Anda di halaman 1dari 12

Maternal Mortality Rate pada Ibu Hamil di Indonesia

Aprianus Musa Dopong(102011156) Kelompok F2 Email: chompz99@gmail.com Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna no. 6, Jakarta 11510

Pendahuluan Data menyebutkan, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34/1000 kelahiran hidup. Di Provinsi NTT menunjukkan AKI dan AKB yang lebih tinggi dari angka nasional yakni AKI sebesar 306/100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 57/1000 kelahiran hidup. Beberapa faktor ditengarai menjadi aspek penyebab dari masih tingginya angka kematian ibu saat melahirkan. Mulai dari kelahiran berisiko, yakni kelahiran di usia yang masih relatif muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan, hingga akses layanan kesehatan terhadap ibu-ibu hamil. Dalam kasus di NTT, misalnya, Angka Kematian Bayi (AKB) turun dari 62/1000 pada 2004 menjadi 57/1000 pada 2002. Angka Kematian Ibu (AKI) 554/100.000 pada 2004 menurun menjadi 306/100.000 pada 2007. Sedangkan untuk Usia Harapan Hidup (UHH) 65,05 pada 2004 naik menjadi 65,1 pada 2007. Kesertaan Program Keluarga Berencana 42,2% pada 2007 (SDKI) naik menjadi 55,7% pada 2010. Sedangkan angka kemiskinan di NTT telah menurun dari 27,58% pada tahun 2008, menjadi 21,23% pada tahun 2011 ini. Untuk mengentaskan kemiskinan ini Program Keluarga Berencana (KB) yang berjalan di Nusa Tenggara Timur dapat menjadi pintu masuk.

Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Memahami penyebab-penyebab tingginya Maternal Mortality Rate 2. Dapat memahami cara penanggulangan terhadap tingginya Maternal Mortality Rate Isi Maternal Mortality Rate (MMR) atau Angka Kematian Ibu adalah jumlah kematin ibu akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang dicatat selama satu tahun per 1000 kehamilan hidup pada tahun yang sama. Menurut hasil diskusi kelompok, kelompok kami menyimpulkan Angka Kematian Ibu dipengaruhi oleh: 1. Host

1.1. Usia ibu Kehamilan pada usia remaja sering disertai resiko tinggi mengalami persalinan macet, tekanan darah tinggi pada ibu hamil, anemia kekurangan zat besi, dan berat badan lahir rendah (BBLR) (World Health Organization, 1989). Resiko paling besar dihadapi oleh ibu yang berusia di bawah tujuh belas tahun karena pada tahap itu wanita muda itu masih mengalami pertumbuhan. Akibatnya yang terjadi dari adanya komplikasi-komplikasi ini dapat dikurangi dengan memberikan perawatan prenatal yang baik, tetapi kondisi sosial ibu dan kehamilannya ini memang sedemikin rupa sehingga kunjungan pada perawatan prenatal seringkali dilupakan, terlambat, atau dilakukan dengan tidak teratur.1 Kesiapan seorang wanita untuk hamil dan melahirkan (mempunyai anak) ditentukan dengan tiga hal yaitu kesiapan fisik, mental (emosi dan psikologi), dan sosioekonomi. Secara umum seorang wanita dikatakan siap secara fisik jika menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya, yaitu sekitar usia 20 tahun. Sehingga usai 20 tahun bisa dijadikan pedoman kesiapan fisik.2 Usia 35 tahun keatas, kehamilan resiko tinggi bayi meninggal atau cacat atau bahkan ibu meninggal saat persalinan terjadi. Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang dapat menyebabkan ibu dan bayi menjadi sakit atau bahkan meninggal, sebelum persalinan berlangsung. Banyak faktor resiko ibu hamil dan salah faktor penting adalah usia. Ibu hamil pada usia lebih dari 35 tahun lebuh beresiko tinggi untuk hamil dibandingkan bila hamil pada usia normal, yang biasanya terjadi sekitar 21-30 tahun.3 1.2. Jumlah anak

Jumlah anak berpengaruh terhadap tingginya angka kematian ibu. Masalah yang berkaitan dengan peningkatan angka kematian ibu pada usia reproduksi (masa subur) 21-35 tahun pada wanita seperti kurangnya pengaturan fertilisasi (kontrasepsi), kurangnya perawatan kehamilan (ante natal care), serta proses persalinan yang aman berpengaruh terhadap peningkatan anggka kematian ibu.4

2.

