, Regulasi Antidumping di Bawah Bayang-bayang Pasar Bebas, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal 25). Jenis-jenis dumping dalam praktek perdagangan internasional, antara lain: 1. Sporadic dumping Dumping yang dilakukan dengan menjual barang pada pasar luar negeri pada jangka waktu yang pendek dengan harga di bawah harga dalam negeri Negara pengekspor atau biaya produksi barang tersebut. 2. Persistent dumping Penjualan barang pada pasar luar negeri dengan harga di bawah harga domestik atau biaya produksi yang dilakukan secara menetap dan terus-menerus yang merupakan kelanjutan dari penjualan barang yang dilakukan sebelumnya. 3. Predatory dumping Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan tujuan mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli di pasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping kenis ini adalah matinya perusahan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis. 4. Diversionary dumping Dumping yang dilakukan oleh produsen luar negeri yang menjual barangnya ke dalam pasar Negara ketiga dengan harga di bawah ayng adil dan barang tersebut nantinya diproses dan dikapalkan untuk dijual ke pasar Negara lain.

5.

Downstream dumping Dumping yang dilakukan apabila produsen luar negeri menjual produknya

dengan harga di bawah harga normal kepada produsen yang lain di dalam pasar dalam negerinya dan produk tersebut diproses lebih jauh dan dikapalkan untuk dijual kembali ke pasar Negara lain. Putaran Uruguay memberikan pengertian dumping yang baru, merupakan penyempurnaan dari Article VI GATT 1994 yang dituangkan dalam Article 2 Persetujuan tentang Pelaksanaan Pasal VI dari GATT 1994 sebagai berikut: For the purpose of this agreement, a product is to be considered as being dumped, i.e. introduced into the commerce of another country at less than its normal value, if the export price of the product exported from one country to another is less than the comparable price, in the ordinary course of trade, for the like product when destined for consumption in the exporting country. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa dumping adalah menjual barangdi Negara lain kurang dari nilai normalnya. Apabila harga ekspor produk yang diekspor dari satu Negara ke Negara lain kurang dari harga pembanding (comparable price) dalam perdagangan yang biasa, bagi produk sejenis (like product) itu untuk tujuan konsumsi di Negara pengekspor (Sukarmi, Regulasi Antidumping di Bawah Bayang-bayang Pasar Bebas, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal 26). Dari uraian di atas maka dapat ditarik unsure-unsur dumping, sebagai berikut. 1. 2. Suatu produk dijual di Negara lain di bawah harga normal. Apabila barang impor yang masuk dengan harga dumping tersebut menyebabkan kerugian (injury) bagi industry dalam negeri. 3. Ada hubungan (causal link) antara dumping yang dilakukan dengan akibat injury yang terjadi. Terhadap tindakan dumping yang telah memenuhi ketiga unsure di atas maka pemerintah suatu Negara pengimpor dapat mengenakan tindakan balasan berupa antidumping.

Kriteria dumping yang dilarang oleh WTO adalah dumping oleh suatu Negara yang (Sukarmi, Regulasi Antidumping di Bawah Bayang-bayang Pasar Bebas, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal 44): 1. Harus ada tindakan dumping yang LTFV, 2. Harus ada kerugian material di Negara importer, 3. Adanya causal link antara harga dumping dengan kerugian yang terjadi. Seandainya terjadi dumping yang less than fair value tetapi tidak menimbulkan kerugian, maka dumping tersebut tidak dilarang. Antidumping adalah tindakan kebijaksanaan pemerintah Negara pengimpor terhadap barang dumping yang merugikan industri dalam negeri melalui pembebasan bea masuk antidumping. Peraturan Anti-dumping yang terdapat dalam Persetujuan Anti-Dumping GATT adalah pada article VI GATT yang terdiri dari 7 ayat yang menyebutkan : Article VI Anti-dumping and Countervailing Duties 1. The contracting parties recognize that dumping, by which products of one country are introduced into the commerce of another country at less than the normal value of the products, is to be condemned if it causes or threatens material injury to an established industry in the territory of a contracting party or materially retards the establishment of a domestic industry. For the purposes of this Article, a product is to be considered as being introduced into the commerce of an importing country at less than its normal value, if the price of the product exported from one country to another a.) is less than the comparable price, in the ordinary course of trade, for the like product when destined for consumption in the exporting country, or b.) in the absence of such domestic price, is less than either i. he highest comparable price for the like product for export to any third country in the ordinary course of trade, or ii. the cost of production of the product in the country of origin plus a reasonable addition for selling cost and profit. Due allowance shall

