Anda di halaman 1dari 12

PRESENTASI / LAPORAN KASUS I : CHF FC IV e.c HHD + TB Paru No. ID Peserta : Nama Peserta : dr.

Alfuu Nur Harahap No. ID Wahana : Nama Wahana : RSUD Malingping Topik : CHF FC IV e.c HHD + TB Paru dalam pengobatan Tanggal Kasus : 5 Mei 2011 Nama Pasien : Tn. M No. Rekam Medis : 03.72.81 Tanggal Presentasi : 20/5/2011 Nama Pendamping : dr. Ferry Tempat Presentasi : RSUD Malingping Obyektif Presentasi : Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Deskripsi : Tn. M, 60 thn, sesak napas sejak 4 jam SMRS, Riwayat hipertensi (+),TB Paru (+) dalam pengobatan Tujuan Bahan Bahasan Cara Membahas : meningkatkan fungsional dan kemandirian pasien, mengobati TB Paru. : Tinjauan Riset Kasus Audit : Pustaka Diskusi Presentasi dan E-mail Pos

Nama : Tn. M Nama Klinik : RSUD Malingping Data Utama Untuk Bahan Diskusi : 1. Diagnosis / gambaran klinis : CHF FC IV, TB Paru, keadaan pasien tampak sakit sedang, os merasa sesak napas sehingga hanya dapat berbaring di tempat tidur 2. Riwayat pengobatan : pengobatan TB bulan I 3. Riwayat kesehatan/penyakit : HT (+) tidak terkontrol, asma (-) 4. Riwayat keluarga : HT (+) pada ayah pasien, asma (-) 5. Riwayat pekerjaan : Buruh 6. Lain lain : Data Pustaka : 1. Buku ajar Kardiologi. Rilantono I.L,dkk.FKUI.Gaya Baru:Jakarta.2003. 2. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, jilid III edisi IV. 2006. Jakarta FKUI. 3. Hasil Pembelajaran : 1. Diagnosis CHF 2. Manajemen CHF 3. Edukasi mengenai hipertensi 4. Motivasi untuk kepatuhan berobat

Diskusi DATA PASIEN No RM : 03.72.81 Telp : Terdaftar Sejak :

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio : 1. Subyektif : Pasien laki-laki, 60 tahun, datang dengan keluhan sesak napas sejak 4 jam SMRS. Sesak napas dirasakan sebenarnya sudah 1 minggu yang lalu yang hilang timbul kurang lebih 15 menit ketika sedang bekerja berat dan berkurang dengan istirahat tetapi memberat sejak 4 jam SMRS. Sesak napas dirasakan pada saat berjalan atau beraktivitas. Saat merasa sesak pasien akan duduk atau tidur dengan menggunakan 34 bantal. Sesak yang dirasakan pasien tidak disertai bunyi ngik-ngik. Pada saat tidur berbaring os merasa sesak napas bertambah berat sehingga kadang terbangun di malam hari dan membutuhkan 3-4 bantal untuk tidur agar sesak berkurang. . Os memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol sejak lama (keluarga os tidak mengetahui beberapa tahun). Pasien saat ini dalam pengobatan TB paru bulan ke 2. Riwayat merokok (+) sejak usia muda, namun sudah berhenti sejak lama os tidak tahu sejak kapan. 2. Objektif : Berdasarkan pemeriksaan di UGD, didapatkan hasil berupa : KU : tampak sakit berat Kesadaran : CM Tanda Vital : TD = 90/60 palpasi mmHg Pemeriksaan generalis : Wajah : tampak sesak (+) Kepala : rambut berwarna hitam bercampur putih Mata : pupil bulat isokor, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebra -/Leher: JVP 5+2 THT : nafas cuping hidung (+), Thorak: A. Paru Pemeriksaan Inspeksi depan Inspeksi belakang Palpasi depan Palpasi belakang Perkusi depan Perkusi belakang Kanan Tidak terdapat kelainan Tidak terdapat kelainan Fokal fremitus teraba sama Fokal fremitus teraba sama Sonor Sonor Kiri Tidak terdapat kelainan Tidak terdapat kelainan Fokal fremitus teraba sama Fokal fremitus teraba sama Sonor Sonor ; P = 28x/mnt ; N = 80 x/mnt ; S= afebris

