Anda di halaman 1dari 38

TUGAS UAS MATA KULIAH ICT

OLEH LENNY APRINA 1008056006


JURUSAN MAGISTER BAHASA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PROF.DR. HAMKA 2012

1. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran kemampuan berbahasa, kemampuan berbicara sering terabaikan karena yang ditekankan dan mendapat perhatian lebih ialah

kemampuan menulis, padahal tujuan utama pembelajaran bahasa ialah untuk berkomunikasi. Bukan hanya tulisan tetapi juga lisan. Oleh karena itu, diperlukan keseriusan dalam hal ini. Diperlukan strategi dan metode yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pada kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia tingkat SMA/MA, salah satu standar kompetensi berbicara pada kelas XI yaitu pidato, merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa. Kompetensi dasar yang harus dimiliki setelah proses pembelajaran adalah siswa mampu berpidato tanpa teks dengan menggunakan pelafalan, intonasi, nada, dan sikap yang tepat. Dalam penerapannya, pembelajaran berpidato pada tingkat SMA ternyata belum memberikan hasil memuaskan. Siswa cenderung menjadi pribadi yang sulit berbicara di depan umum. Hal utama yang menjadi penyebab biasanya adalah faktor keragu-raguan atau keberanian dari siswa. Siswa khawatir berkata salah ketika berpidato. Bahan pembicaraan yang sudah dipersiapkan menjadi hilang ketika berada di depan orang banyak untuk berpidato. Dari sekian banyak siswa tentunya ada beberapa siswa yang mampu tampil dengan berani dan percaya diri. Hal ini disebabkan adanya pembiasaan yang dilakukan karena siswa tersebut mempunyai pengalaman dalam berorganisasi yang menuntut mereka untuk sering berinteraksi dengan banyak orang. Keberanian dan percaya diri memang merupakan modal utama dalam berpidato, namun tidak cukup hanya kedua itu

saja. Dalam berpidato, siswa dituntut mampu memilih kata dan menyusun kalimat dengan baik serta memahami faktor-faktor lain seperti pelafalan yang baik, intonasi, dan dikap yang tepat. Metode yang paling sering digunakan guru dalam pembelajaran berpidato adalah guru menjelaskan faktor-faktor yang dinilai dalam berpidato kemudian siswa diminta untuk berpidato. Setelah itu, performa siswa tersebut dievaluasi secara bersama-sama. Metode ini memang baik untuk memberikan tentang faktorfaktor yang harus diperhatikan dalam berpidato, namun dalam hal praktik tentunya siswa menampilkan hanya sebatas pengetahuannya saja, kecuali bila siswa memiliki pengalaman lomba berpidato atau memiliki jabatan ketua pada suatu organisasi yang sering diminta untuk berpidato. Bagi siswa yang belum memiliki pengalaman yang cukup mengenai pidato, maska sangatlah perlu siswa tersebut melihat sebuah contoh dalam berpidato. Dalam hal inilah seorang guru harus memberikan sebuah model yang dapat dipelajari oleh siswa. Model itu dapat dilakukan oleh guru atau pun selain guru. Seperti pendapat Albert Bandura dalam teori sosial learning yang menyatakan bahwa proses belajar dimulai dari meniru, maka dalam belajar berpidato alangkah baiknya bila siswa mencontoh pemidato yang baik. Dengan contoh ini siswa akan mendapatkan gambaran mengenai cara berpidato yang baik. Contoh ini dapat dijadikan model dalam pembelajaran berpidato. Media merupakan alat komunikasi dalam pendidikan. Media pendidikan menjadi alat bantu untuk menyampaikan pesan yang diberikan guru kepada siswa. Penggunaan media tidaklah asal saja tetapi harus dengan pertimbangan bahwa

penggunaan media tersebut sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Jangan sampai media yang telah dipersiapkan tidak sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Dengan bantuan media, proses dan hasil pembelajaran diharapkan menjadi lebih baik jika dibandingkan tanpa menggunakan media. media tidak terbatas hanya pada alat saja secara luas media bisa termasuk manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Menurut Syaiful Bahri dan Azwan Zain (2006 : 122-123), sumber belajat adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat bahan pengajaran terhadap atau asal untuk belajar seseorang. Media inilah yang dapat membantu memperkaya wawasan siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran, model merupakan media yang dapat dijadikan sumber untuk belajar. Model ini dapat dicontoh dan dikembangkan oleh siswa. Oleh karena itu, media bisa pula guru atau model yang diberikan di luar pihak guru, seperti model dalam berpidato yang telah disebutkan sebelumnya. Mengenai model mana yang harus dipilih kita harus melihat kwalitas model itu sendiri. Sesuatu yang akan dijadikan model diusahakanlah yang terbaik karena akan dicontoh dan mungkin akan dikembangkan oleh siswa setelah mengamati model tersebut. Dalam model untuk berpidato beberapa hal pokok yang wajib menjadi kriteria, yaitu kemampuan linguistik, kemampuan mempersuasi, dan kemampuan memotivasi. Ketiga hal tersebut terangkum dalam ilmu retorika. Motivator merupakan salah satu profesi yang menggunakan ilmu retorika. Kemampuan retorika sangat berguna dan membantu untuk menunjang profesi ini.

Tugas utama sebagai motivator ialah mampu mempersuasi para pendengar agar termotivasi untuk melakukan saran-saran yang diberikan olehnya. Layaknya seorang orator dalam sebuah kampanye, seorang motivator harus tampil dengan percaya diri dan mampu meyakinkan pendengarnya dengan sikap dan kata-kata yang diungkapkannya. Dengan kriteria ini seorang motivator merupakan model yang layak untuk pembelajaran berpidato karena dengan predikatnya sebagai seorang motivator tentunya ia harus memiliki kriteria-kriteria tersebut. Pemodelan retorika motivator ini berlaku sebagai mrdia pada saat pembelajaran berpidato. Pemberian model yang baik akan mempermudah siswa dalam belajar. Dengan media, pemodelan retorika motivator ini diharapkan memberikan wawasan yang lebih baik kepada siswa untuk berpidato serta siswa dapat mengembangkan kemampuan dalam berpidato sehingga dapat meyakinkan pendengarnya.

2. Perumusan Masalah Apakah media pemodelan retorika motivator dapat meningkatkan

kemampuan berpidato di kelas XI SMAN 15 Jakarta?

