Anda di halaman 1dari 8

Nama NIM

: Selfa Septiani Aulia : 10610009

Mata Kuliah : Perencanaan Wilayah Tugas : Critical Review Konsep LED dan Agropolitan

A. Konsep Local Economi Development/Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal Konsep pengembangan Local Economic Development (LED), merupakan konsep pengembangan wilayah yaitu pembuatan Networking (jaringan) antara aktor (Stakeholder) yang ada di pusat (Centre) dengan aktor yang ada di pinggiran atau pedesaan (Hinterland). Adapun untuk definisi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development) lain dari para pakar/ahli sebagai berikut: Menurut World Bank : Pembangunan Ekonomi Lokal adalah proses dimana pemerintah lokal dan organisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, memelihara, aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan Menurut International Labour Organization (ILO): Pembangunan Ekonomi Lokal adalah proses partisipatif yang mendorong kemitraan antara dunia usaha dan pemerintah dan masyarakat pada wilayah tertentu, yang memungkinkan kerjasama dalam perancangan dan pelaksanaan strategi pembangunan secara umum, dengan menggunakan sumber daya lokal dan keuntungan kompetitif dalam konteks global, dengan tujuan akhir menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan merangsang kegiatan ekonomi. Menurut A. H. J. Helming : Pembangunan Ekonomi Lokal adalah suatu proses dimana kemitraan yang mapan antara pemerintah daerah, kelompok berbasis masyarakat, dan dunia usaha mengelola sumber daya yang ada untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan merangsang (pertumbuhan) ekonomi pada suatu wilayah tertentu. Menekankan pada kontrol lokal, dan penggunaan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik.

1|Perencanaan Wilayah

Menurut Bank Dunia, ILO, Blakely & Bradshaw Pembangunan Ekonomi Lokal adalah usaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat untuk mengembangkan ekonomi pada suatu wilayah. Dari sisi masyarakat, Pengembangan Ekonomi Lokal diartikan sebagai upaya untuk

membebaskan masyarakat dari semua keterbatasan yang menghambat usahanya guna membangun kesejahteraannya. Kesejahteraan tersebut dapat diartikan secara khusus sebagai jaminan keselamatan bagi adat istiadat dan agamanya, bagi usahanya, dan bagi harga dirinya sebagai mausia. Semua jaminan tersebut tidak dapat diperoleh dari luar sistem masyarakat karena tidak berkelanjutan, dan oleh karena itu harus diupayakan dari sistem masarakat itu sendiri yang kerap kali disebut kemandirian. Dengan demikian, pembangunan ekonomi lokal merupakan upaya pemberdayaan masyarakat ekonomi dalam suatu wilayah dengan bertumpukan kepada kekuatan lokal, baik itu kekuatan nilai lokasi, sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, kemampuan manajemen kelembagaan (capacity of institutions) maupun asset pengalaman (Haeruman, 2001). Adapun definisi Pembangunan Ekonomi Lokal tersebut memfokuskan kepada: Peningkatan kandungan lokal Pelibatan stakeholders secara substansial dalam suatu kemitraan strategis Peningkatan ketahanan dan kemandirian ekonomi Pembangunan bekeberlanjutan Pemanfaatan hasil pembangunan oleh sebagian besar masyarakat lokal Pengembangan usaha kecil dan menengah Pertumbuhan ekonomi yang dicapai secara inklusif Penguatan kapasitas dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Pengurangan kesenjangan antar golongan masyarakat, antar sektor dan antar daerah Pengurangan dampak negatif dari kegiatan ekonomi terhadap lingkungan. Dalam konteks mikro, Local Development Economic merupakan kritik terhadap pendekatan growth pole dan ide dasarnya yaitu pemberdayaan masyarakat (pengembangan wirausaha pada masyarakat lokal). Inti dari teori ini adalah bagaimana cara menumbuhkan wiraswasta lokal, menumbuhkan/pendayagunaan lembaga-lembaga pada tingkat lokal dan institusi lokal, yang harus diberdayakan adalah : lembaga keuangan (dapat memberikan kredit/pinjaman pada masyarakat lokal)

2|Perencanaan Wilayah

lembaga pelatihan/balai pelatihan (memberikan keterampilan-keterampilan yang potensial untuk membangun daerah tersebut) penelitian (hasil dari penelitian harus dikoordinasikan dengan lembaga lainnya) lembaga pemasaran Berikut ini merupakan tabel matriks kelebihan dan kelemahan dari konsep Local

Economic Development.
No. 1. Pembuat Definisi The World Bank Fokus Meningkatkan daya saing Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan Meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomiBerorientasi kepada pemerataan Kelebihan Kelemahan

Berorientasi bukan Tidak dijelaskan: hanya kepada aspek kelokalannya tujuan yaitu Kelayakan lapangan kerja pertumbuhan bagaimana proses ekonomi dan pelibatan stakeholder kesempatan kerja tersebut apakah harus akan tetapi juga partisipatif atau kepada proses tidak.aspek lokasi dimana PEL tersebut dilaksanakan atau terjadi.

