Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Istilah pemfigus, berasal dari kata pemphix (Yunani) yang berarti lepuh atau gelembung, autoantibodi akantolisis.1 Pemfigus merupakan kasus yang jarang ditemukan, parah, dan berpotensial mengancam kehidupan.2 Secara umum, insiden pemfigus berkisar antara 0,76-5 kasus baru per 1 juta penduduk per tahun.1 Pemfigus dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering menyerang usia pertengahan. 3 Pemfigus dapat ditemukan di seluruh dunia, namun insiden lebih tinggi di kalangan Yahudi. Secara garis besar, pemfigus dibagi menjadi empat, yaitu pemfigus vulgaris, eritematosus, foliaseus, dan vegetatif.1 Di sebagian besar negara, pemfigus foliaseus merupakan bentuk yang banyak ditemukan setelah pemfigus vulgaris.1 Gambaran klinis ditandai oleh adanya lepuh pada kulit maupun mukosa, tetapi pada umumnya bervariasi tergantung dari masing-masing tipe.4 Pengobatan pada pemfigus ditujukan untuk mengurangi pembentukan autoantibodi.1 Penggunaan kortikosteroid dan imunosupresan telah menjadi pilihan terapi, akan tetapi morbiditas dan mortalitas akibat efek samping obat tetap harus diwaspadai.1 Bila diagnosis dapat ditegakkan secara dini dengan pengetahuan yang cukup mengenai pemfigus, maka dapat dilakukan terapi dengan cepat sehingga prognosis penyakit ini akan lebih baik. merupakan secara sekelompok penyakit berlepuh kronik keratinosit dimana yang langsung menyerang permukaan

mengakibatkan hilangnya adhesi antar keratinosit melalui proses yang disebut

B. IDENTITAS PASIEN Nama Usia Alamat Pekerjaan Agama : Ny. S : 50th : duku waluh : Ibu Rumah Tangga : Islam

Tanggal Pemeriksaan : 20 Maret 2012 I. ANAMNESIS Diambil dari Autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 20 Maret 2012 Keluhan Utama RPS : terasa gatal dan perih pada bagian wajah : Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSMS dengan

keluhan gatal pada daerah wajah, leher, dada, kulit kepala dan selangkangan yang disertai dengan rasa perih dan panas. Keluhan ini dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu, diawali dengan terbentuknya gelembung kecil sebesar biji kedelai dan berbentuk setengah bola yang terdapat di daerah dada atas, kemudian gelembung tersebut pecah dan muncul gelembung-gelembung yang sama pada daerah sekitarnya. Pasien menyatakan, gelembung tersebut mudah pecah dan mengeluarkan cairan berwarna bening, luka bekas pecahan gelembung berwarna merah dan semakin lama semakin melebar dan bersisik disertai dengan rasa perih, panas, dan bau tidak enak dari luka tersebut. Pasien menyangkal adanya luka yang sama pada daerah mata, hidung, mulut, dan bibir kemaluan. Pasien menyatakan keluhan yang dirasakan terjadi terus menerus selama 1 bulan ini, dan keluhan diperberat jika pasien melakukan aktifitas sehingga gelembung mudah pecah dan terasa perih serta keluhan diperingan dengan istirahat. Riwayat Penyakit Dahulu disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Keluarga dengan pasien : tidak ada yang mengalami keluhan yang sama : riwayat penyakit seperti ini sebelumnya

disangkal oleh pasien. Riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung

II.

STATUS GENERALIS Keadaaan umum Kesadaran Keadaan gizi Vital Sign : baik : compos mentis : baik : Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Tenggorokan Thorax Abdomen Ekstremitas merata : konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) : simetris, deviasi septum (-), sekret (-) : bentuk daun telinga normal, sekret (-) : mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-) : tidak dilakukan : Jantung Paru : tidak dilakukan : tidak dilakukan : 130/90 mmHg : 84 x/menit : 20 x/menit : afebris

: normochepal, rambut putih dan hitam, distribusi

: tidak dilakukan : akral hangat, edema ( )

Kelenjar Geah Bening: tidak teraba pembesaran

III.