3. Hakikat Kemampuan Berpidato Berbicara merupakan cara yang efektif untuk berkomunikasi satu dengan yag lainnya. Setiap pribadi tentunya memiliki kemampuan berbicara yang berbeda. Menurut Maidar G. Arsyad dan Mukti U.S. (1991: 17), kemampuan berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bun yi-bunyi artikulasi atau

mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pidato merupakan salah satu dari keterampilan berbicara. Pidato menjadi pilihan untuk pembukaan suatu acara yang biasanya dibawakan oleh tokoh masyarakat setempat. Penggunaan pidato tidak hanya pada situasi resmi saja. Dalam situasi semi formal pun pidato dapat dilakukan karena pidato tidak selalu berada pada podium. Secara umum, pidato didefinisikan sebagai keterampilan berbicara di depan umum. Menurut Evendhy M. Siregar (1995:32) pidato dapat diartikan sebagai berikut: pidato merupakan suatu proses komunikasi atau interaksi antara si pembicara dengan pendengarnya (komunikan). Pendapat lain yaitu http://organisasi.org/pengertian pidto-tujuan-sifat-metodesusunan-dan-persiapan-pidato-sambutan. diunduh tanggal 7 Januari 2012

myenyatakan bahwa pidato adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak. Orasi menjadi kegiatan yang memanfaatkan pidato dalam mengkomunikasikan maksud dan tujuan. Menurut Maidar G. Arsyad dan Mukti U.S., (1991: 53) pidato merupakan penyampaian dan penanaman pikiran, informasi, atau gagasan dari pembicara kepada khalayak ramai. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpidato adalah kemampuan berbicara di depan umum sebagai proses komunikasi yang dilakukan oleh pembicara dengan ucapan yang tersusun baik untuk menyampaikan gambaran tentang suatu pikiran, perasaan, informasi, atau gagasan kepada pendengar atau khalayak umum. Maidar G. Arsyad dan Mukti U.S., (1991: 66). Ada empat metode berpidato yaitu:

1. Metode impromptu, yaitu pidato yang dilakukan dengan serta merta tanpa ada persiapan sama sekali. 2. Metode menghafal, yaitu pidato yang dilakukan dengan cara menghafal teks pidato yang telah dibuat sebelumnya. 3. Metode naskah, yaitu pidato dengan cara membaca naskah. 4. Metode ekstemporan, yaitu pidato dengan persiapan catatan-catatan urut-urutan topik pembicaraan. Saat berbicara di depan umun diperlukan pula pengetahuan mengenai tata krama dalam berpidato. Seorang pemidatso yang baik akan memperhatikan bagaimana ia berpenampilan. Pemidato perlu berhati-hati dalam memilih katakata yang akan dikeluarkan. Tidak boleh menunjukkan sikap yang angkuh, namun tetap rendash hasti. Penggunaan sedikit humor dspat membantu memecahkan kebekuan para pendengar. Dalam berpidato sikap pemidato tidak boleh kaku, harus rileks tetapi tetap fokus pada isi dari pidato. Pemilihan kata-kata sederhana dan mudah dimengerti dapat memperlancar komunikasi yang sedang dibentuk dalam pidato. Sebagai seorang pembicara yang baik dalam berpidato, maka orang tersebut haruslah menyiapkan dirinya agar mampu menyampaikan pidato dengan baik. Pidatonya diharapkan dapat mempengaruhi para pendengar karena dianggap berbobot. Selain banyak memiliki pengetahuan dan pengalaman seorang pembicara juga dituntut untuk meyakinkan para pendengar atas apa yang disampaikan dalam pidato. Mengenai faktor kepribadian, Hendrikus (1995:14) menyatakan bahwa: Seorang pembicara hendaknya memiliki dasar pendidikan yang cukup dan penetahuan umum yang luas. Ia memiliki rasa percaya diri dan kepastian sehingga mampu memancarkan kepastian. Cara dan bentuk pergaulannya sesuai dengan tingkat orang-orang yang dihadapinya. Ia menyesuaikan cara berpenampilan dengan tempat dan tingkat serta karakter pertemuan. Dalam penampilan ia senantiasa memperhatikan keapikkan dan

kebersihan. Ia jujur dan ikhlas dalam tutur kata dan tingkah laku. Ia bersemangat dan mampu bersemangat. Dalam pembicaraan ia memiliki artikulasi yang jelas. Bahasanya memiliki daya meyakinkan, karena merumuskan ungkapan yang tepat dan dialektis. Apabila memiliki spesialisasi, maka ia harus mampu menunjukkan kompetensi dan pengetahuan fak yang memadai. Sebagai pembicara yang baik hendaknya memiliki kriteria di atas. Hal ini disebabkan pertama para pendengar memerlukan kesan pertama yang baik dan menyenangkan. Kedua, para pendengar akan merasa malas mendengar bila pembicara terkesan hanya banyak bicara yang tidak konkret dan tidak jelas. Ketiga, para pendengar akan cepat bosan bila pembicara terkesan monoton baik dalam kata-kata, topik pembicaraan, maupun gagasan yang disampaikan. Tentang sistematika dalam berpidato, Cicer dalam Hendrikus (1995:63) memberikan tiga bagian berpidato, yaitu: 1. Pendahuluan, berupa ucapan salam, pembukaanm titik tolak, dan penghantar ke dalam tema yang akan dibicarakan. Penghantar dapat berupa tujuan dari pidato akan membicarakan hal apa. 2. Isi pidato atau bahan utama, berupa penjelasan apa yang mau disampaikan, anjuran-anjuran, dan argumentasi serta pembuktian. 3. Penutup, berupa rangkuman, permintaan/permohonan, tindakan konkret yang harus dijalankan, dan harapan. Selain itu, Evendhy (1995:55) pun menyebutkan sistematika berpidato meliputi: 1. Pembukaan pidato Pembukaan pidato sebaiknya diawali dengan mengucap salam dan kalimat pembukaan. Jika pendengar sudah tertarik atas pembukaan pidato tersebut, alihkan secara bertahap perhatian mereka kepada isi pidato. 2. Isi pidato Isi pidato yang baik adalah menyampaikan suatu analisa, menonjolkan fakta dan data berikut argumentasinya sesuai dengan topik yang disampaikan. 3. Penutup pidato Dalam menutup pidato sebaiknya pembicara memberikan kesimpulan, nasehat, ucapan doa, permintaan maaf, dan ucapan salam penutup.

