Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL BLOK KARDIOVASKULAR SKENARIO 2 KORELASI ANAK LAHIR PREMATUR DENGAN KELAINAN PADA JANTUNG

Disusun Oleh : Kelompok 8 Amalia Salim Widyani Andyka Prima Pratama Chandra Budi H Dewi Nur Khotimah Fitria Dewi Larassuci Hany Zahro
Nisa`U Luthfi

(G 0011017) (G 0011043) (G 0011057) (G 0011071) (G 0011097) (G 0011105) (G 0011151) (G 0011153) (G 0011187) (G 0011193) (G 0011211)

Novandi Lisyam Prasetya Rut Pamela Sausan Hana Maharani Winny Novieta

Tutor : dr. H. Rifai Hartanto PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2013

BAB I PENDAHULUAN

Skenario 2 Blok Kardiovaskuler : Seorang anak laki-laki berumur 15 tahun diantar ke puskesmas dengan keluhan berdebar-debar. Berdebar-debar dirasakan sejak 1 jam yang lalu. Tidak merasakan sesak nafas. Sebelumnya pernah mengalami penyakit serupa beberapa tahun yang lalu. Sejak kecil sering batuk pilek dan cepat lelah, bibir tidak tampak kebiruan. Nafsu makan sedikit terganggu, dan menurut ibunya anak tersebut lahir prematur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan data : tekanan darah 120/40 mmHg, denyut nadi 140x/menit, regular. Pada inspeksi dinding dada tidak tampak barrel chest. Pada palpasi ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm lateral linea medioclavicularis kiri, tidak teraba thrill. Pada perkusi batas jantung kiri di SIC VI 2 cm lateral linea medioclavicularis kiri. Pada auskultasi jantung terdengar diastolic murmur dengan punctum maximum di SIC IV-V parasternal kiri. Pada extremitas tidak ada bengkak, tidak terlihat jarijari tabuh maupun sianosis. Pemeriksaan hematologi rutin normal. Pemeriksaan ECG menunjukkan irama sinus takikardi dengan HR 140x/menit, LAD, LVH, LAH. Pemeriksaan thorax foto CTR 0.60, apex bergeser ke lateral bawah. Kemudian dokter puskesmas merujuk anak tersebut pada dokter spesialis jantung. Apa yang sesungguhnya terjadi pada anak tersebut?

BAB II DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA A. Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam scenario Dari hasil diskusi, istilah yang kami dapat dalam scenario antara lain : 1. Prematur 2. Barrel Chest 3. Ictus Cordis 4. Thrill 5. Diastolic Murmur 6. Punctum Maximum 7. Jari Tabuh 8. Sianosis 9. Irama Sinus Takikardi 10. LAD 11. LVH 12. LAH

B. Menentukan/mendefinisikan permasalahan Dalam langkah ini,kami menetapkan permasalahan di skenario sebagai berikut : 1. Anak laki-laki umur 15 tahun keluhan berdebar-debar. 2. Berdebar-debar dirasakan sejak 1 jam yang lalu,tidak sesak nafas. 3. Ada riwayat penyakit yang sama. 4. Sejak kecil sering batuk pilek dan cepat lelah, bibir tidak tampak kebiruan, nafsu makan sedikit terganggu. 5. Anak lahir prematur. 6. Hasil pemeriksaan fisik (Tekanan darah,denyut nadi,inspeksi,palpasi,perkusi,dan auskultasi) 7. Tidak ada bengkak, jari-jari tabuh atau sianosis. 8. Hasil pemeriksaan penunjang (hematologi, ECG dan foto thorax)

C. Menganalisis Permasalahan 1. Apa epidemiologi penyakit jantung? 2. Mekanisme berdebar? Indikasi? 3. Beda sesak nafas pulmo dan kardio? 4. Korelasi sesak nafas dengan gejala? 5. Bagaimana sirkulasi darah janin dan perbedaannya dengan sirkulasi orang dewasa? 6. Bagaimana mekanisme sianosis? 7. Apa korelasi gejala dari kecil dengan lahir prematur? 8. Bagaimana vital sign yang normal pada anak umur 15 tahun? 9. Apa interpretasi tekanan darah dan denyut nadi di skenario? 10. Apa interpretasi pemeriksaan fisik (Inspeksi,Palpasi,Perkusi, dan Auskultasi) di skenario? 11. Apa interpretasi pemeriksaan penunjang (hematologi, ECG dan CTR) di skenario? 12. DD (penyakit jantung congenital, infeksi, dan didapat)

D. Pernyataan Sementara Mengenai Permasalahan-permasalahan Jump ini tidak sempat kami lakukan pada pertemuan pertama karena keterbatasan waktu, oleh karena itu semua permasalahan yang kami temukan kami jadikan LO dan akan dibahas pada pertemuan kedua E. Mengumpulkan Informasi Baru Langkah ini kami lakukan untuk mencari LO dan mempersiapkan diskusi pada pertemuan kedua tutorial

F. Melaporkan, Membahas dan Menata Informasi Baru yang Telah Diperoleh Epidemiologi Penyakit Jantung Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang menyerang pada jantung dan pembuluh darah. Penyakit jantung dan pembuluh darah yang banyak di Indonesia adalah penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik, dan penyakit darah tinggi (hipertensi). Penyakit jantung koroner umumnya banyak didapat pada kelompok usia diatas 40 tahun dengan angka kekerapan sekitar 13%. Penyakit jantung rematik banyak didapat pada kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi rendah dengan prevalensi sekitar 3/1000 penduduk. Penyakit darah tinggi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner dan dapat menyebabkan komplikasi pada organ lain seperti mata, ginjal, dan otak. Dari laporan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan ER didapatkan angka kejadian penyakit ini pada golongan usia 45-54 tahun adalah 19,5%m yang meningkat menjadi 30,6% diatas usia

55 tahun. Prevalensi penyakit jantung bawaan diperkirakan sebesar 6-8/1000 kelahiran hidup dan sepertiganya memerlukan penanganan dibawah usia 5 tahun.

gambar 1 : prevalensi penderita penyakit kardiovaskular (NCHS, 2008) Mekanisme Berdebar dan Indikasinya Berdebar atau palpitasi mumnya disebabkan oleh perubahan irama jantung atau kecepatan denyut jantung atau karena berambahnya kontraktilitas. Palpitasi sering bukan merupakan pertanda dari suatu gangguan fisis primer tapi lebih karena gangguan psikologis. Bahkan kalaupun palpitasi muncul sebagai keluhan yang menonjol/kurang menonjol, diagnosis penyakit yang mendasarinya ditegakkan berdasarkan gejala dan data lain yang berkaitan. Bagi pasien, palpitasi merupakan suatu pertanda bencana akan datang karena kecemasan yang ditimbulkan dapat berhubungan dengan aktifitas sistem saraf otonom yang meningkat dengan akibat meningkatkan kecepatan dan irama jantung serta kekuatan kontraksi, kesadaran pasien akan perubahan keadaan ini kemudian menyebabka suatu lingkaran setan yag akhirnya bertanggung jawab atas ketidakmampuan pasien. Palpitasi cenderung lebih umum pada malam hari dan pada saat-saat introspektif tetapi kurang nyata selama aktifitas.