2.

Blakely dan Bradshaw

3.

ILO

Menciptakan lapangan Berorientasi bukan Tidak dijelaskan: pekerjaan hanya kepada Kelayakan lapangan kerja tujuan akan tetapi keberlanjutan dari juga kepada proses penciptaan lapangan pekerjaan tersebut. Aspek pemerataan aspek kelokalannya bagaimana proses pelibatan stakeholder tersebut apakah harus partisipatif atau tidak Tidak menjelaskan aspek lokasi Proses harus Berorientasi Tidak menjelaskan partisipatif kepada output dan keberlanjutan Lokasi PEL pada proses. pembangunan wilayah tertentu Pelibatan aspek pemerataan Menciptakan lapangan stakeholder harus aspek lokasi dimana PEL pekerjaan yang layak partisipastif tersebut dilaksanakan atau Merangsang kegiatan Sifat kelokalan terjadi. ekonomi ditunjukkan dari penggunaan sumber daya lokalAspek lokasi ditunjukkan bahwa PEL dilakukan pada wilayah tertentu.

3|Perencanaan Wilayah

No. 4.

Pembuat Definisi A. H. J. Helming

Fokus

Kelebihan

Kelemahan

Kemitraan antar Berorientasi Tidak mencantumkan stakeholder kepada output dan keberlanjutan Kontrol lokal proses. pembangunan Merangsang Aspek lokasi Tidak menjelaskan aspek pertumbuhan ekonomi ditunjukkan bahwa pemerataan bagaimana dan lapangan PEL dilakukan proses pelibatan pekerjaan pada wilayah stakeholder tersebut tertentu. apakah harus partisipatif Sifat kelokalan atau tidak ditunjukkan dari Kelayakan lapangan kerja penggunaan tersebut sumber daya lokal

Kritik dari konsep Local Economic Development/Pengembangan Ekonomi Lokal adalah skala yang dikembangkan hanya berada pada level mikro, yaitu hanya satu kawasan saja. Selain itu pula, pada konsep LED ini harus ada ikatan/linkage yang kuat antar stakeholder, seperti pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk fokus dalam mengembangkan suatu wilayah atau kawasan bukan hanya pada satu sektor unggulan saja tetapi dengan melihat potensi-potensi lain yang bisa dijadikan sektor unggulan yang menjadi daya saing jika dikembangkan oleh wilayah atau kawasan tersebut. Pada konsep ini juga menuntut kreativitas dan inovasi kelompok sehingga sangat mengandalkan SDM yang unggul. Maka dari itu, konsep LED ini sangat tergantung pada SDM, network, dan kolektivitas.

B. Konsep Agropolitan Agropolitan adalah suatu konsep pembangunan berdasarkan aspirasi masyarakat bawah yang tujuannya tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi juga mengembangkan segala aspek kehidupan sosial (pendidikan, kesehatan, seni-budaya, politik, pertahanan-keamanan, kehidupan beragama, kepemudaan, dan pemberdayaan pemuda dan kaum perempuan). Agropolitan merupakan bentuk pembangunan yang memadukan pembangunan pertanian (sektor basis di perdesaan) dengan sektor industri yang selama ini secara terpusat dikembangkan di kota-kota tertentu saja. Secara luas pengembangan agropolitan berarti mengembangkan perdesaan dengan cara memperkenalkan fasilitas-fasilitas kota/modern yang disesuaikan dengan lingkungan perdesaan. Ini berarti tidak mendorong perpindahan penduduk desa ke kota, tetapi mendorong mereka untuk tinggal di tempat dan menanamkan modal di daerah perdesaan, karena kebutuhan-kebutuhan dasar (lapangan kerja, akses permodalan, pelayanan kesehatan,
4|Perencanaan Wilayah

