Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Istilah hiperaktif sudah sangat populer di masyarakat, terutama orangtua dan guru.

Anak dengan ADHD cenderung memiliki kesulitan mengendalikan aktivitas atau tindakan mereka dalam situasi yang menuntut mereka duduk tenang. Ketika dituntut untuk tenang, mereka tidak mampu berhenti bergerak atau berbicara. Tindakan mereka terkadang tampak membahayakan. Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang ditandai oleh aktivitas berlebih dan ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian. Gangguan ini menimbulkan masalah sosial, dan biasanya merugikan orang lain daripada anak-anak yang menerima diagnosis ini. Penyebab langsung ADHD belum diketahui secara jelas. Defisiensi dopamine dianggap salah satu penyebab ADHD pada anak-anak. Sedangkan, aktivitas regulasi dopamine dipengaruhi oleh tinggi rendahnya zat besi. Sehingga kekurangan zat besi sering

dihubungkan dengan beberapa gangguan psikiatri dan neurologis, salah satunya ADHD. I.2 Tujuan Untuk menguji hubungan antara kekurangan zat besi dan gejala ADHD, khususnya hubungan antara tingkat serum ferritin dan skor ACTRS (Abbreviated Conners Teachers Rating Scale) pada anak-anak dengan ADHD. I.3 Metode Cross-sectional yang dilakukan pada anak usia 5-12 tahun yang baru didiagnosis dengan ADHD. Subjek direkrut dari klinik Anakku Kelapa Gading, Klinik Rawat Jalan Neurology, Klinik Pertumbuhan dan Perkembangan Sosial Anak, dan Klinik Terpadu RS Cipto Mangukusumo Departemen Anak. ADHD didiagnosis menggunakan Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders Edisi 4 (DSM-IV). Orang tua dan guru diminta untuk menyelesaikan lembar ACTRS. Spesimen darah vena diperoleh untuk darah perifer dan tes tingkat serum ferritin.

I.4 Kriteria Sampel Kriteria Inklusi sampel adalah anak usia 5-12 tahun yang memenuhi kriteria diagnostik untuk ADHD yang berdasarkan DSM-Iv yg baru didiagnosa dan tidak pernah menerima intervensi ADHD Kriteria Eksklusi sampel adalah Anak dengan penyakit kronik dan kondisi infeksi lain yang dapat mempengaruhi tingkat zat besi dalam tubuh. I.5 Instrumen Penelitian ACTRS (Abbreviated Conners Teacher Rating scale) Yunia S (1989) telah menterjemahkan instrumen ini ke dalam bahasa Indonesia dan menguji validitas serta reabilitasnya. Instrument ini dapat digunakan oleh guru sekolah dasar sebagai alat penapis ADHD dengan cut off skor > 12. Seluruh pertanyaan berjumlah 10 dengan ketentuan : Jawaban selalu benar diberi nilai 3 Jawaban sering diberi nilai 2 Jawaban kadang-kadang diberi nilai 1 Jawaban tidak pernah diberi nilai 0

Perlu ditekankan, disini ACTRS bukan alat untuk membuat diagnosis. Skala rating ini digunakan oleh guru untuk merujuk siswa yang mempunyai skor diatas angka cut off skor. Dokter menentukan diagnosis ADHD karena tidak semua anak yang mempunyai nilai diatas cut off skor tersebut adalah penderita ADHD sehingga bertumpang tindih dengan gangguan lain. Namun, dengan digunakan ACTRS oleh guru maka banyak kasus ADHD yang dapat ditemukan dan ditangani secara dini.

BAB II PEMBAHASAN Istilah hiperaktif sudah sangat populer di masyarakat, terutama orangtua dan guru. Anak dengan ADHD cenderung memiliki kesulitan mengendalikan aktivitas atau tindakan mereka dalam situasi yang menuntut mereka duduk tenang. Ketika dituntut untuk tenang, mereka tidak mampu berhenti bergerak atau berbicara. Tindakan mereka terkadang tampak membahayakan. Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang ditandai oleh aktivitas berlebih dan ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian. Gangguan ini menimbulkan masalah sosial, dan biasanya merugikan orang lain daripada anak-anak yang menerima diagnosis ini. Anak-anak dengan ADHD dapat memahami tindakan social yang tepat dalam situasi tertentu, tetapi tidak mampu menterjemahkan pemahamannya ini ke dalam perilaku tepat dalam interaksi social nyata. Anakanak dengan gangguan ini biasanya berperilaku agresif, tidak menyenangkan, dan mengganggu. Oleh karena itu, biasanya mereka sulit untuk menjalin persahabatan dan bermain dengan anak-anak seusianya. Anak-anak dengan gangguan ini juga biasanya akan dijauhi, ditolak, atau diabaikan oleh teman-teman seusia mereka. Sekitar 15-30% dari anak-anak dengan ADHD mengalami kesulitan belajar, dan sekitar separuh dari anak-anak ADHD ditempatkan dalam program pendidikan khusus karena kesulitan mereka dalam beradaptasi pada tipikal lingkungan kelas. Gangguan ini biasanya didiagnosis pertama kali ketika anak berada di sekolah dasar, ketika masalah pemusatan perhatian atau hiperaktivitas-impulsivitas menghambat anak untuk menyesuaikan diri di sekolah. Keluhan yang sering muncul dari orangtua atau guru adalah anak tampak tidak dapat duduk tenang, gelisah, suka bergerak-gerak di kursi, mengganggu kegiatan anak-anak lain, mudah marah, sering membuat keributan di kelas, melakukan perilaku yang berbahaya, gagal menangkap instruksi, gagal menyelesaikan tugas, memiliki kesulitan belajar dan pernah mengulang kelas.