Patogenesis Palpitasi Palpitasi dapat dialami oleh orang normal yang sibuk dalam upaya fisis yang berat atau yang timbul secara emosional dan seksual. Palpitasi tipe ini bersifat fisiologis dan menggambarkan keadaan normal suatu jantung yng terlalu aktif-yakni jantung yang berdenyut cepat dengan suatu kontraktilitas yang bertambah. Palpitasi akibat jantung terlalu aktif juga terdapat pada keadaan patologik misalnya demam, anemia akut atau berat atau tirotoksikosis. Bila hebat dan teratur, palpitasi biasanya disebabkan oleh volume sekuncup (Stroke Volume) yang bertambah besar. Keadaan patologik seperti regurgitasi aorta atau peredaran darah yang hiperkinetik (misalnya anemia, fistula arteriovenosa dan tirotoksiskosis) atau pada sindroma jantun g hiperkinetik idiopatik. Palpitasi juga dapat terjadi segera setelah mulainya perlambatan jantung, seperti jika terjadi perkembangan atrioventrikular block total atau pada konversi dari fibrilasi atrial ke ritme sinus. Gerakan jantung yang tidak biasa di dalam cavum thoraks juga sering merupakan mekanisme palpitasi. (Goldman, 2000) Beda Sesak Nafas Pulmo dan Kardio Pasien dengan penyakit jantung biasanya merasa sesak napas pada saat melakukan aktifitas fisik (exertional dyspnoea) dan kadang-kadang timbul sesak pada saat berbaring (positional dyspnoea atau orthopnoea). Patofisiologi orthopnoea adalah sebagai berikut : pada waktu pasien berbaring, terjadi redistribusi cairan dari jaringan perifer ke paru-paru sehingga terjadi peningkatan tekanan kapiler pulmonary. Hal ini kemudian men-stimulasi ujung saraf pada paru-paru sehingga terjadilah orthopnoea. Kadang-kadang pasien mendadak terbangun dari tidurnya, megap-megap, sesak napas. Jadi pasien lebih baik tidur dalam posisi setengah duduk atau dengan beberapa bantal. Gejala ini biasanya disertai dengan batuk yang berdahak putih berbusa (paroxysmal nocturnal dyspnoea). Mekanisme dyspnoea karena aktifitas fisik masih kontroversial. Ada pendapat bahwa mekanismenya sama dengan orthopnoea, yaitu terjadi peningkatan venous return dari otot pada saat aktifitas fisik, sehingga meningkatkan tekanan atrium kiri. Padahal, sesak napas pada saat aktifitas fisik tidak selalu berhubungan langsung dengan tekanan atrium kiri. Ada faktor-faktor lain seperti penurunan kadar oksigen pada darah di arteri dan perubahan fungsi otot jantung pada payah jantung kronis. Sesak napas yang disertai wheezing kadang-kadang disebabkan karena penyakit jantung, tetapi terlebih dahulu harus disingkirkan adanya obstruksi jalan napas. Pasien yang merasa tiba-tiba harus

menarik napas dalam-dalam, yang tidak ada hubungannya dengan aktifitas fisik, yang sering mengeluh sesak napas atau yang merasa terus menerus tidak dapat bernapas dengan baik, bukan gejala dari penyakit jantung, tetapi merupakan gejala kecemasan. Kadang-kadang sulit untuk membedakan sesak napas yang disebabkan karena penyakit paru-paru atau jantung. Paroxysmal nocturnal dyspnoea atau orthopnoea merupakan gejala penyakit jantung, sedangkan wheezing merupakan gejala penyakit paru-paru. (Price, 2006) Korelasi Sesak Nafas dengan Keadaan Prematur Anak Secara garis besar, PJB ini dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu PJB asianotik dan sianotik. Penyakit jantung bawaan asianotik dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian berdasarkan beban fisiologis yang diberikannya kepada jantung. Salah satunya yaitu lesi shunt dari kiri ke kanan. Penyakit jantung bawaan yang termasuk ke dalamnya adalah Atrial Septal Defect, Ostium Secundum Defect, Sinus Venosus Atrial Septal Defect, Partial Anomalous Pulmonary Venous Return, Atrioventricular Septal Defects (Ostium Primum and Atrioventricular Canal or Endocardial Cushion Defects), Ventricular Septal Defect, Supracristal Ventricular Septal Defect with Aortic Insufficiency, Patent Ductus Arteriosus, Aorticopulmonary Window Defect, Coronary-Arteriovenous Fistula (Coronary-Cameral Fistula), Ruptured Sinus of Valsalva Aneurysm. Pada lesi obstruktif termasuk Pulmonary Valve Stenosis with Intact Ventricular Septum, Infundibular Pulmonary Stenosis and Double-Chamber Right Ventricle, Pulmonary Stenosis in Combination with an Intracardiac Shunt, Peripheral Pulmonary Stenosis, Aortic Stenosis, Coarctation of the Aorta, Coarctation with Ventricular Septal Defect, Coarctation with Other Cardiac Anomalies and Interrupted Aortic Arch, Congenital Mitral Stenosis,and Pulmonary Venous Hypertension. Pada lesi regurgitan termasuk Pulmonary Valvular Insufficiency and Congenital Absence of the Pulmonary Valve, Congenital Mitral Insufficiency, Mitral Valve Prolapse, and Tricuspid Regurgitation. Pada lesi jantung tambahan termasuk Anomalies of the Aortic Arch, Anomalous Origin of the Coronary Arteries, Pulmonary Vascular Disease (Eisenmenger Syndrome). Penyakit jantung bawaan sianosis dapat kita bagi menjadi lesi sianosis yang disertai dengan penurunan aliran darah paru dan lesi sianosis yang disertai penambahan aliran darah paru. Lesi sianosis yang disertai dengan penurunan aliran darah paru pada anamnesis akan ada keluhan berupa batuk, sesak napas, panas berulang, gangguan menyusui dan gangguan tumbuh kembang. Yang termasuk lesi sianosis yang diserta dengan penurunan aliran darah paru adalah Tetralogy of Fallot, Pulmonary Atresia with

