Anda di halaman 1dari 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SOSIS 2.1.1.

Pengertian Sosis Sosis adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan, ternak dan rempah, serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. (Bramastra, 2010). 2.1.2. Komponen Utama Sosis Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat. Lemak sering ditambahkan pada pembuatan sosis sebagai pembentuk permukaan aktif, mencegah pengerutan protein,

mengatur konsistensi produk, meningkatkan cita rasa, dan mencegah denaturasi protein. Penambahan garam pada pembuatan sosis bertujuan untuk meningkatkan cita rasa,

pengembang protein daging, pelarut protein daging, meningkatkan kapasitas pengikatan air (water holding capacity = WHC), serta sebagai pengawet. Penambahan fosfat akan bersinergi dengan garam untuk meningkatkan WHC pada sosis. Tanpa garam dan fosfat, sosis akan sulit untuk dibuat. Asam askorbat sering ditambahkan dalam bentuk asam askorbat maupun natrium askorbat untuk membantu pemerahan daging. Selain itu, asam askorbat juga berfungsi sebagai antioksidan agar produk tidak mudah tengik. Untuk mensubtitusi daging, pada pembuatan sosis sering juga ditambahkan isolat protein. Selain itu, pada pembuatan sosis juga ditambahkan karbohidrat sebagai bahan pengisi sosis (Astawan, 2008). 2.1.3. Klasifikasi Sosis Sosis berdasarkan metode pembuatannya dapat dibedakan menjadi 6 yaitu: sosis segar, sosis asap-tidak dimasak, sosis asap-dimasak, sosis masak, sosis fermentasi, dan daging giling masak. (Astawan, 2008)

2.1.4. Bahan Sosis dan Peranannya Semua jenis daging ternak termasuk jeroan dan tetelan dapat digunakan untuk pembuatan sosis. Pada prinsipnya semua jenis daging dapat dibuat sosis bila dicampur degngan sejumlah lemak. Daging merupakan sumber protein yang bertindak sebagai pengemulsi dalam sosis. Protein yang utama berperan sebahai pengemulsi dalam sosis. Protein yang utama berperan sebagai pengemulsi adalah myosin yang larut dalam larutan garam. Penambahan lemak dalam pembuatan sosis berguna untuk membentuk sosis yang kompak dan empuk seta memperbaiki rasa dan aroma sosis. Jumlah penambahan lemak tidak boleh lebih dari 30 persen dari berat daging untuk mempertahankan tekstur selama pengolahan dan penanganan. Penambaan lemak yang terlalu banyak akan mengakibatkan hasil sosis yang keriput. Sedangkan penambahan terlalu sedikit akan menghasilkan sosis yang keras dan kering. Penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi berfungsi untuk menarik air, memberi warna khas, membentuk tekstur yang padat, memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkn penyusutan waktu pemasakan, memperbaiki cita ras dan sifat irisan. Bahan pengikat dan pengisi yang biasa digunakan adalah susu krim, tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka, tepung kedelai, tepung ubi jalar, tepung roti dan tepung kentang. Air yang ditambahkan kedalam adonan sosis biasanya dalam bentuk serpihan es, supaya suhu adonan selama penggilingan tetap rendah. Selain sebagai fasa pendispersi dalam emulsi daging, air berfungsi juga untuk melarutkan protein sarkoplasma (protein larut air) dan sebagai pelarut garam yang akan digunakan melarutkan protein miofibril (protein larut garam). Jumlah penambahan air akan mempengaruhi tekstur sosis. Penambahan yang terlalu banyak menyebabkan tekstur dosis yang lunak. Jumlah penambahan ini yang tidak boeh meleihi 4 kali protein ditambah 10 persen. Garam berfungsi untuk memberikan cita rasa, mengawetkn dan yang paling penting adalah utnutk melarutkan protein. Garam dapur dan garam alkali fosfat secara bersam-sama berpengaruh terhadap pengembangan volume dan daya ikat air dari daging. Garam alkali fosfat untuk mempertahankan warna, mengurangi penyusutan waktu pemasakan dan menstabilkan emulsi. Bahan tambahan lain yang digunakan yaitu Gula, nitrit atau senyawa dan renpah-rempah. Gula dapat membantu mempertahankan aroma dan mengurangi efek pengerasan dari garam glukosa. Jumlah penambahan sekitar 1 persen. Rempah-rempah yang biasa digunakan yaitu lada, pala, jahe dan cengkeh. Ditambahkan dalam bentuk tepung minyak atiri dan oleoresein. Sebagai wadah pembentuk sosis, biasa digunakan casing yang terbuat dari usus binatang atau

