Anda di halaman 1dari 7

SISTEM POLITIK INDONESIA I

Oleh: Prof. Drs. Totok Sarsito, SU, MA, Ph.D. Dosen FISIP UNS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK 11 MARET 2011

BAB PERTAMA PENGERTIAN TENTANG SISTEM POLITIK

Di dalam Bab Pertama ini akan dibicarakan tentang pengertian kata "sistem" dan "politik," pengertian tentang sistem politik itu sendiri, serta asal-usul pendekatan sistem dalam memahami fenomena-fenomena politik. A. Pengertian Tentang Sistem Menurut "Webster's New Collegiate Dictionary" seperti dikutip oleh Sukarna dalam bukunya yang berjudul Sistem Politik (1990) kata 'system' berasal dari kata syn' dan 'histanai' yang artinya "to place together" (menempatkan bersama-sama). Sistem diartikan sebagai "a complex of ideas, principles, etc., forming a coherent whole, as the American system of government" (suatu kompleks gagasan, prinsip dan lain sebagainya, yang membentuk suatu keseluruhan yang berhubung-hubungan, seperti misalnya sistem pemerintahan Amerika) (Sukarna, 1990: 13). "Advanced Learners Dictionary," seperti dikutip oleh Sukarna, mengartikan sistem sebagai "a group of facts, ideas, beliefs, etc. arranged in an orderly way, as a system of philosophy" (sekelompok fakta, gagasan, kepercayaan dan lain sebagainya yang ditata dengan secara rapi, seperti suatu sistem filsafat) (Sukarna, 13). Dari dua pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah merupakan sesuatu yang berhubung-hubungan satu sama lain sehingga membentuk suatu kesatuan. Suatu sistem, dengan demikian, pasti mempunyai struktur yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang satu sama lain saling berjalinan, dan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain sehingga membentuk suatu kesatuan yang bulat. Dalam kaitannya dengan pengertian ini maka Almond dan Powell, sebagaimana dikutip oleh Rusadi Kantaprawira dalam bukunya Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar (1988), mengatakan bahwa: "system implies the interdependence of parts, and a boundary between it and its environment. By 'interdependence' we mean that when the characteristics of one part in a system change, all the other parts and the system as a whole are affected" (sistem menunjukkan saling ketergantungan dari bagian-bagian, dan perbatasan antara sistem dengan lingkungannya. Yang dimaksud dengan 'saling ketergantungan' adalah bahwa bila ciri-ciri dari salah satu bagian dalam suatu sistem itu berubah, maka semua bagian yang lain dan sistem itu secara keseluruhan akan terpengaruh) (Rusadi Kantaprawira, 1988: 4). B. Pengertian Tentang Politik Menurut Alan C. Isaak di dalam bukunya yang berjudul Scope and Methods of Political Science (1975), politik sering diartikan sama dengan pemerintahan (government), pemerintahan atas dasar hukum (legal government), atau negara (state). Selain itu politik juga sering diartikan sama dengan kekuasaan power), kewenangan (authority) dan atau perselisihan (conflict) (Isaak, 1975: 15)

