Anda di halaman 1dari 13

Lupus Eritematosus Sistemik 201 2

LUPUS ERITEMATOSUS
Lupus eritematosus adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ satau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibody dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. Epidemiologi : Lebih banyak menyerang wanita dengan prevalensi 9 : 1 Faktor-Faktor yang berkaitan dengan SLE 1. Faktor genetik Kejadian SLE lebih tinggi pada kembar monozigotik (25%) dibandingkan dengan kembar dizigotik (3%), peningkatan frekuensi SLE pada keluarga penderita SLE dibandingkan dengna control sehat dan peningkatan, prevalensi SLE pada kelompok etnik tertentu, menguatkan dugaan bahwa faktor genetik berperan dalam pathogenesis SLE. Elemen genetik yang paling banyak diteliti kontribusinya terhadap SLE pada manusia adalah gen dari Kompleks Histokompatibilitas Mayor (MHC). Penelitian populasi menunjukan bahwa kepekaan terhadap SLE melibatkan polimorfisme dari gen HLA kelas II. Hubungan HLA DR2 dan DR3 dengan SLE pada umumnya ditemukan pada etnik yang berbeda, dengan risiko relatif terjadinya penyakit yang berkisar antara 2 sampai 5. Gen HLA kelas II juga berhubungan dengan adanya antibody tertentu seperti anti Sm (small nuclear ribonuclear protein), anti Ro, anti La,anti nRNP (nuclear ribonuclear protein) dan anti DNA. Gen HLA kelas III, khususnya yang mengkode komponen-komponen komplemen C2 dan C4, memberikan risiko SLE pada kelompok etnik tertentu.

2. Faktor Hormonal SLE adalah penyakit yang lebih banyak menyerang perempuan. Serangan pertama kali SLE jarang terjadi pada usia pubertas dan setelah menopause. Metabolisme estrogen yang abnormal telah ditunjukan pada kedua jenis kelamin.

Lupus Eritematosus Sistemik 201 2


Prolakstin adalah hormone yang terutama berasal dari kelenjar hipofisis anterioir diketahui menstimulasi respon imun humoral dan selular yang diduga berperanan dalam pathogenesis SLE. Selain kelenjar hipofisis, sel-sel sistem imun juga mampu mensintesis PRL. Fungsi PRL menyerupai sitokin yang mempunyai aktivitas endokrin,parakrin, dan autokrin.

3. Autoantibodi Gangguan imunologis uatama pada penderita SLE adalah produksi autoantinodi. Antibodi ini ditujukan kepada self molecule yang terdapat pada nukleus, sitoplasma, permukaan sel, dan juga terdapat molekul terlarut seperti IgG dan faktor koagulasi. Antibodi Antinuklear (ANA) adalah antibody yang paling banyak ditemukan pada penderita SLE. Anti ds DNA dan anti Sm antibody merupakan antibody yang spesifik untuk SLE.

4. Faktor lingkungan Sebagai contoh sinar UV bisa mencetuskan dan mengeksaserbasi ruam fotosensitivitas pada SLE, juga ditemukan bukti bahwa sinar UV dapat mengubah struktur DNA yang menyebabkan terbentuknya autoantibody.

Gejala konstitusional : Kelelahan, penurunan berat badan, demam Kriteria Diagnosis, menggunakan 11 kriteria ARA ( American Rheumatic Associaton) Kriteria Ruam malar Ruam diskoid Fotosensitifitas Batasan Eritema menetap,datar atau menonjol Bercak eritema menonjol dengan gambaran SLE keratotik dan sumbatan folikular. Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat dokter pemeriksa

Lupus Eritematosus Sistemik 201 2


Ulkus mulut Artritis non erosif Pleuritis atau perikarditis Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat oleh dokter pemeriksa Melibatkan dua sendi atau lebih, ditandai dengan nyeri,bengkak, dan efusi Riwayat nyeri pleuritis atau pleuritic friction rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi pleura , perikarditis bukti rekaman EKG atau pericardial friction rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi perikardial Proteinuria menetap > 0,5 gram per hari atau 3+ atau cetakan selular dapat eritrosit hemoglobin, granular tubular atau gabungan Kejang, tanpa disebabkan oleh obat-obatan, gangguan metabolic, misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangna elektrolit Psikosis tanpa disebabkan oleh obatobatan, gangguan metabolic, misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangna elektrolit Anemia hemolitik dengan retikulosis atau leucopenia, atau limfopenia, atau trombositopenia ANA,Anti Sm Titer abnormal dari ANA berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu perjalan penyakit tanpa keterlibatan obat.

