Anda di halaman 1dari 5

DOPAMIN Kita tidak pernah kekurangan teori teori biokimia mengenai skizofrenia.

. Pada waktu berbeda , asetilkolim, asam -aminobutirat (GABA), norepinefrin, opiate, peptide, dan molekul lain, semua pernah dilibatkan sebagai sesuatu yang menyebabkan skizofrenia. Kendati demikian, selama 30 tahun terakhir ini, dopamine telah menarik banyak perhatian. Hal ini terjadi setelah sukses dierkenalkannya obat neuroleptik (antipsikotik) pada tahun 1950-an untuk pengobatan psikosis, termasuk skizofrenia. Kemudian diamati bahwa banyak penderita skizofrenia yang memperoleh terapi neuroleptik lama kelamaan mengalami parkinsonisme. Hal ini mengesankan bahwa agens neuroleptik bekerja menurunkan dopamine. Hasil pengamatan tersebut, berikut temuan temuan lain yang mendukung keterlibatan dopamine pada skizofrenia: Tabel 1. Hasil observasi yang mendukung, tetapi tidak membuktikan hipotesis dopamine pada skizofrenia 1. Obat neuroleptik (antipsikotik) sering menginduksi parkonsinisme 2. Neuroleptik terutama bekerja dengan mengurangi aktivitas dopamine di dalam neuron dopamine mesolimbik 3. Beragam obat lain )missal levodopa, amfetamin) yang bekerja pada metabolism dopamine (dopamine-mimetik) menginduksi tanda dan gejala skizofrenia 4. Pengobatan berkepanjangan menggunakan neuroleptik menyebabkan penurunan drastic pada kadar asam homovanilat di dalam cairan serebrospinalis, yang secara umum berkorelasi dengan respons positif terhadap terapi 5. Potensi antipsikotik yang dimiliki sebagian besar neuroleptik berkorelasi dengan pengikatannya pada reseptor D2 6. Analisis specimen postmortem dan penggunaan tomografi positron in vivo menunjukkan bahwa densitas reseptor D2 meningkat di dalam otak penderita skizofrenia 7. Gejala negative mungkin berhubungan dengan aktivitas dopamine yang rendah di dalam korteks prefrontalis Hipotesis asli mengenai dopamine pada skizofrenia mendalilkan bahwa skizofrenia merupakan manifestasi hiperdopaminergia, berbeda dengan penyakit Parkinson, yang dianggap sebagai status hipodopaminergia.

Observasi biokimia mengenai peran dopamine pada skizofrenia secara umum digolongkan dalam tiga kategori: a. Kadar Dopamin Otak Sejumlah pengamat telah melaporkan peningkatan bervariasi pada jumlah dopamine di dalam sampel jaringan otak penderita skizofrenia b. Metabolit Dopamin Pengukuran metabolit dopamine di dalam otak atau cairan tubuh cenderung member tekanan pada peran asam homovanilat, metabolit utama pada manusia. Peningkatan metabolit ini terlihat di dalam ciran serebrospinalis penderita skizofrenia dan jumlahnya menurun saat terjadi respons terhadap pengobatan, tetapi sekali lagi, dalam hal ini masih terlihat keragaman. c. Reseptor Dopamin Pengukuran reseptor dopamine (D) menyampaikan hasil yang paling konsisten, yaitu bahwa jumlah reseptor D2 tampaknya mengalami peningkatan di dalam otak penderita skizofrenia, dan khususnya pada penderita yang mudah dipengaruhi obat (drug-nave). Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa potensi antipsikotik sebagian besar neuroleptik mayor berkorelasi dengan kemampuannya bersaing secara in vitro dengan dopamine dalam menempati reseptor D2. Penyebab keragaman hasil-hasil yang disebutkan di atas mencakup pemakaian jaringan postmortem dan kenyataan bahwa sebagian besar penderita skizofrenia sudah pernah diobati dengan neuroleptik, yang neuroleptik itu sendiri (terlepas dari skizofrenia) dapat mengubah berbagai reseptor serta enzim di dalam otak. Hasil ini diperoleh mengenai reseptor D2 telah memfokuskan banyak minat pada

reseptor dopamine. Terutama berkat pengklonan gen (gene cloning) hingga sudah dapat dibedakan lima kelompok reseptor (Tabel 2).

