Anda di halaman 1dari 12

BAB II TINJAUAN UMUM FARMASI RUMAH SAKIT

2.1

Definisi Rumah Sakit

Definisi Rumah Sakit berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.(4) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi pada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama drug oriented ke paradigma baru patient oriented dengan filosofi pharmaceutical care (pelayanan kefarmasian). Peran

profesionalisme apoteker dalam kegiatan tersebut sangat diperlukan sebagai salah satu pelaksana pelayanan kesehatan.(3) Visi dan Misi Rumah Sakit(1)

2.2

Agar suatu rumah sakit berhasil dalam pelayanannya secara menyeluruh maka diperlukan suatu perencanaan strategis, yaitu suatu proses yang dilakukan rumah sakit dalam mengembangkan visi, misi, menetapkan tujuan jangka panjang, pengembangan program strategis, penetapan prioritas, analisis SWOT, analisis celah, masalah strategis, rencana tindakan terpadu, dan penerapan. Visi merupakan pernyataan tetap untuk mengkomunikasikan sifat dari keberadaan rumah sakit, berkenaan dengan maksud, lingkup usaha atau kegiatan dan kepemimpinan kompetitif, memberikan kerangka kerja yang mengatur hubungan

5 antara rumah sakit dengan stakeholders utamanya, dan untuk menyatakan tujuan luas dari unjuk kerja rumah sakit. Misi merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang alasan keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk memenuhi pengaharapan dan kepuasan konsumen dan metode utama untuk memenuhi maksud tersebut. 2.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit(4)

2.3.1 Tugas Rumah Sakit Tugas Rumah Sakit menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009, yaitu memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. 2.3.2 Fungsi Rumah Sakit Guna melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai fungsi yaitu: a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dan pemberian pelayanan kesehatan. d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan tekhnologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Klasifikasi Rumah Sakit(1,5)

2.4

2.4.1 Kepemilikan Klasifikasi rumah sakit berdasarkan kepemilikan dibedakan menjadi : 1. Rumah sakit pemerintah yaitu rumah sakit yang langsung dikelola Departemen Kesehatan, 2. Rumah sakit pemerintah daerah, 3. Rumah sakit militer, 4. Rumah sakit BUMN,

5. Rumah sakit sukarela atau rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat, terdiri dari rumah sakit hak milik yang tujuan utamanya untuk mencari laba (profit) dan rumah sakit yang tujuan utamanya bukan untuk mencari laba atau disebut rumah sakit nirlaba. 2.4.2 Jenis Pelayanan Klasifikasi rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan dibedakan menjadi : 1. Rumah sakit umum, yang memberikan pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis kesakitan, pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik. 2. Rumah sakit khusus, yang memberikan pelayanan diagnosis dan pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah. Contohnya Rumah Sakit Mata dan Rumah Sakit Bersalin. 2.4.3 Lama Tinggal Klasifikasi rumah sakit berdasarkan lama tinggal dibedakan menjadi : 1. Rumah sakit perawatan jangka pendek, yang merawat penderita kurang dari 30 hari, misalnya penderita dengan kondisi akut dan kasus darurat. 2. Rumah sakit perawatan jangka panjang, yang merawat penderita lebih dari 30 hari, misalnya penderita kondisi psikiatri. 2.4.4 Fasilitas Pelayanan dan Kapasitas Tempat Tidur Klasifikasi rumah sakit berdasarkan fasilitas pelayanan dibedakan menjadi : 1. Rumah Sakit Umum (RSU) Pemerintah diklasifikasikan berdasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan fisik dan peralatan, sebagai berikut : a) Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medic spesialistik luas dan subspesialistik luas b) Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dsn kemampuan pelayanan medik sekurangkurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik terbatas.

c) Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar. d) Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.(5) 2. Rumah Sakit Umum (RSU) Swasta diklasifikasi berdasarkan Kepmenkes RI No. 806b/MenKes/SK/XII/1987, adalah: a. RSU Swasta Pratama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum. b. RSU Swasta Madya, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4 cabang. c. RSU Swasta Utama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik dan sub spesialistik.(1) Adapun klasifikasi rumah sakit berdasarkan kapasitas tempat tidur dibedakan menjadi : 1. Di bawah 50 tempat tidur, 2. 50-99 tempat tidur, 3. 100-199 tempat tidur, 4. 200-299 tempat tidur, 5. 300-399 tempat tidur, 6. 400-499 tempat tidur, 7. 500 tempat tidur dan lebih. 2.4.5 Afiliasi Pendididikan Klasifikasi rumah sakit berdasarkan afiliasi pendididikan dibedakan menjadi: 1. Rumah sakit pendidikan, yang melaksanakan program pelatihan residensi dalam medik, bedah, pediatrik, dan bidang spesialis lain. 2. Rumah sakit non pendidikan, yang tidak memiliki program pelatihan residensi dan tidak ada afiliasi dengan universitas.