Ventricular Septal Defect, Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum, Tricuspid Atresia, DoubleOutlet Right Ventricle with Pulmonary Stenosis, Transposition of the Great Arteries with Ventricular Septal Defect and Pulmonary Stenosis, Ebstein Anomaly of the Tricuspid Valve. Lesi sianosis yang disertai dengan bertambahnya aliran darah paru pada anamnesis jarang didapatkan batuk panas, didapatkan gangguan menyusui dan tumbuh kembang. Yang termasuk didalamnya adalah d-Transposition of the Great Arteries, d-Transposition of the Great Arteries with Intact Ventricular Septum, Transposition of the Great Arteries with Ventricular Septal Defect, lTransposition of the Great Arteries (Corrected Transposition), Double-Outlet Right Ventricle Without Pulmonary Stenosis, Double-Outlet Right Ventricle with Transposition of the Great Arteries (TaussigBing Anomaly), Total Anomalous Pulmonary Venous Return, Truncus Arteriosus, Single Ventricle (Double-Inlet Ventricle, Univentricular Heart), Hypoplastic Left Heart Syndrome, Abnormal Positions of the Heart and the Heterotaxy Syndromes (Asplenia, Polysplenia). (Price, 2006) Pada kasus di skenario 2 ini pasien tidak mengalami sesak napas, begitu pula dengan tidak adanya sianosis. Padahal umumnya orang dengan penyakit jantung sering memberikan keluhan sesak napas. Hal ini terjadi mungkin karena pada pasien kelainan yang didapatkan bukanlah merupakan penyakit jantung bawaan sianosis akibat lesi sianosis yang disertai dengan penambahan aliran darah paru sehingga tidak menimbulkan keluhan sesak napas. Sirkulasi Darah Janin dan Bedanya dengan Orang Dewasa Sirkulasi darah fetus berasal dari ibunya, yaitu melalui arteri dan vena umbilicalis. Ada dua arteri dan satu vena. Vena berfungsi untuk menyalurkan oksigen dari ibu ke fetus sedangkan arteri menyalurkan sisa-sisa metabolism fetus ke darah ibu utuk dikeluarkan. Setelah melewati dinding abdomen, pembuluh vena umbilicalis mengarah ke cranial menuju hepar, membagi menjadi dua, yaitu sinus porta ke dexter yang memasok darah ke hati dan duktus arteriosus arantii yang akan bergabung dengan vena cava inferior masuk ke atrium kanan. Darah ini akan mengalir menuju ke foramen ovale menuju atrium cordis sinistrum dan selanjutnya ke ventrikel sinister lalu ke seluruh tubuh melalui aorta. Darah dari ventrikel dexter akan mengarah ke pulmo melalui arteri pulmonali. Tapi, sebagian besar darah dari arteri ini akan disalurkan ke arcus aorta melalui ductus arteriosus botalli karena paru belum berkembang. Darah tersebut akan bergabung ke aorta descendens, bercampur dengan darah bersih yang akan dialirkan ke seluruh tubuh. Darah balik akan dialirkan melalui arteri epigastrika, keluar melalui dinding abdomen sebagai arteri umbilikalis.

Sirkulasi darah dewasa terdiri dari dua yaitu sirkulasi darah magna dan parva. Sirkulasi darah magna mengalirkan darah dari cor (ventriculus sinister) ke seluruh tubuh melalui aorta lalu kembali ke cor (atrium cordis dexter) sedangkan sirkulasi darah parva mengalirkan darah dari cor (ventriculus dexter) ke pulmo melalui arteri pulmonalis lalu kembali ke cor (atrium cordis sinistrum). (Snell, 2006)

Mekanisme Sianosis Sianosis adalah warna kebiruan pada kulit dan mukosa akibat peningkatan jumlah Hb terreduksi. Biasanya mudah terlihat di bibir, kuku, telinga,dan telapak tangan. Warna merah seperti chery bukanlah suatu sianosis tetapi biasanya disebabkan oleh COHb. Peningkatan jumlah Hb tereduksi disebabkan oleh peningkatan aliran vena akibat dilatasi venule atau akibat penurunan SaO2 pada kapiler. Pada umumnya diperlukan jumlah Hb tereduksi paling sedikit 4 g/dL untuk menimbulkan sianosis. Oleh karena itu pada pasien anemia mungkin tidak akan terjadi sianosis. Sianosis juga terjadi pada penderita dengan Hb nonfungsional seperti methemoglobin atau sulfhemoglobin. Sianosis dapat dibagi menjadi sentral dan perifer. Pada tipe sentral, SaO2 menurun atau adanya hemoglobin abnormal dan membran mukosa dan kulit terlihat sianosis. Pada tipe perifer,aliran darah menurun akibat konstriksi dan peningkatan penggunaan O2 diperifer. Pada keadan ini membran mukosa mulut biasanya tidak terlihat sianosis. Sentral Sianosis. SaO2 menurun akibat penurunan PaO2. Penurunan ini diakibatkan penurunan FiO2 tanpa adanya kompensasi berupa hiperventilasi untuk meningkatkan PO2 alveolar. Sianosis tidak akan terjadi pada ketinggian 2500 m,tetapi akan terjadi pada ketinggian 5000 m. Hal ini dapat diterangkan dengan mempelajari kurva disosiasi Hb-O2.Pada 2500 m, FiO2 sekitar 120 mmHg, PO2 alveolar sekitar 80 mmHg dan SaO2 normal. Namun pada ketinggian 5000 m ,FiO2 dan PO2 alveolar sekitar 85 dan 50 mmHg dan SaO2 hanya 75 %. Hal ini menyebabkan adanya 25 % Hb tereduksi di dalam darah arteri yang akan menyebabkan sianosis. Gangguan fungsi paru yang berat biasanya merupakan penyebab dari sentral sianosis. Hal ini bisa terjadi secara akut seperti pada pneumonia atau edema paru atau terjadi secara kronis seperti pada emfisema. Pada yang kronis akan timbul polisitemia dan clubbing pada jari. Namun demikian banyak pula yang tidak terjadi sianosis, hal ini disebabkan karena adanya sedikit daerah yang masih mendapatkan perfusi yang baik. Shunt vena sistemik menuju arteri juga dapat menyebabkan sianosis sentral. Beberapa bentuk penyakit jantung bawaan dapat menyebabkan sianosis jenis ini. Untuk dapat terjadinya shunt selain adanya defek juga diperlukan adanya obstruksi aliran darah distal dari letak defek atau adanya

