Anda di halaman 1dari 19

Definisi al-quran Qaraa mempunyai arti mengumpulkan dan menghimpun, qiraah berarti

menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam satu ucapan yang tersusun rapi. Quran pada mulanya seperti qiraah, yaitu masdar (infinitive) dari kata qaraa, qiraatan, quranan. Perbedaan Quran dengan Hadith Qudsi dan hadith Nabawi Bahwasanya al-Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah dengan lafalnya, dinisbahkan kepada Allah, seluruh isi al-Quran dinukil secara mutawatir, baik lafal maupun maknanya dari Allah dan membaca al-Quran merupakan ibadah. Sedangkan hadith kudsi adalah hadith yang berasal dari Allah, merupakan wahyu Allah dalam makna tetapi bukan dari lafal, hadith kudsi kebanyakannya berisi khabar ahad yang kedudukannya masih merupakan dugaan, hadith kudsi bukan merupakan mukjizat dan membacanya bukan merupakan ibadah. Hadith Nabawi sendiri ada dua macam : pertama : merupakan ijtihad Rasulullah dan bukan merupakan wahyu. Kedua : yang maknanya diwahyukan sedangkan lafalnya dari Rasulullah sendiri. Arti Wahyu Wahyu adalah isyarat yang cepat. Terjadi melalui pembicaraan yang berupa rumus dan lambang, terkadang melalui suara semata dan pula melalui isyarat dengan sebagian anggota badan. Cara Wahyu Allah Turun Kepada Malaikat Didalam al-Quran al-Karim terdapat salahsatu nas mengenai kalam Allah kepada para malaikat-Nya :

Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". (alAnfal (8) : 12)

Selain itu ada juga ayat yang menerangkan al-Quran telah dituliskan di Lauh Mahfud berdasarkan firman Allah :

bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh (al-Buruj (85) : 21-22) Oleh sebab itu para ulama berpendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah yang berupa al-Quran kepada Jibril dengan beberapa pendapat : a. Bahwa Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan lafal yang khusus. b. Bahwa Jibril menghafalnya dari Lauh Mahfud c. Bahwa maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafalnya adalah lafal Jibril atau lafal Muhammad Saw.

Cara Wahyu Allah Turun Kepada Para Rasul Allah memberikan wahyu kepada para rasul-Nya ada yang melalui perantaraan dan ada yang tidak melalui perantaraan. Yang melalui perantaraan melalui Jibril, malaikat pembawa wahyu. Sedangkan tampa melaui perantara seperti melalui mimpi yang benar di dalam tidur Cara Penyampaian Wahyu oleh Malaikat kepada Rasul Ada dua cara penyampaian wahyu oleh malaikat kepada Rasul : Cara pertama wahyu datang seperti dencingan loceng dan suara yang amat kuat mempengaruhi faktorfaktor kesadaran, sehingga Rasul dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu. Kedua, malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk manusia.

Makki dan Madani Perbedaan Makki dan Madani

Untuk membedakan Makki dan Madani, para ulama mempunyai tiga macam pandangan yang masing-masing mempunyai dasar sendiri-sendiri. Pertama : dari segi turunnya. Makki adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukan di Mekkah. Madani adalah yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun bukan di Madinah. Artinya menjadi patokan makki dan madani berupa sebelum dan sesudah hijrah. Kedua : dari segi tempat turunnya. Makki adalah yang turun di Mekkah dan sekitarnya, seperti Mina, Arafah dan Hudaibiyah. Sedangkan Madani ialah yang tuurun di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba dan Siil. Ketiga : dari segi sasarannya. Makki adalah seruannya ditujukan kepada penduduk Mekkah. Madani, seruannya ditujukan kepada penduduk Madinah. Berdasarkan pendapat ini, ditandai dengan kandungan al-Quran berupa ya ayuha an-Nas untuk Makki, sedangkan Ya Ayyuha al-ladhina amanu untuk Madani. Ketentuan Makki dan Ciri Khas Temanya 1. Setiap surah yang di dalamnya mengandung sajdah maka surah itut Makki 2. Setiap surah yang mengandung lafal kalla berarti Makki 3. Setiap surah yang mengandung ya ayyuhan nas dan tidak mengandung ya ayyuha al-Ladzina amaanu berarti Makki, kecuali surah al-Hajj yang pada akhir surahnya terdapat ya ayyuha al-ladina amanu- ar-Kau wasjudu. 4. Setiap surah yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makki, kecuali surah al-Baqarah 5. Setiap surah yang mengandung kisah Adam dan Makki, kecuali surah alBaqarah 6. Setiap surah yang dibuka dengan huruf singkatan, seperti Alif Lam Mim, Alif Lam Ra, Ha mim dan sebagainya. Sedangkan dari ciri tema dan gaya bahasa dapatlah diringkas sebagai berikut : 1. Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah, kebangkitan dan hari kiamat, hari kiamat dan kengeriannya,

