Anda di halaman 1dari 8

Penggunaan Metode Very Low Frequency (VLF) untuk Pemetaan Penyebaran Kontaminan di TPA Pasir Impun, Kota Bandung

Lena Sumargana 1, Budi Sulistijo 2


1

Pusat Teknologi Invenarisasi Sumberdaya Alam (PTISDA) - BPPT 2 Program Studi Rekayasa Pertambangan - ITB Email: anagramus@gmail.com

Abstrak
Dalam metoda Very Low Frequency (VLF), medan primer yang dipancarkan dengan frekuensi sangat rendah (15-30 kHz) ketika mengenai benda konduktif akan membangkitkan medan sekunder, resultan dari medan primer dan medan sekunder ini yang diterima oleh alat VLF, dan besarnya resultan ini tergantung dari medan sekunder. Identifikasi adanya pencemaran di lokasi TPA ditandai tingginya harga Daya Hantar Listrik (DHL) dan Padatan Terlarut Total (TDS), dan rendahnya harga resistivitas semu. Kata kunci: elektromagnetik, Very Low Frequency, padatan terlarut total, bawah permukaan

In the VLF (Very Low Frequency) method, the sign as source of primary field generated by radio stations with low frequency (15-30 kHz) when a conductive body is immersed into an electromagnetic filed it will be induced in it an electric current that will generate, in turn a secondary magnetic field. The resultant of primary and secondary magnetic field is received by VLF equipment, and it is depending on the secondary field. This study identify contaminant with utilize of VLF methods and afterward compare them with hydrogeology mapping. Pollution identifications are recognized with low apparent resistivity, and increasing values of Total Dissolved Solids and Electric Conductivity. Keywords: electromagnetic, Very Low Frequency, Total Dissolve Solids, sub-surface

Abstract

1. Pendahuluan Di lokasi penimbunan sampah, pencemaran airtanah terjadi karena adanya Leachate yang timbul akibaat masuknya sumber air kedalam sampah dan bercampur dengan cairan yang terdapat dalam sampah. Sumber air yang mungkin masuk ke dalam timbunan meliputi hujan, infiltrasi air permukaan, kontak airtanah dengan material timbunan. Leachate dapat bergerak ke bawah menuju muka airtanah, sehingga dapat menyebabkan pencemaran airtanah. Tanah dan airtanah yang telah tercemar akan mempunyai sifat elektrik tertentu, seperti mempunyai harga konduktifitas dan Padatan Terlarut Total (TDS) yang tinggi. Parameter ini akan menjadi acuan dalam pendeteksian kontaminasi daerah yang telah tercemar. Pada metoda Very Low Frequency (VLF), medan elektromagnetik primer yang dipancarkan dengan frekuensi VLF 15 30 kHz, membangkitkan medan sekunder akibat adanya arus induksi yang mengalir pada benda-benda konduktor di dalam tanah. Medan sekunder yang terjadi tergantung kepada sifat medan primer, sifat kelistrikan benda didalam tanah dan sekitarnya, serta bentuk dan posisi benda tersebut. Resultan medan primer dan sekunder yang terekam oleh peralatan VLF sangat tergantung dari medan sekunder, sehingga bentuk, posisi benda konduktif dibawah permukaan dapat diperkirakan. Very Low Frequency sangat baik untuk penyelidikan kualitas air pada medium berpori (Benson et al., 1997). Benson et al. (1997) menunjukan bahwa air yang

42

tercemar hidrokarbon akan memiliki nilai resistivitas tinggi, tetapi akan memiliki resistivitas yang rendah untuk air yang tercemar material inorganik. 2. Lokasi Penelitian Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasir Impun terletak di Desa Karang Pamulang Kecamatan Cicadas, kurang lebih 9.6 Km sebelah timur Kota Bandung (Gambar 1). Tempat ini mulai beroperasi tahun 1987, dan pada akhir tahun 1999 TPA ini ditutup karena sudah tidak bisa menampung sampah lagi. Luas Total TPA adalah 35.700 m 2 sedangkan luas area penimbunan 17.500 m2.

780000 9247000
Cipanas

785000

790000

795000

800000

Pu tri

LEMBANG
Ci Bodas

Cihideung

Ci

Ci Panengah

Ci Kapundung

Ciburial

9242000
ah i

1000
NG DU UN AP

1250

Ci

CI

DAGO CIMAHI

Cihampelas 750

9237000
Cibeureum

Cicaheum

BANDUNG
ure um Be
Kiaracondong Kebonkalapa

Ci
UJUNGBERUNG
Ci P uta t

Ci

9232000

antir i

DAYEUHKOLOT

9227000
U

PETA LOKASI PENELITIAN


KETERANGAN
750

Ci

Ja

CITARUM

Ci G

CITARUM

wu ra

Ci Pa mo ko lan

Sar a
CI KA PU G UN ND

SKALA

nte n
2 km L. JAWA P. JAWA

Garis Kontur interval 250 m Jalan Raya Jalan Tol

Rel Kereta Api Sungai Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi daerah penelitian.