STATUS DERMATOLOGIKUS a. Inspeksi:. Regio : cranial, facialis, colli, thorakalis, inguinal Ukk : primer (makula eritematosa) sekunder ( skuama kasar berbatas tegas, erosi, hiperpigmentasi, eksoriasi, krusta) Sifat : plakat, polisiklik, multipel.

b. Palpasi: Pada perabaan terasa keras dan kasar.

Gambar 1. Efloresensi Pasien (Ny. S)

Gambar 2. Efloresensi Pasien (Ny. A) IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

V.

RESUME Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSMS dengan keluhan gatal pada daerah wajah, leher, dada, kulit kepala, dan selangkangan yang disertai dengan rasa perih dan panas. Keluhan ini dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu, diawali dengan terbentuknya gelembung kecil sebesar biji kedelai dan berbentuk setengah bola yang terdapat di daerah dada atas, kemudian gelembung tersebut pecah dan muncul gelembung-gelembung yang sama pada daerah sekitarnya. Dari pemeriksaan fisik, keadaaan umum pasien baik. Pemeriksaan status dermatologikus, di dapatkan lesi pada regio cranial. facialis, colli, thorakalis, dan inguinal. Ujud kelainan kulit pada pasien berupa : primer (makula eritematosa) sekunder ( skuama kasar berbatas tegas, erosi, hiperpigmentasi, eksoriasi, krusta), dengan sifat : plakat, polisiklik, multipel.

VI.

DIAGNOSA KERJA Pemfigus Foliaseus

VII.

DIAGNOSIS BANDING Pemfigus vulgaris, pemfigus eritematous, pemfigus vegetan, pemfigoid bulosa, dematitis hepertiformis, dan epidermolisis bulosa.

VIII.

PEMERIKSAAN ANJURAN Pemeriksaan immunoflouresense, LAB: darah lengkap, SGOT, SGPT, Kreatinin, Ureum, GDS, GDP, GD2JPP, dan antibodi IgG.

IX.

PENATALAKSANAAN 1. Non farmakologis a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya. b. Menjelaskan kepada pasien mengenai faktor resiko terhadap penyakitnya. c. Menyarankan kepada pasien agar tidak menggaruk luka tersebut. d. Menyarankan pasien untuk menghindari terpapar sinar matahari dalam waktu lama. 2. Farmakologi : Metilprednisolon 125mg (i.m) + dipenhydramin 50mg (i.m) Metilprednisolon tablet 3 x 4mg, seumur hidup Metrotreksat tablet 2.5 mg/12 jam dengan 3dss terbagi/minggu (6 minggu) Ranitidin tablet 2 x 150 mg Curcuma tablet 2 x 200 mg Asam folat tablet 1 x 1 mg Asam fusidat (fuson cream) 5gr 2-3 x/hari

X.

PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PEMFIGUS 1. DEFINISI Pemfigus merupakan kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang kulit dan membran mukosa yang ditandai oleh: Secara histologi, lepuh intraepidermal karena hilangnya hubungan antar keratinosit Secara imunopatologi, ditemukannya IgG autoantibodi terikat dan bersirkulasi yang secara langsung menyerang permukaan keratinosit.1,5,6

Gambar 1. Bula intraepidermal 2. EPIDEMIOLOGI Penelitian retrospektif sebelumnya terhadap pasien pemfigus vulgaris, pemfigus foliaseus atau keduanya telah menunjukkan secara jelas bahwa epidemiologi dari pemfigus tergantung pada wilayah di dunia yang diteliti dan juga populasi etnis pada wilayah tersebut.3 Prevalensi pemfigus pada pria dan wanita untuk kedua tipe ini hampir sama di semua wilayah. 1,3 Pengecualian khusus

yaitu seringnya wanita menjadi fokus penyebaran pemfigus vulgaris di Tunisia dan seringnya pria menjadi fokus penyebaran pemfigus vulgaris di Kolombia.3 Usia rata-rata timbulnya penyakit ini berkisar antara 40-60 tahun. 3 Namun, batas usia ini dapat melebar dimana pernah ditemukan beberapa kasus pada anak maupun pada usia lanjut. 1