Maidar dan Mukti U.S. (1991:55) memberikan penjelasan yang lebih terperinci tentang garis besar sistematika berpidato yaitu: 1. Mengucapkan salam pembukaan dan menyapa hadirin. 2. Menyampaikan pendahuluan yang biasanya dilahirkan dalam bentuk ucapan terima kasih, atau ungkapan kegembiraan, atau rasa syukur. 3. Menyampaikan isi pidato, yang diucapkan dengan jelas dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan b enar dan dengan gaya bahsa yang menarik. 4. Menyampaikan kesimpulan isi pidato, supaya diingat oleh pendengar. 5. Menyampaikan harapan yang berisi anjuran atau ajakan kepada pendengar untuk melaksanakan isi pidato. 6. Menyampaikan salam penutup. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan sistematika pidato sebagai berikut: 1. Pembukaan Pidato Pembukaan pidato meliputi; salam pembuka, menyapa hadirin, mengucapkan terima kasih kepada hadirin yang telah datang, dan tujuan pidato. 2. Isi Pidato Isi pidato meliputi; penjelasan apa yang mau disampaikan, analisis, menonjolkan fakta dan data berikukut argumentasinya sesuai dengan topik yang disampaikan dengan jelas. 3. Penutup Pidato Penutup pidato meliputi; kesimpulan, harapan-harapan, permohonan maaf, dan penutup (salam penutup). Kesimpulan sebaiknya

disampaikan dengan singkat, padat, dan jelas. Pidato yang baik memiliki beberapa kriteria. Maidar dan Mukti U.S (1991:87) menyebutkan bahwa penilaian kemampuan berbicara dapat dilihat dari

dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan. Faktor kebahasaan yaitu; pengucapan vokal dan konsonan, penempatan tekanan dan intonasi, pilihan kata (diksi), dan kalimat efektif. Lalu faktor nonkebahasaan meliputi keberanian, kelancaran, penalaran, penguasaan topik, dan gerak-gerik atau mimik. Faktor kebahasaan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Keefektifan Ucapan Sebagai pembicara yang baik harus membiasakan untuk mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang tidak tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa (vokal dan konsonan) yang tidak tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik. Pengucapan vokal dan konsonan yang tidak jelas juga akan mengganggu pembahasan yang disampaikan. 2. Penempatan Tekanan dan Intonasi Kesesuaian penempatan tekanan dan intonasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan dan intonasi yang sesuai akan menyebabkan masalah menjadi menarik. Sebaliknya, jika penyampaiannya datar, dapt diperkirakan akan menimbulkan kejemuan bagi pendengar. 3. Pilihan Kata (Diksi) Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Maksudnya agar mudah dimengerti oleh pendengar. Pendengar akan lebih mudah paham bila kata-kata yang digunakan sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya kata-kata populer tentu

akan lebih efektif daripada kata-kata yang berasal dari bahasa asing yang jarang dikenal oleh pendengar. Pendengar akan lebih tertarik dan senang mendengar jika pembicara berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya. Pilihan kata juga disesuaikan dengan pokok pembicaraan. Jika pokok pembicaraan adalah masalah ilmiah, tentu penggunaan kata istilah tidak dapat dihindari dan pendengar pun akan dapat memahami karena pendengarnya biasanya orang yang mengerti bidang yang sedang dibicarakan. 4. Ketepatan Sasaran Pembicaraan (Kalimat Efektif) Hal ini menyangkut pemakaian kalimat yang efektif. Kalimat yang efektif mempunyai ciri-ciri keutuhan, perpautann, pemusatan perhatian, dan kehematan. Keutuhan kalimat akan rusak bila salah satu unsur dari kalimat tidak ada atau akan menimbulkan kerancuan. Perpautan bertalian dengan hubungan antara unsurunsur kalimat, misalnya antara kata dengan kata, frasa dengan frasa, dalam sebuah kalimat. Pemusatan perhatian pada bagian yang terpenting dalam kalimat dapt dicapai dengan menempatkan bagian itu pada awal atau akhir kalimat agar pada bagian ini mendapat tekanan waktu bicara. Kalimat efektif harus hemat dalam pemakaian kata, sehingga tidak terjadi kemubaziran kata. Kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud yang akan disampaikan diterima lengkap oleh pendengar sedangkan kalimat yang kurang atau tidak efektif dapat

membingungkan pendengar.

Faktor nonkebahasaan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Keberanian Seorang pembicara harus tampil dengan berani di depan pendengarnya. Sikap percaya diri merupakan kunci utama untuk berani berbicara di depan umum. Sikapnya harus tenang saat berbicara. Pendengar akan dapat diyakinkan bila pembicara berbicara dengan penuh keberanian dan percaya diri yang tinggi. Sebaliknya, jika seorang pembicara berbicara dengan malu-malu dna kurang percaya diri maka pendengar akan meragukan kredibilitas dari pembicara, apalagi hal yang sedang dibicarakan olehnya. 2. Kelancaran Seorang pembicara yang lancar dalm berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraanya. Serin g kita mendapatka seorang pembicara yang berbicara terputus-putus atau terbata-bata. Hal ini akan mengganggu daya simak pendengar. Pembicara yang terlalu cepat juga akan mempersulit pendengar menangkap pokok penbicaraan. Pembicara yang baik harus berbicara dengan lancar, tidak terlalu cepat dan tidak juga terlalu lambat. 3. Penalaran Pembicara yang baik akan mempunyai penalaran yang baik pula. Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. Pemikiran pembicara yang disampaikan hingga mendapat suatu kesimpulan haruslah logis. Hal ini berarti hubungan kalimat dengan kaliamt harus jelas dan logis serta berhubungan dengan pokok pembicaraan.

4. Penguasaan Topik Seorang pembicara harus mempersiapkan topik pembicaraan sebaik mungkin. Hal ini dilakukan agar topik yang dipilih untuk diangkat dalm pembicaraan benar-benar dikuasai dengan baik. Topik merupakan bagian terpenting dalam suatu pembicaraan. Penguasaan topik pembicaraan akan berdampak keberanian dan kelancaran dalam berbicara. 5. Gerak-Gerik dan Mimik Gerak-gerik dan mimik yang tepat daqpat menunjang keefektifan berbicara. Pembicara juga terjaga dari kekakuan. Hal-hal yang penting selain mendapat tekanan juga dapat dibantu dengan gerak tangan atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi agar pembicara juga terjaga dari kekakuan.

