Anda di halaman 1dari 51

PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas

dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002). Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale. PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

SKENARIO III BATUK DAN RASA SESAK NAFAS KAMBUHAN

Rumuni, perempuan, umur 58 tahun, daang ke puskesman dengan keluhan batuk kepada dokter ia menceritakan bahwa batuknya ini sudah sering datang berulang-ulang. Kadang-kadang sembuh dengan sendirinya, tapi yang paling sering, merasa sehat kalau sudah mendapat obat dari dokter. Penyakit ini sudah diderita sejak hamper 8 tahun yang lalu. Kadang-kadang batuk disertai perasaan kurang puas kalau bernafas dan kadang-kadang sampai merasa sesak. Kadang-kadang suhu tubuhnya meningkat, tapi kadang-kadang normal saja. Dokter melakukan pemeriksaan, dokter melihat wajah ibu Rumini bulat dan agak kebiru-biruan, dokter kemudian menanyakan pekerjaan ibu tersebut. Rumini mengatakan bahwapekerjaannya adalah sebagai juru masak disuatu rumah makan. Kira-kira apakah penyakit yang diderita ibu Rumini?

TAHAP I IDENTIFIKASI ISTILAH -

TAHAP II IDENTIFIKASI MASALAH Masalah inti PPOK

Masalah tambahan -

TAHAP III ANALISA MASALAH

DEFINISI PPOK adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara disaluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible.

GEJALANYA PPOK Batuk kronis yaitu batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang selama diberikan pengobatan. Berdahak kronis hanya berhdahak terus-menerus tanpa disertai batuk.

KLASIFIKASI Bronkitis Kronis Bronkitis kronis merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mukus yang berlebihan dalam brokus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam 1 tahun, setidaknya dalam 2 tahun berturut-turut.

Emfisema Merupakan suatu perubahan anatomis perikrim paru dan ditandai olehpembesaran alveolus dan ductus alveolaris yang tidak normal serta destruksi dinding alveolar.

TAHAP IV STRUKTURISASI RUMINI 58 TAHUN

KELUHAN

BATUK 8 TAHUN

SEMBUH MINUM OBAT

KAMBUH

SESAK NAFAS

SUHU NAIK

PEMERIKSAAN FISIK

MOONFACE

SIANOSIS

DD

PPOK

TUBERKULOSI S

BRONKITIS

EMFISEMA

DIAGNOSA KERJA

PPOK CLE PLE

MOON FACE & BLUE BLOTHER

PINK PUFFE & KURUS

PENATALAKSAN AAN MEDIKA MENTOSA


6

EDUKASI & STOP MEROKOK

TAHAP V LEARNING OBJECTIV PPOK Definisi Etiologi Gejala Klinis Pemeriksaan Penatalaksanaan Komplikasi

BRONKITIS KRONIS Definisi Etiologi Patofisiologi Gejala Klinis Penatalaksanaan Komplikasi

EMFISEMA Definisi Etiologi Patofisiologi Gejala Klinis Penatalaksanaan Komplikasi

TAHAP VI HASIL BELAJAR MANDIRI 1 PPOK

1.1 DEFINISI PPOK PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) merupakan masalah kesehatan dunia. Diperkirakan sekitar 600 jutapenduduk dunia menderita penyakit ini. PPOK merupakan penyebab kematian nomor 4, tetapi diperkirakan akan menjadi nomor 3 pada tahun 2020(1). Prevalensi PPOK lebih tinggi di Negara berkembang. Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD Chronic Obstructive Pulmonari Disease penyakit berkarakteristik pembatasan aliran udara ekspiras pada saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, progresif, dan berhubungan dengan inflamasi abnormal terhadap gas dan partikel berbahaya. Faktor risiko PPOK endogen dan eksogen. Faktor endogen adalah genetic (defisiensi 1 antitripsin) dan hiperaktivitas bronkhus. Faktor eksogen berupa merokok, polusi (debu, bahan kimia, infeksi), dan status ekonomi sosial.

1.2 ETIOLOGI PPOK Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya. Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya : 1. Asap rokok Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok.
8

Resiko untuk menderita COPD bergantung pada dosis merokoknya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejalagejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru terbakar. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paruparu dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut. 2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun) 3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya, sehngga menyebabkan polusi dalam ruangan. 4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan. 5. Infeksi saluran nafas berulang 6. Jenis kelamin Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria. 7. Status sosio ekonomi dan status nutrisi yang rendah 8. Asma 9. Usia (Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan)

1.3 GEJALA KLINIS PPOK Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan.
9

Batuk kronik Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan Berdahak kronik Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk Sesak nafas,terutama pada saat melakukan aktivitas Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas syang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.

Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak. Skala sesak dan keluhan sesak berkaitan dengan aktivitas : 1. 2. 3. 4. 5. skala 0 adalah tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat skala 1 adalah sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga satu tingkat skala 2 adalah berjalan lebih lambat karena merasa sesak skala 3 adalah sesak timbul bilaberjalan 100 m atau setelah beberapa menit skala 4 adalah sesak bila mandi atau berpakaian

Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) / Gold tahun 2005 sebagai berikut : 1. PPOK Ringan Gejala klinis: Dengan atau tanpa batuk Dengan atau tanpa produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1 Spirometri: VEP1 80% prediksi (normal spirometri) atau VEP1 / KVP < 70%

2. PPOK Sedang Gejala klinis: Dengan atau tanpa batuk


10

Dengan atau tanpa produksi sputum. Sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas). Spirometri: VEP1 / KVP < 70% atau 50% < VEP1 < 80% prediksi.

3. PPOK Berat Gejala klinis: Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik. Eksaserbasi lebih sering terjadi Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri: VEP1 / KVP < 70%, VEP1 < 30% prediksi atau VEP1 > 30% dengan gagal napas kronik

Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisagas darah, dengan kriteria: Hipoksemia dengan normokapnia Hipoksemia dengan hiperkapnia

1.4 PEMERIKSAAN PPOK Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks.

11

Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: Inspeksi : - Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong) - Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup) - Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas - Pelebaran sela iga Perkusi : - Hipersonor Auskultasi : - Fremitus melemah, - Suara nafas vesikuler melemah atau normal - Ekspirasi memanjang - Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi) - Ronki Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain : - Radiologi (foto toraks) - Spirometri - Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik) Analisa gas darah

- Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi) Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien. Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupa kelainan : - Paru hiperinflasi atau hiperlusen - Diafragma mendatar
12

- Corakan bronkovaskuler meningkat - Bulla - Jantung pendulum Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan radiologis Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan : a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal. b. Corak paru yang bertambah.

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu: a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer. b. Corakan paru yang bertambah.

2. Pemeriksaan faal paru Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
13

3. Analisis gas darah Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin. Sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

4. Pemeriksaan EKG Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S.

5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

6. Laboratorium darah lengkap

1.5 PENATALAKSANAAN PPOK A. Penatalaksanaan umum PPOK Tujuan penatalaksanaan : - Mengurangi gejala - Mencegah eksaserbasi berulang - Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru - Meningkatkan kualiti hidup penderita Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : 1. Edukasi 2. Obat - obatan 3. Terapi oksigen 4. Ventilasi mekanik 5. Nutrisi 6. Rehabilitasi

14

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas: (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

1. Edukasi Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Tujuan edukasi pada pasien PPOK : 1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan 2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal 3. Mencapai aktiviti optimal 4. Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah: 1. Pengetahuan dasar tentang PPOK 2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya 3. Cara pencegahan perburukan penyakit
15

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok) 5. Penyesuaian aktivitas Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut : 1. Berhenti merokok Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan 2. Pengunaan obat - obatan - Macam obat dan jenisnya - Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser ) - Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu saja) - Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya 3. Penggunaan oksigen - Kapan oksigen harus digunakan - Berapa dosisnya - Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen 4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen 5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya Tanda eksaserbasi : - Batuk atau sesak bertambah - Sputum bertambah - Sputum berubah warna 6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi 7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel.

16

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit : Ringan - Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel - Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok - Segera berobat bila timbul gejala Sedang - Menggunakan obat dengan tepat - Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini - Program latihan fisik dan pernapasan Berat - Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi - Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan - Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat - obatan a. Bronkodilator Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting) Macam - macam bronkodilator : - Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ). - Golongan agonis beta - 2 Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
17

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2 Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. - Golongan xantin Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Antiinflamasi Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

c. Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan : - Lini I : amoksisilin makrolid - Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat sefalosporin kuinolon makrolid baru Perawatan di Rumah Sakit : dapat dipilih - Amoksilin dan klavulanat - Sefalosporin generasi II & III injeksi - Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas - Aminoglikose per injeksi
18