be made in each case for differences in conditions and terms of sale, for differences in taxation, and for other differences affecting price comparability. 2. In order to offset or prevent dumping, a contracting party may levy on any dumped product an anti-dumping duty not greater in amount than the margin of dumping in respect of such product. For the purposes of this Article, the margin of dumping is the price difference determined in accordance with the provisions of paragraph 1. 3. No countervailing duty shall be levied on any product of the territory of any contracting party imported into the territory of another contracting party in excess of an amount equal to the estimated bounty or subsidy determined to have been granted, directly or indirectly, on the manufacture, production or export of such product in the country of origin or exportation, including any special subsidy to the transportation of a particular product. The term "countervailing duty" shall be understood to mean a special duty levied for the purpose of offsetting any bounty or subsidy bestowed, directly or indirectly, upon the manufacture, production or export of any merchandise. 4. No product of the territory of any contracting party imported into the territory of any other contracting party shall be subject to anti-dumping or countervailing duty by reason of the exemption of such product from duties or taxes borne by the like product when destined for consumption in the country of origin or exportation, or by reason of the refund of such duties or taxes. 5. No product of the territory of any contracting party imported into the territory of any other contracting party shall be subject to both antidumping and countervailing duties to compensate for the same situation of dumping or export subsidization. 6. a.) No contracting party shall levy any anti-dumping or countervailing duty on the importation of any product of the territory of another contracting party unless it determines that the effect of the dumping or

subsidization, as the case may be, is such as to cause or threaten material injury to an established domestic industry, or is such as to retard materially the establishment of a domestic industry. b) The CONTRACTING PARTIES may waive the requirement of subparagraph (a) of this paragraph so as to permit a contracting party to levy an anti-dumping or countervailing duty on the importation of any product for the purpose of offsetting dumping or subsidization which causes or threatens material injury to an industry in the territory of another contracting party exporting the product concerned to the territory of the importing contracting party. The CONTRACTING PARTIES shall waive the requirements of sub-paragraph (a) of this paragraph, so as to permit the levying of a countervailing duty, in cases in which they find that a subsidy is causing or threatening material injury to an industry in the territory of another contracting party exporting the product concerned to the territory of the importing contracting party. c) In exceptional circumstances, however, where delay might cause damage which would be difficult to repair, a contracting party may levy a countervailing duty for the purpose referred to in sub-paragraph (b) of this paragraph without the prior approval of the CONTRACTING PARTIES; Provided that such action shall be reported immediately to the CONTRACTING PARTIES and that the countervailing duty shall be withdrawn promptly if the CONTRACTING PARTIES disapprove. 7. A system for the stabilization of the domestic price or of the return to domestic producers of a primary commodity, independently of the movements of export prices, which results at times in the sale of the commodity for export at a price lower than the comparable price charged for the like commodity to buyers in the domestic market, shall be presumed not to result in material injury within the meaning of paragraph 6 if it is determined by consultation among the contracting parties substantially interested in the commodity concerned that:

a.) the system has also resulted in the sale of the commodity for export at a price higher than the comparable price charged for the like commodity to buyers in the domestic market, and b.) the system is so operated, either because of the effective regulation of production, or otherwise, as not to stimulate exports unduly or otherwise seriously prejudice the interests of other contracting parties. Jadi di sini ditekankan harus ada kerugian (injury). Tanpa adanya kerugian secara material maka suatu Negara pengimpor tidak boleh melakukan tindakan antidumping dan kewajiban kompensasi. Negara yang dirugikan dapat mengenakan bea tambahan pada barang yang telah dikenakan dumping sebesar margin of dumping. Contoh margin dumping: misalnya suatu negara pengimpor mengenakan harga LTFV sebesar 100 dolar untuk tiap-tiap produk arloji, dan harga normal dalam persaingan pasar (in ordinary course of trade) dari barang arloji tersebut adalah 120 dolar per buah, maka margin of dumping-nya adalah sebesar 20 dolar. Dengan adanya kelebihan harga 20 dolar dari harga LTFV, maka negara yang dirugikan hanya diperkenankan untuk menggunakan anti dumping sebesar harga tersebut (20 dolar).