Gangguan renal

Gangguan Neurologi

Gangguan hematologik Gangguan imunologik Antibodi mononuclear positif

Lupus Eritematosus Sistemik 201 2

Arthritis Rheumatoid
Definisi1 : adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat secara simetris. Epidemiologi2 : kebanyakam terjadi pada usia 40-an. Wanita lebih besar daripada pria (3:1). Faktor genetik berperan penting dalam AR. Etiologi3 : AR adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu rentan setelah respon imun terhadap agen pemicu (bakteri, virus, mikoplasma) yang menginfeksi sendi. Predileksi2 : pergelangan tangan (metacarpal-phalanxes), carpal, pergelangan kaki, metatarsal-phalanxes, lutut, siku, bahu (gleino-humerale), panggul (20%), vertebra servikalis (35%). Patofisiologi3 :
Agen pemicu + faktor genetik Timbulnya respons antibodi yang diperantarai oleh IgG IgG berhasil menghancurkan MO tetapi apabila AR akan membentuk antibodi lain

Lupus Eritematosus Sistemik 201 2


(IgG atau IgM) terhadap antibodi awal Antibodi yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri disebut Rhematoid Factor (RF) RF + TNF- menetap di kapsul sendi sehingga menyebabkan inflamasi kronis dan destruksi jaringan Terbentuk panus (sinovium yang menebal dan ditutupi oleh jaringan granulasi) Panus dapat menyebar ke seluruh sendi dan jaringan sekitarnya Lama kelamaan proses ini dapat merusak tulang, menimbulkan nyeri hebat, dan deformitas.

PENGARUH LES PADA KEHAMILAN


Wanita penderita LES umumnya tidak mengalami gangguan dalam fungsi reproduksinya, dan dapat mengalami kehamilan kecuali jika penyakit yang dideritanya telah sangat berat dan aktif. Gangguan fertilitas pada wanita penderita LES lebih berhubungan dengan keterlibatan organ vital terutama ginjal. Kelainan organ vital merupakan kontra indikasi bagi wanita penderita LES untuk hamil. Dengan meluasnya cara penatalaksanaan LES seperti yang umum digunakan sekarang, prognosa penderita LES saat ini jauh lebih baik dibandingkan masa lalu. Saat ini kemungkinan untuk hamil dan melahirkan normal meningkat. Walaupun pada eksaserbasi LES selama kehamilan menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas ibu terutama pada masa peripartum. Prognosa ibu pada penderita LES lebih banyak ditentukan pada pada saat konsepsi,
5

Lupus Eritematosus Sistemik 201 2


bila konsepsi pada masa tenang prognosanya lebih baik. Hal ini bisa dicapai dengan manipulasi terapetik selama beberapa bulan sebelum konsepsi. Selama itu dilakukan evaluasi klinis dan laboratorium secara ketat.

Pada pendrita LES yang ingin hamil, kehamilan ditunda selama minimal 6 bulan dalam kondisi terkontrol, sebelum konsepsi dilakukan. Kontrasepsi yang efektif merupakan hal yang sangat penting, kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen dapat menyebabkan eksaserbasi LES, mengingat estrogen juga dapat menimbulkan tromembolik dan membentuk antibodi antikardiolipin. penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak dianjurkan karena kemungkinan timbulnya infeksi . Kontrasepsi yang aman adalah preparat oral progesteron murni, kondom, atau diafragma. Abortus merupakan suatu tindakan yang sangat tidak dianjurkan pada penderita LES, karena dapat menyebabkan timbulnya eksaserbasi klinis pascaabortus, bila abortus harus dilakukan maka tindakan tersebut harus dilakukan sedini mungkin. Pasca abortus harus dilindungi dengan pemberian kortikosteroid oral dosis tinggi selama 6 bulan.