- Kuinolon per injeksi - Sefalosporin generasi IV per injeksi

d. Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

e. Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

f. Antitusif Diberikan dengan hati hati Gejala Tanpa gejala Gejala intermiten ( pada waktu aktiviti ) Gejala terus menerus Antikolinergik Ipratropium bromida 20 gr Inhalasi Agonis 2 kerja cepat Fenoterol 100gr/semprot salbutamol 100gr/semprot Terbutalin 0,5gr/semprot Prokaterol 10gr/semprot Kombinasi terapi Ipratropium bromid 20gr+salbutamol
19

Golongan Obat

Obat & Kemasan Tanpa obat

Dosis

Agonis 2

Inhalasi kerja cepat

Bila perlu 2 - 4 semprot 3 - 4 x/hari 2 - 4 semprot 3 - 4 x/hari 2 - 4 semprot 3 - 4 x/hari 2 - 4 semprot 3 - 4 x/hari 2 - 4 semprot 3 x/hari 2 - 4 semprot 3 - 4 x/hari

100gr persemprot Pasien memakai Inhalasi agonis 2 kerja Inhalasi Agonis 2 kerja lambat (tidak dipakai untuk eksaserbasi ) Atau timbul gejala pada waktu malam atau pagi hari Teofilin Teofilin lepas lambat Teofilin/ aminofilin 150 mg x 3 - 4x/hari Anti oksidan Pasien tetap mempunyai gejala dan atau terbatas dalam aktiviti harian meskipun mendapat pengobatan bronkodilator Maksimal Uji kortikosteroid memberikan respons positif Budesonid 100gr, 250gr, 400gr/semprot 200 - 400gr 2x/hari maks 2400gr/hari Inhalasi Kortikosteroid Beklometason 50gr, 250gr/semprot 1 - 2 semprot 2 - 4 x/hari Kortikosteroid oral (uji kortikosteroid ) N asetil sistein Prednison Metil prednisolon 600mg/hr 30 - 40mg/hr selama 2mg salmeterol 25gr/semprot 1 - 2 semprot 2 x/hari tidak melebihi 2 x/hari 400 - 800mg/hari 3 - 4 x/hari Formoterol 6gr, 12gr/semprot 1 - 2 semprot 2 x/hari tidak melebihi 2 x/hari

20

Sebaiknya pemberian kortikosteroid inhalasi dicoba bila mungkin untuk memperkecil efek samping

Flutikason 125gr/semprot

125 - 250gr 2x/hari maks 1000gr/hari

3. Terapi Oksigen Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organorgan lainnya. Manfaat oksigen - Mengurangi sesak - Memperbaiki aktiviti - Mengurangi hipertensi pulmonal - Mengurangi vasokonstriksi - Mengurangi hematokrit - Memperbaiki fungsi neuropsikiatri - Meningkatkan kualiti hidup Indikasi - Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90% - Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain. Macam terapi oksigen : - Pemberian oksigen jangka panjang - Pemberian oksigen pada waktu aktiviti - Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak - Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
21

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan : - Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT ) - Pemberian oksigen pada waktu aktiviti - Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%. Alat bantu pemberian oksigen - Nasal kanul - Sungkup venturi - Sungkup rebreathing - Sungkup nonrebreathing Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.

4. Ventilasi Mekanik Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara : - Ventilasi mekanik dengan intubasi - Ventilasi mekanik tanpa intubasi - Ventilasi mekanik tanpa intubasi

22

Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure (NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV). NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi : - Volume control - Pressure control - Bilevel positive airway pressure (BiPAP) - Continous positive airway pressure (CPAP) NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT / Long Tern Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada : - Analisis gas darah - Kualiti dan kuantiti tidur - Kualiti hidup - Analisis gas darah Indikasi penggunaan NIPPV - Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan abdominal paradoksal - Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35 - Frekuensi napas > 25 kali per menit NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana. Ventilasi mekanik dengan intubasi Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut : - Gagal napas yang pertama kali - Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki, misalnya pneumonia - Aktiviti sebelumnya tidak terbatas Indikasi penggunaan ventilasi mekanik invasif : - Sesak napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan dan pergerakan abdominal paradoksal - Frekuensi napas > 35 permenit
23