3. FAKTOR RISIKO DAN PENYEBAB Para peneliti belum mengetahui secara pasti penyebab terjadinya pemfigus, namun diduga kuat bahwa penyakit ini merupakan penyakit autoimun. Pada keadaan normal, sistem imun tubuh menyerang virus, bakteri, dan substansi berbahaya lainnya. Namun pada pasien pemfigus, sistem imun menyerang protein normal yang disebut desmoglein pada kulit dan membran mukosa. Protein ini mengikat sel bersama-sama, dan ketika protein ini rusak, epidermis akan terpisah sehingga terbentuk lepuh.7 Pasien dengan kanker sering mengalami pemfigus, terutama pada nonHodgkin limfoma dan leukemia limfositik kronik. Adanya kelainan autoimun lainnya juga meningkatkan risiko terjadinya pemfigus, antara lain: Miastenia gravis. Penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya kelemahan otot. Timoma Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, pemfigus dapat timbul akibat mengkonsumsi obat-obatan seperti ACE inhibitor. 4. KLASIFIKASI Pemfigus terbagi menjadi 4 bentuk utama:1,5,6 a. Pemfigus Vulgaris Pemphigus vulgaris ICD-10 Yang vulgaris (PV paling 3. umum Luka dari Hal ini sering gangguan terjadi berasal adalah Pemphigus - ICD-10 L10.0).

ketika antibodi menyerang

Desmoglein

dari mulut, membuat makan sulit dan tidak nyaman. Meskipun Pemphigus vulgaris bisa terjadi pada umur berapa saja, hal itu paling umum di antara orang-orang yang berumur antara 40 dan 60. b. Pemfigus Erytomatous

Varian pemfigus foliaceus yang secara histologi identik, ditandai secara klinis dengan ruam yang menyerupai lupus erythematosus pada hidung, pipi, dan telinga serta lesi mirip seborrbea di tempat lain ditubuh,dan secara imunologis dengan deposisi granular. Imunoglobin dan komplemen sepanjang dermoepidermal junction. Penemuan ini menyarankan koeksiensi lupus erytematosis dan pemfigus pada individu yang sama disebut juga senear-usher syndrome. c. Pemfigus Foliacus Adalah yang paling parah dari tiga varietas. Desmoglein 1,protein yang dihancurkan oleh autoantibody, hanya ditemukan di atas lapisan kering kulit. Dari pemeriksaan fisik ditemukan luka berkerak yang sering dimulai pada kulit kepala, dan mungkin pindah ke dada, punggung, dan wajah. Luka mulut tidak terjadi. d. Pemfigus Vegetans Varian pemfigus vulgaris yang ditandai dengan perkembangan granulasi verukosa yang berproliferasi terkadang dengan pustule pada perifernya, yang tampaknya muncul dari bula yang terkelupas, dan mempunyai kecenderungan bersatu membentuk patch. Menurut beberapa ahli terdapat dua tipe: Tipe Hallopeau, yang mempunyai perjalanan dan prognosis lebih jinak. Tipe Neumann, yang amat menyerupai pemfigus vulgaris disemua aspek.

B. PEMFIGUS FOLIASEUS 1. DEFINISI Pemfigus foliaseus merupakan suatu kelainan autoimun yang ditandai dengan hilangnya daya adesi intraseluler keratinosit di bagian epidermis (akantolisis), yang akhirnya mengakibatkan pembentukan vesikel/bula dangkal. Tanda klinis muncul pada kulit yang sehat dan kemudia melepuh ketika digosok. Pemfigus foliaseus dicirikan dengan proses kronis, dengan sedikit atau keterlibatan selaput lendir. Faktor-faktor pencetus dari reaksi autoimun ini termasuk obat-obatan dan radiasi sinar ultraviolet. Contoh obat-obatan tersebut antara lain : penisillinamine, niffedipin, dan kaptopril. 5,6 Pemfigus foliaseus dibagi menjadi 2 subtipe, yaitu: Pemfigus eritematosus