pelayanan pendidikan, dan kebutuhan sosial-ekonomi lainnya) telah dapat terpenuhi di desa. Hal ini dimungkinkan, karena desa telah diubah menjadi bentuk campuran yang dinamakan agropolis atau kota di ladang. Pada dasarnya kawasan Agropolitan harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) mempunyai skala ekonomi yang besar, sehingga produktif untuk dikembangkan; (2) mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang; (3) memiliki dampak spasial yang besar dalam mendorong pengembangan wilayah yang berbasis pertanian sebagai sumber bahan baku; (4) memiliki produk-produk unggulan yang mempunyai pasar yang jelas dan prospektif; (5) memenuhi prinsip-prinsip efisiensi ekonomi untuk menghasilkan output yang maksimal. Agropolitan District Growth merupakan suatu kebijakan tertutup dalam strategi pengembangan wilayah. Pada dasarnya konsep pengembangan wilayah Agropolitan (Friedmann dan Douglass, 1976) berawal dari tingkat perkembangan yang berbeda dan keterkaitan yang tidak simetris yang mengarah pada terjadinya leakage sehingga menyebabkan terjadinya distorsi antara rural dan urban. Pengembangan rural yang berkelanjutan dengan basis pemenuhan kebutuhan dasar merupakan salah satu saran dari pendekatan Agropolitan. Oleh karena itu dibentuk unit- unit rural- urban yang independen di dalam satu Agropolitan District. Hubungan rural- urban dalam district tersebut didasarkan pada keterkaitan yang saling menguntungkan, serta kesamaan peran dalam interaksi skala territorial yang terkecil. Persepsi ini didukung oleh Taylor (1979) yang mengatakan bahwa dalam konteks ini ukuran kota yang kecil akan mengurangi terjadinya leakage dari wilayah agraris yang muncul akibat adanya keterkaitan antar wilayah. Karakteristik- karakteristik dari unit- unit Agropolitan (prasyarat) yang dapat dijadikan sebagai dasar asumsi pengembangan teori ini adalah : 1. Ukuran wilayah yang relatif kecil. 2. Lokasi; terletak di hinterland negara- negara dunia ketiga. 3. Kedaan sosial-budaya, politik, dan ekonomi relatif identik secara keruangan. 4. Tingkat kemandirian tinggi yang didasarkan pada partisipasi aktif masyarakat serta kerjasama di tingkat lokal termasuk di dalamnya pemenuhan kebutuhan dan pengambilan keputusan oleh masyarakat lokal. 5. Diversifikasi lapangan pekerjaan baik pertanian maupun non-pertanian dengan penekanan pada pertumbuhan industrialisasi rural area.

5|Perencanaan Wilayah

6. Adanya fungsi industri di wilayah urban-rural yang terkait pada sumber daya dan struktur ekonomi lokal 7. Adanya teknologi yang mengacu pada pemanfaatan sumber daya lokal. 8. Jumlah penduduk berkisar antara 50.000 150.000 . 9. Pembatasan jarak antar unit yang memungkinkan terjadinya kecenderungan commuting. Upaya menghindari ketergantungan (berupa impor faktor produksi ataupun barangbarang kebutuhan dasar basic needs) antara periphery dengan core region diwujudkan melalui tindakan atau strategi pengembangan dalam menutup peluang terjadinya interaksi dengan hal-hal sbb : Adanya pengendalian ketat terhadap pemanfaatan sumber daya alam. Hal ini dilakukan dengan memberikan kesempatan sebesar-besarnya terhadap sektor yang dapat meningkatkan kualitas lokal secara kontinyu, dan menjadi basis ekonomi yang permanen, yang dimungkinkan untuk sektor yang memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbarui (renewable resources). Bentuk perhatian lebihnya adalah dengan menyediakan fasilitas training bagi tenaga kerjanya, pemberian subsidi, dan akses perkreditan. Sementara itu bagi sektor lainnya akan dikembangkan ke arah yang mendukung sektor utama di atas. Meminimasi hubungan fisik antara core region dan periphery region. Dalam hal ini berarti pembangunan jaringan infrastruktur yang menghubungkan kedua region tersebut tidak diperhatikan dan titik berat pembangunan infrastruktur jaringan jalan difokuskan di dalam wilayah itu sendiri. Adanya kebersediaan pelaku ekonomi, dalam hal ini pemilik modal untuk selalu menginvestasikan modalnya di wilayah sendiri meskipun rate of return wilayah lain nilainya lebih besar. Adanya populasi yang homogen, mengingat fondasi dari agropolitan development adalah kebudayaan asli masyarakat setempat maka wilayah tersebut mungkin akan menerapkan kebijakan ketat atas arus migrasi masuk. Pembangunan infrastruktur lain dan pengembangan sektor lain yang menunjang pertumbuhan sektor utama. Dengan syarat, keterkaitan antar sektor- sektor tersebut berada pada satu wilayah agropolitan district.

