Makalah Lupus
Makalah Lupus
LUPUS ERITEMATOSUS
Lupus eritematosus adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ satau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibody dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. Epidemiologi : Lebih banyak menyerang wanita dengan prevalensi 9 : 1 Faktor-Faktor yang berkaitan dengan SLE 1. Faktor genetik Kejadian SLE lebih tinggi pada kembar monozigotik (25%) dibandingkan dengan kembar dizigotik (3%), peningkatan frekuensi SLE pada keluarga penderita SLE dibandingkan dengna control sehat dan peningkatan, prevalensi SLE pada kelompok etnik tertentu, menguatkan dugaan bahwa faktor genetik berperan dalam pathogenesis SLE. Elemen genetik yang paling banyak diteliti kontribusinya terhadap SLE pada manusia adalah gen dari Kompleks Histokompatibilitas Mayor (MHC). Penelitian populasi menunjukan bahwa kepekaan terhadap SLE melibatkan polimorfisme dari gen HLA kelas II. Hubungan HLA DR2 dan DR3 dengan SLE pada umumnya ditemukan pada etnik yang berbeda, dengan risiko relatif terjadinya penyakit yang berkisar antara 2 sampai 5. Gen HLA kelas II juga berhubungan dengan adanya antibody tertentu seperti anti Sm (small nuclear ribonuclear protein), anti Ro, anti La,anti nRNP (nuclear ribonuclear protein) dan anti DNA. Gen HLA kelas III, khususnya yang mengkode komponen-komponen komplemen C2 dan C4, memberikan risiko SLE pada kelompok etnik tertentu.
2. Faktor Hormonal SLE adalah penyakit yang lebih banyak menyerang perempuan. Serangan pertama kali SLE jarang terjadi pada usia pubertas dan setelah menopause. Metabolisme estrogen yang abnormal telah ditunjukan pada kedua jenis kelamin.
3. Autoantibodi Gangguan imunologis uatama pada penderita SLE adalah produksi autoantinodi. Antibodi ini ditujukan kepada self molecule yang terdapat pada nukleus, sitoplasma, permukaan sel, dan juga terdapat molekul terlarut seperti IgG dan faktor koagulasi. Antibodi Antinuklear (ANA) adalah antibody yang paling banyak ditemukan pada penderita SLE. Anti ds DNA dan anti Sm antibody merupakan antibody yang spesifik untuk SLE.
4. Faktor lingkungan Sebagai contoh sinar UV bisa mencetuskan dan mengeksaserbasi ruam fotosensitivitas pada SLE, juga ditemukan bukti bahwa sinar UV dapat mengubah struktur DNA yang menyebabkan terbentuknya autoantibody.
Gejala konstitusional : Kelelahan, penurunan berat badan, demam Kriteria Diagnosis, menggunakan 11 kriteria ARA ( American Rheumatic Associaton) Kriteria Ruam malar Ruam diskoid Fotosensitifitas Batasan Eritema menetap,datar atau menonjol Bercak eritema menonjol dengan gambaran SLE keratotik dan sumbatan folikular. Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat dokter pemeriksa
Gangguan renal
Gangguan Neurologi
Arthritis Rheumatoid
Definisi1 : adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat secara simetris. Epidemiologi2 : kebanyakam terjadi pada usia 40-an. Wanita lebih besar daripada pria (3:1). Faktor genetik berperan penting dalam AR. Etiologi3 : AR adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu rentan setelah respon imun terhadap agen pemicu (bakteri, virus, mikoplasma) yang menginfeksi sendi. Predileksi2 : pergelangan tangan (metacarpal-phalanxes), carpal, pergelangan kaki, metatarsal-phalanxes, lutut, siku, bahu (gleino-humerale), panggul (20%), vertebra servikalis (35%). Patofisiologi3 :
Agen pemicu + faktor genetik Timbulnya respons antibodi yang diperantarai oleh IgG IgG berhasil menghancurkan MO tetapi apabila AR akan membentuk antibodi lain
Pada pendrita LES yang ingin hamil, kehamilan ditunda selama minimal 6 bulan dalam kondisi terkontrol, sebelum konsepsi dilakukan. Kontrasepsi yang efektif merupakan hal yang sangat penting, kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen dapat menyebabkan eksaserbasi LES, mengingat estrogen juga dapat menimbulkan tromembolik dan membentuk antibodi antikardiolipin. penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak dianjurkan karena kemungkinan timbulnya infeksi . Kontrasepsi yang aman adalah preparat oral progesteron murni, kondom, atau diafragma. Abortus merupakan suatu tindakan yang sangat tidak dianjurkan pada penderita LES, karena dapat menyebabkan timbulnya eksaserbasi klinis pascaabortus, bila abortus harus dilakukan maka tindakan tersebut harus dilakukan sedini mungkin. Pasca abortus harus dilindungi dengan pemberian kortikosteroid oral dosis tinggi selama 6 bulan.