neraka dan siksaannya, surga dan kenikmatannya, argumentasi terhadap orang Musyrik dengan menggunakan bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah. 2. Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat, penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan trradisi buruk lainnya. 3. Menyebutkan kisah para nabi terdahulu sebagai pelajaran bagi mereka sehingga mengetahui nasib orang yang mendustakan sebelum mereka dan sebagai hiburan bagi Rasulullah sehingga ia tabah dalam menghadapi gangguan-gangguan. 4. Suku katanya pendek-pendek disertai kata-kata yang mengesankan,

pernyataannya singkat, terasa menembus, menggetarkan hati, terdengar sangat keras dan maknanya meyakinkan diperkuat dengan sumpah-sumpah

Ketentuan Madani dan Ciri Khas Temanya 1. Setiap surah berisi kewajiban dan had (sanksi) 2. Setiap surah yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik Sedangkan dari ciri khas tema dan gayanya sebagai berikut : 1. Menjelaskan ibadah, muamalah, had, kekelurgaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan internasional, baik di waktu damai maupun perang, kaidah hukum dan masalah perundang-undangan. 2. Seruan terhadap Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kitab-kitab Allah, perselisihan mereka setelah ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki diantara sesama mereka. 3. Menyingkap perilaku orang munafik, menganalisis kejiwaannya, membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa ia berbahaya bagi agama.

4. Suku kata dan ayatnya panjang-panjang dan dengan bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.

Asbabun Nuzul Setelah diselidiki, sebab turunnya sesuatu ayat itu berkisar pada dua hal : Bila terjadi peristiwa, maka turunlah ayat al-Quran mengenai peristiwa itu, dan bila Rasulullah ditanya tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat al-Quran yang menerangkan hukumnya. Perhatian Para Ulama terhadap Asbabun Nuzul Para penyelidik ilmu-ilmu Quran menaruh perhatian besar terhadap pengetahuan tentang asbab al-Nuzul. Untuk menafsirkan al-Quran ilmu ini diperlukan sekali, sehingga ada pihak yang mengkhususkan diri dalam pembahasan bidang ini. Diantaranya adalah Ali bin Madini (guru Bukhari), al-Wahidi dalam kitabnya asbab al-Nuzul, al-Jabaru yang meringkaskan kitab al-Wahidi dengan menghilangkan isnad-isnadnya. Menyusuh Shaikh al-Islam Ibn Hajar, kemudian al-Suyuti dengan kitabnya Lubab al-Manqul fi Asbab al-Nuzul. Pedoman Mengetahui Asbab al-Nuzul Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui asbab al-Nuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah atau dari sahabat. Pemberitahuan sahabat mengenai ini sangat jelas dan bukan sekadar pendapat (Rayy) dan bersifat marfu (disandarkan kepada Rasulullah). Faedah Mengetahui Asbab al-Nuzul Pengetahuan mengenai asbab al-Nuzul mempunyai banyak faedah, yang terpenting diantaranya : a. Mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian shara terhadap kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa b. Membatasi hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi

c. Membatasi pengkhususan lafal yang umum dan lafal yang khusus selain bentuk sebab. d. Mengetahui asbab al-Nuzul adalah cara terbaik untuk memahami makna alQuran dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa mengetahui asbab al-Nuzulnya. e. Faedah asbab al-Nuzul dapat ditujukan. menerangkan kepada siapa al-Quran itu

Turunnya al-Quran secara bertahap

kitab (ini) diturunkan dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Ayat diatas merupakan salah satu pernyataan bahwa al-Quran karim adalah kalam Allah dengan lafalnya yang berbahasa Arab dan Jibril telah menurunkannya ke dalam hati Rasulullah Saw. Al-Quran diturunkan secara bertahap. Bertahap dalam turunnya karena melihat banyak ayat al-Quran yang menggunakan kata tanzil bukan inzal. Ulama bahasa membedakan antara inzal dan tanzil. Tanzil berarti turun secara berangsuru-angsur sedang inzal hanya menunjukkan atau menurunkan dalam arti umum. Al-Quran turun secara berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun. Tiga belas tahun di Mekkah dan sepuluh tahun di Madinah. Penjelasan tentang turunnya secara berangsur-angsur itu terdapat dalam firman Allah :

dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.