Analisis Berdasarkan Pasal VI GATT 1994, tindakan balasan berupa antidumping yang dilakukan oleh Argentina dengan menuduh Peru melakukan tindakan dumping belum tentu dianggap benar sebab untuk menentukan bahwa Negara pengekspor melakukan dumping atau tidak harus ditentukan menggunakan ketentuan yang ada dalam GATT 1994 Pasal VI. Pasal 1 dari Persetujuan Anti Dumping menyatakan bahwa "Sebuah ukuran pembuangan anti dumping harus diterapkan hanya dalam situasi yang diatur dalam Pasal VI GATT 1994 dan berdasarkan penyelidikan dimulai dan dilakukan sesuai dengan ketentuan Persetujuan ini [Anti Dumping]." Selain itu, Pasal 18,1 dari Perjanjian juga menyatakan bahwa "Tidak ada tindakan khusus terhadap dumping ekspor dari Anggota lain dapat diambil kecuali sesuai dengan ketentuan GATT 1994, sebagaimana ditafsirkan oleh Perjanjian ini. "Dalam terang

kewajiban ini dan lain-lain wajib bagi Argentina dalam Pasal VI GATT dan Perjanjian Anti Dumping, Peru sangat prihatin tentang aspek tertentu dari upaya yang dikenakan oleh Argentina dan penyelidikan yang mengarah pada aplikasi mereka, seperti metodologi, perhitungan, perbandingan, penentuan, prosedur atau praktik, yang dilakukan atau digunakan oleh Argentina selama penyelidikan dan untuk penerapan tindakan tersebut. 1. Klaim tentang inisiasi investigasi: permintaan untuk memulai penyelidikan tidak mengandung bukti yang cukup dari dumping, cedera atau hubungan kausal untuk membenarkan dimulainya penyelidikan. Meskipun demikian, Argentina memulai penyelidikan tanpa benar menentukan apakah permintaan itu berisi bukti yang cukup untuk membenarkan inisiasi nya, tanpa benar meneliti akurasi dan kecukupan bukti yang diberikan dalam permintaan, termasuk bukti pada penyesuaian yang relevan yang akan memungkinkan perbandingan yang adil harus dibuat antara nilai normal dengan harga ekspor. Kegagalan Argentina untuk melakukannya tampaknya

bertentangan dengan Pasal 5,2, 5,3 dan 5,8 dari Perjanjian Anti Dumping. 2. Klaim tentang keputusan awal dan penerapan sementara tugas pembuangan anti: Argentina itu sendiri didasarkan pada fakta-fakta yang dikenal untuk menentukan margin dumping satu eksportir Peru diselidiki tanpa memperhatikan informasi yang diberikan oleh eksportir diselidiki untuk tujuan ini dalam batas waktu yang diberikan oleh otoritas menyelidiki. Akibatnya, Argentina tidak benar sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Pasal 6,8, dan 6,13 dan Lampiran II dari Persetujuan Anti Dumping, dalam paragraf, khususnya 3 5, 6 dan 7 dari Lampiran, yang tampaknya bertentangan dengan ketentuan dari ketentuan tersebut, serta Pasal 2,1, 2,2 dan 2,4 dari Perjanjian Anti Dumping, terhadap kebutuhan untuk perbandingan yang adil antara harga ekspor dan nilai normal produk. Argentina menentukan ancaman kerugian bagi industri dalam negeri tanpa mempelajari semua faktor yang diperlukan oleh Pasal 3.4.