EKSASERBASI LES DALAM KEHAMILAN


Wanita penderita LES umumnya tidak mengalami gangguan dalam fungsi reprodiksinya, dan dapat mengalami kehamilan kecuali jika penyakit yang

Lupus Eritematosus Sistemik 201 2


dideritanya sudah sangat berat dan aktif. Gangguan fertilitas pada penderita LES lebih berhubungan dengan keterlibatan organ vital terutama ginjal. Deteksi LES pada kehamilan kadangkala sulit dikarenakan manifestasi klinis yang khas dari penyakit ini dapat merupakan temuan normal pada wanita yang sedang hamil. Sebagai contoh, adanya preeklamsia pada wanita hamil dapat mengacaukan eksarsebasi LES pada kehamilan. Kelainan organ vital ,erupakan kontraindikasi bagi wanita untuk hamil. Walaupun demikian, dengan bertambah baiknya penatalaksanaan LES, prognosis penderita LES jauh lebih baik dibandingkan dengan masa lalu Dari berbagai laporan dapat diketahui bahwa 10% dari penderita LES aktif masih dapat mengalami kehamilan. Walaupun demikian terjadinya eksarsebasi LES selama kehamilan dan menyebabkan bertambah tingginya tingkat mortalitas dan morbiditas ibu terutama pada masa peripartum. Pada suatu penelitian retrospektif, telah dibuktikan bahwa eksarsebasi LES dalam kehamilan 3 kali lebih besar pada 20 minggu kehamilan dan 6 kali lebih besar pada 8 minggu past partum. Beberapa ahli mengganggap bahwa kehamilan mempresipitasi timbulnya LES, dimana kematian yang terkait dengan penyakit tersebut secara bermakna lebih tinggi. Hal ini merupakan alsan sebagian ahli bahwa penderita dengan LES tidak diperbolehkan untuk hamil. Dewasa ini para klinisi menganggap bahwa sesungguhnya hal ini tidak tepat, dimana diagnosis dan penatalaksanaan LES saat ini telah lebih baik. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa 150605 wanita dengan LES akan mengalami eksarsebasi selama kehamilan dan masa post partum. 15 Lockshin dkk Pada suatu penelitian telah membuktikan bahwa tidak ada
7

Lupus Eritematosus Sistemik 201 2


perbedaan bermakna flare score antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Peneliti yang sama mengikuti kehamilan 80 wanita dengan LES, disimpulkan bahwa kejadian eksarsebasi LES dengan kehamilan kurang dari 25% dan sebagian besar dengan klinis yang ringan. Jika hanya menggunakan gejala dan tanda yang spesifik untuk LES, maka kejadiannya hanya 13%

Pendekatan tatalaksana LES


Umum Konseling, edukasi, pendekatan tim Istirahat cukup, nutrisi yang tepat Penggunaan tabir surya Tatalaksana tepat untuk infeksi

Antiinflamasi nonsteroid ( untuk tanda dan gejala muskuloskeletal) Antikoagulan Jika terdapat antibodi antikardiolipin dalam kadar yang bermakna, maka diberikan Aspirin dosis rendah, jika trombosis belum terjadi Heparin, diikuti warfarin ika sudah terjadi trombosis
8

Lupus Eritematosus Sistemik 201 2


Hidroksiklorokuin (untuk penyakit kulit dan tambahan bagi glukokortikoid untuk penyakit sistemik) Glukokortikoid Prednison oral 1-2 mg/kg/hari Inisial metilprednison IV, dengan interval tiap bulan untuk terapi pemeliharan pada penyakit berat Azatioprin 1-2 mg/kg/hari (peroral) Siklofosfamid 1-2 mg/kg/hari (peroral ) atau 500-1000 mg/m2/bulan (IV) pada penyakit berat