Yaitu bentuk pemfigus foliaseus yang hanya terbatas pada daerah wajah dan seboroik yang sering dikelirukan dengan lupus eritematosus. Pemfigus endemik Pemfigus foliaseus endemik banyak ditemukan di lembah-lembah sungai pedesaan brasil. 2. PATOGENESIS Semua bentuk pemfigus mempunyai sifat khas, antara lain: 1,3 Hilangnya kohesi sel-sel epidermis (akantolisis) Adanya antibodi IgG terhadap antigen determinan yang ada pada permukaan keratinosit yang sedang berdiferensiasi. Lepuh superfisial pada pemfigus foliaseus ini adalah hasil reaksi yang diinduksi oleh IgG terutama IgG4, suatu autoantibodi yang ditunjukan langsung pada lapisan adhesi desmoglein 1 (260kd) yang terutamanya ditemukan pada stratum granulosum di epidermis. Antibodi ini merupakan autoantibodi karena bereaksi terhadap sel pasien itu sendiri, sehingga antibodi ini dapat menyebabkan hilangnya adhesi antar keratinosit dan menimbulkan lepuh-lepuh. Mekanisme yang terjadi melibakan proses fosforilisasi protein intra seluler yang berhubungan dengan desmosom dan bukan disebabkan oleh mekanisme komplemen. Hasil akhir ini akan menyebabkan terjadinya proses akantolisis.3 Gangguan adhesi terjadi pada desmosom. Desmosom adalah struktur adhesi sel yang terutama dominan pada epidermis dan membran mukosa, berfungsi untuk meningkatkan kekuatan mekanik epitel gepeng berlapis. Molekulmolekul transmembran yang terdapat pada desmosom ada dua golongan kelompok protein yaitu desmoglein dan desmocollin. Kedua golongan protein ini berhubungan dengan cadherin, yaitu suatu molekul yang bertugas dalam pengaturan adhesi sel-sel. Oleh karena itu,desmoglein dan desmocollin disebut cadherin desmosom yaitu yang bertugas mengatur adhesi sel-sel didesmosom. Pada pasien pemfigus foliaceus terdapat autoantibodi yang merusak desmoglein 1.3

10

3. MANIFESTASI KLINIS Keadaan umum Biasanya keadaan umum pasien baik.5,6 Kulit Karakteristik lesi pemfigus foliaseus secara klinis antara lain berskuama, erosi berkrusta, dan sering pada dasar eritematous. Pada stadium lokal dini, lesi ini biasanya berbatas tegas dan tersebar pada daerah seboroik, termasuk wajah, kulit kepala, dan trunkus bagian atas. Lesi primer berupa lepuh kecil yang flaksid sering sulit ditemukan. Penyakit ini dapat menetap secara lokal untuk beberapa tahun, atau dapat secara cepat menjadi generalisata sehingga terjadi eritroderma eksfoliatif.3 Paparan sinar matahari, panas, atau keduanya dapat menyebabkan eksaserbasi dari penyakit ini. Pasien dengan pemfigus foliaseus sering mengeluh nyeri dan rasa seperti terbakar pada lesi di kulitnya. Berbeda dengan pemfigus vulgaris, pemfigus foliaseus jarang melibatkan membran mukosa.3

Gambar 2. Pemfigus foliaseus. A. Lesi berkrusta dan berskuama pada punggung atas. B. Eritroderma eksfoliatif akibat lesi yang konfluen

11

4. HISTOPATOLOGI Pada pemfigus foliaseus, akantolisis terjadi dibawah stratum korneum pada stratum granulosum, berbeda dengan pemfigus vulgaris yang terjadi di suprabasalis. Sedangkan lapisan lebih dalam dari pada stratum granulosum ini masih intak. Selain itu, dapat ditemukan pustula subkorneal dengan neutrophil dan akantolitik dalam ruangan bulosa. 5. DIAGNOSIS BANDING Pemfigus foliaseus. Diagnosis banding dari pemfigus foliaseus antara lain pemfigus vulgaris, pemfigus eritematous, pemfigus vegetan, pemfigoid bulosa, dematitis hepertiformis, dan epidermolisis bulosa. 1,5,6 Tabel.1 Diagnosis Banding Pemfigus Foliaseus Penyakit Pemfigus Vulgaris Lesi Kulit Bula kendur pd kulit normal, mudah pecah/erosi Erosi berkrusta, vesikel kendur bermula sebagai patch eritem dengan vesikel pada tepinya Plak granulasi dg vesikel ditepinya Bula tegang, sulit pecah di atas kulit yg eritem, plak & papul urtikarial Bula tegang non inflamasi Papul, vesikel berkelompok, plak urtikarial, krusta Mukosa Hampir selalu terlibat, erosi Jarang terkena Jarang terkena Distribusi Lokalisata / generalisata