4. Hakikat Media Pemodelan Retorika Motivator Media menjadi suatu alat yang digunakan sebagai alat bantu dalam dunia pendidikan. Media dapat pula dimasukkan ke dalam bagian dari metode dan teknik yang digunakan dan dipilih sesuai dengan kebutuhan dalam proses pembelajaran di sekolah. Media menjadi suatu hal yang penting dan perlu dipersiapkan. Dengan bantuan media, maka guru dapt menutupi keterbatasan yang ada pada dirinya. Media membantu menampilkan informasi yang mungkin sulit untuk dihadirkan secara langsung. Media juga memperjelas penyampaian pesan yang akan disampaikan kepada siswa. Dengan menggunakan media pembelajaran, penyajian materi dapat menarik perhatian siswa dan diharapkan dapat memotivasi

siswa untuk belajar. Seperti yang disampaikan oleh Azhar Arsyad (2007:3) bahwa media pembelajran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar. Secara umum menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, (2006: 124-125), media pendidikan mempunyai beberapa kegunaan yaitu: (1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis, (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, dan (3) penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Hamalik (1986:23) menyampaikan sejumlah nilai praktis dari media pendidikan, yaitu: (1) media pendidikan melampaui batas pengalaman pribadi siswa, (2) media pendidikan melampaui batas-batas ruangan kelas, (3) media pendidikan memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungannya, (4) media pendidikan memberikan kesamaan dalam pengamatan, (5) media pendidikan akan memberikan pengertian/konsep yang sebenarnya secara realistis dan teliti, (6) media pendidikan membangkitkan keinginan dan minat-minat yang baru, (7) media pendidikan membangkitkan motivasi dan perangsang kegiatan belajar, (8) media pendidikan akan memberikan pengalaman yang menyeluruh. Dengan memahami fungsi media pendidikan, guru akan semakin terbantu dalam penyampaian pelajaran kepada siswa. Sumber belajar tidak lagi selalu berasal dari guru. Dengan menggunakan media, guru dapaqt menjadikan pembelajaran menjadi semakin bermakna sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa. Pengalaman yang diberikan kepada siswa menjadi semakin banyak.

Media pembelajaran semakin lama semakin berkembang dari yang sedehana sampai yang rumit dan modern. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006: 120), membagi media menjadi tiga jenis yaitu media auditif, media visual, dan media audio visual. Media auditif seperti radio, cassette recorder, dan piringan hitam. Media visual seperti film,strip, slide, foto, dan gambar. Media audiovisual seperti film bingkai suara, film rangkai suara, dan video cassette. Dengan berbagai jenis media yang disampaikan di atas, tentu saja seorang guru harus cermat memilih media yang tepat untuk digunakan daqlam pembelajaran. Hal ini cukup sulit karena setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Ada yang memiliki gaya belajar secara visual, gaya belajar secara audio, gaya belajar secara campuran atara audio dan visual, atau yang bersifat psikomotorik. Pengalaman langsung yang dialami siswa juga merupakan cara belajar yang mampu menyerap informasi. Video merupakan salah satu media pembelajaran dalam jenis media audiovisual. Kemampuan video dalam menampilkan gambar dan suara memberikan daya tarik tersendiri jika dibandingkan media visual atau media audio. Video mampu menampilkan gambar hidup dan suara sekaligus seperti aslinya. Media video dalam pembelajaran menjadi alat bantu dalam menayangkan hal yang sulit dibuat atau didatangkan secara langsung saat proses pembelajaran. Sebagai sebuah media pembelajaran, menurut Arief S. Sadiman, dkk (2008:74-75) video memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1. Dapat menarik perhatian untuk periode yang singkat. 2. Sejumlah besar penonton dapat memperoleh informasi dari ahli.

3. Demonstrasi yang sulit bisa dipersiapkan dan direkam sebelumnya, sehingga pada waktu mengajar guru bisa memusatkan perhatian pada penyajian. 4. Menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang. 5. Kamera tv bisa mengamati lebih dekat objek yang sedang bergerak atau objek yang berbahaya seperti harimau. 6. Keras lemah suara yang ada bisa diatur. 7. Gambar proyeksi biasa dibekukan untuk diamati dengan seksama. 8. Ruangan tidak perlu digelapkan saat menyajikan.

Selain memiliki kelebihan, menurut Azhaar Arsyad (2007: 18) video juga mempunyai kelemahan, yaitu video umumnya memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang banyak, gambar-gambar bergerak terus hingga tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan, video yang tersedia tidak selalu sesuai dengan yang diinginkan, kecuali dirancang dan diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri. Dengan adanya kekurangan dari media video, maka guru harus mempersiapkan betul hal apa yang akan disajikan dalam video. Penggunaan video yang sudah ada dapat mempermudah dalam persiapan. Bisa pula materi yang akan diambil hanya sebagian dari video yang akan ditampilkan. Jangan sampai penggunaan media video tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dengan perhitungan yang matang dalam menyajikan video, maka video menjadi media pembelajaran yang baik. Pemodelan merupakan cara yang dilakuakn dalam pembelajaran karena adanya suatu model yang ditiru dan pada akhirnya akan dikembangkan sesuai dengan kreativitas siswa. Seorang guru sebagai fasilitator dalam pendidikan harus memberikan model yang terbaik untuk menjadi bahan pembelajaran. Namun, guru bukanlah satu-satunya model dalam pembelajaran kartena model dapat juga

didatangkan dari luar. Cara pengamatan dapat pula dilakukan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku model. Moleong (1989:28) berpendapat teknik pengamatan menjadi alat yang bermanfaat. Pada saat mengamati, pengamat dapat memperhatikan dengan seksama bagaimana sikap dan tingkah laku model yang ditampilkan. Dalam hal ini, maka akan timbul minat dan motivasi dari pihak pengamat untuk mencontoh atau meniru untuk mendapatkan hasil yang baik seperti model tersebut. Model yang diberikan dalam pembelajaran tentunya memiliki kredibilitas yang sesuai dengan keahlian bidangnya sehingga ia layak menjadi pemodelan yang terpercaya. Seperti yang dijelaskan Effendi (2005:34) bahwa seorang komunikator memiliki kredibilitas disebabkan oleh etos pada dirinya yaitu kelayakan untuk dipercaya dan kecakapan atau keahlian. Tidak semua pemodel atau model dapat sempurna karena pemodel atau model memiliki keterbatasan dalam suatu keahlian, namun keterbatasan itu bukan suatu hal yang menjadi fatal karena pemodel ini dipilih termasuk yang terbaik dari model yang ada. Pemodel yang dimaksud adalah seseorang yang dapat dijadikan contoh atau model yang dapat ditiru tingkah laku dan sikapnya karena memiliki kelayakan untuk dipelajari keahliannya. Model dapat diberikan secara langsung dan tidak langsing. Model yang dihadirkan secara langsung tentu akan memberikan pengalaman yang lebih kepada siswa. Namun, model yang diberikan terkadang sulit dihadirkan secara langsung baik karena masalah biaya maupun hal yang lain. Di sinilah media berfungsi untuk mempermudah mendatangkan model secara tidak langsung yaitu

dengan rekaman video dari model yang ingin ditampilkan. Media yang digunakan yaitu video, dapat menjadi model yang dapat ditiru dan dicontoh. Media seperti ini dapat dikatakan sebagai media pemodelan atau dengan kata lain pemodelan yang diberikan dengan bantuan media. Pemodelan yang ditampilkan tergantung dari keahlian apa yang akan dipelajari. Seperti keterampilan berbicara, tentunya pemodelan yang dibutuhkan adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam berbicara. Untuk menunjang kemampuan berbicara maka diperlukan retorika dalam berbicara. Secara umum, orang memasukkan retorika dalam berpidato. Namun, pemahaman ini dirasakan kurang tepat karena saat berbicara dalam kesempatan apa pun seorang pembicara dapat menggunakan retorika. Pidato merupakan salah satu kegiatan yang memanfaatkan ilmu-ilmu retorika. Berikut ini adalah pengertian retorika yang dikemukakan oleh Gentasari Anwar (1995:15): Retorika yaitu ilmu yang menjelaskan tentang bagaimana teknik seni berbicara di hadaqpan umu, sehingga orang merasa senang dan tertarik untuk mendengarkan uraian atau pendapat-pendapat yang disampaikan kepada orang lain dengan maksud agar orang tadi/pendengar mengetahui, memahami, menerima, serta bersedia melaksanakan segala sesuatu yang disampaikan terhadap mereka.

Selanjutnya menurut pendapat Breket dalam I Gusti Ngurah Oka (1976:44) menerangkan bahwa retorika merupakan seni mengafeksikan pihak lain dengan tutur, yaitu dengan cara memanipulasi (perhitungan yang matang) unsur-unsur tutur itu dan respon pendengar. Sejalan dengan pendapat tesebut, Hendrikus (1995:14) mengemukakan bahwa retorika berarti kesenian untuk berbicara baik, yang dicapai berdasarkan bakat alam (talenta) dan keterampilan teknis. Berbeda

dengan pendapat para ahli sebelumnya, menurut Martin Steinmann Jr. Dalam I Gusti Ngurah Oka (1976:30), retorika adalah berbicara tentang pemilihan yang efektif terhadap bentuk cara-cara pengungkapan yang sinonim. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa retorika adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang seni berbicara dengan penggunaan bahasa secara baik yang bertujuan agar pendengar memahami, menerima, dan bersedia melaksanakan hal yang disampaikan pembicara. Retorika digunakan untuk memperlancar terjadinya komunikasi antara pembicara dan pendengar agar tidak terjadi kesalahpahaman. Retorika tidak sekedar banyak berbicara saja tetapi lebih kepada seberapa efektif hasilnya ketika sedang dan setelah berbicara. Seorang model untuk keterampilan baerbicara tentunya harus memiliki kemampuan retorika yang baik untuk menjadi contoh. Bebrapa hal dapat dijadikan penilaian dalam penerapan retorika. Ernest dan Nancy (1991:172-179) mengatakan bahwa pembicara yang baik harus mengatur gerak- isyarat dan gerakan tubuh yaitu sikap, ekspresi, wajah, kontak mata, dan gerak isyarat. Selanjutnya Ernest dan Nancy (1991:64-65) menyebutkan pula bahwa faktor paralinguistik yang mempengaruhi kemampuan berbicara, yaitu artikulasi, pitch, kerasnya suara, kecepatan, dan jeda. Menurut I Gusti Ngurah Oka (1976:3-6), dalam beretorika ada usaha dan tindak yang dilakukan penutur agar penanggap tutur bisa terpengaruh oleh gagasan yang tersimpul dalam topik tutur antara lain pemilihan materi bahasa (disesuaikan dengan penanggap tutur), pemakaian ulasan (argumen), dan

penampilan tutur dengan gaya tertentu.

Selain itu, Rakhmat (2000:46-52)

menyampaikan faktor kata sanagat penting, ia mengemukakan sebagaimana pembicara yang baik, harus memilih kata dengan baik. Kata-kata harus jelas, katakata-kata harus tepat, dan kata-kata harus menarik. Faktor-faktor penilaian retorika di atas merupakan faktor yang setidaknya harus dimiliki oleh seorang pemodel untuk keterampilan berbicara. Seorang pemodel untuk keterampilan berbicara harus memiliki kecakapan sikap, ekspresi wajah yang menarik, dinamika bicara yang baik, pemilihan kata yang tepat, penyusunan kalimat yang baik, serta harus cermat dalam memilih bahasa yang digunakan sesuai dengan siapa ia berbicara. Dengan kriteria model yang memiliki kemampuan retorika seperti di atas, maka yang berpeluang menjadi model untuk keterampilan berbicara ialah seorang motivator. Kata motivator berasal dari kata motivasi. Sondang Siagian (1989:142) menyampaikan motivasi berasal dari kata movere dalam bahasa latin, yang artinya bergerak. Berbagai hal yang biasanya terkandung dalam motivasi antara lain adalah keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran,dorongan, dan insentif. Motivasi menurut http://id.wikipedia.org/wiki/motivasi. Diunduh 7 Januari 2012, dapat juga berarti proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Motivasi dapat dikatakan sebuah dorongan untuk melakukan sesuatu. Menurut French dan Raven (2006:235) motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukkan prilaku tertentu. Senada dengan itu, Akhmad Sudrajat, http://akhmadsudrajat.

Wordpress.com/2008/02/06/teori-teori motivasi/. Diunduh 7 Januari 2012,

menyampaikan motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi merupakan sesuatu kekuatan atau dorongan yang dapat menyebabkan seseorang mampu melakukan sesuatu kegiatan demi mencapai tujuannya. Motivator merupakan orang yang dapat memberikan motivasi kepada

orang lain. Seorang motivator merupakan orang yang memiliki kemampuan atau keahlian dalam membangkitkan motivasi orang lain untuk melakukan suatu aktivitas tetrtentu untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Seorang motivator harus memberikan keyakinan kepada pendengarnya akan nasihat-nasihat yang diberikan ilehnya. Ia paham dengan psikologi pendengar. Ia mampu menguasai massa. Pemilihan materi bahasa berupa kata-kata yang menarik dan menyusun kaliamat yang baik menjadi hal utama untuk meyakinkan pendengar. Untuk menunjang kemampuan berbicara, seorang motivator menggunakan retorika. Seorang motivator memanfaatkan retorika untuk dapat meyakinkan pendengar. Demikian pula dengan pilihan kata, sikap, gaya berbicara, sampai cara menguasai massa, harus dimiliki oleh seorang motivator. Retorika dari seorang motivator dapat menentukan apakah pendengar akan dapat termotivasi atau tidak dengan nasihat-nasihat yang diberikannya. Berdasarkan uraian teori di atas, maka media pemodelan retorika motivator merupakan sebuah media yang digunakan untk memberikan contoh atau

model kemampuan retorika dari seorang motivator. Model ini diberikan dalam bentuk rekaman video dari seorang motivator.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Program Materi Pokok Alokasi Waktu : SMA Negeri 15 Jakarta : Bahasa Indonesia : XI / 2 : IPA : Berpidato : 12 x 45 menit (6x pertemuan)

A. Standar Kompetensi : Berbicara 10. Mengungkapkan informasi melalui presentasi program/proposal dan pidato tanpa teks. B. Kompetensi Dasar 10.2 Berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat. C. Tujuan Pembelajaran - Siswa mampu berpidato tanpa teks dengan lafal yang tepat - Siswa mampu berpidato tanpa teks dengan intonasi yang tepat. - Siswa mampu berpidato tanpa teks dengan nada yang sesuai. - Siswa mampu berpidato tanpa teks dengan sikap yang tepat.

D. Materi Pembelajaran Hakikat Pidato Pidato merupakan suatu proses komunikasi atau interaksi antara si pembicara dengan pendengarnya. Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum atau berorasi guna menyatakan pendapatnya atau guna memberikan gambaran tentang suatu hal. Penggunaan pidato tidak hanya pada situasi resmi saja. Dalam situasi semi formal pun pidato dapat dilakukan karena pidato tidak selalu berada pada podium.

Metode Pidato 1. Membaca Teks 2. Impromptu (serta-merta/improvisasi) 3. Menghafal 4. Ekstemporan (catatan kecil atau poin-poin pidato)

Kerangka Pidato a. Pembukaan meliputi: 1) salam dan menyapa, 2) ucapan puji syukur, 2) ucapan terima kasih, dan 3) tujuan. b. Isi meliputi: 1) latar belakang materi atau permasalahan, 2) uraian materi. c. Penutup meliputi: 1) kesimpulan, 2) harapan-harapan, 3) permohonan maaf, dan 4) permohonan doa restu, dan 5) penutup (salam penutup)

Kriteria Penilai Pidato Faktor Kebahasaan: - pengucapan vokal dan konsonan - penempatan tekanan dan intonasi - pilihan kata (diksi) - kalimat efektif. Faktor Nonkebahasaan: - keberanian - kelancaran - penalaran - penguasaan topik - gerak-gerik atau mimik

Lafal merupakan cara pengucapan, baik vokal maupun konsonan. Intonasi merupakan tekanan yang diberikan saat pelafalan. Nada merupakan tinggi rendahnya suara. Sikap merupakan gerak-gerik yang ditunjukkan saat berpidato. Retorika dalam Berpidato - Pemilihan perbendaharaan kata dengan baik - Ekspresi wajah - Penyusunan kalimat dengan baik - Kontak mata - Menarik bagi pendengar - Kecakapan dalam sikap - Mengatur ritme dan dinamika bicara

E. Metode Pembelajaran a. Ceramah b. Inkuiri c. Demonstrasi d. Tanya jawab F. Kegiatan Pembelajaran Pertemuan I (2x45 menit) No. Pendekatan Langkah-langkah kegiatan Kegiatan Belajar : Kontekstual, komunikatif, dan integratif. : Alokasi Waktu 1. Kegiatan Awal 1. Guru menyapa siswa (memberikan salam dan menanyakan kabar siswa). 2. Guru mengabsen siswa. 3. Guru mengonsentrasikan dan 10 menit tanya jawab Metode

tanya jawab ceramah

mengondisikan siswa (mulai dari memeriksa kerapihan pakaian, kerapihan kelas, dan kebersihan kelas). 4. Guru melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab kepada siswa mengenai materi pada pertemuan sebelumnya. 5. Guru menginformasikan kompetensi yang ingin dicapai tentang pidato. 6. Guru menginformasikan tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa. 7. Guru menanyakan pengetahuan awal siswa mengenai pidato. 2. Kegiatan Inti 1. Guru menjelaskan materi pidato. 2. Tanya jawab mengenai pidato. 3. Siswa berlatih berpidato dengan metode berpidato tanpa teks (impromtu, menghafal, dan ekstemporan). 4. Siswa lain memberi komentar atas penampilan siswa yang berpidato. 3. Kegiatan Akhir 1. Siswa dan guru melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran. 2. Guru dan siswa merencanakan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya. 3. Guru mengucapkan salam untuk mengakhiri kelas. 10 menit refleksi 70 menit Ceramah tanya jawab komunikatif, inkuiri tanya jawab, diskusi tanya jawab

ceramah

ceramah ceramah, tanya jawab

tanya jawab penugasan

tanya jawab ceramah

Pertemuan II (2x45 menit) Pendekatan : Kontekstual, komunikatif, dan integratif. Langkah-langkah kegiatan : No. Kegiatan Belajar Alokasi Metode Waktu 1. 10 menit Kegiatan Awal tanya 1. Guru mengkondisikan kelas (kebersihan dan jawab ketertiban kelas) dan mengabsen siswa. tanya 2. Guru dan siswa bersepakat menentukan tujuan jawab pembelajaran. ceramah 3. Siswa dan guru meninjau kembali pembelajaran yang telah berlangsung pada pertemuan sebelumnya 2. Kegiatan Inti 1. Guru memberikan contoh tayangan video dari motivator bisnis sebagai model dalam berpidato. 2. Guru meminta siswa memberikan pendapat mengenai tayangan video dari motivator bisnis. 3. Guru menyimpulkan pendapat dari siswa mengenai kriteria yang seharusnya dimiliki oleh orang yang berpidato dari model yang telah ditayangkan, yaitu mengenai retorika dari motivator bisnis. 4. Perwakilan beberapa orang siswa diminta maju ke depan untuk berpidato dengan metode impromptu. Hal ini dilakukan sebagai latihan berpidato. 5. Guru meminta siswa yang tidak maju untuk memberikan komentar kepada siswa yang maju ke depan untuk berpidato. 3. Kegiatan Akhir 1. Siswa dan guru melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran. 2. Guru dan siswa merencanakan pembelajaran 10 menit refleksi tanya jawab 70 menit LCD, diskusi tanya jawab ceramah tanya jawab diskusi tanya jawab ceramah

metode impromptu

tanya jawab diskusi

untuk pertemuan berikutnya. 3. Guru mengucapkan salam untuk mengakhiri kelas.

penugasan

Pertemuan III (2x45 menit) Pendekatan : Kontekstual, komunikatif, dan integratif. Langkah-langkah kegiatan : Alokasi No. Kegiatan Belajar Metode Waktu 1. Kegiatan Awal 1. Guru mengkondisikan kelas (kebersihan dan ketertiban kelas) dan mengabsen siswa. 2. Guru dan siswa bersepakat menentukan tujuan pembelajaran. 3. Siswa dan guru meninjau kembali pembelajaran yang telah berlangsung pada pertemuan sebelumnya. 2. Kegiatan Inti 1. Siswa diberikan contoh tayangan video dari motivator bisnis sebagai model dalam berpidato. 2. Guru meminta siswa memberikan pendapat mengenai tayangan video dari motivator bisnis. 3. Guru menyimpulkan pendapat dari siswa mengenai kriteria yang seharusnya dimiliki oleh orang yang berpidato dari model yang telah ditayangkan, yaitu mengenai retorika dari motivator bisnis. 4. Perwakilan beberapa orang siswa diminta maju ke depan untuk berpidato dengan metode menghafal. Hal ini dilakukan sebagai latihan berpidato. 70 menit LCD diskusi tanya jawab ceramah 10 menit tanya jawab

tanya jawab ceramah

tanya jawab ceramah

tanya jawab diskusi

menghapal

5. Guru meminta siswa yang tidak maju untuk memberikan komentar kepada siswa yang maju ke depan untuk berpidato. 3. Kegiatan Akhir 1. Siswa dan guru melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran. 2. Guru dan siswa merencanakan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya. 3. Guru mengucapkan salam untuk mengakhiri kelas. 10 menit

tanya jawab diskusi

refleksi tanya jawab penugasan

. Pertemuan IV (2x45 menit) Pendekatan : Kontekstual, komunikatif, dan integratif. Langkah-langkah kegiatan : Alokasi No. Kegiatan Belajar Metode Waktu 1. Kegiatan Awal 1. Guru mengkondisikan kelas (kebersihan dan ketertiban kelas) dan mengabsen siswa. 2. Guru dan siswa bersepakat menentukan tujuan pembelajaran. 3. Siswa dan guru meninjau kembali pembelajaran yang telah berlangsung pada pertemuan sebelumnya. 2 Kegiatan Inti 1. . Siswa diberikan contoh tayangan video dari motivator bisnis sebagai model dalam berpidato. 2. Guru meminta siswa memberikan pendapat mengenai tayangan video dari motivator bisnis. 70 menit LCD diskusi tanya jawab ceramah 10 menit tanya jawab

tanya jawab ceramah

tanya jawab ceramah

tanya jawab

3. Guru menyimpulkan pendapat dari siswa mengenai kriteria yang seharusnya dimiliki oleh orang yang berpidato dari model yang telah ditayangkan, yaitu mengenai retorika dari motivator bisnis. 4. Perwakilan beberapa orang siswa diminta maju ke depan untuk berpidato dengan metode menghafal. Hal ini dilakukan sebagai latihan berpidato. 5. Guru meminta siswa yang tidak maju untuk memberikan komentar kepada siswa yang maju ke depan untuk berpidato.

diskusi

menghapal

tanya jawab diskusi

3.

Kegiatan Akhir
1- Siswa

10 menit refleksi tanya jawab penugasan

dan guru melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran. dan siswa merencanakan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya. mengucapkan mengakhiri kelas. salam untuk

2- Guru

3- Guru

. Pertemuan V (2x45 menit) Pendekatan : Kontekstual, komunikatif, dan integratif. Langkah-langkah kegiatan : Alokasi No. Kegiatan Belajar Metode Waktu 1. Kegiatan Awal 1. Guru mengkondisikan kelas (kebersihan dan ketertiban kelas) dan mengabsen siswa. 2. Guru dan siswa bersepakat menentukan tujuan pembelajaran. 3. Siswa dan guru meninjau kembali pembelajaran yang telah berlangsung pada pertemuan sebelumnya 10 menit tanya jawab tanya jawab ceramah

tanya jawab ceramah

2.

Kegiatan Inti 1. Siswa diberikan contoh tayangan video dari motivator bisnis sebagai model dalam berpidato. 2. Guru meminta siswa memberikan pendapat mengenai tayangan video dari motivator bisnis. 3. Guru menyimpulkan pendapat dari siswa mengenai kriteria yang seharusnya dimiliki oleh orang yang berpidato dari model yang telah ditayangkan, yaitu mengenai retorika dari motivator bisnis. 4. Perwakilan beberapa orang siswa diminta maju ke depan untuk berpidato dengan metode menghafal. Hal ini dilakukan sebagai latihan berpidato. 5. Guru meminta siswa yang tidak maju untuk memberikan komentar kepada siswa yang maju ke depan untuk berpidato. .

70 menit LCD diskusi tanya jawab ceramah

tanya jawab diskusi

menghapal

tanya jawab diskusi 10 menit

3.

Kegiatan Akhir

refleksi 1. Siswa dan guru melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran. 2. Guru dan siswa merencanakan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya. 3. Guru mengucapkan salam untuk mengakhiri kelas. tanya jawab penugasan

. Pertemuan VI (2x45 menit) Pendekatan Langkah-langkah kegiatan No. 1.

: Kontekstual, komunikatif, dan integratif. : Alokasi Waktu 10 menit tanya jawab Metode

Kegiatan Belajar Kegiatan Awal 1. Guru mengkondisikan kelas (kebersihan dan ketertiban kelas) dan mengabsen siswa.

2. Guru dan siswa bersepakat menentukan tujuan pembelajaran. 3. Siswa dan guru meninjau kembali pembelajaran yang telah berlangsung pada pertemuan sebelumnya. 2 Kegiatan Inti 1. Siswa diberikan contoh tayangan video dari motivator bisnis sebagai model dalam berpidato. 2. Guru meminta siswa memberikan pendapat mengenai tayangan video dari motivator bisnis. 3. Guru menyimpulkan pendapat dari siswa mengenai kriteria yang seharusnya dimiliki oleh orang yang berpidato dari model yang telah ditayangkan, yaitu mengenai retorika 70 menit

tanya jawab ceramah

tanya jawab ceramah

LCD diskusi tanya jawab ceramah

tanya jawab diskusi

dari motivator bisnis. 4. Perwakilan beberapa orang siswa diminta maju ke depan untuk berpidato dengan metode menghafal. Hal ini dilakukan sebagai latihan berpidato. 5. Guru meminta siswa yang tidak maju untuk memberikan komentar kepada siswa yang maju ke depan untuk berpidato.

menghapal

tanya jawab diskusi

3.

Kegiatan Akhir 1. Siswa dan guru melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran. Guru dan siswa merencanakan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya. Guru mengucapkan mengakhiri kelas. salam untuk

10 menit refleksi tanya jawab penugasan

2.

3.

G. Alat / Media Buku tulis, buku teks, papan tulis, video, dan LCD H. Sumber a. Retorika: Suatu Pendekatan Terpadu, Ernest G. Bormann dan Nancy C. Bormann, Erlangga, 1991, hlm 172-179. b. Retorika: Suatu Tinjauan Pengantar, I Gusti Ngurah Oka, Tarate (Bandung), 1976, hal 5-6. c. Retorika Modern: Pendekatan Praktis, Jalaluddin Rakhmat, Rosdakarya (Bandung), 2000, hlm. 46-52. d. Teknik Berpidato dan Menguasai Masa, Evendhy M. Siregar, CV Sarana Aksara Pelita (Jakarta), 1995, hlm 32. e. Terampil Berbahasa Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI, Gunawan Budi Santoso, Wendi Widya R.D., dan Uti Darmawati, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm 2.

f. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia, Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S., Erlangga (Jakarta), 1991, hlm 66 dan g.. Internet : http://id.wikipedia.org/wiki/Pidato. h. Internet : http://youtube.com.

I. Penilaian 1. Indikat : - Mampu membawakan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat. - Mampu menanggapi pidato yang disampaikan teman. - Mampu memperbaiki cara berpidato dan isi pidato berdasarkan tanggapan atau masukan dari teman. 2. Teknik 3. Bentuk 4. Instrumen 1. Berpidatolah dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat ! (tema bebas) 2. Tanggapilah pidato yang dibawakan oleh temanmu! 3. Perbaikilah cara berpidato dan isi pidato berdasarkan tanggapan atau masukan dari teman! : : Tes unjuk kerja Uji petik kerja produk

Jakarta, 9 Januari 2012 Mengetahui, Guru Bahasa Indonesia Kepala SMAN 15 Jakarta

Drs. H. Imran Matroji A.S., M.M. NIP/NRK 196208051989031007/148479

Lenny Aprina, S. Pd. NIP 131865203

LAMPIRAN Tabel Kriteria Penilaian NO ASPEK KEBAHASAAN SKOR 7-10 4-6 1. Pengucapan Vokal dan Konsonan 0-3 7-10 2. Penempatan tekanan dan intonasi 4-6 0-3 11-15 6-10 0-5 7-10 4. Kalimat efektif 4-6 0-3 KRITERIA Sangat Baik : Pengucapan vokal dan konsonan jelas. Baik : Pengucapan vokal dan konsonan jelas tetapi terkadang melakukan kesalahan pengucapan Kurang : Siswa sering melakukan kesalahan pengucapan. Sangat Baik : Penggunaan tekanan dan intonasi tepat dan tidak menimbulkan salah pengertian Baik : Penggunaan tekanan dan intonasi sudahtepat tetapi terkadang masih ada yang datar Kurang : Penggunaan tekanan dan intonasi sering datar Sangat Baik : Pilihan kata sangat baik Baik : Pilihan kata sudah baik tetapi masih ada kurang tepat Kurang : Pilihan kata sering tidak tepat Sangat Baik Baik Kurang : Kalimat yang digunakan efektif, struktur kalimat sangat baik dan tidak menimbulkan kerancuan : Masih menggunakan kalimat yang kurang efektif dan masih ada struktur kalimat yang tidak baik : Menggunakan kalimat yang tidak efektif dan maknanya tidak jelas

3.

Pilihan Kata (diksi)

NO.

1.

ASPEK SKOR KRITERIA NONKEBAHASAAN 7-10 Sangat Baik : Sangat berani dan penuh percaya diri Baik : Cukup berani namun terlihat masih tegang 4-6 Keberanian Kurang : Tegang, gugup, dan ragu-ragu 0-3 7-10 4-6 0-3 7-10 4-6 0-3 11-15 Sangat Baik Baik Kurang Sangat Baik Baik Kurang Sangat Baik Baik Kurang Sangat Baik Baik Kurang : Berbicara sangat lancar : Berbicara cukup lancar tetapi terkadang terbata-bata : Pengucapan terbata-bata : Cara berfikirnya sistematis : Cukup sistematis tetapi terkadang masih berbelit-belit : Tidak sistematis dan berbelit-belit : Masalah pembicaraan dikuasai dengan baik dan argumen yang diberikan sesuai dengan topik pembicaraan : Argumen cukup baik, namun masih kurang menguasai masalah pembicaraan. : Tidak menguasai masalah pembicaraan : Sesuai dengan situasi saat berbicara (fleksibel) dan sewajarnya : Agak kaku : Terlalu kaku dan sedikit bergerak

2.

Kelancaran Berbicara

3.

Penalaran

4.

Penguasaan Topik Pembicaraan

5-10 0-5 7-10

5.

Gerak-gerik atau Mimik

4-6 0-3

LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BERPIDATO


Pengucapan Vokal dan Konsonan 10 Faktor Kebahasaan Pilihan Tekanan kata dan intonasi (diksi) 10 15 Faktor Nonkebahasaan Kalimat efektif 10 Keberanian 10 Kelancaran 10 Penalaran 10 Penguasaan topik 15 Gerakgerik/mimik 10 Jumlah 100

No.

Nama

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar . 2007. Media Pembelajaran, (Jakarta:Raja Grafindo Persada) Arsyad, Maidar G. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. (Jakarta:Erlangga,), hlm.17. Anwar, Gentasari. 1995. Retorika Praktis: Teknik dan Seni Berpidato. (Jakarta:Rineka Cipta). Bormann, Ernest G. dan Nancy C. Bormann. 1991. Retorika: Suatu Pendekatan Terpadu. (Jakarta: Erlangga). Efendi, Onong Uchjana. 2005. Ilmu Komunikasi. (Bandung: Rosdakarya). Hendrikus, Dori Wuwur. 1995. Retotika: Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi. Bernegosiasi.(Yogyakarta: Kanisius). Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Melajar Mengajar. (Jakarta: Rineka Cipta). Moleong, Lexy. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Jkarta: Erlangga). Oka, I Gusti Ngurah. 1976. Retorika: Suatu Tinjauan Pengantar (Bandung: Tarate). . Rakhmat, Jalaluddin . 2000. Retorika Modern: Pendekatan Praktis, (Bandung:Rosdakarya). Sadiman, Arief S. dkk. 2008. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfatannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada). Siregar, Evendhy M. 1995. Teknik Berpidato dan Menguasai Massa, (Jakarta: CV SaranaAksara Pelita). Siagian, Sondang P. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya, (Jakarta: Bina Aksara). Sule, Erni Tisnawati dan Kurniawan Saefullah. 2006. Pengantar Managemen, (Jakarta: Prenada Media). Akhmad Sudrajat, http://akhmadsudrajat. Wordpress.com/2008/02/06/teori-teori motivasi/. Diunduh 7 Januari 2012.

http://organisasi.org/pengertian pidto-tujuan-sifat-metode-susunan-dan-persiapanpidato-sambutan. diunduh tanggal 7 Januari 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/motivasi. Diunduh 7 Januari 2012.

Anda mungkin juga menyukai