Maksud dari ayat diatas : kami telah menjadikan turunnya al-Quran secara berangsur agar kamu membacakannya kepada manusia secara perlahan dan teliti dan Kami

menurunkannya bagian demi bagian sesuai dengan peristiwa-peristiwa dan kejadiankejadian.

Berbeda dengan kitab-kitab samawi yang turun sekaligus. Para ulama berpendapat diturunkannya kitab samawi secara sekaligus agar orang kafir merasa heran kenapa al-Quran turun secara berangsur-angsur. Hikmah diturunkannya al-Quran secara bertahap 1. Menguatkan dan meneguhkan hati Rasulullah dalam menjalankan dakwahya menghadapi orang-orang yang membangkang, berwatak keras, berperangai kasar dan keras kepala. 2. Sebagai tantangan bagi orang yang ingin melemahkan dan menentang untuk menguji kenabian Rasulullah. Beserta memperlihatkan kemukjizatan al-quran yang lebih efektif pembuktiannya dengan diturunkan secara bertahap. 3. Mempermudah hafalan dan pemahamannya 4. Kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa dan pentahapan dalam penetapan hukum.

Pengumpulan dan Penertiban al-Quran Kaidah-kaidah Yang Diperlukan Para Mufassir Untuk menerjuni kajian tafsir, para mufassir terlebih dahulu harus mempunyai beberapa pengetahuan sebagai penunjang yang membantunya mencapa tingkat ahli tafsir, diantaranya harus mengetahui : dhamir, tarif dan tankir (Ism al-Marifah dan Nakirah), pengulangan kata benda (Ism), Mufrad dan Jamak, mengimbangi Jamak dengan Jamak atau dengan Mufrad, kata-kata yang dikira Mutaradif (sinonim), pertanyaan dan jawaban, Jumlah Ismiyah dan Jumlah Filiyah, athaf, perbedaan antara al-Ita dengan al-Ita, lafadh faaa, lafadh kana, lafadh kada, lafadh jaala, lafadh laalla dan Asa.

Perbedaan Muhkam dengan Mutashabih Muhkam menurut bahasa berasal dari kata-kata hakamtu al-dhabbatu wa ahkamtu yang artinya menahan binatang itu. Muhkam berarti sesuatu yang dikokohkan. Ihkam al-Kalam berarti mngokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah dan urusan yang lurus menjadi sesat. Jadi, kalam muhkam adalah perkatan yang seperti itu sifatnya. Dengan pengertian diatas, Allah mensifati bahwa seluruh isi al-Quran adalah muhkam sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya :

1. Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci[707], yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu, Sedangkan Mutashabih secara bahasa berarti tashabuh, yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Dan Shubhah adalah keadaan apabila salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lainnya karena ada kemiripan diantara keduanya secara konkrit maupun abstrak. Dicontohkan dalam firman Allah :

25. dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada Kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya[32].

Mengenai pengertian Muhkam dan Mutashabih terdapat banyak pendapat. Yang terpenting diantaranya : 1. Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedang mutashabih hanyalah diketahui maksudnya dari Allah sendiri.

2. Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah, sedang mutashabih mengandung banyak wajah 3. Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung, tanpa memerlukan keterangan lain, sehingga mutasyabih tidak demikian, ia memerlukan penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat lain. Para ulama memberikan contoh-contoh ayat muhkam dalam al-Quran dengan ayatayat nasikh, ayat-ayat tentang halal, haram, hudud, kewajiban, janji dan ancaman. Sementara untuk ayat-ayat mutashabih menerka mencontohkan dengan ayat-ayat mansukh dan ayat-ayat tentang Asma Allah dan sifat-sifat-Nya, seperti :

5. (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy[913]. Itu merupakan salah satu contoh ayat muhkam dan masih banyak lagi ayat lainnya. Termasuk di dalamnya permulaan beberapa surah yang dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah dan hakikat hari kemudian serta ilmu al-Saah.

