Anda di halaman 1dari 15

PRESENTASI KASUS

SINUSITIS MAXILARIS

Diajukan kepada :
Dr. Bambang Sudiratma, Sp.THT

Disusun oleh :
Renta Dewi Swianty 95310080 Lucyani Syach Putri 95310124

SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN FAKULTAS KEDOKTERAN

I.

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2002 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara embriologi, sinus paranasal yang berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sphenoid. Perkembangan sinus dimulai pada fetus usia 3-4 bulan. Sinus maksila dan sinus etmoid sudah terbentuk sejak lahir, dan biasanya hanya kedua sinus ini yang terlibat dalam sinusitis di masa anak-anak. Sinus frontalis mulai berkembang dari sinus etmoidalis anterior pada usia sekitar 8 tahun dan menjadi penting secara klinis menjelang usia 12 tahun terus berkembang hingga usia 25 tahun.(1,2,4) Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi dan mampu menghasilkan mucous dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung pada orang sehat sinus terutama berisi udara. 1.2. Tujuan Penulisan Untuk mengetahui lebih jelas tentang sinusitis maxilaris meliputi definisi, etiologi, diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi berdasarkan klasifikasinya.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat menjadi sinusitis maksila, sinusitis frontal, sinusitis etmoidalis, dan sinusitis sphenoidalis.(1) Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. (1)

Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksilaris kemudian sinusitis etomoidalis, sinusitis frontalis dan sinusitis sphenoidalis. (1) Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain : 1. sebagai pengatur kondisi udara 2. sebagai penahan suhu 3. membantu keseimbangan kepala 4. membantu resonansi udara 5. peredam perubahan tekanan udara 6. membantu produksi mocous untuk pembersihan rongga hidung Ada juga yang berpendapat bahwa sinus paranasal tidak mempunyai fungsi karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. SINUSITIS MAKSILARIS Sinusitis maksilarisadalah radang mukosa sinus paranasal yang mengenai sinus maksilaris. (1) Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, merupakan sinus yang terkena infeksi oleh karena : 1. merupakan sinus paranasal yang terbesar 2. letak ostium lebih tinggi dari besarnya sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia 3. dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (proc. Alveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris 4. ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat. (1) Klasifikasi (1,2) Adams (1978) membagi sinusitis menjadi : 1. Sinusitis akut, bila infeksi terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu 2. Sinusitis sub akut, bila infeksi terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan 3. 3

4. Sinusitis kronis, bila infeksi terjadi beberapa bulan sampai beberapa tahun Dan menurut Cauwenberge (1983) disebut sinusitis kronik apabila sudah lebih dari 3 tahun. (1,4) SINUSITIS MAKSILARIS AKUT Dimulai dengan penyumbatan oleh infeksi obstruksi mekanis atau alergi. Dapat juga merupakan penyebaran dari infeksi gigi. (1,2) Etiologi dan faktor presdiposisi (1,2,4) Penyebabnya dapat berupa virus, bakteri atau jamur, kuman penyebab sinusitis tersering adalah S. Pneumoniae dan H. influenza yang ditemukan pada 70% kasus. Dapat juga disebabkan oleh : 1. Rhinitis akut 2. Infeksi faring 3. Infeksi gigi molar dan premolar 4. Berenang dan menyelam 5. Trauma 6. Barotrauma Faktor presdiposisi seperti obstruksi mekanis, septum deviasi, benda asing di hidung, polip serta tumor dalam rongga hidung. Selain itu rhinitis kronis serta alergi dapat menyebabkan obstruksi ostium sinus; lingkungan berpolusi, udara dingin serta yang dapat menyebabkan perubahan pada mukosa dan perusakan silia sebagai faktor presdiposisi lain. (1,2,4) Gejala klinis

Gejala subyektif Sistemik : demam, lesu Local : - Sekret kental berbau 4

- Hidung tersumbat - Rasa nyeri di daerah sinus yang terkena

Gejala obyektif Adanya pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah Rinoskopi anterior tampak konka hiperemis dan edema, tampak mukopus di meatus medius Rinoskopi posterior, mukopus di nasofaring (post nasal drips)