Bagi mereka yang mengartikan politik sama dengan pemerintahan akan melihat politik sebagai apa yang erjadi di dalam badan pembuat undang-undang negara, atau kantor Walikota. Alfred de Grazia menyatakan bahwa politik (politics atau political) "meliputi peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar pusat-pusat pembuatan keputusan pemerintah" (Isaak, 16). Charles Hyneman sebagaimana dikutip oleh Alan C. Isaak mengartikan politik sebagai "pemerintahan atas dasar hukum" (Isaak, 16). "Titik pusat perhatian ilmu politik Amerika adalah bagian dari masalah-masalah kenegaraan yang berpusat di pemerintahan, dan macam atau bagian pemerintahan yang berbicara melalui undang-undang". Dengan demikian ada dua versi yang mendefinisikan politik sama dengan pemerintahan: versi pertama hanya membicarakan tentang pemerintahan, sedangkan versi kedua yang dibicarakan tidak hanya pemerintahan akan tetapi juga undang-undang. Sekarang apa yang dimaksud dengan pemerintahan (government) itu? Alan C. Isaak mengartikan pemerintahan sebagai "lembaga dari suatu masyarakat yang didasarkan pada hukum atau undang-undang yang bertugas untuk membuat keputusan yamg mengikat secara hukum" (the legally based institutions of a society which make legally binding decisions) (Isaak, 16). Apakah politik diartikan sebagai pemerintahan atau pemerintahan yang berdasar hukum yang jelas keduanya memusatkan perhatiannya pada lembaga-lembaga formal. Definisi yang mempersamakan politik dengan pemerintahan menurut banyak ilmuwan politik dikatakan sebagai memiliki keterbatasan dalam penerapannya atau secara tidak realistik bersifat terbatas. Sebagai contoh apakah keputusan yang mengikat masyarakat yang dibuat oleh pemimpin-pemimpin atau ketua-ketua suku diklasifikasikan sebagai bersifat non-politik dan oleh karena itu berada di luar ruang lingkup ilmuwan politik? Ilmuwan politik yang mengritik definisi politik sebagai sama dengan pemerintahan memformulasikan suatu definisi alternatif yang mempersamakan politik dengan "kekuasaan" (power), "kewenangan" (authority) atau "perselisihan/pertikaian" (conflict). William Bluhm sebagaimana dikutip oleh Alan C. Isaak menyatakan bahwa "politik merupakan proses sosial yang diikuti oleh kegiatan yang melibatkan permusuhan dan kerjasama dalam menjalankan kekuasaan, dan mencapai puncaknya pada pembuatan keputusan bagi suatu kelompok" (Isaak, 18). Politik dijumpai di manapun hubungan kekuasaan ataupun situasi konflik terjadi, ini artinya ilmuwan politik dapat juga dengan secara sah mempelajari politik dari serikat buruh, perusahaan atau suku-suku di Afrika, dan juga apa saja yang terjadi di dalam badan pembuat undang-undang atau administrasi. Definisi ini lebih menekankan pada jenis kegiatan (action) atau perilaku (behaviour) daripada pada jenis kelembagaan (institution) tertentu. Definisi politik yang didasarkan pada pemerintahan pada sesungguhnya merupakan versi definisi yang didasarkan pada kekuasaan (power), yaitu kekuasaan atau power yang dijalankan didalam dan oleh lembaga pemerintahan. Dengan demikian sesungguhnya semua definisi tentang politik didasarkan pada gagasan tentang proses atau konflik. Max Weber mengartikan politik sebagai "usaha untuk membagi kekuasaan atau usaha untuk mempengaruhi distribusi kekuasaan, baik di