- Hipoksemia yang mengancam jiwa (Pao2 < 40 mmHg) - Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapni (Pao2 < 60 mmHg) - Henti napas - Samnolen, gangguan kesadaran - Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung) - Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia, emboli paru, barotrauma, efusi pleura masif) - Telah gagal dalam penggunaan NIPPV Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai berikut : - PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya - Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan - Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik - VAP (ventilator acquired pneumonia) - Barotrauma - Kesukaran weaning Kesukaran dalam proses weaning dapat diatasi dengan - Keseimbangan antara kebutuhan respirasi dan kapasiti muskulus respirasi - Bronkodilator dan obat-obatan lain adekuat - Nutrisi seimbang - Dibantu dengan NIPPV

5. Nutrisi Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah Malnutrisi dapat dievaluasi dengan : - Penurunan berat badan - Kadar albumin darah - Antropometri
24

- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi) - Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia) Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxygen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah : - Hipofosfatemi - Hiperkalemi - Hipokalsemi - Hipomagnesemi Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.

6. Rehabilitasi PPOK Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai : - Simptom pernapasan berat - Beberapa kali masuk ruang gawat darurat - Kualiti hidup yang menurun Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.
25

1. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan : - Peningkatan VO2 max - Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik - Peningkatan cardiac output dan stroke volume - Peningkatan efisiensi distribusi darah - Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan a. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan b . Endurance exercise Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasam akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum, memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi sesak napas. Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan. c. Endurance exercise Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK. Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat. Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat. Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan penderita PPOMJ menghenikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan untuk menghentikan latihannya. Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan
26

menyebabkan penurunan fungsi otot skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter serat otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik. Berbaring ditempat tidur dalam jangka waktu yang lama menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan control kardiovaskuler. Latihan fisis bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat : Di rumah - Latihan dinamik - Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, joging, sepeda Rumah sakit - Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting daripada hasil pemeriksaan subyektif atau obyektif. Pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu di laboratorium dapat memberikan informasi yang obyektif tentang beban latihan yang sudah dilaksanakan. - Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk penderita di rumah adalah ergometri dan walking-jogging. Ergometri lebih baik daripada walkingjogging. Begitu jenis latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3 menit, yang cukup untuk menaikkan denyut nadi sebesar 40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai denyut jantung 60%-70% maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti dengan 2-4 menit istirahat. Setelah beberapa minggu latihan ditambah sampai 2030 menit/hari selama 5 hari perminggu. Denyut nadi maksimal adalah 220 - umur dalam tahun. - Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk penderita dapat diperkecil. walaupun demikan latihan jasmani secara potensial akan dapat berakibat kelainan fatal, dalam bentuk aritmia atau iskemi jantung.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan : - Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan - Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan - Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan
27

- Pakaian longgar dan ringan 2. Psikososial Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat diberikan obat 3. Latihan Pernapasan Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti.

B. Penatalaksanaan PPOK stabil Kriteria PPOK stabil adalah : - Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik - Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg - Dahak jernih tidak berwarna - Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri) - Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan - Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil : - Mempertahankan fungsi paru - Meningkatkan kualiti hidup - Mencegah eksaserbasi Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi Penatalaksanaan di rumah Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun oleh keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi penderita PPOK berat yang harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanik. Tujuan penatalaksanaan di rumah : a. Menjaga PPOK tetap stabil
28

b. Melaksanakan pengobatan pemeliharaan c. Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia d. Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan e. Menjaga penggunaan ventilasi mekanik f . Meningkatkan kualiti hidup Penatalaksanaan di rumah meliputi : 1. Penggunakan obat-obatan dengan tepat. Obat-obatan sesuai klasifikasi. Pemilihan obat dalam bentuk dishaler, nebuhaler atau tubuhaler karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis dan kekuatan otot sudah berkurang. Penggunaan bentuk MDI menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus. Penggunaan nebuliser di rumah sebaiknya bila timbul eksaserbasi, penggunaan terus menerus, hanya jika timbul eksaserbasi.

2. Terapi oksigen Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter

3. Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya. Beberapa penderita PPOK dapat menggunakan mesin bantu napas di rumah

4. Rehabilitasi - Penyesuaian aktiviti - Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough) - "Pursed-lips breathing" - Latihan ekstremiti atas dan otot bantu napas

29

5. Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada : - Tanda eksaserbasi - Efek samping obat - Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen C. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala eksaserbasi : - Sesak bertambah - Produksi sputum meningkat - Perubahan warna sputum Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga : a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline Penyebab eksaserbasi akut Primer : - Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus) Sekunder : - Pnemonia - Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia - Emboli paru - Pneumotoraks spontan - Penggunaan oksigen yang tidak tepat - Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat - Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit) - Nutrisi buruk
30