PENATALAKSANAAAN LES PADA KEHAMILAN A. Masa pra kehamilan Idealnya wanita dengan LES yang ingin hamil harus terlebih dahulu menjalani konseling pra kehamilan. Pada saat itu harus dijelaskan masalah obstetri yang akan timbul jika wanita tersebut hamil, termasuk resiko kematian janin, persalinan preterm, preeklampsi dan gangguan pertumbuhan janin. Perhatian khusus juga diberikan terhadap kemungkinan timbulnya sindroma antifosfolipid dan lupus neonatal. Penderita yang hendak hamil harus berada dalam fase remisi dan tidak sedang menggunakan
9

Lupus Eritematosus Sistemik 201 2


obat-obatan sitotoksik dan OAINS sebelum terjadi konsepsi,juga harus dinilai apakah penderita menderita anemia, trombositopenia, penyakit ginjal dan antibodi antifosfolipid.

B. Prenatal Penderita LES yang hamil harus melakukan pemeriksaan ke ahli kebidanan setiap 2 minggu pada trimester satu dan dua, dan setiap minggu setelahnya. Pada setiap kunjungan, penderita harus dianamnesis mengenai gejala atau tanda aktivitas LES. Penatalaksanaan optimal tidak harus memerlukan evaluasi serologis untuk hipokomplementania, kompleks imun yang bersirkulasi atau sekadar autoantibodi, selama penderita asimtomatik. Mondalitas utama dalam pengobatan LES adalah penggunaan kortikosteroid, obat antiinflamasi non steroid (OAINS), aspirin, antimalaria dan imunosupresan. Akan tetapi untuk penggobatan LES dalam kehamilan terdapat kecenderungan untuk tidak memberikan penggobatan secara polifarmaka dan pemberian obat harus dimulai pada dosis serendah mungkin yang masih bermanfaat untuk penekanan aktivitas LES

1. Kortikosteroid Kostikosteroid memiliki peran yang sangat penting dalam pengobatan LES pada kehamilan. Tanpa kortikosteroid sebagian besar penderita LES yang hamil akan 16 mengalami eksarbasi selama kehamilannya sampai pada masa postpartum. Jika penderita LES mengalami eksarsebasi akut selama masa kehamilan, penggunaan kortikosteroid dalam dosis adekuat harus segera diberikan sampai 6 bulan postpartum untuk menekan aktivitas penyakit.
10

Lupus Eritematosus Sistemik 201 2


Penggunaan kortikosteroid tertentu seperti prednison, prednisolon, hisrokortison dan kortisol dalam jangka panjang oleh ibu selama hamil umumnya relativ aman dalam kehamilan. Diperkirakan hanya 10% dari dosis yang diterima oleh ibu akan melintasi plasenta dan sampai kepada janin. Sedangkan penggunaan deksametason dan beta metason hendaknya dihindari penggunaannya selama kehamilan dikarenakan kemampuannya yang lebih besar dalam melintasi plasenta. Pemberian steroid juga akan menstimulasi pematangan paru janin pada janin yang preterm. Pada wanita hamil yang hanya menunjukkan gejala konstitusional yang ringan atau yang tidak menunjukkan keterlibatan organ vital, misalnya arthritis, ruam kulit ataupun alopesia umumnya hanya memerlukan terapi prednison oral 5-15 mg/hari. Untuk penderita yang mengalami demam, serositis, flebitis dan miositis, dapat diberikan prednison 15-45 mg/hari, Untuk pengobatan kelainan organ vital yang aktif seperti nefritis dan selebritis, diperlukan prednison oral dosis tinggi sebesar 1mg/kg/bb/hari atau 60-80 mg/hari. Untuk penderita yang tidak memberikan respon dapat diberikan metilprednisolon 100 mg intravena setiap 4-8 jam. Jika 24-48 jam keadaan tidak membaik, maka dosis metilprednisolon dapat ditingkatkan sampai 25-100% dari dosis awal. Pada keadaan dimana terdapat kegawatan dimana efek sistemik yang berat dapat diberikan steroid dengan dosis yang sangat tinggi dalam wkatu singkat. Cara ini dikenal sebagai pulse steroid therapy, walaupun umumnya efektif tetapi cara ini akan memberikan efek samping yang berbahaya. Steroid dosis tinggi juga diberikan pada penderita LES yang akan menjalani seksio sesaria, dapat diberikan metilprednisolon intravena sampai 48 jam pasca operasi untuk kemudian dilakukan tapering off.