Pemfigus Foliaseus Pemfigus Eritematosa Pemfigus Vegetans Pemfigoid Bulosa

Hampir selalu terlibat, erosi Keterlibatan mukosa oral 1035% Lebih berat (oral, esofagus, vagina) Tidak terlibat

Area terbuka, daerah seboroik ditemukan distribusi kupu-kupu yaitu di pipi dan dahi Intertriginosa, kulit kepala Lokalisata / generalisata

Epidermolisis Bulosa Dermatitis Herpetiformis

Daerah yg mudah mengalami trauma Siku,lutut, bokong, sakral, skapular

12

6. DIAGNOSIS Untuk dapat mendiagnosis suatu pemfigus diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Dalam anamnesis dapat diperhatikan beberapa hal yang diperlukan pada pasien dengan riwayat penyakit pemfigus foliaseus, yaitu : gejala yang dirasakan pasien seringkali adalah gatal, perkembangan vesikel/bula dimulai dari badan, perjalanan penyakit ini jangka panjang, dengan keadaan umum pasien tidak terganggu, remisi spontan kadang-kadang terjadi, tetapi lesi dapat bertahan selama beberapa tahun, pola klinis yang unik dapat terjadi pada anak-anak, dengan muncul sebagai lesi arkuata, sirsinate atau polisiklik dan keterlibatan kulit palpebra tanpa perubahan konjuntiva kadang-kadang terjadi pada pasien dengan pemfigus foliaseus.5,6 Pada pemeriksaan klinis didapatkan lesi primer berukuran kecil, vesikel/bula dangkal dan tipis serta mudah pecah, sehingga saat pemeriksaan sering ditemukan erosi. Untuk membantu identifikasi bula, dapat dilakukan pemeriksaan Nikolsky Sign yaitu ketika dibuat suatu penekanan pada lesi meluas ke kulit yang sehat dari lesi. Mekanisme terjadinya nikolsky sign dikarenakan, pada pemfigus foliaceus terjadi hilangnya daya adhesi interselular keratinosit di bagian atas epidermis(akantolisis), mengakibatkan pembentukan vesikel/bula dangkal yang tidak terjadi pada pemfigus jenis lain. Khas dari pemfigus foliaseus adalah bersisik, terdapat erosi krusta pada dasar eritematosus terbatas terutama pada wilayah seboroik (wajah, kulit kepala, bagian atas badan) dan bersifat simetris. Erosi dapat menjadi lebih banyak dan cenderung untuk menyebar keseluruh tubuh. Erosi dapat disertai dengan rasa panas dan sakit setempat. Lesi pada pemfigus eritematosus diawali sebagai patch eritem dengan vesikel oada tepinya, seringkali ditemukan distribusi kupu-kupu yaitu di pipi dan dahi, dengan patch yang sma pada kulit interskapular dan strenum. Berbeda dengan pemfigus vulgaris, pada pemfigus foliaseus tidak terdapat keterlibatan selaput lendir.5 Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain:

13

Biopsi kulit dan patologi anatomi. Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa di bawah mikroskop. 7 Gambaran histopatologi utama adalah adanya akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu dengan yang lain.7 Pada pemfigus foliaseus akantolisis terjadi di bawah stratum korneum dan pada stratum granulosum.3

Gambar 4. Gambaran hitopatologi pemfigus foliaseus. Imunofluoresensi. Pemeriksaan ini terdiri dari: a. Imunofluoresensi langsung. Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan fluoresens. Pemeriksaan ini dinamakan direct immunofluorescence (DIF). Pemeriksaan DIF memerlukan mikroskop khusus untuk dapat melihat antibodi pada sampel yang telah diwarnai dengan cairan fluoresens.7 b. Imunofluoresensi tidak langsung. Antibodi terhadap keratinosit dideteksi melalui serum pasien.3

Gambar 5. Imunofluoresensi pada pemfigus. A. Imunofluoresensi langsung. B. Imunofluoresensi tidak langsung.