Tabel 2. Beberapa sifat reseptor dopamine. Reseptor baru, yang diisolasi menggunakan pelacak (probe) dan library cDNA serta genomic yang sesuai, saat ini sering dilaporkan 1. Paling tidak terdapat lima kelompok mayor berbeda yang sudah dikenali (reseptor

D1-D5), dengan berbagai subtype yang terbentuk melalui penyambungan alternatif (alternative splicing) 2. Reseptor ini merupakan protein membrane, dan setidaknya sebagian do amtaranya mengalami glikosilasi 3. Sebagian reseptor memiliki tujuh domain transmembran dengan gelungan (loop) sitoplasmik 4. Sebagian besar tampak terangkai dengan protein G 5. Beberapa terangkai secara positif dengan enzim adenilil siklase (missal D1), dan paling tidak terangkai secara negatif (D2) 6. Paling tidak satu subtype (D1) tampak terangkai dengan fosfolipase C 7. Reseptor, paling tidak beberapa, diregulasi melalui fosforilasi 8. Afinitas obat sebagian besar neuroleptik terhadap reseptor D2 mencerminkan potensinya dalam pengobatan skizofrenia 9. Berbagai reseptor memperlihatkan distribusi anatomik yang berbeda 10. Reseptor D4 mengikat neuroleptik klozapin atipikal dengan afinitas sepuluh kali lebih besar dibandingkan afinitas yang dimiliki oleh tapak D2 11. Ada lima subjenis reseptor D4 berbeda yang telah dikenali; kelimanya merupakan anggota family reseptor katekolamin yangpertama kali memperlihatkan variasi polimorfik pada populasi manusia. Semua reseptor tampaknya merupakan protein transmembran, paling tidak sebagian merupakan glikoprotein dan sebagian besar tampak berpasangan dengan protein G. Reseptor D2, D3, dan D4 tampak saling menyerupai satu sama lain. Terlepas dari peran penting reseptor D2, hasil penemuan paling menarik adalah bahwa reseptor D4 memperlihatkan lima varian polimorfik. Reseptor ini adalah reseptor pertama pada family katekolamin yang ditemukan memperlihatkan variasi polimorfik di dalam populasi manusia. Meskipun demikian, diamati bahwa tidak ada korelasi diantara sembarang varian ini dan diantara kerentanan terhadap skizofrenia. Klozapin, suatu obat yang telah digunakan secara luas pada terapi skizofrenia, memperlihatkan afinitas sepuluh kali lipat lebih besar untuk reseptor D4 dibandingkan D2. GENETIK Berbagai pendekatan (misal riwayat keluarga, analisis konsanguitas, penelitian adopsi, penelitian terhadap kembar mono dan dizigot) telah menunjukkan kontribusi genetic bermakna pada skizofrenia. Keluarga generasi pertama dari penderita skizofrenia memiliki kemungkinan sepuluh kali lipat lebih besar untuk mengalami gangguan yang sama. Sedangkan pada keluarga

generasi kedua dan ketiga kemungkinan berkurang jauh. Pada anak kembar monozigot, bahwa anak kedua menderita skizofrenia setelah salah satunya menderita skizofrenia adalah sekitar 50 persen. Sedangkan pada anak kembar dizigot, kemungkinan ini berkurang jauh sekali.5 Upaya untuk menentukan keterhubungan (linkage) gen yang mungkin terlibat pada penyakit skizofrenia dengan sebuah kromosom tertentu telah memberikan hasil kontroversial. Hasil controversial juga telah dilaporkan dari sejumlah penelitian keterhubungan pada gangguan psikiatrik lain (misal penyakit depresi mayor dan manik depresif). Beberapa kemungkinan dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 3. Beberapa alasan yang menjelaskan sulitnya penentuan lokasi gen skizofrenia 1. Skizofrenia mungkin memiliki penyebab multiple (heterogeneitas genetik) 2. Diperlukan sejumlah keluarga besar multigenerasi untuk meningkatkan efisiensi analisis keterhubungan 3. Longgarnya kriteria diagnostik di antara berbagai negara telah menyebabkan, missal, kesalahan diagnosis sanak saudara 4. Penggunaan metodologi statistik yang salah (misal, penerapan skor Lod secara salah) 5. Analisis biokimia (missal, terhadap dopamine) telah dilakukan ke atas sampel otak postmortem yang diawetkan dalam beberapa kondisi pengawetan 6. Riwayat pengobatan (misal, dengan neuroleptik) dapat mengubah profil biokimia sampel otak yang dianalisis Terjadinya suatu penyakit di dalam keluarga tidak harus berarti bahwa penyakit tersebut memiliki asal genetik. Sebagai contoh, interaksi psikologik buruk di antara anggota keluarga dapat membawa pola perilaku yang abnormal. Pada analisis keterhubungan, pemecahan terbaik terhadap masalah ini adalah dengan mendapatkan, dan secara mendalam meneliti, keluargakeluarga multigenerasi berukuran besar yang berbagi defek genetik sama serta memperlihatkan gejala serupa. Jenis penelitian kolaboratif yang tengah berjalan ini sudah menunjuk pada sejumlah region beberapa kromosom tertentu. Meskipun demikian, pada pertengahan 1998, belum ada lokus spesifik di tingkat molekul yang berhasil di implikasikan atau di definisikan secara konsisten. Pada kasus skizofrenia, sebelum ditemukan suatu keterhubungan yang jelas, sejumlah kandidat gen (misal, gen bagi reseptor dopamine dan bagi enzim yang terlibat di dalam metabolisme katekolamin) besar kemungkinan akan diseleksi dan dianalisis untuk mencari mutasi yang mungkin berperan pada gangguan ini.

Anda mungkin juga menyukai