casing sintesis. Jenis casing sintesis yang banyak digunakan yaitu dari selulosa dan kolagen (Tekno Pangan & Agroindustri, volume 1, Nomor 9) 2.1.5. Pembuatan Sosis Sosis segar dibuat dari daging segar yang tidak dikuring. Penguringan adalah suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam Natrium klorida (NaCl), Natrium nitrit, Natrium nitrat, gula, serta bumbu-bumbu. Sosis segar tidak dimasak sebelumnya dan biasanya tak diasapi, sehingga sebelum dikonsumsi, sosis segar harus dimasak . Sosis masak dibuat dari daging yang telah dikuring sebelum digiling. Sosis jenis ini dimasak dan biasanya diasapi. Daya simpannya lebih lama daripada sosis segar. Contohnya, frankfurter dan hot dog. Dilihat dari jenis dagingnya, sosis dapat terdiri dari beberapa macam, yaitu sosis sapi, sosis ayam, dan sosis babi. Akhir-akhir ini daging kambing juga telah digunakan sebagai bahan baku pembuatan sosis. Di Bali, terkenal sosis yang dibungkus dengan casing usus babi (Astawan, 2008) Secara teknik, pembuatan sosis terdiri dari beberapa langkah, yaitu kominusi untuk mengurangi ukuran lemak dan daging (pemotongan, penggilingan dan pencacahan),

pencampuran dengan bahan lain, pemasukan adonan kedalam selongsong, pengikatan sosis hingga dicapai panjang yang diinginkan, dan terakhir adalah pengemasan. (Youling dan William, 2000).

Gambar 1. Sosis sapi 2. BABI 2.1.2. Klasifikasi Babi Taksonomi babi dalam biologi adalah sebagai berikut:

Kerajaan Filum Kelas Upakelas Infrakelas Ordo Famili Upafamili Genus

: : : : : : : : :

Animalia Chordata Mammalia Theria Eutheria Artiodactyla Suidae Suinae Sus

(Linnaeus, 1758) Binatang ini sangat pandai menyesuaikan diri, dan makan segala macam makanan. Babi cepat sekali berkembang biak, kakinya punya empat jari, jari belakang lebih kecil yang sangat membantunya kalau berjalan di atas tanah berlumpur. Babi selalu aktif siang dan malam, tetapi suka makan waktu pagi dan senja (Veevers dan Carter, 1987). Makanannya meliputi buah-buahan dan biji-bijian, akar-akaran dan bahan tumbuhan lainnya, 2000). 2.3. DAGING Daging yang umumnya digunakan untuk pembuatan sosis adalah daging yang nilai ekonomisnya kurang, namun harus daging yang masih segar dan tidak banyak mengandung mikroba misalnya daging skeletal, daging leher, daging rusuk, daging dada dan daging tetelan (Soeparno, 1994). Daging yang digunakan untuk pembuatan sosis sebaiknya daging pre rigor, yaitu daging dengan pH sekitar 6,2-6,8 karena pH tersebut protein daging masih belum terlalu banyak yang terdenaturasi sehingga daya mengikat airnya masih bagus (Xiong dan Mikel, 2001). 2.4. PROTEIN DAN ASAM NUKLEAT cacing tanah, dan binatang kecil lainnya.(Payne dkk.,

Protein dan asam nukleat merupakan senyawa polimer utama yang terdapat dalam sel (Gaffar, 2007). Protein merupakan polipeptida yang memiliki berbagai macam fungsi seperti katalisator reaksi-reaksi biokimia dalam sel, pengangkut molekul-molekul kecil dan ion, komponen sistem kekebalan tubuh, pengatur ekspresi genetik, penerus implus saraf dan sebagai komponen pendukung kekuatan-regang (Yuwono, 2009). Sedangkan asam nukleat berfungsi menyimpan dan mentransmisikan informasi genetik dalam sel (Gaffar, 2007). Sel mempunyai dua jenis molekul asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat (DNA) yang berfungsi sebagai penyimpan informasi dan asam ribonukleat (RNA) berperan sebagai