14

c. Tes darah. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya antibodi terhadap protein yang disebut desmoglein. Adanya antibodi tersebut mengindikasikan terjadinya pemfigus.7 7. KOMPLIKASI Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi kulit dan penyebaran infeksi melalui aliran darah (sepsis). Infeksi sistemik dapat menyebabkan kematian. Komplikasi dari pemfigus paraneoplastik meliputi masalah pernapasan. Angka kematian dari tipe ini diperkirakan 90%. Komplikasi lainnya adalah kemungkinan efek samping dari pengobatan yang digunakan terutama kortikosteroid.10 8. PENGOBATAN Terapi untuk pemfigus foliaseus biasanya kurang agresif dibandingkan pengobatan pada pemfigus vulgaris karena angka kesakitan/morbiditas dan angka kematian /mortalitas yang lebih rendah.5,6 Kortikosteroid oral dan parenteral dapat digunakan untuk penanganan lini pertama pengobatan pemfigus. Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak;dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf, dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan. Selain itu kortikosteroid juga mempuyai efek anti-inflamasi dan imunosupresif. Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia,mekanik, atau alergen. Secara mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis. Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap cytokine dan chemokyne imflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid lainnya. Yang sering digunakan ialah prednison dan dexametason. Dosis prednison bervariasi tergantung pada berat ringannya penyakit, yakni pada 15

pemfigus foliaseus 60mg sehari. Jika dibutuhkan dosis tinggi sebaiknya diberikan deksamethasone secara i.m atau i.v. dalam pemberian terapi in, keseimbangan cairan dan gangguan elektrolit harus diperhatikan. Jika belum ada perbaikan, yang berarti masih timbul lesi dalam 5-7 hari pengobatan dengan dosisi inisial, maka dosis dinaikan 50%. Jika sudah ada perbaikan, dosis diturunkan secara bertahap (5-7 hari) sebesar 10 20mg. Jika pemberian prednison melebihi 40 mg sehari harus disertai antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.5,6 Bila telah tercapai dosis pemeliharaan untuk mengurangi efek samping kortikosteroid, obat diberikan sebagai dosis tunggal pada pagi jam 08.00 Alasannya, pada waktu tersebut kadar kortisol dalam darah paling tinggi, diharapkan waktu bebas obat tidak terjadi penekanan terhadap kelenjar adrenal bagian korteks.

EFEK SAMPING Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum5

Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid dapat dikombinasikan dengan ajuvan yang terkuat yaitu sitostatik. Efek samping kortikosteroid yang berat antara lain; atrofi kelenjar adrenal bagian korteks, ulkus peptikum, dan

16

osteoporosis yang dapat menyebabkan fraktur kolumna vetebra pars lumbalis.5,6

Indikasi pemberian sitotastik, jika : a. Kortikosteroid sistemik dosis tinggi kurang memberikan respon b. Terdapat kotraindikasi (ulkus peptikus, diabetes melitus, katarak, osteoporosis) c. Penururnan dosis pada saat telah terjadi perbaikan tidak seperti yang diharapkan. Obat sitostatik untuk pemfigus ialah azatiopril, siklofosfamid, metrotreksat, dan mikofenolat mofetil. Obat yang lazim diguakan adalah azatiopril dengan dosis 50 150mg/hari atau 1 3mg/KgBB. Obat sitostatik sebaiknya diberikan jika dosis prednison mencapai 60mg/hari untuk mencegah sepsis dan bronkopneumonia. Efek terapi azatioprin baru terjadi setelah 24minggu. Jika Telah tampak perbaikan, dosis prednison diturunkan terlebih dahulu, kemudian dosis azatriopin diturunkan secara bertahap.5,6