- Lingkunagn memburuk/polusi udara - Aspirasi berulang - Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi) Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat) Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara : - Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser - Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur - Menambahkan mukolitik - Menambahkan ekspektoran Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter. Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di : 1. Poliklinik rawat jalan 2. Unit gawat darurat 3. Ruang rawat 4. Ruang ICU Penatalaksanaan di poliklinik rawat jalan Indikasi : - Eksaserbasi ringan sampai sedang - Gagal napas kronik - Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik - Sebagai evaluasi rutin meliputi : a. Pemberian obat-obatan yang optimal b. Evaluasi progresifiti penyakit c. Edukasi Penatalaksanaan rawat inap Indikasi rawat : - Esaserbasi sedang dan berat
31

- Terdapat komplikasi - infeksi saluran napas berat - gagal napas akut pada gagal napas kronik - gagal jantung kanan Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan : 1. Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan cara evaluasi klinis yang tepat dan terapi adekuat 2. Terapi oksigen dengan cara yang tepat 3. Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dan nebuliser 4. Perhatikan keseimbangan asam basa 5. Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang 6. Rehabilitasi awal 7 . Edukasi untuk pasca rawat

Penanganan di gawat darurat 1. Tentukan masalah yang menonjol, misalnya - Infeksi saluran napas - Gangguan keseimbangan asam basa - Gawat napas 2 . Triase untuk ke ruang rawat atau ICU Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi mekanik) 1. Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser 2. Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask 3. Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas 4. Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik Indikasi perawatan ICU 1. Sesak berat setelah penangan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat 2. Kesadaran menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot respirsi 3. Setelah pemberian osigen tetap terjadi hipoksemia atau perburukan 4. Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
32

Tujuan perawatan ICU 1. Pengawasan dan terapi intemsif 2. Hindari inturbasi, bila diperlukan intubasi gunakan pola ventilasi mekanik yang tepat 3. Mencegah kematian Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi : 1. Diagnosis beratnya eksaerbasi - Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal - Kesadaran - Tanda vital - Analisis gas darah - Pneomonia 2. Terapi oksigen adekuat Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.

3. Pemberian obat-obatan yang maksimal Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut a. Antibiotik - Peningkatan jumlah sputum - Sputum berubah menjadi purulen
33

- Peningkatan sesak Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal. b. Bronkodilator Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 810 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersamasama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator. c. Kortikosteroid Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping. 4. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia

berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas 5. Ventilasi mekanik Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi 6. Kondisi lain yang berkiatan - Monitor balans cairan elektrolit - Pengeluaran sputum - Gagal jantung atau aritmia 7. Evaluasi ketat progesiviti penyakit
34

Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik. Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi : - Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit - Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal - Kesadaran menurun - Hipoksemia berat Pao2 < 50 mmHg - Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg - Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi - Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi pleura dan emboli masif - Penggunaan NIPPV yang gagal D. Terapi Pembedahan Bertujuan untuk : - Memperbaiki fungsi paru - Memperbaiki mekanik paru - Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi - Memperbaiki kualiti hidup Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu : 1. Bulektomi 2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS) 3 . Transplantasi paru

1.6 KOMPLIKASI PPOK Komplikasi PPOK Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah : 1. Gagal napas Gagal napas kronik

35

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

2. Infeksi berulang 3. Kor pulmonal Gagal napas kronik : Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan : Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2 Bronkodilator adekuat Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur Antioksidan Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh : Sesak napas dengan atau tanpa sianosis Sputum bertambah dan purulen Demam Kesadaran menurun Infeksi berulang Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah. Kor pulmonal : Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan

2. BRONKITIS KRONIS

2.1 DEFINISI BRONKITIS KRONIS Bronkhitis Kronik adalah penyakit yang ditandai dengan adanya batuk produktif yang persisten sedikitnya tiga bulan berturut-turut selama minimal dua tahun. Kedaan klinis yang jelas dari penyakit ini adalah hipersekresi dari mukus. Faktor penyebab tunggal yang paling penting adalah perokok, walaupun polusi udara, berbagai penyakit akibat kerja, usia tua dapat menyertainya.
36

Berdasarkan ada tidaknya penyempitan bronkus maka penyakit ini dapat dibagi menjadi yang tidak disertai dengan penyempitan bronkus dimana dasar penyakitnya semata-semata oleh karena hipersekresi dari kelenjar mukus bronkus tanpa atau dengan adanya infeksi bronkus dan yang disertai penyempitan bronkus, batuk, produksi sputum, disertai dengan dyspnoe dan wheezing (mengi). Pada yang kedua ini prognosisnya lebih buruk dari yang pertama.

