Anda di halaman 1dari 3

Mati Terbunuh Karena Cinta

Senin, 13 April 2009 00:34

Killed by your love OR killing for your love..?


Terbunuh disebabkan cinta ATAU membunuh untuk cinta..?

Berapa banyak dari kita yang rela berkorban untuk memperjuangkan-meraih-


menjaga rasa cinta? Rela dan tanpa pamrih mengorbankan harta bahkan
menyerahkan kepemilikan terbesar dalam dirinya, nyawa, demi sebuah
cinta..?

Di waktu perang Uhud, Imam Bukhari meriwayatkan bahwa ketika orang-


orang meninggalkan Nabi SAW sewaktu keadaan mulai genting karena
pemanah di bukit tidak mau mengikuti perintah Rasulullah sehingga
menyebabkan musuh bisa menyerang lewat belakang, para sahabat-sahabat
menjadi perisai hidup bagi Rasulullah dari desakan panah-panah kaum
musyrikin, Abu Thalhah adalah seorang pemanah ulung dan selalu tepat
mengenai sasarannya. Setiap anak panah yang dilepaskan olehnya ke arah
kaum Musyrikin selalu diamati oleh Rasulullah saw, pada sasaran manakah
anak panah itu menancap. Kemudian Abu Thalhah berkata: “Demi ayah dan
ibuku, yang menjadi tebusanmu, tak usahlah anda mengamatiku nanti
terkena panahan musuh. Biarlah mengenai leherku asalkan lehermu
selamat.“

Abu Dujanah melindungi Nabi saw dengan dirinya, sementara panah-panah


musuh bertubi-tubi menghujam di punggungnya. Demikian pula Ziyad bin
Sakan. Ia memayungi Rasulullah saw dengan dirinya sampai gugur bersama
lima orang sahabatnya. Menurut riwayat Ibnu Hisyam orang yang terakhir
gugur melindungi Nabi saw hingga roboh karena luka yang mengenainya,
lalu Rasulullah saw berkata: “Dekatkanlah dia kepadaku.“ Kemudian
diletakkan kepalanya di atas kaki beliau dan akhirnya ia menghembuskan
nafasnya yang terakhir berbantalkan kaki Rasulullah SAW.

Cinta Allah dan Rasul-Nya

Sudah seberapa besarkah cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya, apakah kita
lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi apapun di dunia ini, termasuk
nyawa kita sendiri..?

Tidaklah cukup seseorang mendakwakan diri beriman kepada masalah-


masalah aqidah yang harus diimani, sebelum hatinya juga dipenuhi oleh
cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu Rasulullah SAW
bersabda:

“Tidaklah beriman seseorang di antara kamu, sehingga aku lebih dicintainya


daripada hartanya, anaknya, dan semua manusia.“ (HR Muttafa‘alaihi)
Akhir Zaman, Lemahnya Cinta kepada Allah dan Rasulullah

“Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian seperti


menyerbu makanan di atas piring. Berkata seseorang: Apakah karena
sedikitnya kami waktu itu? Beliau bersabda: Bahkan kalian pada waktu itu
banyak sekali, akan tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Alloh mencabut
rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam
hatimu penyakit wahn. Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah wahn
itu? Beliau bersabda: Mencintai dunia dan takut mati”. (HR Abu Dawud)

Perjuangkanlah rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, sampai maut


mencabut ruh, sampai kematian menghentikan langkah kaki, sampai desah
nafas dan denyut jantung berakhir di dalam perjalanan mencari keridhoan-
Nya.

Di bab Perang Uhud, buku Sirah Nabawiyah, Dr. Muhammad Sa'id Ramadhani
Al-Buthy menuliskan hal berikut ini,

[start kutipan]
Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda kepada para
sahabatnya:
“Siapa di antara kalian yang bersedia mencari berita untukku tentang
keadaan Sa‘ad bin Rabi? Masihkah ia hidup atau sudah matikah?”

Salah seorang Anshar menyatakan kesediaannya, kemudian pergi mencari


Sa‘ad bin Rabi. Akhirnya Sa‘ad ditemukan dalam keadaan luka parah, sedang
menanti datangnya ajal. Kepadanya orang Anshar itu memberitahu: “Aku
disuruh Rasulullah saw untuk mencari engkau, apakah engkau masih hidup
atau telah mati…“

Sa‘ad menjawab: “Beritahukan kepada beliau, bahwa aku sudah mati, dan
sampaikanlah salamku kepada beliau. Katakan kepada beliau, bahwa Sa‘ad
bin Rabi menyampaikan ucapan kepada anda (yakni Rasulullah SAW):
Semoga Allah SWT melimpahkan kebajikan sebesar-besarnya atas
kepemimpinan anda sebagai seorang Nabi yang telah diberikan kepada
ummatnya! Sampaikan juga salamku kepada pasukan Muslimin, dan
beritahukan bahwa Sa‘ad bin Rabi berkata kepada kalian:

“Allah tidak akan memaafkan kalian jika kalian meninggalkan Nabi SAW,
sedangkan masih ada orang-orang hidup di antara kalian.“

Orang Anshar itu melanjutkan ceritanya: “Belum sampai kutinggalkan, Sa‘ad


pun wafat. Aku lalu segera menghadap Nabi saw dan kusampaikan kepada
beliau pesan-pesannya.”
Jika cinta seperti ini telah menyelinap dan bertahta di dalam hati setiap diri
kaum Muslimin pada hari ini, sehingga menjauhkan mereka dari syahwat dan
egoisme mereka, dapatlah saya katakan: “Saat itulah kaum Muslimin akan
tampil sebagai generasi baru dan mampu merebut kemenangan merka dari
benteng-benteng kematian, serta mengalahkan musuh-musuh mereka
betapapun rintangan yang harus dihadapinya.”
[end kutipan]

Bukti Cinta yang Dituntut di Era Modernitas

Meskipun Rasulullah SAW tidak hidup bersama-sama kita, bukan berarti kita
bisa mengaku-ngaku saja cinta kepadanya. Perlu ada bukti dari setiap
ucapan, perlu ada wujud dari setiap perkataan.

Buktikan rasa cinta kita kepada Allah dan Rasulullah SAW dengan
mempelajari al-Quran dan sunnahnya, memahami kandungannya,
mentadaburi sejarahnya, dan mengamalankannya –sebisa kita- dalam
kehidupan sehari-hari.

Semoga di akhirat kelak, Allah SWT mengumpulkan kita dengan Rasulullah


SAW, orang yang kita harapkan balasan cintanya.

Hadits riwayat Anas bin Malik RA: Bahwa seorang Arab badui bertanya
kepada Rasulullah SAW: "Kapankah kiamat itu tiba?" Rasulullah SAW
bersabda: "Apa yang telah kamu persiapkan untuk menghadapinya?" Lelaki
itu menjawab: "Cinta Allah dan Rasul-Nya." Rasulullah SAW bersabda: "Kamu
akan bersama orang yang kamu cintai" (HR Muttafa‘alaihi)

---000---

Samarinda, 9 April 2009


Syamsul Arifin

Anda mungkin juga menyukai