Pemeriksaan penunjang Rhinitis atrofi, Ca hidung, benda asing di rongga hidung Therapy Therapy medikamentosa berupa antibiotik selama 10-14 hari dapat diperpanjang sampai semua gejala hilang. Diberikan dekongestan local untuk memperlancar drainase sinus dapat diberikan secara sistemik maupun topikal. Analgesik perlu diberikan untuk menghilangkan nyeri : mukolitik atau mengencerkan sekret, meningkatkan kerja silia dan merangsang pemecahan fibril Irigasi nasal dengan NaCl dilakukan untuk membantu pemindahan sekret dari sinus ke rongga hidung. Tindakan konservatif dilakukan jika ada komplikasi ke orbita atau intracranial atau nyeri hebat akibat tertahannya sekret oleh sumbatan, sehingga perlu dilakukan pembedahan. SINUSITIS MAKSILARIS subakut Gejala sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akutnya sudah reda (demam, sakit kepala berat, nyeri tekan). Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Therapy Mula-mula diberikan therapy medikamentosa berupa dekongestan untuk memperlancar drainase dapat juga diberikan analgetik, antihistamin, mukolitik, jika perlu dilakukan Diatermi dengan sinar gelombang pendek 5

(ultra short diatermi) sebanyak 5-6 kali untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Jika masih belum membaik dilakukan pencucian sinus. Pada sinus maksilaris dapat dilakukan pungsi, irigasi atau antrostomy. SINUS MAKSILARIS kronis Sinusitis kronis umumnya sukar disembuhkan dengan therapy medikamentosa saja harus dicari faktor penyebab dan faktor prediposisinya. Kegagalan mengobati sinusitis akut secara adekuat akan menyebabkan regenerasi epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, mengakibatkan terjadinya kegagalan mengeluarkan sekret sinus. Sumbatan drainase dapat pula ditimbulkan perubahan struktur ostium sinus, atau oleh lesi dalam rongga hidung. Faktor predisposisi yang paling lazim adalah polipnasal yang timbul pada rhinitis alergika.
Polusi zat kimia

Hilangnya silia

Sumbatan Mekanis

Drainase yang tidak memadai

Perubahan Mukosa

Alergi Defisiensi Imun

infeksi

Sepsis Residual

Pengobatan yang tidak memadai

Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusk sehingga terjadi perubahan mukosa hidung yang dapat juga disebabkan oleh alergi dan defisiensi imun. Perubahan mukosa hidung akan mempermudah terjadinya infeksi, drainase sekret terganggu. Dengan terganggunya drainase sekret akan menyebabkan silia rusak dan siklus terus berulang. Gejala klinis (1,2,4) Gejala subyektif - adanya sekret di hidung dan nasofaring - rasa tak nyaman di tenggorokan - pendengaran terganggu - nyeri kepala - batuk-batuk - gastroenteritis Gejala obyektif - Rhinoskopi anterior Sekret kental purulen dari meatus medius - Rhinoskopi posterior Tampak sekret purulen di nasofaring Pemeriksaan penunjang - Mikrobiologi - Transluminasi - Rontgen - Pungsi sinus maksilaris - Sinuskopi - Tomografi komputer - MRI

Therapy Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa untuk menghilangkan gejala akutnya. Obat-obat yang diberikan berupa antibiotik berspektrum luas, atau yang sesuai dengan tes resistensi kuman. Juga diberikan obat-obat simptomatis berupa dekongestan lpcal, analgetik, antihistamin dan mukolitik.(1,2) Setelah dilakukan tindakan untuk membantu memperbaiki drainase dan pembersihan sekret yaitu dengan pungsi atau anastomi dan irigasi sinus. Ada dua jalur untuk melakukan pungsi yaitu pertama di bawah konka onferior masuk ke antrum mastoid dan kedua melalui sublabial dimana jarum ditusukkan lewat celah bukalis gusi menembus fosa insisiva. (2) Bila sudah 5 atau 6 kali dilakukan irigasi sinus tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen, berarti mukosa tidak dapat kembali normal (irreversible), maka perlu dilakukan operasi radikal yaitu operasi Caldwell-Luc.(1,2) Komplikasi sinusitis kronik (1,2) 1. Osteomielitis dengan abses subperiostea pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula 2. Kelaianan orbita; penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat ditimbulkan adalah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostea, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus. 3. Kelainan intrakranial; seperti meningitis, abses ekstra dural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus 4. Kelainan paru; seperti bronkhitis dan adanya sinus paranasal disertai dengan kelainan paru disebut sinobronkhitis, dapat juga timbul asma bronchial.