Agent

2.1. Status gizi Ibu hamil memerlukan makanan yang banyak dari biasanya. Selain untuk keperluaan dirinya, ibu hamil juga makan untuk dikandungnya. Salah satu kondisi berbahaya yang sering dialami ibu hamil adalah anemia. Ketidakcukupan asupan makanan, misalkan karena mual dan muntah atau kurang asupan zat besi.3 Anemia adalah kurangnya kadar Hb (hemoglobin) dalam darah. Hb adalah komponen di dalam sel darah merah (eritrosit) yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh. Jika Hb kurang, jaringan di dalam tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh sebagai bahan bakar proses metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah. Jika jumlah sel darah merah banyak, jumlah Hb pun banyak dan begitu pula sebaliknya.3 Ibu hamil mempunyai tingkat metabolisme tinggi, misalnya untuk membuat jaringan tubuh janin membentuknya menjadi organ, dan juga untuk memproduksi energi agar ibu hamil tetap beraktivitas normal sehari-hari. Karena itu ibu hamil lebih banyak memerlukan zat besi dibanding ibu yang tidak hamil. Total penderita anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70%. Artinya dari 10 ibu hamil, 7 orang menderita anemia.3 Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia memalui beberapa tahap. Awalnya tejadi penurunan simpanan cadangan zat besi. Lambat laun hal itu dapat mempengaruhi kadar Hb dalam darah. Di dalam ubuh sebagian zat besi dalm bentuk ferritin di hati. Saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, ferritin inilah yang diambil. Sayangnya daya serap zat besi dari makanan sangat rendah. Zat besi pada pangan hewani lebi tinggi penyerapannya, yaitu 20-30% sedangkan dari sumber nabati hanya 1-6%.3 Kadar Hb dalam darah merupakan cara mengetahui anemia atau tidaknya seseorang. Dikatakan anemia jika kadar Hb dalam darah kurang dari 12 mg%. Bila terjadi anemia kerja jantung akan dipacu lebih cepat agar memenuhi kebutuhan oksigen kesemua organ tubuh. Akibatnya penderita sering berdebar-debar dan jangtung cepat lelah. Gejalah lainnya, lemaslemas, cepat lelah, cepat letih, mata sering berkunang-kunang, dan sering mengantuk. Wajah,

selaput lendir kelopak mata, bibir, dan kuku tampak pucat. Anemia sangat berat dapat mengakibatkan penderita sesak napas, bahkan lemah jantung.3 Wanita hamil sering terkena anemia pada trisemestes ke tiga. Karena pada saat ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir.3 Faktor utama penyebab anemia gizi adalah kurang kurang cukupnya zat besi di dalam makanan sehari-hari. Kehamilan berulang atau jarak antar kehamilan yang terlalu dekat juga menyebabkan anemia. Karena kehamilan kembali dalam jarak yang dekat akan mengambil cadangan zat besi dalam tubuh ibu yang jumlahnya belum kembali ke kadar normal.3 Akibat anemia pada ibu hamil yaitu: Perdarahan saat persalinan karena luka akibat persalinan sulit menutup Meninggal saat persalinan Meningkatkan resiko persalinan prematur Berat bayi lahir rendah (BBLR) Gangguan jantung, ginjal, dan otak Klaisifikasi anemia yaitu: Anemia ringan, bila kadar Hb >10 mg% Anemia sedang, bila kadar Hb 5-8 mg% Anemia berat, bila kadar Hb < 5 mg% Normal, bila kadar Hb 12-14 mg%.3 2.2. Proses persalinan Infeksi yang terjadi setelah persalinan jangan dianggap sepele. Hal ini dikarenakan lukaluka yang terjadi selama proses persalinan dapat menjadi sumber masukan kuman-kuman penyakit ke dalam tubuh.5 Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman-kuman dalam tubuh saat berlangsungnya persalinan. Diantranya saat ketuban pecah sebelum maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan pada saat proses persalinan.5 Awalnya infeksi tidak memberikan gejalah, tetapi setelah berlangsung 1-2 minggu baru terlihat. Gejalah adanya infeksi pascapersalinan beragam. Diantaranya suhu tubuh > 380C, terkadang disertai menggil, rasa nyeri dan panas ketika buang air, rasa nyeri di perut bawah, dan jumlah sel darah putih (leukosit) meningkat.5