2.4.6 Status Akreditasi Klasifikasi rumah sakit berdasarkan status akreditasi dibedakan menjadi: 1. Rumah sakit terakreditasi, yang telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikat yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan kegiatan tertentu. 2. Rumah sakit belum terakreditasi. 2.5 Struktur Organisasi Rumah Sakit

Struktur organisasi rumah sakit di Indonesia pada umumnya terdiri atas Badan Pengurus Yayasan, Dewan Pembina, Dewan Penyantun, Badan Penasehat dan Badan Penyelenggara. Badan Penyelenggara terdiri atas direktur, wakil direktur, komite medik, satuan pengawas dan berbagai bagian dari instalasi. Tergantung pada besarnya rumah sakit, dapat terdiri atas satu sampai empat wakil direktur. Wakil direktur umumnya terdiri atas wakil direktur pelayanan medik, wakil direktur penunjang medik dan keperawatan, wakil direktur keuangan dan administrasi. Staf Medik Fungsional (SMF) berada di bawah koordinasi komite medik. SMF terdiri atas dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis dari semua disiplin yang ada di suatu rumah sakit. Komite medik adalah wadah nonstruktural yang keanggotaannya terdiri atas ketua-ketua SMF. (1) Menurut Undang-undang RI Nomor 44 tahun 2009, setiap rumah sakit memiliki organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas Kepala rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.(4) Tenaga Kesehatan Rumah Sakit(4) medis dan

2.6

Rumah sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga

penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan. Jumlah dan jenis tenaga kesehatan harus sesuai dengan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.

2.7

Panitia Farmasi dan Terapi

2.7.1 Anggota dan Kriteria Keanggotaan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. PFT mengevaluasi penggunaan klinis obat, mengembangkan kebijakan-kebijakan dalam mengatur penggunaan obat dan administrasi obat dan juga mengatur sistem formularium.(1) PFT mempunyai dua tujuan utama, yang pertama adalah menerbitkan kebijakankebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya, yang kedua adalah melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan.(6) PFT mempunyai susunan dan tata kerja sebagai berikut : 1. PFT terdiri dari dokter, apoteker, perawat, pegawai administrasi, koordinator jaminan mutu dan berbagai ahli jika diperlukan. 2. PFT dipimpin oleh seorang dokter dan sebagai sekretaris adalah seorang apoteker (Kepala IFRS). 3. PFT tersebut harus mengadakan rapat secara teratur, paling sedikit enam kali dalam setahun dan dapat lebih sering jika diperlukan. 4. PFT dapat mengundang orang-orang yang berada di dalam atau di luar organisasi yang dapat memberikan kontribusinya ke dalam suatu pertemuan. 5. Sekretaris harus telah menyiapkan agenda dan materi pendukung dan menyampaikannya kepada anggota komite sebelum pertemuan dilangsungkan. 6. Usulan-usulan PFT disampaikan kepada staf medik untuk dapat diterima dan direkomendasikan. 7. Hubungan dengan PFT lain yang ada hubungannya dengan penggunaan obat harus dipelihara. 8. Segala kegiatan PFT secara rutin harus diinformasikan kepada staf pelayanan di rumah sakit.