43

Topografi di lokasi penimbunan menunjukkan adanya tebing terjal di bagian timur dan barat TPA. Tebing terjal sebelah timur berhadapan langsung dengan pemukiman penduduk dan area persawahan, sedangkan di sebalah barat terdapat kebun bambu. Di bagian barat laut TPA kemiringan lereng cukup besar dan berhadapan dengan kebun penduduk dan tanah kosong. Di bagian tenggara TPA terdapat kolam penampungan leachate yang terdiri dari dua bagian. Bagian utara adalah kolam pengendapan pertama untuk menampung leachate yang keluar langsung dari TPA, dan di sebelah selatan adalah kolam pengendapan kedua yang menampung air setelah diendapkan di kolan pertama untuk diendapkan kembali kemudian dialirkan ke selokan, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Topografi daerah penelitian

Gambar 3. Peta Muka Airtanah daerah penelitian

44

3. Geologi dan Hidrogeologi Lokasi TPA merupakan sebagian kecil dari batuan geomorfologi yang terletak di kaki selatan Gunung Pulasari atau kaki barat Gunung Manglayang yang miring kearah selatan dengan kemiringan 15 25 % dan berbatasan dengan satuan geomorfologi dataran di sebelah selatan. Daerah Pasir Impun dibentuk oleh breksi volkanik, dengan komposisi batuan didominasi oleh batupasir tufaan, kerikil tufaan dengan sisipan batulempung tufaan, berlapis sangat baik dengan kedudukan N 114oE / 9o 11o. Pada sekuen ini makin kearah bawah, semakin banyak dijumpai bongkah batuan andesit dan breksi. Lapisan breksi yang paling baik dijumpai di lembah Sungai Ciwaras sebagai batuan alas Sungai Ciwaras (Bed Rock Stream) disebelah barat TPA (Widodo, 1998) satuan ini dideskripsikan sebagai Formasi Cikapundung. Terdapat dua jenis sistem akuifer, yaitu akuifer bebas dan akuifer tertekan (Kwarsa Hexagon, 1987). Akuifer bebas yang terdiri dari breksi volkanik beserta dengan pelapukannya dengan konduktifitas hidrolik 1,41x 10-4 4,63 x 10-4 cm/detik berada pada kedalaman kurang dari 30 m dengan tinggi muka airtanah bebas bervariasi dari -0,69 m hingga -7,7 m dari permukaan tanah dengan fluktuasi musiman berkisar antara 1 2 m. Akuifer tertekan terdapat pada kedalaman lebih dari 30 m dengan litologi berupa pasir tufaan 4. Metoda VLF Sinyal yang dibangkitkan oleh antena pemancar terdiri atas medan magnet dan medan listrik yang berosilasi dalam frekuensi yang dipilih antena Akibat interaksi dengan benda konduktif di dalam bumi maka komponen horisontal magnetik medan primer membangkitkan komponen horisontal medan listrik dalam arah penjalarannya. Pada suatu daerah tak homogen, komponen vertikal magnetik dibangkitkan untuk beberapa variasi konduktivitas. Medan elektromagnetik primer akan menginduksi benda konduktif ketika melewatinya sehingga akan terbentuk arus listrik dan terbentuk medan magnetic sekunder (Hs), medan yang terekam adalah medan resultan yang disebut Polarisasi ellip.

Gambar 4. Induksi Gelombang Primer terhadap benda konduktif (Reynold, 1997)

45

Komponen yang diukur dalam VLF adalah tilt angle yaitu sudut utama polarisasi ellip dari horizontal (dalam derajat atau persen), dan eliptisitas adalah perbandingan antara sumbu kecil terhadap sumbu besarnya (dalam persen). Tilt angle dan eliptisitas , berkaitan dengan komponen medan magnetik horizontal, vertikal dan fasanya Secara matematis dapat diperlihatkan bahwa tilt angle mirip dengan bagian in phase (komponen real) dari komponen vertikal dan eliptisitas mirip dengan bagian quadrature (komponen imaginer) dari komponen vertikal. Kedua parameter tersebut diukur dalam prosentase terhadap medan primer horizontal (Karous and Hjelt, 1983): Komponen Real (%) = 100 ( radian) Komponen Imaginer (%) = 100 Harga rapat arus terhadap kedalaman dapat ditentukan dengan menggunakan filter dari Karous dan Hjelt (1983). Untuk dapat memperkirakan harga resistivitas dan fasanya, maka harus diketahui hubungan dari medan listrik Ex dan medan magnetik Hy dan resistivitas semu a. Hubungan ini biasa dituliskan dalam bentuk dibawah ini (Cardiard, 1953 dalam Gharibi, 1999)
2

Ex a H y 1

di mana : a = Resistivitas semu = o = Permeabilitas magnetik di ruang hampa = Frekuensi sudut = 4f

Gambar 5. Foto Akuisisi Data dengan metode VLF Pengambilan data dilakukan dalam suatu lintasan dengan interval pengambilan data 1 meter dengan arah pengambilan mulai dari barat ke timur untuk semua lintasan survey.