Suara napas vesikuler Auskultasi depan Rhoncii basah halus(+) Wheezing (-) Suara napas vesikuler Auskultasi belakang B.Jantung a. Inspeksi b. Palpasi c. Perkusi : Iktus kordis tidak terlihat Rhoncii basah halus(+) Wheezing (-)

Suara napas vesikuler Rhoncii basah halus(+) Wheezing (-) Suara napas vesikuler Rhoncii basah halus(+) Wheezing (-)

: Iktus kordis teraba di ICS V lateral linea midclavicula sinistra : Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dekstra, batas jantung kiri ICS V 2 jari lateral linea midclavicula sinistra, pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra

d.Auskultasi

: S I dan II regular, murmur (+), gallop (-)

Abdomen : supel,datar, Bu (+) N, NT (-) ulu hati, shifting dullnes (+) Ekstremitas : akral hangat (+), pucat (-), edema tungkai (+/+), CRT < 2 dtk. Pemeriksaan Penunjang: Lab 2 Mei 2011: HB: 14,3 (normal), Hematokrit: 43,3 (normal). Leukosit: 11,1 rb (sedikit meningkat), trombosit: 410 rb (normal) Foto toraks 6 Mei 2011:

a. CTR : 9+12 X 100 % = 75 % 28 b. Jantung : Kedua sinus dan diafragma baik

Mediastinum superior baik, tidak melebar Jantung membesar

c. Paru : Corakan bronkovaskular meningkat dan terdapat fibroinfiltrat di kedua lapang paru Tulang-tulang dan soft tissue baik Batwings appearance (+)

Kesan : Jantung kardiomegali/ Paru terdapat fibroinfiltrat dikedua lapang paru, edema paru (+) 3. Assessment : Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diagnosis pasien ini adalah CHF FC IV e.c HHD. Berdasarkan anamnesis pasien sesak napas sejak 4 jam SMRS. Sesak napas dirasakan sebenarnya sudah 1 minggu yang lalu yang hilang timbul tetapi memberat sejak 4 jam SMRS. Sesak napas dirasakan pada saat berjalan atau beraktivitas. Saat merasa sesak pasien akan duduk atau tidur dengan menggunakan 3-4 bantal. Sesak yang dirasakan pasien tidak disertai bunyi ngik-ngik. Pada saat tidur berbaring os merasa sesak napas bertambah berat sehingga kadang terbangun di malam hari dan membutuhkan 3-4 bantal untuk tidur agar sesak berkurang. Anamnesis diatas sesuai dengan beberapa kriteria Framingham, yaitu pada pasien ini terdapat: PND, ortopnea, dan dypnea deffort. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan: os tampak sesak dengan RR: 28x/m; JVP meningkat; pada pemeriksaan toraks: jantung membesar dan rhonki basah halus (+); abdomen: asites (+); edema kaki (+). Pada foto toraks didapatkan jantung membesar dan gambaran edema paru. Dari pemeriksan fisik dan penunjang sesuai dengan beberapa kriteria Framingham, yaitu: peningkatan JVP, ronki basah halus, dan gambaran edema paru. Berdasarkan kriteria Framingham pasien sudah memenuhi minimal 2 kriteria mayor atau 1 mayor + 2 minor sehingga dapat ditegakkan diagnosis CHF FC NYHA IV. Gambaran Klinis Sesak napas yang timbul pada pasien gagal jantung akibat penurunan kekuatan kontraksi ventrikel kiri sehingga terjadi peningkatan tekanan ventrikel kiri kemudian