11

Lupus Eritematosus Sistemik 201 2


2. Salisilat dan OAINS Penggunaan salisilat seperti yang dilaporkan oleh Lewis dan Schulman (1973) akan menyebabkan postmaturitas, persalinan yang lama dan perdarahan yang relativ yang lebih banyak selama persalinan jika diberikan dalam dosis lebih dari 50 mg selama 6 bulan. Tuner dan Collins dalam penelitiannya menunjukan peningkatan bayi berat lahir rendah pada penggunaan aspirin. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh jick dkk,justru memberikan hasil yang sebaliknya, dikatakan bahwa pemberian aspirin selama kehamilan relativ aman. Aspirin dosis rendah profilaktik antikoagulasi sangat berguna pada penderita ini. OAINS juga memiliki efek yang relative sama terhadap kehamilan dalam derajat yang bervariasi . Penggunaan OAINS sedapat mungkin dihindari selama kehamilan dikarenakan dapat menyebabkan penutupan duktus arteriosus in utero.

2. Antimalaria Penggunaan antimalaria tidak dianjurkan, walaupun efek samping yang terjadi dilaporkan sangat jarang. Klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari dapat digunakan dengan aman selama kehamilan. Jika antimalaria tidak menunjukkan hasil yang baik setelah digunakan selama 6 bulan, maka antimalaria dihentikan penggunaannya. Jika penggunaannya memberikan respon yang baik,penghentian secara mendadak akan menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas LES, yang merupakan suatu keadaan yang harus dihindari pada penderita LES yang mengalami kehamilan.

12

Lupus Eritematosus Sistemik 201 2


2. Golongan imunosupresan Penderita LES yang tidak memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid dan antimalaria dapat dicoba dengan penggunaan golongan imunosupresan. Yang banyak digunakan adalah azathioprine (Imuran) dan siklofosfamid (Cytoxan/Endoxan). Penggunaan Azathioprin selam kehamilan masih merupakan kontroversi. Obat ini akan melewati plasenta dan memberikan efek janin. Walaupun dilaporkan bahwa tidak bersifat teratogen, tetapi akan sangat mempengaruhi sistim imunitas janin. Dosis insial harian berkisarantara 100-200 mg.hari yang diberikan bersama dengan kortikosteroid. Dosis dikurangi jika dijumpai perbaikan secara klinis. Penggunaan siklofosfamid selama kehamilan tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan efek tetratogenik pada janin. Diberikan hanya jika keadaan penyakit sangat mengancam ibu. Pemberian biasanya digunakan bersamaan dengan kortikosteroid dan dengan cara pulse therapy. Dosis yang diberikan adalah 750-1000 mg/m2 permukaan tubuh bersama dengan kortikosteroid dosis tinggi setiap 3 minggu sampai 3 bulan.

Sumber : 1. 2. 3. 4. 5. Pengantar ilmu bedah orthopedi, Rasjad. AAG : medicine, EGC. Patofisiologi, Elizabeth J. Corwin. Kamus kedokteran Dorland . Haln BH. Pathogenesis of sistemic lupus eryhematosus. In : Kelley WN, Harris ED, Ruddy S 6. Baratawidjaya KG. Imunologi dasar. Jakarta: Balai Penerbit FK UI 7. Textbook of rheumatology 2 Nd ed. Philadelphia
13

Anda mungkin juga menyukai