antara negara-negara ataupun di antara kelompok-kelompok yang ada di dalam negara" (Isaak, 18). Definisi berikutnya mempersamakan politik atau sistem politik sebagai "penjatahan nilai-nilai bagi suatu masyarakat dengan secara sah" (the authoritative allocation of societal values). Definisi ini dikemukakan oleh David Easton dan lebih menekankan pada aktifitas atau kegiatan daripada pada lembaga. Menurut Easton "penjatahan nilai-nilai secara sah" merupakan jenis kegiatan yang menarik bagi kita dengan alasan karena setiap nilai masyarakat dibutuhkan oleh setiap orang, bahwa orang-orang memiliki kepentingan atau tujuan yang berbeda-beda dan kepentingan atau tujuan yang berbeda-beda ini harus dialokasikan, dibagi-bagikan oleh seseorang atau oleh sesuatu, dan inilah yang disebut situasi power atau konflik" (Isaak, 20). Setiap masyarakat, kata Easton, memiliki sistem politik yang didefinisikan sebagai suatu sistem yang secara sah menjatahkan atau mengalokasikan nilai-nilai, tetapi sistem-sistem ini memiliki bentuk yang berbeda-beda. Dengan demikian, definisi ini tidaklah membatasi kita hanya pada mempelajari pemerintahan yang sah (atau atas dasar hukum), akan tetapi kita juga dapat mempelajari sistem politik atau kebudayaan lainnya secara obyektif tanpa pandangan-pandangan tentang struktur dan perilaku politik yang dipertimbangkan sebelumnya. Selain itu ketika kita mempelajari sistem politik pada lembaga formal pemerintahan, seperti kongres atau parlemen, kita dapat memasukkan juga kelompok-kelompok kepentingan, partai politik, dan pengaruh-pengaruh lainnya yang kurang begitu jelas terhadap keputusan-keputusan yang sah. Meskipun demikian definisi Easton tidaklah meliputi semua situasi kekuasaan atau pemilihan keputusan, akan tetapi hanya keputusan-keputusan yang mengikat masyarakat saja yang relevan bagi ilmuwan politik. Menurut Easton "suatu kebijakan itu sah (authoritative) apabila rakyat yang dikenai kebijakan itu atau mereka yang dipengaruhi oleh kebijakan itu menganggap bahwa mereka harus atau seharusnya mematuhinya" atau dengan kata lain kebijakan itu dianggap mengikat mereka. Perbedaan antara Harold Laswell yang mendefinisikan politik sebagai "Who Gets What When How?" dengan Easton adalah bahwa apabila Laswell menekankan pada peranan power dalam proses distribusi, maka Easton menekankan pada hubungan antara apa yang masih ada di dalam sistem (tumbuhan) dan apa yang keluar dari sistem (keputusan). Atau dengan kata lain Easton memusatkan perhatiannya pada keseluruhan sistem politik, sementara Laswell memusatkan perhatiannya hanya pada individu yang memiliki pengaruh paling besar pada proses distribusi, yaitu mereka yang memiliki power. C. Pengertian Sistem Politik Bahwa yang dimaksud dengan sistem politik adalah "sistem pengambilan keputusan yang mengikat masyarakat" atau "sistem pengalokasian nilai-nilai kemasyarakatan dengan secara sah kepada masyarakat". Kehidupan politik dapat dilibatkan dengan melihat segi-seginya satu persatu, seperti menyelidiki berfungsinya lembaga-lembaga politik (partai politik, kelompok kepentingan, pemerintahan, dan

voting), juga mempelajari sifat-sifat dan akibat-akibat dari praktek-praktek politik (propaganda, manipulasi, kekerasan), atau juga meneliti struktur tempat terjadinya praktek-praktek seperti tersebut di atas (Mohtar Mas'oed, 1985: 4). Dengan menggabungkan hasil-hasil penyelidikan itu kita dapat mempersoalkan suatu gambaran kasar tentang apa yang terjadi dalam setiap unit politik. Akan tetapi perlu disadari bahwa masing-masing bagian dan arena politik yang lebih besar itu tidaklah berdiri sendiri-sendiri akan tetapi saling berkaitan satu dengan yang lain; atau dengan kata lain, berfungsinya satu bagian tidak akan dapat dipahami tanpa memperhatikan cara berfungsinya keseluruhan bagian-bagian itu sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat penting memandang kehidupan politik sebagai suatu sistem kegiatankegiatan yang satu sama lain saling berkait-kaitan. Sifat saling berkaitan atau ikatanikatan sistemis dari kegiatan-kegiatan ini berasal dari fakta bahwa semua kegiatan itu mempengaruhi cara pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan otoritatif itu dalam masyarakat (Mohtar Mas'oed, 4). Ide utama tentang suatu sistem, menurut Easton, adalah bahwa kita dapat memisahkan kehidupan politik dari kegiatan sosial lainnya, paling tidak dari analisa, dan melihatnya seolah-olah sebagai suatu kumpulan tersendiri yang dikelilingi oleh, tetapi dapat dibedakan dengan mudah dari lingkungan di mana sistem itu bekerja (Mohtar Mas'oed, 4). D. Asal Usul Teori Sistem Politik Konsepsi sistem untuk memahami kehidupan politik telah lama digunakan. Weber, misalnya, telah mencari kualitas dari stabilitas dalam suatu masyarakat modern yang produktif. Ia melihat perubahan sejarah sebagai seorang gradualis dan mencatat bahwa kemajuan evolusionernya tergantung pada kondisi mendasar dari setiap masyarakat. Weber kemudian mengklafisikasikan masyarakat ke dalam sistem kekuasaan tradisional, kharismatik dan legal rasional. Karl Marx, sebaliknya, menganggap bahwa tertib dan stabilitas dalam masyarakat dirusak oleh adanya kontradiksi yang ada dalam masyarakat. Marx mengklasifikasikan masyarakat ke dalam sistem ekonomi yang dasarkan pada "mode of productions" (cara berproduksi) dan "relations of production" (hubungan produksi) yang dimanifestasikan melalui kelaskelas sosial, seperti kelas feodal, kelas borjuis dan kelas proletar. Perubahan dalam basis ekonomi, itensifikasi kontradiktif dan perjuangan kelas yang tidak pernah berhenti akan akhirnya membawa perubahan dalam masyarakat (Chilcotte, 1981: 139).Terminologi sistem digunakan untuk memahami gejala politik dalam suatu masyarakat dengan keyakinan bahwa masyarakat itu merupakan kesatuan yang paling inklusif di mana sistem-sistem yang ada bisa dievaluasi. Sistem merupakan abstraksi dari masyarakat nyata. Setiap gejala masyarakat dapat dipandang sebagai suatu sistem atau sistem-sistem. Di dalam kenyataannya semua gejala kemasyarakatan itu berhubung-hubungan satu dengan yang lain, walaupun secara teoritis garis batas bisa dibuat untuk memisah-misahkan sistem yang berbeda-beda, seperti sistem politik ekonomi, sosial dan psikologi kebudayaan. Dari suatu masyarakat keseluruhan bisa diperoleh abstraksi yang berupa elemen-elemen yang nampak ke pentas dengan