Infeksi yang terjadi di oragan reproduksi menyebabkan gangguan kesehatan. Selain itu, infeksi dapat menyebar lewat pembuluh darah balik ke berbagai organ penting seperti jantung, paru-paru, ginjal, dan otak, mengakibatkan abses pada organ tersebut.5 Persalinan yang dilakukan oleh dukun dimana dukun kurang mengetahui mekanisme persalinan, memberikan pertolongan dengan jalan:6 Mekanisme alami yang bersifat keturuna Menggunakan kekuatan, bila terjadi hambatan Menimbulkan: Persalinan terlantar Komplikasi berat: Ruptura uteri Perdarahan pascapartus Asfiksia sampai kematian janin Tidak mengetahui terdapat kelainan letak Di Indonesia persalinan dukun sekitar 70-75%, sehingga muncul gagasan menempatkan bidan di desa dengan rencana mengganti dukun.6 3. Lingkungan dan pengaruhnya Tingginya angka kematian ibu dan kematian perinatal tidak dapat dipisahkan dari profil perempuan di Indonesia yang tergolong sangat buruk. Berikut adalah profil perempuan di Indonesia:7 Status kesehatan perempuan Derajat kesehatan perempuan masih rendah Angka kesakitan dan kematian bersalin masih tinggi Pendidikan perempuan masih tergolong rendah Diperlukan bantuan peningkatan pendapatan keluarga saat ibu sedang hamil tua Kemiskinan dan rendahnya pendidikan yang menyebabkan masyarakat berorientasi pada pengobatan tradisional Status biologis perempuan Perkawinan usia muda (< 20 tahun) masih tinggi Jarak waktu hamil dan bersalin pendek Kehamilan pada usia < 35 tahun masih banyak Jumlah anak banyak (grandemultipara) masih tinggi Status pelayanan kesehatan

Data hasil pelayana kesehatan Angka kematian maternal tinggi, yakni 350/100.000 kelahiran hidup atau 50100 kali lebih tinggi dari negara maju Angka kematian perinatal 56/10.000 Trias klasik (perdarahan, infeksi, dan gastosia) masih menjadi 95% kematian langsung Persalinan oleh dukun masih 75-80% Cakupan bumil memeriksakan diri sekitar 48,3% Diberbagai pusat pelayanan kesehatan, angka kematian maternal dan perinatal sudah dapat diturunkan Kejadian kematian maternal dan perinatal masih mempunyai peluang untuk dihindari Bentuk pelayanan kesehatan yang dicanangkan Belum mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan menyeluruh Masuh sulit dijangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah Masih belum terjangkau karena jarak yang jauh Masih belum mampu memenuhi kebutuhan dari segi penyediaan Belum mendapatkan partisipasi aktif dari masyarakat Tabel 1. UNICEF 1994 tentang beberapa negara Negara Pendapatan per kapita Brunei Indonesia Vietnam Filipina Malasia Thailand Singapura 14.240 880 190 960 3.520 2.210 23.360 76,3 64,6 67,3 68,3 73,0 71,8 77,4 3,1 2,9 3,9 3,9 3,6 2,1 1,7 60 450 120 100 59 50 10 Harapan hidup Fertilitas AKI/100000

Dari uraian Tabel 1 di atas dapat disimpulkan bahwa:7 Ada hubungan erat antara pendapatan perkapita dengan umur harapan hidup dan angka kematian maternal sebagai tolak ukur kemampuan negara dalam

menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat.