Amm dan Khass Amm adalah lafadh yang menghabiskan atau mencakup segala apa yang pantas baginya tanpa ada pembatasan. Khash adalah mengeluarkan sebagian apa yang dicakup lafaz amm. Macam-macam Amm :
1. Amm yang tetap dalam keumumannya (al- Amm al-Baqi ala umumih)

contohnya : (QS. al-Nisa : 23), (al-Kahfi : 49) Amm dalam ayat-ayat diatas tidak mengandung kekhususan
2. amm yang dimaksud khusus (al-Amm al murad bihi al-Khusus). Misalnya

firman Allah

(ali- Imran : 173) Lafal al-Nas tidak dimaksudkan untuk yang makna umum. Kesimpulan ini

ditunjukkan untuk lanjutan ayat sesudahnya innama dhalikum al-Shaithan, sebab isharah dengan dhalikum hanya menunjuk kepada satu orang tertentu. Seandainya yang dimaksud adalah banyak, jamak, tentulah akan dikatakan innama uulaaikum alShaithan. 3. Amm yang dikhususkan (al-Amm al-Makhsus). Amm macam ini banyak ditemukan di al-Quran. Diantaranya :

(al-Baqarah : 187) (ali imran : 97)

Perbedaan antara al-Amm al-Murad bihi al-Khusus dengan al-Amm al-Makhsus dapat dilihat dari berbagai segi :
a. al-Amm al-Murad bihi al-Khusus tidak dimaksudkan untuk mencakup semua

satuan dan individu yang dicakupnya sejak semula, baik dari segi cakupan makna lafaz maupun dari hukumnya. Sedangkan al-Amm al-Makhsus dimaksudkan untuk menunjukkan makna umum, meliputi semua individunya tidak dari segi hukumnya.
b. al-Amm al-Murad bihi al-Khusus adalah majaz secara pasti, karena ia telah

beralih dari makna aslinya dan dipergunakan untuk sebagian satuan-satuannya saja. Sedangkan al-Amm al-Makhsus adalah hakikat.

Pengertian Khas dan Mukhassis Khas adalah lawan kata Amm, mukhassis juga munfashil, kebalikan dari muttashil. Mukhassis muttasil ada lima macam : (yang mengkhususkan) adakalanya

muttashil yaitu antara amm dengan mukhassis tidak dipisah oleh sesuatu hal. Ada

a. Istisna (pengecualian) seperti firman Allah : (al- Nur 4-5) b.

Sifat, misalnya :
(al-Nisa : 23)

Lafaz allati dakhaltum bihinna adalah sifat bagi lafaz nisaikum. Maksudnya adalah anak perempuan istri yang telah digauli itu haram dinikahi oleh suami dan halal bila belum menggaulinya.
c. Syarat, misalnya ; (al-Baqarah : 180)

Lafaz in taraka khairan adalah syarat daam wasiat.

d. Gayah (batas sesuatu) seperti dalam (al-Baqarah : 196) e. Badal bada min kull (sebagian yang mengantikan keseluruhan), misalnya :

(ali Imran : 97)


Lafaz man istathaa adalah badal dari al-Nas. Maka kewajiban haji hanya khusus bagi mereka yang mampu.

Mukhassis munfasil adalah mukhassis yang terdapat di tempat lain, baik ayat, hadis, ijma maupun qiyas. Contoh yang di takhsis oleh al-Quran adalah
(al- Baqarah : 228) Ayat ini adalah amm, mencakup setiap istri yang dicerai dalam keadaan hamil maupun tidak, sudah digauli maupun belum. Tapi keumuman ini ditakhsis oleh ayat

Contoh yang ditakhsis oleh hadith adalh ayat :

Ayat ini ditakhsis oleh jual beli yang fasid sebagaimana disebutkan dalam kitab shahih al-Bukhari dari Ibn Umar berkata : Rasulullah melarang mengambil upah dari air mani kuda jantan.