terasa dekat kepada yang lain, dan elemen-elemen yang demikian ini yang kemudian disebut sebagai sistem (Chilcotte, 146-141). Biasanya elemen-elemen ini ada dalam jumlah yang secara konseptual dapat diukur dan disebut sebagai variabel-variabel. Elemen-elemen dari variabel yang bersifat konstan karena mereka dipisahkan dari perubahan di dalam masyarakat disebut sebagai parameter. Bila kita berbicara tentang sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem psikologi kebudayaan, yang kita maksudkan di sini adalah semua variabel yang disekutukan atau berkaitan dengan kehidupan politik, kehidupan ekonomi, kehidupan sosial atau kehidupan psikologi kebudayaan. Variabel-variabel dari suatu sistem bisa meliputi struktur, fungsi, aktor, nilai-nilai, norma-norma tujuan, input (masukan), output (keluaran), response (tanggapan), dan feedback (umpan balik) (Chilcotte, 141). Ilmuwan sosial cenderung berusaha menyaingi ilmuwan fisika 'Newtonian' klasik dalam memahami hukum-hukum yang bersifat umum yang memenuhi penerapan yang bersifat universal. Ilmuwan sosial dewasa ini berusaha melahirkan positivisme logis dari Saint-Simon, Comte dan yang lain yang telah berusaha menerapkan ilmu pengetahuan dalam mempelajari kehidupan sosial. Asal-usul teori sistem berasal dari banyak ilmu pengetahuan yang berbeda-beda. Lilienfield (1975) telah menunjuk bidang-bidang biologi, cybernetics, dan riset operasi. Teori sistem dalam ilmu politik juga telah berhutang budi pada sumbangan yang telah diberikan oleh ilmu ekonomi, sosiologi dan ilmu pengetahuan sosial lainnya. Biologi: Literatur teori sistem sering menunjuk pada sumbangan Ludwig Von Bertalanffy (1968) dan yang lain, yang telah mengkombinasikan pandangan-pandangan ilmiah dan psikologis untuk merumuskan suatu konsepsi sistem yang mereka sebut sebagai "general system theory." Mereka ini telah mendirikan "the Society for General System Research" dan menerbitkan sebuah jurnal yang bernama "Behavioral Science" dan sebuah buku tahunan. Konsepsi dasar yang membedakan ilmu-ilmu alam (yang berkaitan dengan sistem yang terbentuk yang dipisahkan dari lingkungan) dengan biologi (yang berkaitan dengan sistem terbuka dari organisme atau sel-sel kehidupan). Yang dimaksud dengan sistem terbuka menunjuk pada pertukaran barang-barang dan energi dalam lingkungannya. Para penulis berusaha menerapkan konsepsi sistem ini pada masyarakat dan menjelaskan sifat sejarah manusia dengan mencari hukum-hukum yang berlaku di semua sistem termasuk sistem organisme kehidupan atau masyarakat. Maksud dari "general systems theory" adalah pengintegrasian berbagai macam ilmu pengetahuan, alam dan sosial, pengembangan prinsip-prinsip yang mempersatukan melalui ilmu pengetahuan manusia, dan pendirian teori yang pasti dalam bidang ilmu pengetahuan non fisik. Cybernetics: 'Cybernetics' merupakan studi komunikasi dan kontrol yang systematik di dalam semua jenis organisasi. Perkembangan dalam perekayasaan komunikasi mendorong para ilmuwan untuk membuat penerapan sosial. Norbert Wiener (1961) beranggapan bahwa penampilan mesin-mesin bisa dikoreksi dan diarahkan oleh informasi dalam suatu jenis proses umpan balik yang sama dengan berfungsinya individu-individu yang hidup. Ia percaya bahwa "sementara komunikasi