atrium kiri. Peningkatan tekanan atrium kiri menyebabkan peningkatan tekanan vena pulmonalis sehingga terjadi kongesti di kapiler alveoli maupun bronkus. Kongesti di kapiler alveoli dan bronkus menyebabkan terjadinya edema interstitial. Edema intestitial ini menyebabkan compliance paru menurun sehingga pasien mengeluh sesak napas. Sesak napas memberat saat berbaring atau ortopnea timbul akibat peningkatan venous return. Sesak napas memberat saat tidur malam hari atau terkadang terbangun akibat sesak napas (Paroxysmal Nocturnal Dyspnea) timbul akibat peningkatan venous return saat berbaring, penurunan pengaruh adrenergik terhadap fungsi ventrikel selama tidur, dan depresi pusat pernapasan selama tidur. Peningkatan JVP terjadi akibat peningkatan tekanan pada atrium kanan akibat fungsi kontraksi jantung berkurang. Rhonki basah halus terjadi akibat edema interstisial. Asites dan edema kaki terjadi akibat overload cairan yang terjadi karena jantung kanan gagal memompa akibat penurunan fungsi kontraksi.. 4. Plan : Diagnosis = CHF FC IV ec HHD + TB Paru dalam pengobatan Pengobatan = Tujuan primer pengobatan adalah mencegah terjadinya gagal jantung dengan cara mengobati kondisi-kondisi yang menuju terjadinya gagal jantung, terutama hipertensi dan atau penyakit arteri koroner. pengobatan juga dapat ditujukan untuk mengurangi gejala-gejala gagal jantung sehingga memperbaiki kualitas hidup pasien. Pasien juga merupakan penderita TB Paru sehingga perlu dilakukan pengobatan terhadap TB paru hingga tuntas. Pendidikan = pasien dijelaskan mengenai penyakit dan resiko yang dapat terjadi dikemudian hari agar pasien lebih mengenal dan memahami penyakit yang dimilikinya,sehingga dapat patuh secara sendirinya terhadap pengobatan penyakitnya. Rujukan = pasien harus segera dirujuk ke spesialis jantung untuk mendapatkan penanganan dan peralatan medis yang lebih baik dan memadai.

BAB I PENDAHULUAN

Sampai dewasa ini gagal jantung kongestif (GJK) masih menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Menurut studi Framingham tahun 1980-an prevalensi GJK adalah 0,74% pada pria dan 0,77% pada wanita, sedangkan insidensinya 0,23% pada pria dan 0,14% pada wanita tiap tahun. Menurut European Society of Cardiology (1999) diperkirakan terdapat 10 juta pasien GJK dari 900 juta populasi di Eropa. Mortalitas pada GJK berat mencapai > 50% dalam setahun. Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang menjadi masalah serius di Amerika, American Heart Association (AHA) tahun 2004 melaporkan 5,2 juta penduduk amerika menderita gagal jantung, asuransi kesehatan Medicare USA paling banyak mengeluarkan biaya untuk diagnosis dan pengobatan gagal jantung.(ACC / AHA 2005) dan diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung setiap tahunnya di seluruh dunia. Faktanya saat ini 50% penderita gagal jantung akan meninggal dalam waktu 5 th, sejak diagnosanya ditegakkan. Begitu juga dengan risiko untuk menderita gagal jantung, 10% untuk kelompok di atas 70 tahun, dan 5% untuk kelompok usia 60-69 tahun serta 2% untuk kelompok usia 40-59 tahun.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Etiologi Gagal jantung merupakan komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme yang menyebabkan gagal jantung seperti faktor kontraktilitas miokard, denyut jantung, beban awal dan beban akhir jantung ( kontraksi otot jantung memompa darah dari ventrikel kiri ke aorta). Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel, sedangkan beban akhir meningkat pada keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. B. Manifestasi Klinis Akibat bendungan di berbagai organ dan low output, pada penderita gagal jantung kongestif hampir selalu ditemukan: Gejala paru berupa: dyspnea, orthopnea dan paroxsmal nocturnal dyspnea. Gejala sistemik: lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, asites, hepatomegali, dan edema perifer. Gejala SSP: insomnia, sakit kepala.