Pengertian Naskh dan Syarat-syaratnya Naskh menurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah (menghilangkan). Kata naskh juga dipergunakan untuk makna memindahkan sesuatu dari tempat ke tempat lain. Menurut istilah naskh adalah mengangkat (menghapuskan) hukumsyara dengan dalil hokum (khitab) shara yang lain. Mansukh adalah hokum yang diangkat atau dihapuskan. Maka ayat mawaris atau hokum yang terkandung di dalamnya, misalnya adalah menghapuskan (nasikh) hukum wasiat kepada kedua orangtua atau kerabat (mansukh). Syarat-syarat naskh, sebagai berikut :
1. Hukum yang mansukh adalah hokum syara 2. Dalil penghapusan hukum tersebut adalah kitab sharI yang dating ebih

kemudian dari khitab yang hukumnya mansukh.


3. Khitab yang mansukh hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu

tertentu. Sebab jika tidak demikian maka hukum akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut, yang demikian tidak disebut naskh. Ruang Lingkup Naskh Naskh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun yang diungkapkan dengan kalimat berita (khabar) yang bermakna amar (perintah) atau nahy (larangan). Naskh tidak berhubungan dengan persoalan akidah yang berfokus pada zat Allah, sifat-sifat-Nya, kitab-kitab-Nya dan para Rasul-

Nya dan hari kemudian serta tidak berkaitan dengan etika dan akhlak atau dengan pokok-poko ibadah dan muamalah. Naskh tidak terjadi dalam berita (khabar) yang jelas-jelas tidak bermakna talab (tuntutan, perintah atau larangan), seperti janji (waad) dan ancaman (al-Waid)
Pembagian Naskh Naskh ada empat bagian : Pertama, naskh al-Quran dengan al-Quran. Misalnya, ayat tentang idah empat bulan sepuluh hari. Kedua, naskh Quran dengan Sunnah. Naskh ini ada dua macam (naskh alQuran dengan hadith ahad dan nasakh al-Quran dengan hadith mutawatir) Ketiga naskh sunnah dengan al-Quran Keempat naskh sunnah dengan sunnah. Dalam kategori ini terdapat empat bentuk (naskh mutawatir dengan mutawatir, naskh ahad dengan ahad, naskh ahad dengan mutawatir dan naskh mutawatir dengan ahad)

Macam-macam Naskh dalam al-Quran Pertama naskh tilawah dan hokum Kedua, naskh hukum sedang tilawahnya tetap. Misalnya naskh hukum ayat idah selama satu tahun, sedang tilawahnya tetap. Ketiga, naskh tilawah sedang hukumnya tetap

Hikmah Naskh 1. Memelihara kepentingan hamba 2. Perkembangan tashri menuju tingkat sempurna seusai dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia. 3. Cobaan dan ujian bagi mukallaf untuk mengikutinya atau tidak

4. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat.

Mutlaq dan Muqayyad Mutlaq adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat tanpa sesuatu qayid (pembatas) yang hanya menunjuk kepada satu individu tidak tertentu dari hakikat tersebut. Misalnya lafaz raqabah (seorang budak) dalam ayat fatahriru raqabatin (al-Mujadalah : 3). Pernyataan ini meliputi pembebasan seorang budak yangmencakup segala jenis budak, bagi yang mukmin maupun yang kafir. Lafaz raqabah adalah nakirah dalam konteks positif. Karena itu pengertian ayat ini wajib atasnya memerdekakan seorang budak dengan jens apapun. Muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat dengan qayid (batasan), seperti kata-kata raqabah (budak) yang dibatasi dengan iman dalam ayat fatahriru raqabatin mukminatin (maka hendaklah pembunuh itu memerdekakan budak yang beriman (al-Nisa : 92) Status Hukum Mutlaq dan Muqayyad Mutlaq dam Muqayyad mempunyai bentuk aqliyah dan sebagian

realitasnya sebagai berikut : 1. Sebab dan hukumnya sama seperti puasa untuk kafarah sumpah . lafaz itu

dalam qiraah mutawatir secara mutlak :

yang terdapat dalam mushaf yang diungkapkan

89. Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), yang tetapi kamu Dia menghukum Maka kamu disebabkan sumpah-sumpah sengaja, kaffarat

(melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah

Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).

