Anda di halaman 1dari 4

Dalam ilmu ekonomi, terdapat elemen-elemen utama ekonomi yang menjadi dasar ekonomi.

salah satunya yaitu incentive matter Sebelum membuat studi kasus, saya berusaha memberikan penjelasan tentang apa itu incentive matter. Incentive matter : hal pendorong yang mempengaruhi pilihan dengan cara yang terprediksi. Setiap manusia membutuhkan insentif (bereaksi terhadap insentif) karena manusia melihat peluang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan asas ilmu ekonomi yaitu rasionalitas, dimana konsumen hanya akan memilih yang terbaik baginya. Dalam memilih suatu keputusan ekonomi tersebut, manusia dipengaruhi oleh motivasi dan ego yang di aplikasikan dengan tujuan yang berbeda-beda.

dalam buku Exploring Economics , Robert L. Sexton menyatakan bahwa incentive matter terbagi kepada dua macam, yaitu : 1. incentive matter positif are those either increase benefits or reduce cost and thus result in an increase level of the related activity or behavior. 2. incentive matter negative. are those either increases costs or reduces benefits, resulting in decrease in the activity or behavior

studi kasus : Menurunnya Omset Penjualan Daging Sapi di Indonesia Omset penjualan daging sapi di perkirakan menurun hingga 50% (terdata hingga februari 2013). harga normal daging sapi pada umunya adalah Rp.60.000 hingga Rp.70.000 per kilogram. Kini, harga daging tersebut naik tajam hingga Rp.100.000 Rp. 110.000 per kilogram. kenaikan harga tersebut sebenarnya sudah mulai dirasakan pada November 20112. kenaikan ini terjadi sebagai dampak dari ketidak seimbangan antara kuota produksi dan tingginya permintaan masyarakat terhadap daging sapi. Pemenuhan kebutuhan daging nasional sangat bergantung pada impor. Untuk diketahui, saat ini sebanyak 25% kebutuhan daging nasional masih didapatkan melalui impor. Bahkan, di Jakarta, sebanyak 75% kebutuhan daging sapi-nya justru didapatkan dari impor. Kementerian pertanian mengungkapkan, penyebab kenaikan harga sapi local dipicu oleh meningkatnya harga sapi bakalan yang di impor dari Australia. harga sapi impor tersebut mencapai Rp. 32.000 / kg. kenaikan ini juga di sebabkan oleh sejumlah hambatan distribusi / transportasi seperti kapal antar pulau dan transportasi darat dari sentra produksi ke konsumen. Tingginya harga daging sapi memberi dampak pada masyarakat terutama kaum petani dan pedagang yang berkaitan dengannya serta restoran yang menjadikan daging sapi sebagai bahan pokoknya (seperti makanan steak). Seperti dari menurunnya minta konsumen secara drastis dan beralihnya konsumen kepada daging ayam atau daging lainnya. hal ini tentu mengancam akan adanya kerugian yang diderita oleh para pedagang ,terutama pedagang baso. kenaikan juga berimbas pada peternak yang selama ini menekuni penggemukan sapi. bahkan Di Yogyakarta, sempat terjadi mogok jualan daging sapi oleh para penjual daging di pasar karena Omset mereka selama 6 bulan terakhir ini turun sekitar 30%. Kenaikan ini juga memberikan dampak timbulnya praktek bisnis kotor, yaitu beredarnya daging sapi glonggongan. Dengan memaksa memberi air minum sapi (dipompa melalui mulut) hingga 100 liter/ekor sampai sapi gemetar dan pingsan sebelum dipotong, demi mengeruk keuntungan. Rata-rata konsumsi daging sapi nasional per tahunnya berkisar 450 ribu ton. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di atas berarti konsumsi masyarakat kita kurang dari 2 kg/kapita/tahun. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pasokan daging sapi dipenuhi dari produksi dalam negeri dan dari luar negeri. Diperkirakan 70 % dipenuhi dari dalam negeri dan 30 % dari impor khususnya dari Australia. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan , harga rata-rata daging sapi nasional januarifebruari telah naik 1.57 %. bahkan, menurut data bank dunia, harga daging sapi rata-rata di Indonesia adalah termahal di dunia karena mencapai $ 9.76. Sedangkan Malaysia $ 4.3 , Thailand $ 4.2 , Australia $ 4.2 , Jepang $ 3.9 dan Amerika India $ 7.4. padahal, Indonesia dikategorikan sebagai Negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat kaya.

Pemerintah seharusnya dapat mengendalikan kestabilan perekonomian dengan mengeluarkan segenap kebijakan atas pemikiran yang kritis terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. menurut saya, beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya yaitu: a. Pemerintah harus Mengevaluasi dan menetapkan angka kuota impor sapi dan daging sapi secara rutin pada tahun berjalan dengan melibatkan para pihak terkait. b. pemerintah diharapkan dapat melancarkan proses distribusi daging agar lebih efisien. Hal ini sekaligus akan memangkas keberadaan pedagang perantara yang justru menikmati keuntungan lebih besar. c. adanya UU yang bisa mengontrol harga daging secara adil juga diperlukan. UU ini akan menjamin harga barang yang adil baik bagi produsen maupun konsumen. Dengan begitu, massa rakyat terpastikan bisa mengakses harga kebutuhan pokoknya. d. mengembangkan industri peternakan sapi di Indonesia melalui berbagai instrumen kebijakan yang memihak kepentingan nasional, mencapai program swasembada daging sapi tahun 2014.

Dalam kasus ini, ketidak stabilan antara permintaan dan persediaan merupakan negative incentive karena memicu terhadap kenaikan harga daging sapi yang menghasilkan turunnya omset penjualan daging sapi tersebut. sementara disisi lain, kenaikan harga yang tajam ini merupakan positive incentive karena mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan langkah awal untuk target swasembada daging ditahun 2014. dipaparkan dalam buku exploring ecomics bahwa human behavior is influenced in predictable ways by such changes in economic incentives, and economic use this information to predict what will happen when the benefit and cost of any choice are changed. jadi, ekonomi mempelajari insentif dan konsekuensi dari tindakan tertentu. Karena setiap orang mencari peluang yang membuat mereka lebih baik sehingga kita dapat memprediksi apa yang akan terjadi ketika insentif berubah.

Tuan Ardhi adalah seorang distributor besar daging sapi. ia menjual daging tersebut dengan harga Rp.60.000,- / kg. Tuan Ardhi memiliki ratusan pelanggan dari usaha nya. Namun, seiring dengan langka serta melonjak nya harga daging sapi tersebut, Tuan Ardhi terpaksa menjual daging tersebut dengan harga Rp.100.000,- . dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, omset penjualan tuan Ardhi semakin berkurang. Ibu Ani yang merupakan salah satu konsumen pelanggan tuan Ardhi, hanya membeli 50 kg setiap minggunya. padahal, biasanya Ibu Ani membeli minimal 100 kg untuk usaha baso yang dimilikinya. tingginya harga daging sapi ini tentu sangat berpengaruh terhadap usaha yang dimiliki tuan Ardhi.

dari kasus tersebut didapat bahwa jika biaya produksi tinggi maka produsen akan menjual produknya lebih mahal dan konsumen akan menurunkan konsumsi bila harga produk mahal dari biasanya. yang menjadi hal pendorong seseorang untuk melakukan kegiatan ekonomi adalah kenaikan harga tersebut.

Anda mungkin juga menyukai