Dalam hal apapun, Argentina menentukan kerugian berdasarkan dugaan mengenai dugaan ancaman kecelakaan yang disebabkan oleh impor dari Peru. Penentuan ini tampaknya tidak konsisten dengan Pasal 3,1, 3,4 dan 3,7 dari Perjanjian Anti Dumping. Selain itu, Argentina tidak memeriksa atribusi non kecelakaan yang disebabkan oleh faktor-faktor lain yang dikenal dan bahkan mengakui bahwa mereka memiliki efek pada situasi industri dalam negeri. Kelalaian ini menjadi tidak konsisten dengan Pasal 3.1, 3.4 3.5 dan 3.7 dari Persetujuan Anti Dumping. 3. Klaim tentang penentuan definitif kerugian, ancaman kerugian dan hubungan sebab akibat: Argentina menentukan ancaman kerugian bagi industri dalam negeri tanpa mendasarkan diri pada bukti positif dan tanpa harus dilakukan evaluasi objektif dan tujuan dari semua dan setiap faktor kerugian yang tercantum dalam Pasal 3.4. Selain itu, dengan memperhatikan faktorfaktor tertentu diperhitungkan, Argentina tidak menentukan atau mengevaluasi terjadinya peristiwa jelas diramalkan dan akan terjadi di masa mendatang untuk memperkuat penentuan ancaman kerugian. Semua kelalaian tampaknya tidak konsisten dengan Pasal 3.1, 3.2 3.4 dan 3.7 dari Persetujuan Anti Dumping. Argentina menentukan ancaman kerugian bagi industri dalam negeri tanpa mendasarkan diri pada bukti positif dan tanpa harus dilakukan evaluasi objektif dan tujuan dari semua dan setiap ancaman faktor kerugian yang tercantum dalam Pasal 3,7 sehubungan dengan faktor-faktor yang tercantum dalam Pasal 3,4 dari Perjanjian Anti Dumping. Ini kelalaian tampaknya tidak konsisten dengan Pasal 3.1, 3.2, 3.4, 3,7 dan 3,8 dari Perjanjian Anti Dumping. Argentina ditentukan adanya hubungan sebab akibat antara dumping dan ancaman kerugian pada industri dalam negeri tanpa harus benar memeriksa faktor-faktor lain yang dikenal dari impor dibuang. Ini termasuk biaya meningkat, pengeluaran dan investasi di industri dalam negeri. Tidak menemukan baik bahwa kecelakaan yang disebabkan oleh faktor-faktor ini dikenal lainnya tidak pernah dikaitkan dengan impor

diselidiki. Ini kelalaian tampaknya tidak konsisten dengan Pasal 3.1, 3.2, 3.4, 3,5 dan 3,7 dari Perjanjian Anti Dumping. 4. Klaim tentang penerapan bea anti dumping: Meskipun ditetapkan bahwa margin dumping untuk produk diteliti adalah 21,48 persen, resolusi akhir yang dikenakan bea anti dumping yang definitif dalam jumlah yang lebih tinggi dari kata margin, pada tingkat ad valorem dari 23,61 persen pada impor dari semua non dipisahkan pengencang perunggu dari Peru dan 77,24 persen pada impor dari semua pengencang dipisahkan dan non dipisahkan dan rantai yang diproduksi oleh injeksi plastik. Penentuan tugas anti dumping yang demikian tampaknya tidak konsisten dengan Pasal 9.1,, 9.2 9.3 dan 3.8 dari Persetujuan Anti Dumping. Ia akan muncul bahwa Argentina menentukan dua tingkat bea anti dumping berdasarkan margin dumping yang terdiferensiasi untuk produk: (i) pengencang non dipisahkan perunggu dan (ii) pengencang dipisahkan dan non dipisahkan dan rantai diproduksi oleh injeksi plastik. Peru mencatat bahwa baik penentuan produk serupa, industri dalam negeri, ancaman kerugian dan hubungan kausal didasarkan pada produk diselidiki dan mirip tunggal tanpa membuat perbedaan antara kedua produk tersebut. Selain itu, Peru juga mencatat bahwa penentuan definitif dumping didasarkan pada dua produk yang tidak akan konsisten dengan penentuan ancaman kerugian dan hubungan sebab akibat berdasarkan pada satu produk saja. Peru karena itu menganggap bahwa penentuan produk serupa, industri dalam negeri, dumping, ancaman kerugian dan hubungan sebab akibat antara ancaman dugaan dumping dan cedera tidak konsisten dengan Pasal 2,1,, 2,6 4,1, 3,1, 3,2, 3,3, 3,4, 3,5, 3,7 dan 3,8 dari Perjanjian Anti Dumping. Selain itu, Argentina memutuskan untuk menegakkan keamanan pada tindakan sementara pembuangan anti dan memungut bea anti dumping retroaktif untuk periode selama mana tindakan sementara diterapkan meskipun fakta bahwa ia hanya membuat penentuan definitif ancaman kerugian sehubungan dengan impor dari Peru. Tindakan ini