Mantuq dan Mafhum Definisi Mantuq dan Macamnya Mantuq adalah sesuatu (makna) yang ditunjukkan oleh lafaz menurut ucapannya, yakni penunjukan makna berdasarkan materi huruf yang diucapkan. Mantuq itu berupa nass, zahir dan muawwal Nass adalah lafal yang bentuknya sendiri telah dapat menunujukkan makna yang dimaksud secara tegas (sarih) tidak mengandung kemungkinan makna lain. Contoh :

Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna (albaqarah : 196)

Tujuan utama dari mantuq nass adalah kemandirian dalam menunjukkan sesuatu makna secara pasti dengan mematahkan segala macam takwil dan kemungkinan. Hal emikian jarang terjadi bila dilihat dari bentuk lafaz yang mengacu kepada bahasa akan tetapi lafaz tersebut banyak karena disertai qarina haliyah dan maqaaliyah. Zahir adalah lafaz yang menunjukkan sesuatu makna yang segera dipahami ketika ia diucapkan tetap disertai kemungkinan makna lain yang lemah (marjuh). Misalnya firman Allah :
. Lafaz al-Bag digunakan untuk makna al-Jahl (bodoh tidak tahu) dan alZalim (melampaui batas, zalim). Tapi pemakaian untuk makna kedua lebih tegas dan popular sehingga makna inilah yang kuat (rajih), sedang makna yang pertama lemah (marjuh).(al-Baqarah : 173) Muawwal dan macamnya

Muawwal adalah lafaz yang diartikan dengan makna marjuh karena sesuatu dalil yang menghalangi dimaksudkannya makna yang rajih. Misalnya firman Allah : (al-Isra : 24)

Lafaz al-Jannah al-Zulli diartikan dengan tunduk, tawadu dan bergaul secara baik dengan kedua orang tua tidak diartikan sayap karena mustahil manusia mempunyai sayap.

Definisi Mafhum dan Macamnya Mafhum adalah makna yang ditunjukkan oleh lafaz tidak berdasarkan pada bunyi ucapan. Mafhum terbagi menjadi dua, mafhum muwafaqah dan mafhum mukhalafah Mafhum Muwafaqah adalah makna yang hukumnya sesuai dengan mantuq. Mafhum ini ada dua macam :
a. Fahwal khitab : apabila makna yang hukumnya sesuai dengan mantuq.

Misalnya keharaman mencaci-maki dan memukul kedua orang tua yang dipahami dari ayat :
(al-Isra : 23) b. Lahnul Khitab yaitu apabila hukum mafhum sama nilainya dengan hukum

mantuq. Misalnya dalalah firman Allah :

Ayat ini menunjukkan pula keharaman membakar harta anak yatim atau menyianyiakannya dengan cara pengrusakan yang bagaimanapun juga. Dalalah demikian disebut lahnul khitab, karena ia sama nilainya dengan memakannya sampai habis. Kedua mafhum ini disebut mafhum muwafaqah karena makna yang tidak disebutkan itu hukumnya sesuai dengan hukum yang diucapkan, meskipun hokum itu memiliki nilai tambah pada yang pertama dan sama pada yang kedua.

Mafhum Mukhalafah adalah makna yang berbeda hukumnya dengan mantuq. Mafhum ini ada empat macam
a. Mafhum sifat yang berarti sifat maknawi, seperti mushtaq (kata turunan)

dalam ayat :

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti. (al-Hujurat : 6).

Dan seperti hal (keterangan keadaan) misalnya firman Allah :

95. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, (al-Maidah : 95).

Ayat ini menunjukkan tiadanya hukum bagi orang yang membunuhnya

karena tak sengaja. Sebab penetuan sengaja dengan kewajiban membayar denda menunjukkan tiadanya kewajiban membayar denda dalam pembunuhan binatang buruan tidak sengaja. Juga seperti adad (bilangan) misalnya :

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. (al-Baqarah : 197).

Mafhumnya adalah melakukan ihram untuk haji diluar bulanbulan itu tidak syah. Dan :

4. dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik[1029] (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.

Manna Khalil al-Qattan Manna Khalil al-Qattan berpendapat bahwa apa yang cocok untuk satu kaum pada suatu masa mungkin tidak cocok lagi pada masa yang lain. Perjalanan dakwah pada taraf pertumbuhan dan pembentukan tidak sama dengan perjalanan sesudah memasuki era perkembangan dan pembangunan. Demikian juga hikmah tasyri` pada suatu periode akan berbeda dengan hikmah tasyri` pada periode yang lain . Oleh karena itu wajarlah jika Allah menghapuskan suatu tasyri` dengan tasyri` yang lain untuk menjaga kepentingan para hambaNya [18]

Anda mungkin juga menyukai