9. PROGNOSIS Sebelum adanya terapi glukokortikoid, pemfigus foliaseus berakibat fatal pada 60% pasien. Pemfigus foliaseus hampir selalu berakibat fatal pada pasien usia lanjut dengan sejumlah permasalahan dalam pengobatan. Namun, pada pasien lainnya prognosis lebih baik dibandingkan dengan pemfigus vulgaris. 3 Penambahan glukokortikoid sistemik dan penggunaan terapi imunosupresif telah meningkatkan prognosis pasien dengan pemfigus. Namun demikian, pemfigus tetap merupakan penyakit yang dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Infeksi sering menjadi penyebab kematian, dan dengan meningkatnya kebutuhan akan imunosupresan pada penyakit yang aktif, terapi seringkali menjadi faktor yang berperan dalam menyebabkan kematian. Dengan terapi glukokortikoid dan imunosupresan, mortalitas (baik dari penyakit maupun terapi) pasien dengan pemfigus vulgaris 17

yang diikuti dalam 4 sampai 10 tahun adalah 10% atau kurang, dimana pada pemfigus foliaseus angka ini cenderung lebih kecil.

BAB III PEMBAHASAN Pemfigus merupakan sekelompok penyakit berlepuh kronik dimana

autoantibodi secara langsung menyerang permukaan keratinosit yang mengakibatkan hilangnya adhesi antar keratinosit melalui proses yang disebut akantolisis. Diagnosis pada pasien ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien merupakan seorang perempuan berusia 52 tahun, yang pekerjaan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga. Pada pemfigus umumnya terdapat pada orang dewasa antara usia 40 50 tahun. Frekuensinya pada kedua jenis kelamin sama. Pasien datang ke poli kulit RSMS dengan keluhan gatal pada daerah wajah, leher, dada, kulit kepala, dan selangkangan yang disertai dengan rasa perih dan panas. Keluhan ini dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu, diawali dengan terbentuknya satu gelembung kecil sebesar biji kedelai dengan bentuk setengah lingkaran yang terdapat di daerah dada atas, kemudian gelembung tersebut pecah dan muncul gelembung-gelembung yang sama pada daerah sekitarnya. Gelembung yang terdapat pada dada bagian atas pasien ini dapat berupa vesikel ataupun bula. Vesikel merupakan gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari 0.5 cm (diameter), dan mempunyai dasar. Sedangkan bula, merupakan vesikel yang berukuran lebih besar. Pasien menyatakan gelembung tersebut berukuran sebesar kacang kedelai, dimana berukuran lebih dari 0.5 cm, sehingga gelembung tersebut berupa bula. Dari keluhan munculnya bula pada pasien ini sesuai dengan ciri-ciri dari pemfigus yaitu timbulnya vesikel/bula tegang/kendur. Secara garis besar, pemfigus dibagi menjadi empat, yaitu pemfigus vulgaris, eritematosus, foliaseus, dan vegetatif, dimana salah satu perbedaan dari keempat jenis ini adalah predileksi dari lesi. Pada pasien, bula pertama kali muncul di daerah dada atas dan menyebar ke daerah leher, wajah, serta kulit kepala, dimana pada bagian tersebut merupakan predileksi dari pemfigus foliaseus yaitu pada kulit kepala, wajah, dada, dan daerah seboroik.