46

Gambar 6. Peta lintasan survey 5. Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran langsung yaitu dengan pengambilan data Hidrogeologi dilakukan dilokasi TPA dan sekitarnya; 30 sumur gali penduduk, 3 lubang bor ekplorasi dan 3 sumur leachate / pembuangan gas di Lokasi TPA. Juga dilakukan pengukuran tidak langsung menggunakan metoda geofisika yaitu VLF, Enam lintasan VLF dilakukan melewati lokasi TPA dengan arah N 110 0 E hingga N 1300 E dan jarak antar titik pengamatan adalah 1 meter. Sinyal frekuensi yang dipakai adalah 19,7 kHz. Setelah data Real dan Imaginer di peroleh kemudian dilakukan pemodelan untuk mendapatkan harga tahanan jenis semu (VLF-R) Berdasarkan peta muka airtanah bebas dapat diidentifikasi terdapat dua arah aliran airtanah bebas, yaitu kearah tenggara dengan kemiringan sekitar 19% ( 8,6o), aliran ini bergerak menuju daerah pesawahan dan lembah. Aliran kedua kearah selatan dengan kemiringan sekitar 10% (4,5o) aliran ini bergerak menuju ke pemukiman yang berada di selatan TPA. Kedua aliran ini sangat dipengaruhi oleh bentuk topografi setempat (Gambar 2). Gambar 7 dan 8 memperlihatkan kontur Daya Hantar Listrik (DHL) dan Total Dissolved Solid (TDS) dimana meningkatnya harga tersebut menunjukkan adanya pencemaran airtanah, nilai TDS dan DHL yang tinggi terdapat di lokasi timbunan sampah dimana proses leaching sehingga akumulasi kontaminan terdapat pada timbunan sampah ini, dan penyebaran kontaminan mengikuti aliran airtanah bergerak kearah selatan dan tenggara. Kontur tahanan jenis semu dari data VLF dapat dilihat pada Gambar 9, dimana harga resisitivitas semu yang rendah terlihat sepanjang punggungan timbunan sampah kemudian bergerak kearah tenggara. Hasil tahanan jenis semu rendah menunjukkan bahwa sepanjang timbuan sampah terjadi akumasi kontaminan akibat proses leaching dari sampah sepanjang punggungan TPA, dan aliran plume kontaminan ini bergerak kearah tenggara mengikuti pola aliran airtanah bebas dan pola topografinya. Timbunan sampah disebelah timur TPA belum menunjukkan adanya akumulasi kontaminan karena lokasi ini merupakan timbunan baru sehingga proses leaching belum berlangsung lama. Dibagian selatan TPA dijumpai adanya lokasi dengan harga tahanan jenis semu yang rendah hal ini berkaitan dengan adanya batuan lempung dibagian selatan TPA.

47

Gambar 7. Peta Kontur Padatan Terlarut Total

Gambar 8. Peta Daya Hantar Listrik

Gambar 9. Peta Kontur Tahanan Jenis Semu

48

6. Kesimpulan Penyebaran kontaminan ditandai dengan meningkatnya harga TDS dan DHL, dan rendahnya nilai tahanan jenis semu. Hasil pengukuran yang dilakukan dengan metoda langsung dan tidak langsung menunjukkan bahwa akumulasi leachate berada pada timbunan sampah lama yang memanjang dari utara ke selatan sedangkan arah plume bergerak mengikuti pola topografi lokal dan arah aliran airtanah yang bergerak kearah tenggara. Bentuk penyebaran plume menunjukkan pola yang mirip antara data pengukuran langsung (pemetaan hidrogeologi) dengan data hasil VLF, dan hasilnya saling melengkapi sehingga kekurangan data metoda yang satu dapat dilengkapi oleh metoda lain. Dengan menggunakan metoda VLF pengambilan data bisa dilakukan dengan cepat dan biaya yang lebih murah, kemudian ditindaklanjuti dengan metoda langsung untuk mengetahui harga kualitas airtanah sebenarnya. Daftar Pustaka Benson, A.K., et. al., 1997, Mapping Groundwater contamination using DC Resistivity and VLF Geophysical Methods, Geophysics Vol. 62 No. 1, 80-86. Gharibi, M., Pedersen, L.B., 1999, Transformation of VLF Data Into Apparent Resistivity and Phases, Geophysics Vol. 64 No. 5, 1393-1402 Karous, M., Hjelt, S.E., 1983, Linear filtering of VLF dip-angle measurements, Geophysical Prospecting Vol. 31, 782-794. Kwarsa Hexagon PT, 1987, Geotechnical Evaluation of Sanitary Landfill Site, Bandung Urban Development Project. Nissen, J., 1986, A versatile electromagnetic modeling program for 2-D structures, Geophysical Prospecting Vol.14, 1099-1110. Reynolds, J.M., 1997, An Introduction to Applied and Environmental Geophysics, John Willey & Sons Ltd, Buffins Lane, Chichester, England. Widodo, U.W., 1998, Hidrogeologi dan Permodelan Plume di TPA Pasir Impun dengan Metoda Misse a-la-mase berdasarkan Analogi model Aliran Listrik dan Aliran Airtanah, Tesis Magister, Pascasarjana ITB.

49

Anda mungkin juga menyukai