peningkatan resistensi vascular paru. Paling sering adalah kelainan berupa VSD disertai obstruksi aliran darah pulmoner seperti pada Tetralogy Fallot.Pada Patent Ductus Arteriosus dimana terdapat hipertensi pulmoner dan shunt dari kanan ke kiri akan didapatkan suatu sianosis diferential dimana sianosis hanya timbul pada extremitas bawah tidak pada extremitas atas. Fistula arteriovenosa pulmoner dapat terjadi secara congenital atau didapat, soliter atau multiple, mikroskopik atau massive. Derajat sianosis dipengaruhi oleh ukuran dan jumlahnya. Keadaan ini kadang terdapat pada teleangiektasia hemoragik herediter. Penurunan SaO2 dan sianosis juga dapat terjadi pada pasien sirosis, hal ini mungkin karena adanya fistula arteriovenosa pulmoner atau adanya anstomosis vena pulmoner dengan vena porta. Pada pasien dengan shunt kanan ke kiri baik di jantung maupun diparu, keberadaan dan derajat beratnya sianosis tergantung pada besarnya ukuran shunt dan saturasi Hb-O2 dalam darah vena. Dengan meningkatnya penggunaan O2 oleh karena latihan otot, jumlah darah vena yang kembali ke jantung bagian kanan akan semakin bertambah dibanding saat istirahat, hal ini akan semakin memperjelas sianosis. Juga oleh karena resistensi vascular sistemik menurun saat latihan,hal ini akan semakin meningkatkan aliran shunt. Polistemia sekunder sering terjadi pada sianosis. Sianosis dapat disebabkan oleh sejumlah kecil methemoglobin dan sulfhemoglobin. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan spektroskopi. Sianosis Perifer. Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh vasokonstriksi yang normal terjadi

akibat paparan dengan udara dingin atau air. Pada keadaan dimana cardiac output rendah sehingga terjadi vasokonstriksi kulit maka sianosis yang terjadi akan semakin hebat. Meskipun saturasi arteri normal namun penurunan aliran darah ke kulit akan menyebabkan penurunan PO2 vena dan kapiler sehingga akan terjadi pula sianosis. Obstruksi arteri extremitas missal oleh karena emboli atau konstriksi arterial seperti pada Raynauds phenomenon akan menyebabkan kepucatan dan dingin serta sianosis. Obstruksi vena seperti pada trombophlebitis akan menyebabkan dilatasi plexus venosa dan akan meningkatkan sianosis yang terjadi. (Harrison,2000) Korelasi Gejala dari Kecil dengan Lahir Prematur Bayi prematur adalah bayi lahir hidup yang dilahirkan sebelum 37 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir dan memiliki berat badan lahir 2.500 gram atau kurang. Bayi yang lahir prematur memiliki kecenderungan untuk mengalami kelainana pada berbagai sistem di dalam tubuh, diantaranya adalah sistem kardiovaskuler dan sistem kekebalan tubuh. Kelainan kardiovaskuler yang mungkin dialami oleh bayi prematur antara lain PDA (paten duktus arteriosus), hipotensi, hipertensi, bradikardia dengan apnea, dan malformasi kongenital.

Jika ditinjau dari sistem kekebalan tubuh, bayi yang lahir prematur memiliki kerentanan untuk mengalami infeksi (kongenital, perinatal, nosokomial, bakteri, virus, jamur, dan protozoa). Disamping faktor lahir lebih cepat, bayi prematur rentan terkena infeksi adalah akibat tidak didapatnya ASI pertama dari ibu sesaat setelah dilahirkan. Pada umumnya, bayi prematur langsung mendapat perawatan intensif dalam inkubator. ASI pertama atau kolostrum memiliki kadar IgA tinggi yang berfungsi sebagai sistem pertahanan mukosa. Oleh karena itu, pasien dalam skenario ini mudah terkena batuk pilek antara lain disebabkan oleh riwayat lahir prematur yang memengaruhi sistem kekebalan tubuhnya. (Behrman, 2000) Vital Sign Normal pada Anak Umur 15 Tahun Vital sign anak umur 15 tahun kurang lebih sudah seperti orang dewasa, yaitu : Nadi : nadi pada bayi 140 denyut/menit, semakin tua semakin menurun. Pada usia 14-18 tahun, denyut sekitar 82 denyut /menit, namun masih dianggap normal pada kisaran 60-100 denyut/menit Tekanan darah : tekanan darah pada anak 1 tahun adalah 102/55 mmHg dan semakin tua semakin meningkat. Pada anak umur 15 tahun, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg Respiratory Rate : Pada bayi 40-60, menurun ketika dewasa. Pada anak umur 15 tahun, RR normal adalah 16-20/menit Suhu : Suhu normal pada anak umur 15 tahun adalah 36,5-37,2 oC (Guyton, 2008) Interpretasi Tekanan Darah dan Denyut Nadi di Skenario Tekanan darah normal 120/80 mmHg, pada kasus 120/40 mmHg pulsus celer. Tekanan diastole rendah menunjukkan adanya kelainan pada aorta, karena tekanan diastole sendiri berasal dari gerakan dinding aorta pada saat valva semilunaris aorta menutup. Apabila ada gangguan yang menyebabkan valva semilunaris aorta tidak dapat menutup (insufisiensi) maka darah yang seharusnya dipompakan maju terus ke arah perifer mejadi berbalik arah, pembalikan arah (biasa dikenal sebagai regurgitasi aorta) inilah yang menyebabkan tekanan pada aorta menjadi turun. Denyut nadi normal 60-100x/menit, pada kasus takikardi, irama reguler normal. Takikardia berarti denyut jantungyang lebih cepat, biasanya didefinisikan pada orang dewasa sebagai denyut jantung yang lebih dari 100 kali per menit. Penyebab umum takikardia meliputi kenaikan suhu tubuh, rangsanganjantung oleh saraf simpatis, atau keadaan toksik pada jantung. (Guyton, 2008) Takikardia sinus ialah irama sinus yang lebih cepat dari 100 kali/menit. Kkeadaan ini biasa ditemukan pada bayi dan anak kecil dan takikardia sinus juga sering ditemukan pada beberapa keadaan stres