Antiinflamasi nonsteroid ( untuk tanda dan gejala muskuloskeletal) Antikoagulan Jika terdapat antibodi antikardiolipin dalam kadar yang bermakna, maka diberikan Aspirin dosis rendah, jika trombosis belum terjadi Heparin, diikuti warfarin ika sudah terjadi trombosis
8
PENATALAKSANAAAN LES PADA KEHAMILAN A. Masa pra kehamilan Idealnya wanita dengan LES yang ingin hamil harus terlebih dahulu menjalani konseling pra kehamilan. Pada saat itu harus dijelaskan masalah obstetri yang akan timbul jika wanita tersebut hamil, termasuk resiko kematian janin, persalinan preterm, preeklampsi dan gangguan pertumbuhan janin. Perhatian khusus juga diberikan terhadap kemungkinan timbulnya sindroma antifosfolipid dan lupus neonatal. Penderita yang hendak hamil harus berada dalam fase remisi dan tidak sedang menggunakan
9
B. Prenatal Penderita LES yang hamil harus melakukan pemeriksaan ke ahli kebidanan setiap 2 minggu pada trimester satu dan dua, dan setiap minggu setelahnya. Pada setiap kunjungan, penderita harus dianamnesis mengenai gejala atau tanda aktivitas LES. Penatalaksanaan optimal tidak harus memerlukan evaluasi serologis untuk hipokomplementania, kompleks imun yang bersirkulasi atau sekadar autoantibodi, selama penderita asimtomatik. Mondalitas utama dalam pengobatan LES adalah penggunaan kortikosteroid, obat antiinflamasi non steroid (OAINS), aspirin, antimalaria dan imunosupresan. Akan tetapi untuk penggobatan LES dalam kehamilan terdapat kecenderungan untuk tidak memberikan penggobatan secara polifarmaka dan pemberian obat harus dimulai pada dosis serendah mungkin yang masih bermanfaat untuk penekanan aktivitas LES
1. Kortikosteroid Kostikosteroid memiliki peran yang sangat penting dalam pengobatan LES pada kehamilan. Tanpa kortikosteroid sebagian besar penderita LES yang hamil akan 16 mengalami eksarbasi selama kehamilannya sampai pada masa postpartum. Jika penderita LES mengalami eksarsebasi akut selama masa kehamilan, penggunaan kortikosteroid dalam dosis adekuat harus segera diberikan sampai 6 bulan postpartum untuk menekan aktivitas penyakit.
10
11
2. Antimalaria Penggunaan antimalaria tidak dianjurkan, walaupun efek samping yang terjadi dilaporkan sangat jarang. Klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari dapat digunakan dengan aman selama kehamilan. Jika antimalaria tidak menunjukkan hasil yang baik setelah digunakan selama 6 bulan, maka antimalaria dihentikan penggunaannya. Jika penggunaannya memberikan respon yang baik,penghentian secara mendadak akan menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas LES, yang merupakan suatu keadaan yang harus dihindari pada penderita LES yang mengalami kehamilan.
12
Sumber : 1. 2. 3. 4. 5. Pengantar ilmu bedah orthopedi, Rasjad. AAG : medicine, EGC. Patofisiologi, Elizabeth J. Corwin. Kamus kedokteran Dorland . Haln BH. Pathogenesis of sistemic lupus eryhematosus. In : Kelley WN, Harris ED, Ruddy S 6. Baratawidjaya KG. Imunologi dasar. Jakarta: Balai Penerbit FK UI 7. Textbook of rheumatology 2 Nd ed. Philadelphia
13