Berdasarkan DSM IV, berikut adalah criteria diagnostik untuk gangguan ADHD: A. 1.) Enam atau lebih gejala dari inattention yang telah menetap selama paling sedikit 6 bulan dan dengan derajat yang maladaptive dan tidak konsisten dengan tahap perkembangan. Inattention: Gagal memusatkan perhatian pada detail, careless mistakes, gagal mempertahankan perhatian pada aktivitas, tidak mendengarkan, sering tidak mengikuti instruksi, kesulitan mengorganisasikan tugas, mudah terdistraksi, sering lupa, dll. 2.) Enam atau lebih gejala dari hiperaktivitas dan impulsivitas selama paling sedikit 6 bulan dan dengan derajat yang maladaptive dan tidak konsisten dengan tahap perkembangan. Hiperaktivitas: gelisah, lari-larian, memanjat-manjat berlebihan, tidak bisa diam, berbicara berlebihan. Impulsivitas: suka menjawab pertanyaan sebelum selesai, tidak sabar menunggu giliran, sering menginterupsi orang, dll. B. Beberapa hiperaktivitas dan impulsivitas atau gejala inattentive yang menyebabkan hendaya muncul sebelum usia 7 tahun. C. Beberapa hendaya dari gejala-gejala muncul pada dua atau lebih seting lingkungan (contoh: di sekolah dan di rumah) D. Harus ada bukti klinis yang jelas dari hendaya fungsi-fungsi sosial, akademis, atau pekerjaan. E. Gejala-gejala tidak terjadi secara eksklusif selama perkembangan gangguan menetap, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain dan tidak termasuk gangguan mental lain (gangguan mood, gangguan kecemasan, dll) DSM IV juga membagi ADHD menjadi beberapa subtipe gangguan seperti di bawah ini: o ADHD predominantly inattentive type (enam atau lebih gejala inatensi disertai gejala hiperaktivitas paling sedikit terjadi selama enam bulan). o ADHD predominantly hyperactive-impulsive type (enam atau lebih gejala hiperaktif-impulsif disertai gejala inatentif paling sedikit terjadi selama enam bulan).

o ADHD combined type (enam atau lebih gejala inatentif dan enam atau lebih gejala hiperaktivitas selama sekurang-kurangnya enam bulan). Tipe ini adalah tipe yang paling banyak dialami oleh anak-anak.

Dalam gangguan yang parah gangguan sangat menjadi hendaya, mempengaruhi penyesuaian sosial, familial dan skolastik. Gerak yang berlebihan pada anak akan hilang bersama kematangan usia, dan gejala hiperaktivitas akan berbentuk keresahan atau kegelisahan dalam diri. Prevalensi ADHD sulit untuk dipastikan karena berbagai definisi dari gangguan dari waktu ke waktu dan perbedaan sampel populasi. Berdasarkan consensus bahwa ada sekitar 3-5% dari anak-anak di seluruh dunia mengalami ADHD (DSM IV, 1994). Diyakini bahwa gangguan ini lebih umum dialami oleh anak laki-laki disbanding anak perempuan. Penyebab ADHD belum diketahui secara pasti, namun para peneliti menyatakan ada dua faktor yang mempengaruhi gangguan ini, yaitu factor biologis dan factor psikologis. 1. Faktor Biologis. Genetik. Penelitian menyatakan bahwa predisposisi gangguan

genetic memegang peran dalam

ADHD. Orangtua yang mengalami ADHD, besar kemungkinan anaknya akan mengalami

gangguan yang sama.

Kurang aktifnya korteks otak besar bagian depan. Ada juga peneliti lain yang menemukan bahwa ada bagian otak yang dapat mempengaruhi ADHD, yaitu kurang aktifnya otak bagian depan dari korteks otak besar, dimana bagian otak ini bertanggung jawab untuk menghambat impuls/dorongan dan mempertahankan kendali diri (self control).

