Anda di halaman 1dari 4

Hadits Tentang Kewajiban Berdakwah

1. Teks Hadits


: [ ]





Dari Abu Said Al Khudriy RA berkata : Saya mendengar


Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang melihat kemungkaran maka
rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah
dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya
dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman. (HR Muslim)

2. Asbab al-Wurud
Dalam kitab al-Bayan wa al-Tarif Fi Asbab Wurud al-Hadits
disebutkan, bahwa latar belakang kemunculan hadits tersebut
1 Hadits tersebut ditemukan di dalam 6 kitab hadits, yaitu; Shahih Muslim kitab al-Iman
Bab Bayanu Kaun al-Nahyi an Munkar min al-Iman nomor hadits 186 dan 187, Sunan Abu
Dawud kitab al-Shalat bab al-Khutbah Yaum al-Id nomor hadits 1142 dan kitab alMalahim bab al-Amru wa al-Nahyu no hadits 4342, Sunan al-Tirmidzi, Kitab al-Fitan an
Rasulillah bab Ma Ja`a Fi Taghyir al-Munkar bi al-Yad au bi al-Lisan au bi al-Qalb nomor
hadits 2327, Sunan al-Nasa`i, Kitab al-Iman wa Syaraiuhu bab Tafadlulu ahl al-Iman
nomor hadits 5025 dan 5026, Sunan Ibnu Majah Kitab Iqamat al-Shalat wa al-Sunnah
Fiha Bab Ma jaa Fi Shalat al Idain, Musnad Ahmad Ibnu Hanbal Kitab Baqi Musnad alMukatstsirin Musnad Abu Said al- Khudzri nomor hadits 11371 . Arnold John Wensinck,
Mujam Mufarras li Alfadzi al Hadits al Syarif II, (Leiden : EJ Brill, 1936), 300.Amar maruf
nahi munkar. Di antaranya adalah terdapat di dalam QS. Ali Imran ayat 104, 114, QS. AlAraf ayat 157, QS. Al-Taubah ayat 67, 70, 112, QS. Al-Hajj ayat 41, dan QS. Luqman ayat
17.

(seperti riwayat Muslim) diawali dengan sebuah peristiwa yang


terjadi di kalangan para sahabat pada waktu pelaksanaan shalat Id.
Saat itu sahabat yang pertama kali melaksanakan khutbah sebelum
pelaksanaan shalat Id adalah Marwan, apa yang dilakukannya
mendapatkan reaksi dari sahabat lainnya

seraya mengatakan

bahwa yang benar adalah pelaksanaan shalat terlebih dahulu.


Kemudian dia menilai bahwa apa yang dilakukan Marwan tidak
sesuai dengan ketentuan yang ada. Melihat kejadian tersebut, Abu
Said kemudian mengatakan: Apa yang dilakukan oleh sahabat ini
(mengingatkan Marwan) seperti yang telah diputuskan oleh Nabi
SAW, dan saya mendengar beliau bersabda...(kemudian Abu Said
al-Khudzri menyebutkan hadits di atas)2
Asbab wurud al-Hadits di atas menunjukkan bahwa sabda
Nabi yang menjelaskan tentang perintah amar maruf nahi munkar,
meskipun menjelaskan tentang

tata cara taghyir al-Munkar

(merubah

dari

kemungkaran)

mulai

merubah

kemungkaran

tersebut dengan menggunakan tangan , lisan dan hati. Namun


dalam pelaksanaannya
tidak selalu mendahulukan cara yang pertama. Hal ini
semakin jelas jika dilihat dari asbab wurud al-Hadits di atas, dimana
sahabat yang tidak setuju dengan sahabat lain tentang tata cara
pelaksanaan khutbah shalat Id, tidak langsung mengingatkannya
2 Ibrahim bin Muhammad al-Husaini al-Dimasyqi, al-Bayan wa al-Tarif Fi Asbab Wurud alHadits al-Syarif,

( Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1401 H.), 217.

dengan melakukan tindakan pertama, yaitu dengan tangan, akan


tetapi justru mengingatkannya dengan lisan. Meskipun cara yang
pertama merupakan indikator kekuatan iman seseorang. Dengan
demikian, maka urutan tata cara yang harus digunakan oleh
seseorang dalam usaha taghyir al-Munkar tidak selamanya harus
dengan menggunakan peringkat

pertama (bi al-Yad), akan tatapi

urutan-urutan tersebut merupakan pilihan, manakah di

antara

ketiganya yang sesuai dengan kondisi ketika terjadi kemungkaran.