6|Perencanaan Wilayah

Pengembangan perencanaan pengembangan wilayah Agropolitan diarahkan pada strategi yang pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kondisi tertentu dan keuntungan dari penutupan wilayah, yaitu: 1. Menginternalkan efek multiplier dan pengaruh- pengaruh eksternal melalui penekanan pada keterkaitan lokal dan fungsi yang saling melengkapi antara pertanian dan industri sehingga akan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. 2. Kebijaksanaan penyamarataan kepemilikan aset produktif diantaranya, lahan, modal, dan public goods, serta kebijaksanaan redistribusi pendapatan.

Kritik dari konsep agropolitan adalah konsep pengembangan agropolitan dinilai terlalu utopian. Hal ini terlihat dalam asumsi- asumsi yang mendasarinya. Berikut ini dijabarkan beberapa kritik terhadap asumsi- asumsi tersebut : Salah satu asumsi konsep pengembangan Agropolitan adalah keberadaan penduduk yang homogen/ identik. Aplikasinya berarti wilayah tersebut berhak memilah- milah penduduk yang tinggal di region tersebut. Dalam lingkup yang sesungguhnya, proses pemilahan itu sulit, bahkan hampir tidak mungkin, untuk dapat diwujudkan. Kritik lainnya adalah adanya asumsi bahwa terdapat kebersediaan individu (pelaku investasi) wilayah lokal untuk selalu menginvestasikan modalnya di lokal wilayah tersebut. Hal ini tidak mungkin terjadi dalam pengembangan wilayah yang sesungguhnya, dimana setiap investor akan mempertimbangkan aspek skala ekonomi yaitu menempatkan investasi di wilayah yang memiliki rate of return lebih tinggi dibandingkan wilayah lain, dalam hal ini berarti tidak selalu wilayah lokal yang menjadi pilihan investasi jika wilayah lokal tersebut tidak memiliki rate of return yang menunjang perhitungan aspek skala ekonomi. Kritik lain diajukan oleh sependuduk ahli, Forkenbrock, yang berpendapat bahwa wilayah Agropolitan akan sulit berkembang karena tingkat aksesibilitas yang rendah. Wilayah Agropolitan pada konsepnya memang tidak mengembangkan infrastruktur ekternal, hal ini akan mengurangi tingkat aksesibilitasnya terhadap wilayah lain, sehingga wilayah ini akan sulit berkembang. Adanya asumsi kontrol terhadap sumber daya, yaitu sumber daya yang memiliki kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan wilayah akan difasilitasi dengan berbagai insentif sedangkan sebaliknya, sumber daya yang lain dibiarkan tidak berkembang. Sedangkan dalam pertimbangan pemilihan investasi ditinjau keterkaitan antar sektor,
7|Perencanaan Wilayah

dalam hal ini berarti sependuduk investor akan menanamkan modalnya dengan melihat keterkaitan dengan sumber daya lain yang mungkin terdapat di wilayah lain. Jika demikian berarti telah terjadi leakage, sedangkan hal ini tidak diperbolehkan dalam konsep pengembangan wilayah Agropolitan. Terkait dengan teori dependensi, timbul argumen bahwa proses internalisasi, peningkatan akses menuju pengembangan sumber daya, dan keuntungan tidak mungkin dapat dicapai dalam kondisi terjadinya proses polarisasi dalam skala nasional dan internasional. Argumentasi kedua, maksimasi keuntungan spread effect tidak mungkin dapat dicapai seluruhnya hanya dengan melalui kegiatan ekonomi lokal dikarenakan adanya keterbatasan kekuatan dan daya saing ekonomi lokal tersebut. Beberapa kendala yang timbul dalam implementasi kebijakan perkembangan wilayah Agropolitan diantaranya : (Lo dan Salih, 1981) 1. Adanya penetrasi kekuatan internasional dan antar wilayah terhadap ekonomi wilayah yang melemahkan posisi dan daya saing dari produsen lokal. 2. Tidak adanya keinginan untuk mendesentralisasikan proses pengambilan keputusan di tingkat pemerintah lokal. 3. Keterbatasan kualitas sumber daya pengambil keputusan di tingkat lokal. 4. Tidak adanya keseimbangan aset dan distribusi pendapatan 5. Adanya berbagai kelas dalam masyarakat lokal yang kemudian mengacu pada perbedaan akses secara sosial dan politik.

8|Perencanaan Wilayah

Anda mungkin juga menyukai