18

Pasien menyatakan, gelembung tersebut mudah pecah dan mengeluarkan cairan berwarna bening, luka bekas pecahan gelembung berwarna merah yang semakin lama semakin melebar dan bersisik disertai dengan rasa perih, panas, dan bau tidak enak dari luka tersebut. Dari pernyataan pasien tersebut, mencirikan bula yang terdapat pada pemfigus foliaseus yaitu bula kendur / mudah pecah sehingga sering ditemukan erosi serta skuama kasar pada daerah yang eritema. Erosi pada pemfigus foliaseus dapat menjadi banyak, menunjukkan kecenderungan untuk menyebar keseluruh tubuh. Erosi mungkin disertai dengan rasa panas dan sakit setempat. Pasien menyangkal adanya luka yang sama pada daerah mata, hidung, mulut, dan vulva. Berbeda dengan pemfigus vulgaris, pada pemfigus foliaseus, keterlibatan dari selaput lendir sedikit atau tidak ada. Pasien juga menyangkal terjadinya trauma (penekanan dalam waktu lama) sebelum munculnya gelembung. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaaan umum pasien baik, hal ini menguatkan diagnosis pemfigus foliaseus. Berbeda dengan pemfigus vulgaris, dimana kondisi pasien biasanya buruk. Pemeriksaan status dermatologikus, di dapatkan lesi pada regio facialis, colli, thorakalis, dan inguinal. Ujud kelainan kulit pada pasien berupa : primer (makula eritematosa) sekunder (skuama kasar berbatas tegas, erosi, hiperpigmentasi, eksoriasi, krusta), dengan sifat : plakat, polisiklik, multipel. Temuan ini sangat sesuai dengan gambaran kelainan kulit pada pemfigus foliaseus yaitu; bersisik/skuama kasar, terdapat erosi krusta pada dasar eritematosus terbatas terutama pada wilayah seborhoik (misalnya, wajah, kulit kepala, bagian atas badan). Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan maka diagnosis banding yang didapatkan adalah Pemfigus vulgaris, pemfigus eritematous, pemfigus vegetan, pemfigoid bulosa, dematitis hepertiformis, dan epidermolisis bulosa. Perbedaan dari diagnosis banding ini terletak pada predileksilesi dan ujud kelainan kulit. Dari hasil pemeriksaan status dermatologikus ditemui pada pasien dapat menyingkirkan dermatitis herpetiformis, dimana terdapat ruam berupa polimorfik, vesikel yang tersusun berkelompok, simetris dan diikuti dengan rasa sangat gatal, seta predileksi yang berbeda dengan dengan pemfigus foliaseus. Pada pemfigoid bulosa, bula/vesikel terdapat di bagian fleksor, ketiak, dan lipatan paha. Namun untuk membantu menegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan tambahan lainnya, anata lain ; immunoflouresense dan pemeriksaan IgG.

19

Penatalaksanaan berupa edukasi, yaitu:

pemfigus

foliaseus

meliputi

penatalaksanaan

non

farmakologis dan terapi berupa pembedahan. Terapi non farmakologis yang diberikan a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya. b. Menjelaskan kepada pasien mengenai faktor resiko terhadap penyakitnya. c. Menyarankan kepada pasien agar tidak menggaruk luka tersebut. d. Menyarankan pasien untuk menghindari terpapar sinar matahari dalam waktu lama. Sedangkan terapi farmakologi pada pasien antara lain: Metilprednisolon 125mg (i.m) + dipenhydramin 50mg (i.m). sebagai

imunosupresor yang ditujukan untuk mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia,mekanik, atau alergen yang menjadi penyebab timbulnya keluhan. Karena pada pasien penyakitnya sudah berlangsung kronis dan dirasakan sangat gatal, sehingga pemberian secara i.m sangat diperlukan. Metilprednisolon tablet 3 x 4mg, diberikan seumur hidup. Metrotreksat tablet 2.5 mg/12 jam dengan 3dss terbagi/minggu (6 minggu), sebagai ajuvan diberikan jika penggunaan metilprednisolon dengan dosis 60 mg/hari. Tujuannya megurangi efek samping kortikosteroid dan mencegah terjadinya infeksi sekunder. Ranitidin tablet 2 x 150 mg, diberikan untuk mengurangi efek samping tersering dari penggunaan kortikosteroid yaitu gastritis dan ulkus peptikum. Curcuma tablet 2 x 200 mg, diberikan sebagai hepatoprotektor dikarenakan efek samping penggunaan kortikosteroid berupa gangguan hati. Asam folat tablet 1 x 1 mg, diberikan untuk membantu pembentukan sel baru. Asam fusidat (fuson cream) 5gr 2-3 x/hari, sebagai antibiotik topikal.

20

21

Anda mungkin juga menyukai