Orthopnea Penderita dengan ortopnea mengeluh sesak napas pada posisi tiduran dan berkurang pada posisi tegak. Menghilangnya/berkurangnya sesak napas pada posisi tegak akibat dari venous return yang menurun dan menurunnya tekanan hidrostatik pada bagian atas paru sehinggamenambah kapasitas vital paru. Orthopnea tidak saja hanya pada gagal jantung, tetapi juga pada penyakit paru kronik. Paroksismal Nocturnal Dispnea (PND) Penderita dengan PND mengeluh mendadak bangun tidurnya setelah beberapa jam tidur. Serangan PND biasanya terjadi pada malam hari. Bronc spasme akibat kongesti pada mukosa dan udema interstisial menekan bronkus, menambah kesukaran

ventilasi dan napas. Adanya wheezing maka hilang segera setelah duduk, PND memerlukan sekitar 30 menit sebelum sesak hilang. Episode PND biasanya sangat mengejutkan penderita sehingga takut untuk kembali meskipun keluhan hilang. Patogenesis PND 1. Pada posisi baring terjadi resorpsi cairan intertisial pada tempat bagian bawah tubuh (ekstremitas bawah). 2. Venous return meningkat pada LV failure, menyebabkan tekanan kapiler paru meningkat dan terjadi udema alveoli. 3. Menurunnya pengaruh adrenergic terhadap fungsi ventrikel selama tidur. 4. Depresi pusat napas selama tidur memegang peranan. Fatique & Weakness Keluhan ini tidak spesifik tetapi merupakan keluhan umum pada gagal jantung karena kekurangan perfusi pada otot skeletal. Kapasitas latihan menurun akibat jantung tidak mampu menaikkan CO sesuai kebutuhan sehingga otot skeletal kekurangan O2 . Penyebab lain kelelahan hipokaliemia akibat diuretika, intoksikasi digitalis atau gagal jantung menjadi progres. Mungkin terjadi hipotensi postural akibat dieresis yang terlalu banyak. Keluhan Gastrointestinal Penderita dengan gagal jantung mungkin mengeluh anoreksia, nausea, muntah, distensi abdomen, rasa penuh sesudah makan, sakit perut. Keluhan ini akibat melebarnya vena akibat kongesti pada mukosa gastro intestinal Keluhan Serebral Pada gagal jantung berat terutama pada usia lanjut yang biasa disertai arterio sklerosis serebral, terjadi penurunan perfusi serebral, hipoksemia, kemungkinan confusion, daya ingat berkurang, kurang konsentrasi, sakit kepala, insomnia, ansietas. Nocturia merupakan salah satu penyebab insomnia.

Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Berdasarkan keluhan terdapat klasifikasi fungsional dari New York Heart Association (NHYA) biasanya digunakan untuk hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik: Klasifikasi Fungsional NYHA (New York Heart Association) Berdasarkan Gejala Klinik NYHA Kelas I Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan atau angina. NYHA Kelas II Penderia dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan ringan aktivitas fisik. Merasa enak dengan istirahat. Aktivitas sehari-hari menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea atau angina. NYHA Kelas III Penderia dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan berat aktivitas fisik. Merasa enak dengan istirahat. Aktivitas yang kurang dari aktivitas sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnea atau angina. NYHA Kelas IV Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun. Keluhan timbul meskipun saat istrihat. aktivitas fisik.

Aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea

C. Penatalaksanaan Usaha pertama dalam penanggulangan gagal jantung kongestif ialah mengatasi sindrom gagal jantung. Kemudian mengobati faktor presipitasi seperti aritmia, anemia, tiroksikosis, stress, infeksi, infeksi, dan lain-lain, dan memperbaiki penyakit penyebab serta mencegah komplikasi seperti trombo-emboli. Pengobatan nonfarmakologik seperti : memperbaiki oksigenasi jaringan, membatasi kegiatan fisik sesuai beratnya keluhan, dan diet rendah garam, cukup kalori dan protein. Kesemuanya ini memegang peranan penting dalam penanggulangan gagal jantung kongestif.

Konsep terapi farmakologis saat ini ditujukan terutama pada : 1. Menurunkan afterload dengan ACE-inhibitor, atau antagonis kalsium. 2. Meningkatkan kontraktilitas jantung melalui pemberian digitalis atau ibopamin. 3. Menurunkan preload melalui pemberian nitrat atau diuretik. Diuretik juga dipakai sebagai obat untuk mengatasi retensi cairan badan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Buku ajar Kardiologi. Rilantono I.L,dkk.FKUI.Gaya Baru:Jakarta.2003 2. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, jilid III edisi IV. 2006. Jakarta FKUI.

Anda mungkin juga menyukai