fisiologis maupun patologis seperti kegiatan fisik (olahraga), demam, hipertiroidisme, anemia, infeksi,sepsis, hipovolemia, penyakit paru kronik. Obat-obatan seperti atropin, katekolamin, kafein, kormon tiroid dapat menimbulkan takikardia sinus. Takikardia sinus juga dapat terjadipada penderita gagal jantung. (Trisnohadi, 2007) Interpretasi Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi tidak tampak barrel chest = normal. Barrel chest mengindikasikan emfisema. 2. Pada palpasi, ictus cordis bergeser ke lateral, normalnya terdapat di SIC 4-5 linea mid clavicularis sinistra. Hal ini menunjukkan bahwa ictus telah bergeser, penyebabnya adalah hipertrophy pada ventriculus cordis sinistra yang disebabkan oleh kerja ventriculus yang meningkat. Meningkatnya kerja ventriculus cordis sinistra ini dikarenakan darah yang diejeksi berbalik arah (regurgitasi) sehingga dara di perifer tidak adekuat, dan untuk mengkompensasinya, ventriculus cordis sinistra bekerja lebih keras. Akibat dari kerja ekstra keras itu adalah myocardium yang mengalami hipertrophy. Tidak teraba thrill = normal. 3. Pada perkusi batas jantung kiri juga bergeser ke lateral, seharusnya batas jantung kiri juga di SIC 4-5 linea mid clavicularis sinistra. Penyebab batas cor sinistra yang bergeser ke arah lateral ini juga karena adanya hipertrophy pada myocardium. Bedanya pada pelebaran batas cor ini terjadi karena adanya hipertrophy myocardium pada atrium dextrum. 4. Auskultasi jantung terdengar diastolic murmur dengan punctum maximum di SIC 4-5 parasternal kiri. Diastolic murmur adalah bising cor yang terjadi diantara suara cor pertama dan sebelum suara cor kedua. Kemungkinan penyebab bising adalah stenosis mitral atau insufisiensi aorta. Pada kasus ini bising yang terdengar adalah bising Austin Flint. Bising Austin Flint ini terjadi karena adanya aliran darah akibat turbulensi di valva semilunaris aorta yang berbalik arah ke valva mitral dan mengenai cucpis anterior valva mitralis. Akibatnya, valva mitralis menutup secara prematur dan terdengarlah bising. Bising yang terdengar bersifat berdesir. Punctum maximum yang terletak di SIC IV-V parasternal sinistra ini kadang menyebabkan salah diagnosis dengan mitral stenosis. Apabila didengarkan dengan seksama, bising yang terdengar sangatlah berbeda, bising mitral stenosis bersifat bersiul sedangakan pada insufisiensi aorta bisingnya bersifat berdesir. Pada mitral stenosis juga terjadi opening snap, terjadi akibat pembukaan valvula mitral yang stenotik pada saat pengisian ventrikel di awal diastole. Opening snap tidak terdapat pada anak, hanya pada orang dewasa

Interpretasi Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan hematologi normal Triple Cardiac Marker (CK-MB, Myoglobin, Troponin I) Deskripsi : Terdiri atas 3 pemeriksaan (CK-MB, Troponin I, dan Mioglobin), dilakukan secara

bersamaan sehingga dapat meningkatkan sensitivitas dalam menetapkan diagnosis infark miokardial pada pasien yang datang ke UGD dengan gejala nyeri di dada. Manfaat Pemeriksaan :Kegunaan pemeriksaan CKMB adalah untuk diagnosis AMI (Acute

Myocardial Infarct). Walaupun cukup banyak kardiologi yang lebih menyukai penentuan troponin, tetapi penentuan CKMB juga berperan dalam diagnosis reinfark. Troponin akan tetap meningkat sekitar 14 hari setelah AMI, sementara konsentrasi CKMB akan menurun ke baseline dalam 72 jam. Kadar CKMB dapat meningkat diluar kerusakan miokardium, peningkatan kadar CKMB dapat terjadi pada kondisi hipotiroidisme dan peningkatan kadar CK total terjadi pada 50% kasus. Myoglobin merupakan oxygenbinding protein yang ditemukan dalam jantung dan striated muscle. Peningkatan konsentrasinya yang cepat merupakan penanda AMI yang dini. Kadar myoglobin serum merupakan indikator dini AMI, terutama apabila dikombinasikan dengan troponin atau CKMB. Setelh kondisi AMI, kadar myoglobin kembali normal sementara kadar troponin tetap meningkat. Myoglobin serum akan diekskresikan melalui ginjal, dan myoglobin merupakan penanda kerusakan miokardial awal yang sensitif karena dilepaskan dari sel-sel yang mengalami nekrotik, sehingga dapat digunakan untuk deteksi infark miokard dini. Konsentrasi myoglobin akan meningkat 1 jam setelah infark dan mencapai puncaknya dalam 4-12 jam. Cardiac troponin I (cTnI) dan troponin T (cTnT) merupakan uji primer dalam diagnosis AMI karena memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi. Salah satu kriteria diagnosis AMI antara lain adanya simptom iskemik, adanya perubahan gelombang Q pada EKG, perubahan segmen ST dan intervensi arteri koroner. Troponin lebih sensitif dari CKMB untuk deteksi nekrosis otot jantung. Myoglobin, suatu penanda yang meningkat cepat setelah AMI, diterima sebagai penanda dini tetapi kurang spesifik bila dibandingkan dengan troponin; apabila hasil myoglobin positif maka diperlukan uji konfirmasi menggunakan troponin atau CKMB. Troponin jantung akan tetap meningkat 5-7 hari setelah onset kerusakan jantung, oleh karena itu untuk menduga periode reinfark perlu dievaluasi menggunakan troponin atau CKMB. EKG (Elektrokardiogram) adalah suatu representasi dari potensial listrik otot jantung yang didapat melalui serangkaian pemeriksaan menggunakan sebuah alat bernama elektrokardiograf. Melalui EKG (atau ECG / Electro Cardio Graphy) kita dapat mendeteksi adanya suatu kelainan pada aktivitas elektrik jantung melalui gelombang irama jantung yang direpresentasikan alat EKG di kertas EKG.