2.2 ETIOLOGI BRONKITIS KRONIK Bronkitis kronik merupakan salah satu Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Komar, 1995). Bronkitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan yang berkaitan dengan Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronkiolus yang kecil sedemikian rupa sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar (Price, 1992). Menurut Barry S. Levy dalam bukunya Preventing Occupational Disease and Injury tahun 2005, bronkitis kronik merupakan penyakit yang diakibatkan oleh multifaktor. Penyebab lingkungan merupakan penyebab yang mencolok dengan kehadiran semua faktor-faktor lingkungan yang berbahaya. Tak hanya itu, penelitian membuktikan genetik juga mempengaruhi munculnya penyakit ini dengan interaksigen e -en vi r on men t. Infeksi viral yang akut dan kronik pada saluran pernapasan juka memegang peran penting dalam asal- usul dan persistensi bronkitis kronik.

37

haemophilus influenzae. Agen non-infeksi yaitu merokok, polusi udara, dan pajanan iritan yang biasanya terdapat pada daerah industri. Pajanan iritan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu bahan kimia yang spesifik seperti sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfida (H2S), bromin (Br), amonia (NH3), asam kuat, beberapa organic solvent, dan klorin (Cl); debu dan aerosol yang ditemukan di pembangunan rumah atau gedung, pabrik semen, penambangan batubara dan penambangan lainnya, pengecoran logam, pabrik karet, pengelasan, dan tempat penghacuran batu, ; dan debu-debu pertanian seperti debu kapas, rami, potasium, dan fosfat (Levy, 2005). Polusi udara yang terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah (Saffira, 2009). a. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi. b. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus. c. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus

2.3 PATOFISIOLOGI BRONKITIS KRONIK

38

Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus, seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut. Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme. Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami : 1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan meningkatkan produksi mukus. 2. 3. Mukus lebih kental Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena itu, mucocilliary defence dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paruparu. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah
39

sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF

2.4 GEJALA KLINIS BRONKITIS KRONIK Batuk terus-menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak , dan batuk terbanyak terjadi pada malam hari. Sebagian besar penderita bronkitis kronis tidak mengalami obstruksi saluran pernapasan,namun 10-15% perokok merupakan golongan yang mengalami penurunan aliran nafas. Penderita batuk produktif kronik yang mempuyai aliran nafas normal disebut penderita bronkitis kronik simpleks (simplex chronic bronchitis), sedangkan yang disertai dengan penurunan aliran nafas yang progresif disebut penderita bronchitis kronik obstruksi. Pemeriksaan fisik tidak sensitive untuk bronchitis kronjk yang ringan sampai sedang, tetapi pada penderita yang mengalami obstruksi nafas, ejalanya telah tampak pada saat inspeksi, yaitu igunakannya otot pernafasan tambahan (accessory respiratory muscle). Keluhan dan gejala-gejala klinis Bronkitis kronis adalah sebagai berikut: Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk darah. Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas. Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik). pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran napas. Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni: a. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan. b. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).

40

c. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi Untuk membedakan ketiganya didasarkan pada riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis oleh dokter disertai pemeriksaan penunjang (jika diperlukan), yakni radiologi (rontgen), faal paru, EKG, analisa gas darah. Menurut Corwin. 2000, tanda dan gejala bronkhitis kronis antara lain adalah sebagai berikut : a. Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk oleh iritan- iritan inhlan, udara dingin atau infeksi. b. Dyspnea

2.5 PENATALAKSANAAN BRONKITIS KRONIK a. Pengobatan bronkhitis kronik menurut ( Brunner ) adalah sebagai berikut: 1) Bronkodilator untuk menghilangkan bronkopasme dan mengurangi obstruksi jalan napas, sehingga lebih banyak oksigen di distribusikan ke seluruh bagian paru, dan ventilasi alveolar diperbaiki. 2) Terapi kortikosteroid mungkin digunakan ketika pasien tidak menunjukkan keberhasilan terhadap pengukuran yang lebih konservatif. Pasien harus

menghentikan rokok karena menyebabkan bronkokonstriksi, melumpuhkan silia, menginaktivasi surfaktan, yang memainkan peran penting dalam memudahkan pengembangan paru. b. Cairan Cairan diberikan peroral / parenteral jika bronkopasme berat ) adalah bagian penting dari terapi, karena hidrasi yang baik membantu untuk mengencerkan sekresi sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan dengan membatukkannya