10

9. Panitia harus diatur untuk menjalankan objektivitas dan harus rekomendasi untuk melaksanakan pendidikan. Dalam merumuskan kebijaksanaan penggunaan obat, PFT harus memperhatikan isi dan perubahan-perubahan mengenai pedoman kebijaksanaan organisasi profesional.(6) 2.7.2 Fungsi dan Ruang Lingkup Kerja PFT(6) 1. Berpartisipasi dalam suatu kapasitas evaluasi, pendidikan, bertindak sebagai penasehat kepada staf medis dan pimpinan rumah sakit dalam hal yang berkaitan dengan penggunaan obat. 2. Mengembangkan formularium obat yang dapat diterima penggunaannya di Rumah Sakit dan melakukan revisi secara tetap. Seleksi obat yang dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi objektif terhadap manfaat terapi, keamanan dan harga. 3. Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan terapi obat yang aman dan efektif. 4. Menetapkan atau merencanakan program pendidikan yang sesuai bagi staf profesi di rumah sakit tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penggunaan obat. 5. Berpartisipasi dalam kegiatan jaminan mutu yang berkaitan dengan distribusi, pemberian dan penggunaan obat. 6. Memantau dan mengevaluasi reaksi obat yang merugikan yang terjadi di rumah sakit dan membuat rekomendasi yang tepat untuk mencegah berulangnya kembali. 7. Memprakarsai atau memimpin program dan studi Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), pengkajian hasil EPO dan membuat rekomendasi yang tepat untuk mengoptimalkan penggunaan obat. 8. Memberikan saran kepada IFRS mengenai pelaksanaan distribusi obat dan prosedur pengendalian yang efektif. 9. Mengevaluasi, menyetujui, atau menolak obat yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam atau dikeluarkan dari formularium rumah sakit.

11

10.Menetapkan kategori obat yang digunakan dalam rumah sakit dan menempatkan setiap obat pada suatu kategori tertentu. 11.Mengkaji penggunaan obat dalam rumah sakit dan menetapkan standar optimal untuk terapi obat yang rasional. 2.7.3 Kewajiban PFT(6) Kewajiban PFT antara lain sebagai berikut : 1. Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional 2. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain 3. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait 4. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut. 2.8 Sistem Formularium(1)

Sistem Formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), mengevaluasi, menilai dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Hanya obat yang terpilih yang disediakan secara rutin di IFRS. Jadi, dengan adanya sistem formularium, mutu dan harga obat yang digunakan di rumah sakit dapat dikendalikan. Sistem formularium menetapkan pengadaan, penulisan, dispensing, dan pemberian suatu obat dengan nama dagang atau obat dengan nama generik apabila obat itu tersedia dalam dua nama tersebut. Salah satu karakteristik penting dari suatu sistem formularium ialah bahwa sistem itu mencerminkan pertimbangan klinik mutakhir dari staf medik rumah sakit tempat sistem itu diterapkan. Sistem tersebut harus lentur dan dinamis. Hasil utama dari pelaksanaan sistem formularium adalah formularium rumah sakit.

12 Instalasi Farmasi Rumah Sakit(1)

2.9

2.9.1 Definisi Instalasi Rumah Sakit Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit di suatu rumah sakit dibawah pimpinan seorang Apoteker dan dibantu oleh beberapa orang Apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional yang melaksanakan seluruh pekerjaan kefarmasian secara luas, baik pelayanan farmasi nonklinik maupun pelayanan farmasi klinik. 2.9.2 Tugas Dan Tanggung Jawab IFRS Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. Jadi, IFRS adalah satu-satunya unit di rumah sakit yang bertugas dan bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan obat, perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit tersebut. Tanggung jawab IFRS adalah mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian atau unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik. Untuk melaksanakan tugas dengan pelayanan farmasi IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi non klinik dan fungsi klinik. Fungsi non klinik biasanya tidak secara langsung dilakukan sebagai bagian terpadu dan segera dari pelayanan pasien, serta lebih sering merupakan tanggung jawab Apoteker rumah sakit. Fungsi nonklinik biasanya tidak memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain, walaupun semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medik melalui Panitia Farmasi dan Terapi (PFT). Sebaliknya fungsi klinik adalah fungsi yang secara langsung dilakukan sebagai