manusia dan sosial sangat rumit dibanding dengan pola-pola komunikasi mesin yang ada, keduanya terikat pada tata bahasa yang sama, dan tata bahasa ini telah menerima pengembangan teknis yang lebih sederhana" (Deutsch, 1963: 77). Wiener tidak hanya menarik suatu analogi antara sistem saraf dan mesin otomatis, yang kedua penampilannya diperintah oleh alat-alat informasi komunikasi, tetapi juga menyimpulkan bahwa jaringan kerja komunikasi meluaskan dirinya sendiri kemanamana sehingga masyarakat dunia dapat berintegrasi ke dalam suatu keseluruhan organisasi. Ia menganggap konsep kelompok 'cybernetics'-nya melalui umpan balik menjadi model untuk melegitimasikan pelaksanaan pemerintahan. W. Ross Ashby (1956) menggabungkan teori komunikasi dan informasi dalam usahanya untuk menunjukkan bahwa binatang, mesin, manusia, dan bahkan masyarakat bekerja sepanjang garis 'cybernetics'. Perilaku masa lalu dari binatang, mesin, atau orang dapat di wakili oleh serangkaian variabel yang membuat suatu sistem atau kotak hitam. Riset Operasi dan Analisis Sistem: Riset operasi merupakan perkembangan dari usaha untuk menerapkan pendekatan sistem bagi penggunaan korelasi radar semasa Perang Dunia II. Riset operasi dimanfaatkan untuk meramalkan hasil-hasil militer atas dasar rancangan persenjataan dan pelaksanaan taktik dan strategi. Riset operasi mencari suatu sistem penghambur-hamburan sumber daya yang minimal. Teknik statistik dan kuantitatif masa perang, kemudian menjadi bermanfaat dalam industri seperti perminyakan, kimia, dan elektronika. Pendirian suatu profesi baru ini ditandai oleh berdirinya federasi masyarakat riset operasi instruksional (1957). Segera sesudah itu riset operasi diterapkan untuk pemecahan persoalan-persoalan sosial, terutama pendidikan, daerah perkotaan, dan jasa-jasa kesehatan. Dengan perubahan dari pemusatan militer ke sipil, riset operasi akhirnya menjadi terkenal sebagai analisis sistem. Ilmu-ilmu Sosial: Di antara ilmu-ilmu sosial, ilmu ekonomilah yang pertama kali memberikan sumbangan pada teori sistem. Walaupun pada pemecahan masalah ekonomi sekarang ini masih didominasi oleh skema-skema yang sifatnya satu demi satu (piecemeal) dan inkrementalis, teknik-teknik ekonomi telah lama digunakan untuk menentukan hubungan sebab dan akibat yang linier. Teknik-teknik ini bagaimanapun cenderung terbatas pada sistem yang mekanistis yang tidak memperhatikan proses-proses perubahan dan kehilangan sentuhan dengan realitas sosial. J. David Singer (1971) mensintesakan kecenderungan dan pengaruh biologi, cybernetik, dan riset operasi dan analisis sistem ini ke dalam dikotomi orientasi ilmu sosial yang terdiri dari analisis sistem dan sistem umum (general systems). Analisis sistem menderita abstraksi dari kekurangan pandangan pengembangan dan sejarah. Ia menyukai penggunaan general system dan studi keajegan-keajegan dalam berbagai macam sistem.

Anda mungkin juga menyukai