Sekalipun pendapatan perkapita di Indonesia lebih tinggi dari Vietnam, angka kematian maternal lebih tinggi dari Vietnam. Situasi demikian dapat terjadi karena: Vietnam merupakan negara dalam satu daratan dan bukan merupakan negara kepulauan seperti Indonesia Indonesian negara kepulauan dengan sekitar 13.000 pulau besar dan kecil: Rujukan kesehatan tidak mudah dilakukan dengan baik Distribusi penduduk tidak rata Keberadaan dokter ahli terkosentrasi di perkotaan yang menjanjikan pendapatan Jumlah tenaga ahli obstetri dan ginekologi jauh dari mencukupi Seratus perempuan Indonesia masih very poor Gerakan KB Nasional baru mulai tahun 1970 dan belum menjadi kebutuhan keluarga Bahwa upaya peningkatan status perempuan dan peningkatan perkapita merupakan conditio sine qua non, sehingga AKI dan AKP dapat diturunkan. Dengan demikian pemerintah dapat menurunkan pemerintah seharusnya menempatkan peningkatan kesejaterahan dan pendidikan menjadi prioritas utama. Masalah over populasi dan lingkungan untuk hidup merupakan tantangan yang sangat berat. Sangat ironi bila negara yang sangat subur dan makmur, ikan di air laut dan air tawar berlimpah, manusia Indonesia menghadapi kekurangan air bersih, gizi rendah dan lingkungan yang memberikan dampak yang mempersulit kesehatan. 4. Hubungan pelayanan kesehatan dengan Maternal Mortality Rate

4.1. Fasilitas Di tingkat pusat rujukan, masih dijumpai angka kematian ibu yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang diantaranya:7 Terlambat mengenal keadaan darurat dan melakukan rujukan pada pelayanan primer sehingga diterima di tempat rujukan dalam keadaan terminal. Fasilitas di tempat rujukan kurang memadai dan memprihatikan sehingga pertolongan adekuat sulit dilakukan. Letak pusat rujukan beganti-ganti sehingga pertolong terlambat dilakukan. Sifat komunal bangsa yang masyarakatnya selalu perlu mengadakan musyawarah lebih dahulu sebelum mengambil keputusan sehingga pertolongan terlambat.