Abnormalitas ringan. Studi EEG dan MRI (tes neuropsikologis) menunjukkan adanya abnormalitas ringan di area otak yang mengatur perhatian, keterangsangan, kontrol komunikasi antara hemisfer kiri dan kanan. perilaku gerakan, dan

Racun lingkungan. Teori populer mengenai ADHD mencakup peran pengaruh racun dari lingkungan dalam mengembangkan gangguan ini. Nikotin diketahui sebagai salah satu racun lingkungan yang berpengaruh pada janin. ADHD lebih banyak terjadi pada anak-anak yang ibunya merokok selama kehamilan daripada yang tidak. Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan kerusakan otak selama perkembangan prenatal. Selain itu, berdasarkan studi pada hewan mengindikasikan bahwa eksposur kronis terhadap nikotin meningkatkan pelepasan dopamine di otak yang menyebabkan hiperaktivitas (Fung & Lao, 1989; Johns et al. 1982)

Faktor perinatal dan prenatal, seperti berat lahir rendah, komplikasi saat kelahiran, berbagai zat yang dikonsumsi ibu (tembakau dan alkohol).

2. Faktor Psikologis Faktor lingkungan Psikoanalis anak, Bruni Bettelheim (1973) menyatakan bahwa hiperaktivitas berkembang ketika suatu predisposisi terhadap gangguan terkombinasikan dengan pola asuh orang tua yang otoritan. Jika seorang anak dengan disposisi aktivitas yang berlebihan dan mood yang sulit dikenadalikan ditekan oleh orangtua yang tidak sabar dan penuh penolakan, anak menjadi tidak mampu mengatasi tuntunan orangtua untuk patuh. Sejalan dengan itu, orangtua pun menjadi semakin negatif dan hubungan orangtua-anak pun menjadi lebih buruk.

Faktor lingkungan lain juga diduga memiliki peranan dalam gangguan ini, namun juga belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa peneliti masih mencoba meneliti beberapa faktor lingkungan, seperti tingginya konflik dalam keluarga, stres emosional selama kehamilan. Faktor Belajar. Hiperaktivitas dapat merupakan peniruan perilaku atau modeling dari orangtua dan saudara kandung.

BAB III HASIL

Penelitian ini mendapatkan 33 anak, dengan umur 5-12 tahun. Dengan menemukan 20 anak yang terdiagnosa ADHD type kombinas. Nilai rata-rata hemoglobin dan serum ferritin adalah 12.33 (SD 0.7) g/dL dan 51.31 (SD 27.7) ng/mL. untuk zat besi dikategorikan yang normal dan defisiensi zat besi, dengan nilai normal 20 ng/mL. Hasil serum ferritin < 20 ng/mL dinyatakan defisiensi zat besi. Pada penelitian ini didapatkan 28 anak yang normal dan 5 anak yang defisiensi zat besi.

Pada penelitian ini menemukan tidak terlalu beda nilai tengah serum ferritin anatara ADHD dengan type inattention dan kombinasi, walaupun nilai tengah skor ACTRS guru lebih tinggi daripada nilai skor ACTRS orang tua.

Nilai tengah untuk skor ACTRS orang tua dan guru lebih tinggi pada defisiensi zat besi daripada yang normal.

Analistik statistic hubungan anatara kadar serum ferritin dan skor gejala ADHD berdasarkan skor normal ACTRS orang tua dilakukan dengan menggunakan uji korelasi pearson, yang menunjukkan tidak ada hubungan antara kadar serum ferritin dengan skor ACTRS orang tua.

Analistik statistic hubungan antara kadar serum ferritin dan gejala ADHD berdasarkan ACTRS guru dilakukan dengan uji korelasi spearman.

BAB IV KESIMPULAN Tingkat serum ferritin menunjukan tidak ada korelasi dengan skor ACTRS orangtua dan guru. Namun, skor ACRTS rata-rata adalah lebih tinggi pada kelompok yang defisiensi besi dibandingkan kelompok yang status zat besinya normal. Yang menunjukkan bahwa kemungkinan ada hubungan kualitatif antara kekurangan zat besi dan gejala ADHD.

KUESIONER Abbreviated Conners Teacher Rating Scale (ACTRS) Nama Anak : Jenis Kelamin : Umur : Dilengkapi Oleh : Intruksi : Beri tanda check list di setiap kotak sesuai dengan jawaban yang menggambarkan keadaan pada anak : 0 = tidak pernah 1 = kadang-kadang 2 = sering 3 = selalu OBSERVATION DEGREE OF ACTIVITY 1 1. Tidak kenal lelah atau aktifitas berlebihan 2. Mudah menjadi gembira, implusive (dorongan untuk mengekspresikan keinginan atau bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu) 3. Mengganggu nak-anak lain 4. Gagal menyelesaikan kegiatan yang telah dimulai, selang waktu perhatiannya pendek 5. Menggerak-gerakkan anggota badan atau kepala secara terus menerus 6. Perhatian kurang, mudah dialihkan 2 3 4

7. Permintaan harus segera dipenuhi, mudah menjadi frustasi 8. Sering dan mudah menangis 9. Suasana hatinya mudah berubah dengan cepat dan drastic 10. Ledakkan kekesalan, tingkah laku eksplosif dan tak terduga

Komentar :

Anda mungkin juga menyukai