41

2.6 KOMPIKASI BRONKITIS KRONIK komplikasi bronkitis kronis Menurut Bruner komplikasi bronkhitis kronis adalah sebagai berikut : a. Emfisema b. Bronkiektasis c. Penyakit jantung menahun d. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut

3. EMFISEMA 3.1 DEFINISI EMFISEMA Emfisema adalah penyakit yang ditandai dengan adanya pelebaran abnormal dari ruangruang udara paru disertai dengan destruksi ataupun tidak disertai destruksi dari dindingnya. Pelebaran ruang-ruang udara yang tidak disertai dengan destruksi biasanya disebut overinflasi atau hiperinflasi. Biasanya terdapat bersamaan dengan bronkhitis kronis, akan tetapi dapat pula berdiri sendiri. Pada bronkhitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronchitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi oleh metaplasia sel goblet, saluran nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. Emfisema paru dapat pula terjadi setelah atelektasi atau setelah lobektomi, yang disebut dengan emfisema kompensasi, dimana tanpa didahului dengan bronkhitis kronis terlebih dahulu. Penyempitan bronkus kadangkala menimbulkan perangkap udara (air tappering), dimana udara

42

dapat masuk tetapi tidak dapat keluar, sehingga menimbulkan emfisema yang akut. Frekuensi emfisema lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Pokok utama pada emfisema adalah adanya hiperinflasi dari paru yang bersifat ireversibel dengan konsekuensi rongga thoraks berubah menjadi gembung atau barrel chest. Gabungan dari alveoli yang pecah dapat menimbulkan bula yang besar yang kadang-kadang memberikan gambaran seperti pneumotoraks.

Gambar 1. Gambaran perbandingan paru normal dan emfisema

Terdapat tiga tipe dari emfisema: 1. Emfisema sentriolobular Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan bronkhiolus, biasanya pada daerah paru-paru atas. Inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetapi biasanya kantung alveolus tetap bersisa. 2. Emfisema panlobular (panacinar) Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak paru-paru bagian bawah. Tipe ini sering disebut centriacinar emfisema, sering kali timbul pada perokok. Panacinar timbul pada orang tua dan pasien dengan defisiensi enzim alpha-antitripsin. 3. Emfisema paraseptal Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan.
43

3.2 ETIOLOGI EMFISEMA Rokok Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitits kronik dan emfisema paru. Secara patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.

44

Faktor Genetik Faktor genetic mempunyai peran pada penyakit emfisema. Factor genetic diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa 1 anti tripsin. Hipotesis Elastase-Anti Elastase Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Infeksi Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronchitis kronik selalu menyebabkan infeksiparu bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae. Polusi Sebagai factor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.

3.3 PATOFISIOLOGI EMFISEMA Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit,
45

eliminasi

karbondioksida

mengalami

kerusakan,

mengakibatkan

peningkatan

tekanan

karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius. Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk

mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung. Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk

membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah. Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan igaiga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

3.4 GEJALA KLINIS EMFISEMA Gejala yang spesifik adalah sesak napas saat melakukan kegiatan (exertional breathlessness) yang disertai batuk kering dan mengi. Penderita menunjukkan hyperinflated lung dengan berkurangnya ekspansi dada saat inspirasi, perkusi hipersonor dan napas pendek. Gejala Emfisema ringan semakin bertambah buruk selama penyakit terus berlangsung. Gejala-gejala emfisema antara lain:
46

Sesak napas Mengi Nyeri dada Mengurangi kapasitas untuk kegiatan fisik Batuk kronis Kehilangan nafsu makan dan berat Kelelahan Sesak napas dalam waktu lama dan tidak dapat disembuhkan dengan obat pelega yang biasa digunakan penderita sesak napas. Nafsu makan yang menurun dan berat badan yang menurun juga biasa dialami penderita emfisema. Tanda-tanda lain dan gejala emfisema meliputi: batuk ringan atau batuk kronis mungkin menghasilkan lendir atau dahak ketika batuk keras. Kehilangan nafsu makan dan berat badan, ini adalah lingkaran setan. Emfisema dapat membuat makan lebih sulit. Kelelahan karena lebih sulit untuk bernafas dan karena tubuh mendapatkan oksigen kurang dari yang dibutuhkan.