4.2. Kunjungan antenatal/ perawatan prenatal Tidak terdapat satupun pertanyaan bahwa faktor penting dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi adalah supervisis medis yang dimulai pada saat awal kehamilan. Pada tahun 1915, 10.000 bayi lahir hidup, 60,8 ibu dan 999 bayi di bawah 1 tahun mati. Pada tahun 1987, jumlah kelahiran yang sama, 1,9 ibu dan 140 bayi mati. Walaupun semua keadaan telah ditingkatkan, tidak semua kelompok memiliki keadaan seimbang. Angka kematian maternal pada wanita kulit hitam 47% lebih tinggi dari wanita berkulit putih. Penelitian menunjukan hal ini akan lebih luas karena lebihbanyak stres, nutrisi rendah, dan kurangnya supervisi medis di antara wanita kulit hitam.8 Tujuan semua perawatan prenatal adalah untuk memberikan kesehatan maksimal bagi calon ibu dan bayinya. Hal ini dipenuhi denang tuntutan sebagai berikut:8 Tentukan bahwa wanita itu benar-benar hamil Evaluasi dan tangani keadaan medis lain yang mungkin ada Diagnosa dan obati penyulit kehamilan yang terjadi Berikan dukungan akan kebutuhan psikologis pada wanita untuk menurunkan stres yang berhubungan dengan penyulit Jelaskan diet nutrisi Siapkan wanita untuk persalinan dan perawatan anak dengan pendidikan dan bantuan Jelaskan dan kemudian dan berikan perawatan post-partum dan supervisi medis bagi neonatus. 5. Penanggulangan Maternal Mortality Rate Untuk dapat menurunkan AKI dapat dicanangkan pokok upaya, yaitu:6 5.1. Meningkatkan pelaksanaan antenatal care Dengan melakukan antenatal care dapat diupayakan:6 4 kali ANC sudah dianggap cukup yaitu sekali setiap semester dan dua kali semester ketiga Tujuan: Mempersiapkan kehamilan sehat optimal Mempersiapkan persalinan aman dan bersih Menentukan kehamilan dengan resiko Mempersiapkan kesehatan pasca partus dan laktasi Memberikan KIE-motivasi keluarga berencana Memberikan vaksinasi tetanus toksoid

Mengarahkan persalinan aman dan bersih Hamil resiko rendah, dapat setempat Hamil resiko meragukan, konsultasi ke rumah sakit Hamil resiko tinggi, rujuk ke rumah sakit 5.2. Meningkatkan status wanita Indonesia Mempersiapkan perkawinan dan hamil saat reproduksi sehat optimal Melakukan pemeriksaan sebelum hamil dan perkawinan Meningkatkan gizi saat hamil, laktasi dengan orientasi empat sehat lima sempurna Mengupayakan agar cukup istirahat terutama hamil tua sehingga mantap menghadapi persalinan Mempersamakan status wanita dan pria sejak kanak-kanak sehingga pertumbuhannya seimbang, sebagai persiapan sebagai mata rantai penerus generasi.6 5.3. Melaksanakan gerakan keluarga berencana Memprsiapkan gerakan keluarga berencana Mempersiapkan hamil sehat optimal umur di atas 20 tahun dan di bawah 35 tahun Menyiapkan jarak kehamilan di atas 2 tahun Mempersiapkan kemungkinan APM pada kasus tertentu Mempergunakan metode KB elektif Mengurangi hamil dengan resiko tinggi Komplikasi hamil menurun Morbiditas dan mortalitas menurun Meningkatkan hubungan antarkeluarga lebih harmonis Konsep catur warga sebagai, sebagai generasi pengganti Meningkatkan poleksosbudhankam keluarga Konsep NKKBS terlaksana, khususnya perhatian terhadap anak sehingga mengurangi pengaruh peer gruop Mempersiapkan keluarga menghadapi masa tua bahagia dan sejaterah, dalam mengorbitkan anak sesuai dengan kemampuan menghadapi abad ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi Poleksosbudhankam keluarg mantab sebagai unit terkecil kehidupan bangsa berkelanjutan menjadi poleksosbudhankamnas.6 5.4. Meningkatkan sistem rujukan Kelambatan sistem rujukan merupakan salah satu kendala tingginya AKI

Memprcepat keputusan rujukan dapat mengurangi AKI karena diterima di pusat pertolongan dalam keadaan adekuat Peningkatan sistem rujukan yang tepat merupakan kendala karena keadaan geografis Indonesia luas dan berpulau Pemerintah harus siap membantu sistem rujukan karena memerlukan tenaga dan biaya yang tidak sedikit.6 5.5. Mendekatkan pelayanan di tengah masyarakat Di desa dipersiapkan bidan Pengganti dukun beranak pertolongan persalinan legeartis dengan polindes Mempercepat proses rujukan dengan kehamilan resiko tinggi Melaksanakan posyandu/bulan Memberikan KIE-motivasi Gerakan KB Gizi sehat Imunisasi Puskesmas: setiap kecamatan telah memiliki Puskesmas sebagai realisasi