Macam lead yang sering digunakan pada EKG adalah: (1) Tiga lead standart, terdiri dari lead I dimana poll negative dari elektrokardiografi

dihubungkan dengan pergelangan tangan kanan dan poll positif dihubungkan dengan pergelangan tangan kiri; lead II dimana terminal negative dari elektrokardiografi dihubungkan dengan pergelanan tangan kanan dan terminal positif dihubungkan dengan pergelangan kaki kiri; lead III dimana terminal negative dihubungkan dengan pergelangan tangan kiri dan terminal positif dengan pergelangan kaki kiri. (2) Lead dada, terdapat 6 macam lead precordial, yaitu:

V1 = Spatium intercostae 4 di tepi kanan sternum V2 = Spatium intercostae 4 di tepi kiri sternum V3 = Antara V2 dan V4 V4 = Spatium intercostae 5 linea medioclavicularis kiri V5 = Spatium intercostae 5 linea axillaris anterior kiri

V6 = Spatium intercostae 5 linea axillaris medialis kiri Figure 1: Gambar Grafik EKG normal menunjukkan gelombang P, kompleks QRS, dan T dan gelombang U. PR interval dan segmen ST adalah jendela waktu yang signifikan. Puncak amplitude QRS adalah sekitar 1 mV. Skala vertikal biasanya 1 mV/cm. Skala waktu biasanya didasarkan pada skala milimeter per detik, dengan 25 mm/s menjadi bentuk standar. Kotak kecil dari EKG adalah 11 mm. Hasil EKG pada kasus: Left Axis Deviation merupakan hasil dari adanya hipertrofi ventrikel kiri. Aksis merupakan gabungan vektor-vektor dari arah impuls jantung. Normalnya aksis berada pada -30o-110o. Apabila < -30o maka dikatakan adanya deviasi aksis ke kiri. Left Atrium Hyperthropy syaratnya adalah gelombang P mitralyang lebar dan berlekuk pada hasil EKG, dapat dilihat jelas pada lead I dan II. Left Ventricel Hyperthropy memiliki beberapa syarat: (1) (2) R di V5 atau V6 > 27 kotak kecil S di V1 + R di V5 atau V6 35 kotak kecil

(3)

Ada deviasi aksis ke kiri

Foto Thorax CTR Salah satu tanda penyakit ini adalah adanya pembesaran ukuran jantung atau yang disebut dengan cardiomegally. Jadi bisa dikatakan bahwa kalau terjadi pembengkakan ukuran jantung, maka hampir bisa dipastikan ada indikasi mempunyai penyakit jantung. Pemantauan pembesaran jantung selama ini masih menggunakan modaliti X-Ray karena modaliti ini hampir tersedia di hampir seluruh rumah sakit. Bahkan untuk kasus di Indonesia, banyak puskesmas yang sudah mempunyai peralatan ini. Agar mengetahui atau melihat kelainan organ-organ pada rongga dada diperlukan analisis dan interpretasi yang akurat, untuk menginterpretasikan hasil radiografi (X-ray). Salah satu metode yang digunakan adalah dengan menghitung rasio antara nilai maksimum dari transverse diameter dari jantung (MD) dengan nilai maksimum dari transverse diameter dari rongga dada (ID). Perhitungan CTR sudah diterima tidak hanya sebagai metode yang mudah akan tetapi nilainya dapat digunakan sebagai parameter klinis. Pada orang dewasa, nilai CTR yang lebih besar dari 0.5 (50%) mengindikasikan pembesaran jantung, meskipun masih ada variable lain seperti bentuk dari rongga dada yang harus diperhitungkan. Sedangkan pada bayi yang baru lahir, nilai CTR 66% adalah nilai batas normal. Perhitungan CTR ini sangat berguna untuk mendeteksi penyakit jantung terutama yang ditandai dengan adanya pembesaran ukuran jantung (cardiomegally). Kemungkinan penyebab CTR lebih dari 50% diantaranya: (1) Kegagalan jantung (cardiac failure) (2) pericardial effusion (3) left or right ventricular hypertrophy

Biomarker jantung
Biomarker jantung akan meningkat pada penyakit jantung. 1. CK-MB 2. Troponin 3. Mioglobin 4. Natriuretic Peptide (ANP, BNP, CNP) 5. LDH 6. SGOT 7. Alfa HBDH 8. CRP

9. Anti-Streptosilin-O LVH adalah akronim dari Left Ventricle Hipertrophy takikardi yang terus menerus membuat myocardium pada ventriculus cordis sinistra mengalami hipertrophy. LAH adalah akronim dari Left Atrium Hipertrophy, gambaran ini muncul karena atrium sinistrum mengalami pembesaran. Pembesaran relatif ini terjadi karena atrium kerja ventriculus cordis sinister yang bekerja keras, sehingga atrium dextrum berusaha mengimbanginya. LAD adalah akronim dari Left Axis Deviation menunjukkan adanya penyimpangan pada axis kiri dari pencitraan ECG. Sudut pencitraan ECG cor yang normal adalah antara 30o sampai dengan 105o. Jika kurang atau lebih dari sudut tersebut berarti menunjukkan adanya kelainan pada cor. LAD biasanya muncul pada pembesaran ventriculus sinister, left anterior hemiblock, infark myocardial pada fase gelombang Q, emphysema, atresia tricuspid, Wolf-Parkinson-White syndrome jalur sisi kanan, ostium primum ASD, injeksi kontras ke arteri coronaria sinistra. Differential Diagnosis Penyakit jantung infeksi 1. Endokarditis. Endokarditis adalah infeksi selaput jantung (permukaan bagian dalam jantung) atau katup jantung yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab endokarditis biasanya ditemukan di mulut, saluran pencernaan atau saluran kemih. Endokarditis adalah gangguan yang serius dan fatal sebelum penggunaan antibiotik yang luas. Sekarang kebanyakan kasus endokarditis sembuh walaupun operasi mungkin diperlukan jika kerusakan katup jantung parah. 2. Penyakit jantung rematik. Penyakit jantung rematik adalah suatu komplikasi dari demam rematik. Demam rematik disebabkan karena radang tenggorokan yang tidak diobati yang kemudian menyebabkan kerusakan pada katup jantung, menyebabkan katup jantung gagal untuk menutup dengan benar atau tidak cukup terbuka. Ketika katup gagal menutup dengan benar, hal itu memungkinkan darah bocor bergerak mundur. Ketika katup tidak cukup terbuka, jantung harus memompa lebih keras untuk memaksa darah melalui pembukaan yang menyempit. Bila kerusakan jantung permanen, kondisi ini disebut penyakit jantung rematik. Demam rematik merupakan penyakit infeksi akut yang terjadi terutama pada anak-anak dan dewasa muda. 3. Miokarditis.