2.4 PENATALAKSANAAN EMFISEMA Penatalaksanaan medis menurut Sylvia dan Brunner dan Suddarth adalah sebagai berikut : a. Pengobatan 1). Obat bila timbul gejala dypsnea dan bila jumlah sputum bertambah adalah Tetrasiklin, Amphisilin dan Penisilin. b. Bronkodilator

1.Derivat Xantin Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru. Obat ini

47

menghambat enzim fosfodiesterase sehingga AMP yang bekerja sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex : teofilin, aminofilin

2. Beta-2 agonis Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenil siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi. Pemberian dalam bentuk aerosol lebih efektif. Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah : terbutalin, metaproterenol dan albuterol.

3.Antikolinergik Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan AMP sehingga bronkospasme menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan dalam bentuk inhalasi.

4.Kortikosteroid Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada emfisema masih diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin memberi perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak ada respon. Obat yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan prednisolon. c. Ekspectoran dan Mucolitik Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yang utama dan penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik yang biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi. Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari kerusakan yang disebabkan oleh oksidans d. Antibiotik Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan semakin memburuk. Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotik dapat mengurangi lama dan beratnya
48

eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme

2). Cara untuk mengurangi obstruksi saluran nafas adalah a) Dengan memberikan hidrasi yang cukup untuk mengencerkan spasme sekret bronkus, b) Ekspektoran dan bronkodilator untuk meredakan spasme otot polos dan untuk mendilatasi jalan napas. Contoh obatnya adalah albuterol, terbutalin, dan xantin.

3). Terapi aerosol. Terapi aerosolisasi ( proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat halus ) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Aerosol yang dinebulizer menghilangkan bronkospasme, menurunkan edema mukosa dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini memudahkan pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.

4). Terapi oksigen Hypoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah PaO2 hingga antara 65 880 mmHg. Pada emfisema berat oksigen diberikan sedikitnya 16 jam/hari, dengan 24 jam lebih baik. Pemberian oksigen konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot, toleransi beban kerja

3.6 KOMPLIKASI EMFISEMA


Komplikasi emfisema

Menurut Brunner komplikasi emfisema adalah sebagai berikut : a Hipertensi pulmonal b Gangguan Respirasi total c. Gagal jantung kanan d. Pneumotoraks

49

KESIMPULAN Untuk penatalaksanaan penderita PPOK perlu dilakukan penilaian awal yang teliti mengenai tingkat perjalanan penyakit, lamanya gejala, adanya gangguan faal obstruksi jalan nafas dan derajat obstruksi. Penatalaksanaan selalu mencakup suatu pengobatan yang terarah dan rasional, bukan semata-mata pengobatan medika mentosa. Mengusahakan penghentian merokok harus diusahakan semaksimal mungkin dan secara terus-menerus. Prinsip pengobatan terdiri dari usaha pencegahan, mobilisasi dahak yang lancar, memberantas infeksi yang ada, mengatasi obstruksi jalan nafas, mengatasi hipoksemia pada keadaan dengan gangguan faal yang berat, fisioterapi dan rehabilitasi dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang lama hidup.

50

DAFTAR PUSTAKA

1. Sylvia A. Price dkk. 2006. Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 2. Aru W. Sudoyo, dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam 3. Grainger, Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo American Textbook of Imaging, second edition, Churchil Livingstone, page :122. 4. Horrison : Principle of Internal Medicine, 15th edition, McGraw-Hill, page : 1491-1493. 5. G.Simon : Diagnostik Rontgen, cetakan ke-2, Erlangga, 1981, hal :310-312. 6. Meschan : Analysis of Rontgen Signs in General Radiology, Volume II, page : 954,990993. 7. Danu Santoso Halim,Dr.SpP : Ilmu Penyakit Paru, Jakarta 1998, hal :169-192. 8. Gofton, Douglas : Respiratory Disease, 3rd edition, PG Publishing Pte Ltd, 1984, page : 346-379. 9. Harrison : Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume ketiga, Jakarta 10. Lothar, Wicke, Atlas Radiologi, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran 1985, page: 157. 11. http://cakmoki86.wordpress.com/2010/04/22/bronkitis-kronis/ 12. http://kesehatanstikes27.wordpress.com/2011/01/13/emfisema/ 13. http://www.scribd.com/doc/35099527/LAPORAN-PENDAHULUAN

51

Anda mungkin juga menyukai