mendekatkan pelayanan medis modern di tengah masyarakat. Memberikan pelayanan POED (Pelayanan Obstetri Esensial Darurat) dan PONED (Pelayanan Obstetri Neonatus Esensial Darurat): Memberikan oksitosin Plasenta manuil Mempersiapkan rujukan ibu Membantu pelaksanaan posyandu di desa terdekat Melakukan pertolongan persalinan dengan resiko rendah Memberikan pendidikan dan kerja sama dengan dukun Menerima rujukan dari bidan di desa Mengkoordinasi audit AKI Rumah sakit kabupaten Secara medis dan ilmu pengetahuan mampu berperan optimal Membina Puskesmas di tingkat kabupaten Tangan kanan pelayanan kesehatan tingkat kabupaten Melaksanakan: Rumah Sakit Sayang Ibu

Dengan empat spesialis pokok: spesialis bedah, spesialis anak, spesialis penyakit dalam, dan spesialis obstetri dan ginekologi Menyiapkan POEK (Pelayanan Obstetri Esensial Komperhensif) dan PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatus Esensial Komperhensif) POED dan PONED Dapat melakukan bedah seksio sesarea darurat atau berencana dan histerektomi Memberikan obat intravenous Kasus resiko tinggi di rujuk ke RS propinsi serta menerima kembali perawatan lanjut Koordinasi audit AKI Rumah sakit propinsi Secara medis dan ilmu pengetahuan sebagai top rujukan propinsi Membina RS kabupaten Mampu melakukan semau tindakan medis spesialistis Koordinasi audit AKI Melaksanakan: Rumah Sakit Sayang Ibu Tangan koordinasi pelayanan kesehatan melalui kewilayahan kesehatan tingkat propinsi.6 5.6. Faktor keterlambatan upaya Keterlambatan dalam pertolongan dapat merupakan kunci utama penyebab tingginya AKI. Keterlambatan ini dapat terjadi: Keterlambatan memutuskan rujukan yang disebabkan: Kemiskinan dan pengetahuan yang rendah Faktor kultur keluarga dan masyarakat Kekurangan sarana penunjang Terlambat dalam perjalanan Dapat dipikirkan bahwa Indonesia memiliki daerah luas dan kepulauan Distribusi penduduk yang merata Pusat pelayanan kesehatan tidak merata Terlambat dalam memberikan pertolongan di pusat kesehatan Kekurangan sarana penunjang Kesiapan memberikan pertolongan belum memadai Terlambat mengambil keputusan tindakan

Terlambat diterima di pusat pelayanan kesehatan Keadaan umum penderita yang tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan segera Diterima dalam keadaan agonal Obat-obatan life saving tidak tersedia.6 Kesimpulan Daftar pustaka 1. 2. World Healt Organization. Perawatan ibu & bayi: pedoman praktis. EGC. 2000. Efendi F, Makhfudli. Keperawatan kesehatan komunitas: teori dan praktik dalam keperawatan. Jartata: Salemba Medika; 2009. 3. Sinsin Iis. Seri kesehatan ibu dan anak masa kehamilan dan persalinan. Jakarta: Alex Media Komputindo; 2008. 4. Manuaba Ida Ayu Chandranita, Manuaba Ida Bagus Gde Fajar, Manuaba Ida Bagus Gde. Memahami kesehatan reproduksi wanita. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2009. 5. 6. Kasdu Dini. Solusi problem persalinan. Jakarta: Puspa Swara; 2005. Manuaba Ida Bagus Gde. Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri ginekologi dan KB. Jakarta: EGC; 2001. 7. Manuaba Ida Bagus Gde, Manuaba Ida Ayu Chandranita, Manuaba Ida Bagus Gde Fajar. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC; 2007. 8. Hamilton PM. Dasar-dasar keperawatan maternitas. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2001.

Anda mungkin juga menyukai