pernyataan Ahmad bin Hanbal (780-855M/164-241H): tentang nahi


munkar yang termaktub dalam karyanya Kitabul Amri bil Maruf wan Nahy
anil Munkar. Di situ pendiri Mazhab Hanbali itu menyoroti hadits tentang
nahi munkar yang terkenal: Barang siapa melihat kemunkaran, maka
hendaklah ia mengubah dengan tangan. Jika tak mampu, maka dengan
lisan. Jika tak mampu juga, maka dengan hati. Yang terkahir ini adalah
selemah-lemahnya iman.
Tapi apa yang dimaksud dengan mengubah dengan tangan dalam
hadits tersebut? Imam Ahmad dengan tegas menyatakan: Al-Taghyir bil
yad laysa bi-alsayf wa al-silah(Mengubah dengan tangan bukanlah
dengan pedang dan senjata) (h.7).
Pernyataan Imam Ahmad ini menarik, mengingat bahwa beliau pernah
menyaksikan langsung kemunculan front bersenjata yang mengklaim
membawa misi nahi munkar di Baghdad. Ini terjadi pada pada masa awal
pemerintahan khalifah Al Mamun dari Bani Abbasiyah. Sebagaimana
terekam dalam Tarikh al-Thabari, Baghdad saat itu dalam kondisi carut
marut sebagai buntut dari perseteruan berdarah antara Al-Mamun
dengan adiknya, Al-Amin. Kriminalitas dan kemunkaran merajalela,
sedangkan pemerintah pusat dalam kondisi lemah dan lembek akibat
perang saudara.
Dalam KItabul Amri bil Maruf wan Nahy anil Munkar, Imam Ahmad
dengan gamblang merinci bagaimana agar misi amar maruf dan nahi
munkar dijalankan dengan benar. Di antaranya, misi tersebut mesti
diamalkan dengan kelembutan (al- rifq), mesti realistis dalam arti

memperhitungkan kemampuan diri (istithoah), dan tidak mengumbar


paksaan terhadap si pelaku kemunkaran. Prinsip pertama, alrifq, mengajarkan bahwa nahi munkar tidak boleh ditegakkan dengan
kekerasan. Sedangkan prinsip istithoahmenekankan agar nahi munkar
jangan sampai memaksakan diri di luar kemampuannya, apalagi sampai
membahayakan diri.
Selain tidak boleh memaksa diri, nahi munkar juga tidak boleh memaksa
orang lain. Lantas bagaimana kalau ternyata si pelaku kemunkaran tetap
membandel
meski
sudah
dilarang?
Kata
Imam
Ahmad,
Biarkanlah/tinggalkanlah ia (fadahu) Toh tugas nahi munkar sudah
dijalankan. Biarlah resiko dosa ditanggung sendiri olehnya.
Paparan Imam Ahmad di atas menunjukkan bahwa nahi munkar dalam
pandangannya adalah bagian dari dakwah. Dan dakwah tidak lain adalah
ajakan yang mengandaikan kesukarealaan, bukan paksaan yang justru
akan menghasilkan keterpaksaan. Ini sejalan dengan hakekat misi
kerasulan Muhammad itu sendiri. Bukankah peran Rasul digambarkan
oleh Al-Quran sebagai sekedar pemberi peringatan (mudzakkir), bukan
orang yang berkuasa untuk memaksa (musaythir)? Karena itulah Imam
Ahmad menyerukan nahi munkar tanpa pentung.
Ironisnya, penegasan Imam Ahmad bahwa mengubah dengan tangan
bukanlah dengan pedang dan senjata sama sekali diabaikan oleh mereka
yang mengklaim menegakkan nahi munkar dewasa ini. Ironis karena
Imam Ahmad sering dianggap sebagai salah satu tokoh utama Ulama
Salaf. Namun kelompok Islam yang menyebut diri sebagai Salafi justru
menghalalkan kekerasan dalam bernahi munkar ala gerakan Sahal bin
Salamah yang justru dikecam keras oleh Ahmad bin Hanbal. Ironis karena
yang mereka teladanai bukan Ahmad, melainkan Sahal.

Anda mungkin juga menyukai