tidak konsisten dengan Pasal 10.2 dan 10.4 dari Perjanjian Anti Dumping. 5. Klaim mengenai hal-hal prosedural: Meskipun periode untuk memberikan bukti menyimpulkan dan pihak yang berkepentingan telah diberitahu tentang fakta-fakta penting yang akan digunakan sebagai dasar untuk keputusan tentang apakah atau tidak untuk menerapkan langkah-langkah definitif, Argentina menerima informasi baru yang diberikan oleh Pemohon mengenai situasi eksportir diselidiki. Berdasarkan informasi ini, mengeluarkan laporan baru mengenai fakta-fakta penting yang menjadi dasar untuk penentuan definitif. Pihak berwenang tidak, bagaimanapun, memuaskan diri sendiri terhadap akurasi dari informasi ini. Akibatnya, menerima informasi yang disampaikan oleh Pemohon setelah deklarasi fakta-fakta penting dan pemanfaatannya, tanpa verifikasi yang tepat, tidak konsisten dengan Pasal 6,6, 6,7 dan 6,9 dari Perjanjian Anti Dumping. Dalam resolusi pada inisiasi, resolusinya awal dan akhir, Argentina tidak mengungkapkan secara cukup rinci temuan dan kesimpulan telah mencapai semua masalah fakta dan hukum dianggap penting oleh pemerintah Argentina termasuk, antara lain: alasan menerima bukti nilai normal di Peru disampaikan oleh Pemohon dan alasan mengapa diasumsikan adanya kerugian; alasan mengapa hal itu tidak memperhitungkan waktu-batas yang diberikan kepada eksportir diselidiki untuk mengirimkan informasi sebelum membuat penentuan awal , dan alasan mengapa itu menemukan bahwa ada ancaman kerugian tanpa diperiksa masing-masing dan setiap faktor cedera dan ancaman kerugian, sebagaimana diwajibkan oleh Pasal 3. Tindakan anti-dumping yang dilakukan Argentina dianggap tidak konsisten dengan Pasal 12.1 dan 12.2 dari Perjanjian Anti Dumping.

E.

Saran dan Kesimpulan Kesimpulan Tindakan Argentina dalam melakukan tindakan antidumping sebagai

balasan dari tuduhan atas Peru yang melakukan tindakan damping pada barang ekspornya yang berupa produk kancing dan rantai dianggap tidak sesuai dengan ketentuan Pasal VI GATT 1994 tentang antidumping, sebab Argentina tidak dapat membuktikan tindakan dumping yang dilakukan oleh Peru atas barang ekspornya. Investigasi anti-dumping juga harus dihentikan jika fakta dilapangan

membuktikan bahwa marjin dumping dianggap tidak signifikan (dibawah 2% dari harga ekspor). Dan jika volume impor dari suatu produk dumping sangat kecil volume impor kurang dari 3% dari jumlah ekspor negara tersebut ke negara pengimpor, tapi investigasi juga akan tetap berlaku jika produk dumping impor dari beberapa negara pengekspor secara bersamaan diperhitungkan berjumlah 7% atau lebih.

Saran a. Perlu dikeluarkan peraturan khusus tentang anti dumping dalam bentuk undang-undang tersendiri, karena keberadaan perangkat hukum nasional dalam mengantisipasi masalah dumping masih lemah, baik sebagai instrumen guna melindungi produk dalam negeri dari praktik dumping, maupun sebagai instrumen hukum guna mengahdapi tuduhan dumping di luar negeri. Kelemahan tersebut terutama terkait dengan pengertian harga normal. Salah satu unsur terjadinya praktik dumping apabila harga yang ditawarkan di pasar negara pengimpor lebih rendah jika dibandingkan dengan harga normal (norma value) di dalam negeri pengimpor. b. Dengan adanya globalisasi perdagangan pemerintah harus aktif dan selektif terhadap banjirnya produk-produk import yng diduga sebagai barang dumping atau barang mengandung subsidi karena produk import tersebut dapat merugikan dan mematikan produksi industri dalam negeri.

F.

Daftar Pustaka

TUGAS MATA KULIAH HOPI KELAS G


TUDUHAN PRAKTEK DUMPING YANG DILAKUKAN OLEH PERU
Pada Sengketa Produk Kancing Dan Rantai Dengan Argentina

Oleh: Ginanjar Askar Metta E0008157 Adhi Nugroho E0008267 Agus Kurniawan E0008273 Fauzan Ndaru Kuntoaji E0008341 Taufik Adhi Wicaksono E0008439 Dian Ayu Purborini E0009102

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Anda mungkin juga menyukai