13

bagian terpadu dari perawatan pasien atau memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam pelayanan pasien. 2.9.3 Lingkup Fungsi IFRS Untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan yang luas tersebut, IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi non klinik dan fungsi klinik. Fungsi non klinik biasanya pelayanan yang dilakukan tidak secara langsung sebagai bagian terpadu dan segera dari pelayanan penderita, lebih sering merupakan tanggung jawab apoteker Rumah Sakit. Pelayanan ini tidak memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain, tetapi walaupun demikian semua pelayanan farmasi di rumah sakit disetujui oleh staf medis melalui panitia Farmasi dan Terapi (PFT). Contoh pelayanan Farmasi Non Klinik yaitu pelayanan farmasi produk. Adapun halhal yang termasuk dalam pelayanan farmasi produk antara lain: desain atau pengembangan produk, penetapan spesifikasi produk, penetapan kriteria dan pemilihan pemasok, proses pembelian, proses produksi, pengujian mutu, dan penyiapan produk tersebut bagi penderita. Singkatnya pelayanan farmasi produk terdiri dari proses perencanaan, penerimaan dan penyimpanan barang. Pelayanan farmasi klinik diberikan secara langsung sebagai bagian dari pelayanan pasien dan memerlukan interaksi dengan pasien dan atau profesional kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien. Pelayanan farmasi klinik adalah penerapan pengetahuan obat untuk kepentingan pasien, dengan memperhatikan kondisi penyakit pasien dan kebutuhannya untuk mengerti terapi obatnya. Lingkup pelayanan farmasi klinik yang umum diberikan di rumah sakit meliputi: Pemberian informasi obat kepada profesional pelayan kesehatan; wawancara sejarah obat pasien; seleksi sediaan obat; pembuatan, pemeliharaan dan pemutakhiran Profil Pengobatan Penderita (P3); Pemantauan Terapi Obat (PTO), pendidikan dan konseling pasien; partisipasi dalam Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); Pendidikan in service bagi dokter, perawat, dan profesional pelayan kesahatan lain; pemantauan dan pelaporan Reaksi Obat Merugikan (ROM); partisipasi apoteker dalam kunjungan tim medis ke ruang pasien (visite); partisipasi dalam sistem formularium rumah sakit; pelayanan farmakokinetik

14

klinik; pengendalian infeksi; kegiatan penelitian; keterlibatan apoteker dalam berbagai komite pelayanan pasien; pelayanan farmasi klinik yang lain. (6) 2.9.4 Sistem Distribusi Obat Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana, personel, prosedur dan jaminan mutu yang serasi, terpadu, dan berorientasi pasien dalam kegiatan penyampaian sediaan obat beserta informasi kepada pasien. Sistem distribusi obat di setiap rumah sakit untuk pasien rawat tinggal bervariasi tergantung dari kebijakan rumah sakit, kondisi, dan keberadaan fasilitas fisik, personel dan tata ruang rumah sakit tersebut. Sistem distribusi obat mencakup penghantaran sediaan obat yang telah di dispensing Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ke daerah tempat perawatan pasien dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan pasien, ketepatan jadwal, tanggal, waktu dan metode pemberian dan ketepatan personel pemberi obat kepada pasien serta keutuhan mutu obat. Jenis sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap pada dasarnya ada beberapa jenis yaitu: 1. Sistem Distribusi Obat Resep Individual Resep individual adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien. Dalam sistem ini perbekalan farmasi disipakan dan didistribusikan oleh IFRS sesuai yang tertulis pada resep. Keutungan sistem distribusi ini adalah semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat pasien. Serta memberikan kesempatan untuk berinteraksi antara apoteker, dokter, perawat dan pasien, juga dapat mengendalikan perbekalan dan mempermudahkan penagihan biaya. Kekurangan sistem distribusi resep individual adalah memerlukan waktu yang lebih lama dan pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan.

2. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruangan/floor stock Dalam sistem distribusi lengkap di ruangan, semua obat yang dibutuhkan pasien tersedia dalam ruangan penyimpanan obat diruang tersebut, kecuali obat yang jarang digunakan atau obat yang sangat mahal. Definisi dari sistem

15

distribusi persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dengan mengambil dosis/unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada pasien di ruang tersebut. Keuntungan sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah pelayanan lebih cepat, menghindari pengembalian perbekalan farmasi yang tidak terpakai ke IFRS, serta dapat mengurangi penyalinan order perbekalan farmasi. Kelemahan sistem distribusi ini dapat terjadi kesalahan perbekalan farmasi sangat meningkat karena order perbekalan farmasi tidak dikaji oleh apoteker, pengendalian persediaan dan mutu kurang diperhatikan oleh perawat, serta meningkatkan pencurian dan bahaya karen akerusakan obat. 3. Sistem distribusi obat dosis unit Sistem distribusi obat dosis unit adalah perbekalan farmasi yang diorder oleh dokter untuk pasien, terdiri atas satu atau beberapa jenis perbekalan farmasi yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit. Keuntungan sistem distribusi ini pasien mebayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja, mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi, menghindari Kelemahannya duplikasi adalah order perbekalan farmasi yang berlebihan. farmasi dan

meningkatkan

kebutuhan

tenaga

meningkatkan biaya operasional 4. Sistem distribusi kombinasi Didefinisikan sebagai sistem distribusi yang menerapkan sistem distribusi resep/order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang terbatas.

Anda mungkin juga menyukai