Miokarditis adalah peradangan pada miokardium. Miokardum merupakan lapisan otot tebal yang membentuk bagian utama dari jantung. Kondisi ini dapat mengakibatkan nyeri dada yang samarsamar, detak jantung yang tidak normal, gagal jantung kongestif dan tanda-tanda lain. 4. Perikarditis. Perikarditis adalah peradangan atau infeksi pada pericardium. Pericardium merupakan lapisan tipis yang mengelilingi jantung. Terdapat cairan kecil di antara lapisan dalam dan luar pericardium. Ketika pericardium menjadi meradang, jumlah cairan ini meningkat di antara dua lapisan dan menekan jantung dan mengganggu kemampuan jantung untuk berfungsi dengan baik.

Kelainan jantung bawaan merupakan kelaianan yang sudah terbentuk sejak dalam janin dan nampak ketika bayi tersebut lahir. Defek kongenital pada waktu masih berupa janin dapat ditoleransi dengan baik karena sifat paralel sirkulasi janin dari ibu. Ketika lahir, sudah tidak tergantung ibu sehingga kelainan anatomi menjadi lebih tampak. Etiologi dari kelainan jantung bawaan (kongenital) dapat karena genetik ataupun lingkungan (penyakit pada ibu, obat teratogenik, dll) (Nelson, 2000).
Penyakit Jantung Bawaan 1. Atrial Septal Defect (ASD) Kelainan jantung bawaan akibat adanya lubang pada septum interatrial. Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi atas 3 tipe: 1) Defek Septum Atrium Sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovalis 2) Defek Septum Atrium Primum, bila lubang terletak didaerah ostium primum. 3) Defek sinus venosus, bila lubang terletak didaerah sinus venosus. ASD sering tidak ditemukan pada pemeriksaan rutin karena keluhan baru timbul pada decade 2-3 dan bising yang terdengar tidak keras. Pada kasus dengan aliran pirau yang besar keluhan cepat lelah timbul lebih awal. Gagal jantung pada nenonatus hanya dijumpai pada kurang lebih 2% kasus. Sianosis terlihat bila telah terjadi penyakit vaskuler paru (sindrom eisenmenger). Penderita ASD seringkali disertai bentuk tubuh yang tinggi dan kurus, dengan jari-jari tangan dan kaki yang panjang. Aktifitas ventrikel kanan meningkat dan tak teraba thrill. Bunyi jantung kesatu mengeras, bunyi jantung kedua terpisah lebar dan tidak mengikuti variasi pernafasan (wide fised split). Bila tejadi hipertensi pulmonal, komponen pulmonal bunyi jantung kedua mengeras dan pemisahan kedua komponen tidak lagi lebar. Terdengan bising sistolik ejeksi yang halus disela iga II parasternalis kiri. Bising mid-diastolik mungkin terdengar di sela iga IV parasternal kiri, sifatnya menggenderang dan

meningkat dengan inspirasi. Bising ini terjadi akibat aliran melewati katup tricuspid yang berlebihan, pada defek yang besar dengan rasio aliran pirau interatrial lebih dari 2. bising pansistolik regurgitasi mitral dapat terdengar di daerah apeks pada defek septum atrium primum dengan celah pada katup mitral atau pada defek septum atrium sekuntum yang disertai prolaps katup mitral. (Hanafiah dkk, 2003) Pasien dengan ASD tipe sinus venosus atau ostium secundum sangat jarang sekali mengalami kematian sebelum usia 50 tahun. Selama usia 50-60 tahun, gejala-gejala yang muncul mengarah kepada disability. Manajemen medis harus mengikutsertakan penanganan infeksi saluran pernafasan, medikasi antiaritmia untuk atrial fibrillation atau takikardi supraventrikular. Resiko infeksi endokarditis sangat sedikit kecuali defek memiliki komplikasi regurgitasi valve atau diperbaiki dengan patch atau alat lain. (Widodo, 2010) 2. Ventricular Septal Defect. Kelainan jantung bawaan berupa lubang pada septum interventrikular. Lubang tersebut dapat hanya 1 atau lebih (swiss cheese VSD) yang terjadi akibat kegagalan fusi septum interventrikuler semasa janin dalam kandungan. Berdasarkan lokasi lubang, VSD diklasifikasikan dalam 3 tipe: 1) Perimembranous, lubang terletak didaerah septum membranous dan sekitarnya. 2) Subarterial Doubly commited, bila lubang terletak didaerah septum infundibuler. 3) Muskuler, lubang terletak di daerah septum muskuler inlet, outlet atau trabekuler. Besar dan arah shuny tergantung 2 hal, yaitu besar kecilnya defek dan tekanana pulmonal (Robbins, 2007). Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan terjadinya aliran dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran darah yang ke paru bertambah. Bila aliran pirau kecil biasanya tidak menimbulkan keluhan, tetapi bila besar akan memberikan keluhan seperti kesulitan waktu minum atau makan karena cepat lelah atau sesak dan sering mengalami batuk serta infeksi saluran nafas ulang. Ini mengakibatkan pertumbuhan lambat. Penderita VSD dengan aliran pirau yang besar biasanya terlihat takipneu. Aktifitas ventrikel kiri meningkat dan dapat terba thrill sistolik. Komponen pulmonal bunyi jantung kedua mengeras bila terjadi hipertensi pulmonal. Terdengan bising holosistolik yang keras disela iga 3-4 parasternal kiri yang menyebar sepanjang parasternal dan apeks. Pada aliran pirau yang besar, dapat terdengar bising middiastolik didaerah katup mitral akibat aliran yang berlebihan. Tanda-tanda gagal jantung kongestif dapat ditemukan pada bayi atau anak dengan aliran pirau yang besar. Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru dan Sindrom Eisenmenger, penderita tampak sianosis dengan jari-jari berbentuk tabuh, bahkan mungkin disertai tanda-tanda gagal jantung kanan. (Hanafiah dkk, 2003)

3.