III. PRESENTASI KASUS A. Anamnesis 1. Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Alamat : Nn. R : 28 tahun : Perempuan : PNS : Sokaraja, Banyumas

2. Keluhan Utama : Sudah 2 bulan hidung kiri keluar cairan 3. Keluhan Tambahan : Sakit kepala sebelah kiri 4. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli THT tanggal dengan keluhan hidung sebelah kiri keluar cairan sejak 2 bulan yang lalu. Cairan keluar terus menerus terutama pada malam hari dan pada saat berbaring. Cairan tidak berbau. Pasien juga mengeluh sakit kepala sebelah kiri dan bertambah sakit pada sore hari dan mereda pada sore hari. Pasien mengeluh saat menunduk kepala terasa sakit dan mereda saat berbaring. Sebelumnya pasien sering pilek, hidung buntu terutama bila udara dingin, hidung masih dapat membau, telinga tidak ada keluhan. Tenggorokan terkadang terasa berlendir, bersamaan dengan keluarnya cairan dari hidung, tidak merasakan sumbatan hidung yang terus menerus, gigi belakang atas tidak ada yang bolong dan tidak ada yang sakit. 5. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada 6. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama. B. Pemeriksaan Fisik 10

1. 2. 3.

Keadaan umum Kesadaran Vital sign

: Baik. : Compos Mentis. : Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu : 120/80 mmHg. : 80 x/menit. : 20 x/menit. : Afebris.

4.

Kepala 1. Mata 2. THT

: Mesocephal : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-). : Status lokalis. : Trakea di tengah, tidak ada pembesaran limfonodi : S1 > S2 reguler, bising (-). : Simetris, retraksi (-), vesikuler, suara tambahan (-) : Sufel, BU (+) N : Tidak ada kelainan.

5. 6.

Leher Thorax 1. Cor 2. Pulmo

7. 8.

Abdomen Ekstremitas

C. Status Lokalis 1. Telinga A. Auricula a. Tumor b. Hematom c. Tragus pain d. Antitragus pain B. MAE a. Udema b. Hiperemis c. Serumen d. Otore - Bau :- Warna : C. - Sifat :Membrana Timpani a. Reflek Cahaya Kanan (+) Kiri (+) Kanan (-) (-) (-) (-) Kanan (-) (-) (-) (-) Kiri (-) (-) (-) (-) Kiri (-) (-) (-) (-)

11

b. Preforasi

(-) Gambar Membrana Timpani Kanan Kiri

(-)

2.

Hidung.

Rhinoskopi anterior A. Concha inferior a. Hiperemis b. Udem B. Concha medius a. Hiperemis b. Udem C. Polip Letak D. Sekret Letak : Meatus medius Bentuk : Encer Warna : Bening Sifat Bau E. Tumor F. Deviasi septum Rhinoskopi Posterior A. Adenoid : : (-) : Bentuk :

Kanan (-) (-) (-) (-) (-)

Kiri (-) (-) (+) (+) (-)

(-)

(+)

(-) (-)

(-)

(-)

12

B. Post nasal drip C. Tumor Gambar Cavum Nasi

(-) (-)

3.

Tenggorokan A. Uvula B. Tonsil Membesar Kripte Detritus Hipermis C. Mulut Lidah Gigi D. Faring Granulasi Hiperemis Post nasal drip E. Laringoskopi indirek a. Hipofaring Hiperemis Udem b. Epiglotis Hiperemis Udem c. Chorda vokalis Hiperemis :(-) :(-) :(-) :(-) :(-) :(-) :(-) :(+) : Simetris : Kanan (-) (-) (-) (-) : Kotor (-) : Caries (-) Kiri (-) (-) (-) (-)

: Foetor ex ore ( - )

13

Udem Benjolan Parese

:(-) :(-) :(-)

Gambaran Tenggorokan

D. Pemeriksaan Penunjang : D. Diagnosis : Sinusitis Maxilaris Sinistra Krinis type Rhinogen. F. Differensial Diagnosis : Carsinoma Sinusitis Maxilaris G. Terapi Antibiotik Analgetik H. Usulan Pemeriksaan I. Transluminasi sinus maksilaris Ro waters, jika hasil transluminasi kurang jelas

Prognosis : Dubia ad bonam.

14

DAFTAR PUSTAKA 1. Mangunkusumo E, Rifki N, Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, ed. 3, FKUI, Jakarta, 1998, hal : 121-125. 2. Hiller AP, Penyakit Sinus Paranasal dalam Boeis Buku Ajar Penyakit THT, ed 6, EGC, Jakarta, hal 240-260. 3. Thaller R.S dan Granick M.S, Nyeri Wajah dalam Diagram Diagnostik Penyakit THT, ed 1, EGC, Jakarta, 1990, hal 71-77. 4. www.yahoo.com/health/sinuses

15

Anda mungkin juga menyukai