ekspresi gen dan bio- sintesis protein (Koolman et al, 1994). Semua asam nukleat dibentuk dari komponen-komponen nukleotida yang terdiri atas satu basa, satu gula dan satu residu fosfat. DNA dan RNA dapat dibedakan dari jenis gulanya dan pada salah satu dari basanya (Koolman et al, 1994). 2.5.DNA 2.5.1 Struktur dan Sifat Kimia DNA DNA dan RNA merupakan polimer linier (polinukleotida) yang tersusun dari subunit atau monomer nukleotida. Komponen penyusun nukleotida terdiri dari tiga jenis molekul, yaitu gula pentosa (deoksiribosa pada DNA atau ribosa pada RNA), basa nitrogen, dan gugus fosfat. Basa nitrogen yang terdapat pada nukleotida adalah basa purin (adenine= A, guanine= G) dan basa pirimidin (cytosine= C, thymine= T, uracil= U). Timin terutama terdapat pada DNA sedangkan urasil hanya terdapat pada RNA. Monomer nukleotida mempunyai gugus hidroksil pada posisi karbon 3', gugus fosfat pada posisi karbon 5' dan basa pada posisi karbon 1' molekul gula. Nukleotida satu dengan yang lainnya berikatan melalui ikatan fosfodiester antara gugus 5' fosfat dengan 3' hidroksil (Gaffar, 2007).

Gambar 2. Struktur basa nitrogen purin dan pirimidin (Yuwono, 2009) 2.5.2 Fungsi DNA

DNA adalah dasar kimiawi hereditas dan penyusun gen yang menjadi unit fundamental informasi genetik. Informasi genetik yang disimpan dalam nukleotida berfungsi untuk memenuhi dua tujuan, yaitu sumber informasi bagi sintesis semua molekul protein pada sel serta organisme dan memberikan informasi yang diwariskan kepada anak atau generasi berikutnya (Granner, 1995) 2.5.3. Isolasi DNA Semua organisme disusun oleh sel yang mengandung elemen genetik yang sama yaitu DNA yang terdapat dalam kromosom. Kromosom eukariot berbentuk linier sedangkan

kromosom prokariot berbentuk sirkular. Selain itu prokariot juga mengandung satu atau lebih plasmid. Plasmid merupakan molekul DNA sirkuler dengan ukuran yang jauh lebih kecil dibanding kromosom (Gaffar, 2007) Prinsip isolasi DNA adalah memisahkan DNA dari komponenkomponen sel lain. Isolasi DNA dari organisme eukariot dilakukan melalui proses penghancuran membran sel (lisis), pemusnahan protein dan RNA, dan pemanenan DNA (Muladno, 2010). Membran sel dilisis dengan menambahkan bufer yang mengandung satu atau lebih deterjen, contohnya SDS (B), NP-40, atau Triton X-100 untuk membebaskan isinya. Kotoran sel yang ditimbulkan akibat pengrusakan oleh detergen tersebut dibersihkan dengan cara sentrifugasi Kemudian pada ekstrak sel tersebut ditambahkan proteinase yang berfungsi untuk mendegragasi protein dan RNAse yang berfungsi untuk mendegragasi RNA, sehingga tertinggal hanyalah DNA. Selanjutnya ekstrak tersebut dipanaskan sampai suhu 90 0C untuk menginaktivasi enzim yang mendegradasi DNA (DNAse). Larutan DNA kemudian dipresipitasi dengan etanol dan bisa dilarutkan lagi dengan air (Gaffar, 2007). Namun, isolasi DNA kini lebih mudah dengan bantuan teknologi canggih yang disebut purifikasi DNA yang menghasilkan isolat DNA dengan kemurnian tinggi, hasil yang cepat, dan penggunaan yang mudah (Saiyed, 2008). Purifikasi DNA menggunakan seperangkat mesin dengan reagen kit pemurnian DNA yang bekerja secara otomatis, singkat dan efisien. Pemurnian DNA dapat dilakukan dari darah, sel-sel, dan sampel jaringan. Instrumen ini dapat memproses sampai dengan 16 sampel dalam waktu 30-45 menit. DNA yang telah

dimurnikan dapat digunakan langsung dalam berbagai aplikasi termasuk PCR, restriksi oleh enzim endonuklease, dan elektroforesis gel agarosa. Instrumen ini dapat memproses sampel cair dan padat. Dilengkapi dengan cartridge yang berisi lysis buffer, MagnesiI PMPs dan wash buffer (Promegaa, 2007). Pada mesin purifikasi DNA, sampel yang telah dilisis oleh

bufer lisis, dicuci dengan wash buffer dan dielusi dengan elution buffer menggunakan bantuan MagnesiI PMPs (Promegaa, 2007)

Anda mungkin juga menyukai