Patent Ductus Arteriosus

Patent ductus arteriosus (PDA) adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka. Duktus arteriosus merupakan pembuluh darah yang menghubungkan aorta (pembuluh arteri besar yang mengangkut darah ke seluruh tubuh) dengan arteri pulmonalis (arteri yang membawa darah ke paru-paru), yang merupakan bagian dari peredaran darah yang normal pada janin. Sebuah ductus arteriosus paten kecil sering tidak menyebabkan gejala. Bayi dengan patent ductus arteriosus kemungkinan besar kesulitan mengalami kenaikan berat badan. Sedangkan anak-anak dengan ductus arteriosus paten kemungkinan tidak seaktif anak normal. Anak tersebut juga berpotensi paru-parunya terinfeksi. Tanda dan gejala ductus arteriosus paten bervariasi sesuai dengan cacat dan usia kehamilan pada saat bayi dilahirkan. Pada patent ductus kecil mungkin seringkali tanda-tanda atau gejala tak terdeteksi untuk beberapa waktu. Sedangkan patent ductus besar bisa menyebabkan gagal jantung. Seorang bayi prematur memiliki masalah lain yang berhubungan dengan prematuritas. Meski demikian, ductus arteriosus paten yang besar dapat menyebabkan tidak nafsu makan, berkeringat saat menangis atau bermain, bernapas cepat atau sesak napas, mudah lelah, denyut jantung cepat, dan sering infeksi paru-paru (Rilantono dkk, 2003). 4. Tetralogy Fallot

Kelainan jantung bawaan biru (sianotik), yang terdiri dari 4 kelainan, yaitu defek septum ventrikel perimembranous, stenosis pulmonal infundibuler, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. Anak dengan kelainan ini akan biru sejak lahir karena hipoksia, pertumbuhan badan kurang dari anak sebayanya. Gejala yang khas adalah spel sianotik dimana anak-anak tiba-tiba tampak lebih biru, pernafasan cepat, kesadaran menurun, dan kadang kadang disertai kejang. Kelainan ini biasanya dialami pada usia 3 bulan sampai 3 tahun dan sering timbul pada anak ketika bangun pagi atau setelah BAB. Demam juga dapat dijadikan sebagai pencetus. Kelainan ini punya insidensi tertinggi dari seluruh kelainan jantung bawaan biru (50%). Karakteristik kelainan ini adalah (1) (2) (3) (4) Sianotik pada mukosa mulut dan kuku, terkadang disertai jari tabuh. S1 normal tetapi S2 terpisah dengan komponen pulmonal melemah. Terdengar bising sistolik ejeksi di SIC II parasternal kiri. Pada elektrokardiogram tampak gambaran deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel

kanan, terkadang disertai hipertrofi atrium kanan.

(5)

Pada ECG tampa defek septum ventrikel jenis perimembranous dengan overriding aorta

50% dan penebalan infundibulum ventrikel kanan. (Hanafiah dkk, 2003) Penyakit Jantung Didapat Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease(RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR) dan merupakan kategori penyakit jantung didapat. Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan, jantung berdebar keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.

Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.

Tanda dan Gejala Penyakit Jantung Rematik Penderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah kulit. Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu saja demam.

Penegakan Diagnosis Penyakit Jantung Rematik Selain dengan adanya tanda dan gejala yang tampak secara langsung dari fisik, umumnya dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium, misalnya; pemeriksaan darah rutin, ASTO, CRP, dan kultur ulasan tenggorokan. Bentuk pemeriksaan yang paling akurat adalah dengan dilakukannya echocardiografi untuk melihat kondisi katup-katup jantung dan otot jantung. Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi DR. Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini untuk menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan Penyakit Jantung Rematik.

BAB III KESIMPULAN & SARAN Kesimpulan Dari hasil diskusi yang telah kami lakukan pada pertemuan pertama dan kedua dapat disimpulkan bahwa penyakit yang diderita pada pasien di skenario dua merupakan penyakit jantung bawaan atau penyakit jantung kongenital. Hal ini dikaitkan dengan keadaan anak yang lahir prematur, kelahiran premature memungkinkan organ anak tidak berkembang dengan sempurna, salah satunya jantung. Salah satu tanda perkembangan jantung tidak sempurna pada anak, seperti disebutkan pada skenario, adalah cepat lelah. Fungsi jantung adalah memompa darah untuk menyediakan oksigen, nutrien, dan hormon ke seluruh tubuh serta mengangkut sisa metabolisme dari seluruh tubuh. Apabila jantung mengalami suatu kelainan, berarti jantung tidak bisa melakukan fungsinya secara sempurna. Cardiac output mengalami penurunan yang berakibat berkurangnya asupan nutrisi ke jaringan-jaringan sehingga metabolisme jaringan tersebut pun terganggu sehingga timbul keadaan cepat lelah. Sedangkan keadaan anak yang sering batuk dan pilek bisa karena disebabkan kondisi imunnya yang kurang baik yang disebabkan oleh kelahiran premature juga. Jadi dari diskusi kami,kesimpulannya adalah pasien ini kemungkinan besar menderita penyakit jantung kongenital. Saran Pada diskusi skenario 2 blok kardiovaskular ini, tutorial pada pertemuan pertama dan kedua sudah berjalan dengan baik. Kasus yang disajikan pada skenario bermutu dan menarik sehingga kami memperoleh banyak pengetahuan dari LO yang harus dicapai di skenario ini.

DAFTAR PUSTAKA Aaronson, Philip I., Jeremy P. T. W. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Erlangga.

Behrman, Richard E., Robert Kliegman, Ann M. Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 2 Edisi 15. Alih bahasa oleh Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, Sp.A(K). Jakarta : EGC

Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC Goldman L., Braunwald E. 2000. Nyeri Dada dan Palpitasi. Dalam: Isselbacher K. J., Braunwald E., Wilson J. D., Martin J. B., Fauci A. S., Kasper L. H. (eds). Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.

Hanafiah, Asikin, dkk. 2003. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.

Hardiansyah, risky. Jenis jenis penyakit infeksi jantung. UNIVERSITAS SRIWIJAYA http://blog.unsri.ac.id/download/33587.pdf (diakses 30 Mei 2013) http://prodia.co.id/kimia/triple-cardiac-marker-ck-mb-myoglobin-troponin-i (diakses 30 Mei 2013) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23407/4/Chapter%20II.pdf (diakses 30 Mei 2013) http://staff.ui.ac.id/internal/140058501/material/drGanesjaPenyakitJantungBawaankuliahS1tkV.pdf (diakses 30 Mei 2013)

Price, S. A., Lorraine M. W. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Roebiono P.S. 2003. Duktus Arteriosus Persisten. Dalam : Rilantono L.I., Baraas F., Karo S.K., Roebiono P.S.(eds). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

Ronny dkk. 2009. Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta: EGC.


Snell, R. S., 2006. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta:EGC. Widodo, Djoko. 2010. Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai