Anda di halaman 1dari 5

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang rawan terhadap bencana. Kepulauan Indonesia termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan gunung berapi Pasifik), juga terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik dunia dan dipengaruhi tiga gerakan, yaitu gerakan sistem Sunda di bagian barat, gerakan sistem pinggiran Asia Timur, dan gerakan sirkum Australia. Faktor-faktor tersebut menyebabkan Indonesia rentan terhadap bencana alam seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi. (Oktarina, 2008) Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi di Indonesia memiliki potensi bahaya yang besar ketika gunung tersebut meletus. Bencana letusan Merapi diikuti dengan kerugian yang besar. Kerugian yang ditimbulkan oleh letusan gunung Merapi sangat beragam, mulai dari kerugian materi hingga korban jiwa, kerugian yang ditimbulkan oleh letusan gunung Merapi sangat beragam, mulai dari kerugian materi hingga korban jiwa. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2011,saat Merapi meletus jumlah korban meninggal sebanyak 374 jiwa dan jumlah pengungsi sebanyak 279.702 jiwa sedangkan kerugian pasca letusan berupa lahar dingin di Kabupaten Magelang menyebabkan 2.836 warga mengungsi serta 286 rumah rusak dan hanyut akibat terjangan lahar dingin. Selain itu, bencana letusan Merapi juga menyebabkan aktivitas warga sekitar lereng Gunung Merapi menjadi lumpuh. Gunung Merapi terletak di perbatasan dua provinsi, yakni Provinsi Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta. Kabupaten Magelang merupakan daerah yang terletak pada zona bahaya letusan merapi. Peristiwa meletusnya Gunung Merapi menyebabkan keprihatinan yang mendalam terhadap bencana yang menimpa masyarakat di Kabupaten Magelang dan sekitarnya. Melihat kerugian yang ditimbulkan letusan Gunung Merapi tidaklah kecil, maka perlu adanya upaya mitigasi letusan Gunung Merapi untuk mengurangi

kerugian tersebut. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi jumlah korban jiwa pada saat terjadi bencana adalah dengan perencanaan mitigasi yang efektif. Dengan adanya perencanaan mitigasi yang baik, setidaknya penduduk yang menjadi korban letusan akan terbantu dalam menemukan rute jalan untuk menuju ke tempat yang aman, paling dekat dan cepat. Mitigasi merupakan upaya pencegahan bencana dengan tujuan dapat meminimalkan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana serta untuk menimimalkan jumlah korban. Upaya ini membutuhkan mekanisme dan prosedur yang tepat, salah satunya dengan memanfaatkan elemen ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau (RTH) berfungsi menurut Joga (2009), kota sebaiknya dibangun kembali dengan mengalokasikan lebih banyak ruang terbuka hijau (RTH), mengakomodasi kepentingan perlindungan, evakuasi, atau pertahanan hidup dari bencana. Langkah tersebut dapat ditempuh dengan cara menjadikan peruntukan kawasan rawan bencana sebagai ruang terbuka publik. Ruang terbuka publik yang berfungsi sebagai konektor antar ruang permukiman akan memudahkan dalam evakuasi saat terjadi bencana sehingga dapat meminimalkan jatuhnya korban. Dalam hal ini ruang terbuka berfungsi sebagai ruang evakuasi bencana maupun menjadi akses bagi masyarakat untuk mencapai lokasi evakuasi yang aman. Menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pemerintah kota dan kabupaten harus mengatur ulang tata ruang wilayah sesuai jenis dan tingkat kerawanan bencana yang ada. Dengan begitu perencanaan tata ruang yang cerdas adalah mewujudkan daerah yang tanggap bencana untuk mengantisipasi dan memitigasi berbagai bencana baik bencana alam maupun bencana ekologis atau akibat perubahan iklim dengan menyediakan jalur jalur evakuasi dan ruang evakuasi yang memadai dimana infrastruktur ruang terbuka hijau sebagai tulang punggungnya. Jalur evakuasi dilengkapi peta lokasi, ramburambu petunjuk evakuasi dan ditanami pohon pelindung yang juga berfungsi sebagai tempat evakuasi. Taman kota atau lapangan olahraga dirancang khusus siap bermetamorfosis menjadi ruang evakuasi. Taman dan lapangan menyediakan

modul untuk pemasangan cepat tenda tenda darurat untuk tempat tinggal sementara dapur umum, sekolah dan ruang bermain anak serta dilengkapi toilet umum, pompa hidran untuk cadangan persediaan air bersih dan cadangan listrik. Pada beberapa peristiwa bencana alam seperti saat terjadi bencana, baik yang terjadi di Nangroe Aceh Darussalam, Nias, Yogyakarta maupun di wilayah lainnya, masyarakat berlari menuju ruang terbuka baik yang bersifat publik maupun yang bersifat privat sebagai langkah reaktif dan spontan untuk menghindari bencana tersebut. Masyarakat berlari menjauhi bahaya melalui ruang terbuka yang ada maupun berlindung pada ruang terbuka yang ada. Pada daerah yang memiliki konsep waspada bencana, jaringan ruang terbuka hijau digunakan sebagai ruang evakuasi dengan sistem menyatu dan tidak terputus, mulai dari alun-alun, taman kota dan lapangan olahraga (ruang evakuasi), taman makam (pemakaman massal), jalur hijau jalan raya dan bantaran sungai (jalur evakuasi), hingga tepi pantai (hutan mangrove) dihubungkan oleh taman-taman penghubung dengan dominasi pohon-pohon besar dan hamparan padang dan/atau bukit rumput. Kabupaten Magelang yang merupakan salah satu daerah rawan bencana dapat dikembangkan menjadi wilayah yang tanggap bencana dengan upaya mitigasi bencana. Saat bencana letusan Gunung Merapi tahun 2010 terlihat kurangnya persiapan dalam mengahadapi bencana. Hal ini terlihat pada upaya evakuasi masyarakat yang tinggal di daerah bahaya dimana banyak fasilitas evakuasi yang kurang memadai sehingga dapat menghambat proses evakuasi dan dapat menimbulkan korban jiwa yang seharusnya dapat diantisipasi sebelumnya. Selain itu, lokasi evakuasi banyak ditempatkan di sekolah dan bangunan fasilitas umum lainnya yang menyebabkan terganggunya aktivitas dan kepentingan masyarakat yang berada di sekitar lokasi evakuasi. Kabupaten Magelang memiliki ruang terbuka hijau yang sangat luas dan menyebar di seluruh wilayah sehingga dapat dimanfaatkan potensinya sebagai alternatif ruang evakuasi yang saat ini masih belum dimanfaatkan secara optimal. Penanganan bencana di Kota Kobe dan kota-kota lain di Jepang telah berhasil membangun kota waspada bencana dengan memanfaatkan taman kota sebagai ruang evakuasi. Sesuai dengan instruksi dari pemerintah setempat jika

terjadi bencana, warga diperintahkan lari ke taman-taman kota. Alun-alun dan lapangan bola merupakan tempat ideal penampungan darurat dan posko penanggulangan bencana yang aman. Hal tersebut merupakan contoh dari pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai ruang evakuasi yang efektif. (Joga, 2009) Dari uraian diatas, nampak jelas bahwa ruang terbuka mempunyai fungsi yang sangat signifikan khususnya sebagai ruang evakuasi. Oleh karena itu perlu dilakukan adanya revitalisasi ruang terbuka yang ada serta pengadaan ruang terbuka publik secara terarah dan terencana sebagai ruang evakuasi dan mitigasi bencana untuk meminilisir jatuhnya korban akibat bencana tersebut.

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi ruang terbuka hijau sebagai suatu upaya alternatif mitigasi bencana melalui perencanaan ruang

evakuasi. Ruang terbuka hijau diharapkan dapat dijadikan sebagai ruang evakuasi yang menjadi salah satu bentuk rangkaian tindakan mitigasi yang dapat memberikan rasa keamanan, mengantisipasi kepanikan dan mengakomodasikan ruang untuk menciptakan kenyamanan bagi masyarakat. Studi potensi ruang terbuka hijau sebagai ruang evakuasi bencana letusan Gunung Merapi dapat diketahui dengan menganalisis peranan ruang terbuka hijau sesuai fungsinya berdasarkan aspek kebutuhan, aspek ekologis, dan sumberdaya yang ada.

Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai upaya meminimalkan kerusakan dan korban akibat terjadinya bencana letusan gunung Merapi dan dapat menjadi saran bagi pemerintah setempat untuk memanfaatkan potensi ruang terbuka hijau hijau sebagai salah satu bentuk tindakan rangkaian mitigasi bencana melalui perencanaan ruang evakuasi.

Kerangka Pemikiran Kondisi geografis Kabupaten Magelang terletak di daerah yang merupakan zona bahaya letusan Gunung Merapi. Selain itu, kabupaten tersebut memiliki sumberdaya alam yang potensial. Upaya mitigasi untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan materi pada saat terjadi bencana sangat diperlukan. Potensi sumberdaya alam yang potensial dapat digunakan sebagai fasilitas mitigasi. Dalam hal ini digunakan potensi ruang terbuka hijau sebagai alternatif ruang evakuasi bagi masyarakat saat terjadi bencana melalui perencaaan mitigasi yang efektif dengan mensosialisasikan informasi kepada masyarakat terkait evakuasi bencana. Saat terjadi bencana masyarakat telah mengetahui kemana mereka harus menyelamatkan diri menuju ruang evakuasi yang telah disediakan, sehingga dapat meminimalisir jatuhnya korban jiwa. Kerangka pemikiran penelitian ini tertera pada Gambar 1.
Zona Bahaya Letusan Gunung Merapi (Kabupaten Magelang)

Potensi Bahaya

Potensi RTH

Potensi SDM

Analisis Bahaya Letusan Gunung Merapi

Analisis Potensi RTH

Analisis Kebutuhan Manusia

Pembagian Zona RTH untuk Evakuasi

Rencana Pemanfataan RTH untuk Ruang Evakuasi Letusan Gunung Merapi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Anda mungkin juga menyukai