Anda di halaman 1dari 4

Akustik Neurinoma Patologi Akustik Neurinoma(AN) merupakan tumor primer otak yang cukup banyak ditemukan di daerah infratentorial.

Sekitar 8% dari semua tumor primer otak adalah schwannoma. Lokasi tersering berada di cerebellopontine angle(CPA), dimana 90% diantaranya adalah akustik neuroma dan hanya 10% tumor dengan tipe histologik lainnya. Akustik Neuroma berasal dari saraf vestibularis dengan gambaran makroskopis berkapsul, konsistensi keras, berwarna kekuningan kadang putih atau translusen dan bisa disertai komponen kistik maupun perdarahan. AN diduga berasal dari titik di mana glial (central) nerve sheats bertransisi menjadi sel Schwann dan fibroblast. Lokasi transisi ini (zona Obersteiner-Redlich) biasanya terletak di dalam kanalis auditoris internus. Tumor akan tumbuh dalam kanalis auditoris internus dan menyebabkan pelebaran diameter dan kerusakan dari bibir bawah porus. Selanjutnya AN akan tumbuh dan masuk ke CPA, mendorong batang otak dan serebelum. AN biasanya tumbuh lambat. Beberapa serial kasus AN dengan terapi konservatif didapatkan 40% tumor tidak bertambah besar atau bahkan regresi selama periode observasi (Luetje et al. 1998; Valvassori & Guzman 1989; Thomsen & Tos 1990; Selesnick & Johnson 1998). Kecepatan tumbuh tumor ini rata-rata kurang dari 2 mm per tahun. Gejala Usia tersering ditemukannya tumor ini pada dekade ke lima dengan laki-laki sedikit lebih sering dibandingkan perempuan. Gejala klinis sangat tergantung pada ukuran tumor. Menurut Hardy et al. 1989 gejala AN yang tersering adalah tuli perseptif unilateral (96%), ketidakseimbangan (77%), tinitus (71%), nyeri mastoid atau otalgia (28%), wajah baal (7%) dan diplopia (7%). Pasien dengan tuli perseptif unilateral atau bilateral asimetris atau unilateral tinitus yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya harus dieksplorasi untuk menyingkirkan AN. Salah satu tanda yang cukup khas adalah menurunnya skor pada pemeriksaan speech discrimination yang tampak lebih jelas dibandingkan pemeriksaan dengan pure tone audiometry. Salah satu bentuk manifestasi menurunnya skor speech discrimination adalah kesulitan pasien dalam mendengarkan pembicaraan di telepon. Biasanya pada pemeriksaan audiometri didapatkan hipakusis pada frekuensi tinggi (lebih dari 1kHz). Ditemukannya tanda-tanda tersebut menunjukkan gangguan pendengaran disebabkan oleh lesi retrokoklea dan merupakan indikasi untuk dilakukan pemeriksaan brainstem auditory evoked responses. Hanya 5% pasien dengan AN memiliki pendengaran yang normal dan ini biasanya terjadi bila ukuran tumor sangat kecil. Mekanisme yang pasti yang mendasari gangguan pendengaran pada AN belum jelas benar. Diduga karena kompresi langsung pada N. koklearis, berkurangnya suplai darah ke N. VIII atau ke koklea. Disekuilibrium dan vertigo sering ditemukan pada tumor ini mengingat tumor ini memang berasal dari N. Vestibularis. Insiden gejala ini berkorelasi dengan ukuran tumor. Meskipun demikian jika tumor tumbuh lambat, defisit vestibuler ipsilateral juga akan muncul bertahap (lambat) sehingga memungkinkan kompensasi dari input vestibuler kontralateral. Akibatnya manifestasi vertigo menjadi tidak tampak jelas. Tinitus ditemukan pada 70% pasien dengan AN. Seringkali bersifat persisten, high-pitched dan ipsilateral tumor. Nistagmus pada tumor CPA bisa berupa nistagmus spontan, posisional maupun optokinetik. Yang tersering adalah nistagmus labirintin unilateral berupa nistagmus horisontal dengan komponen lambat searah dengan lesi. Nistagmus ini dapat diinhibisi dengan fiksasi visual. Selain itu dapat pula ditemukan Bruns nistagmus yang merupakan nistagmus yang khas ditemukan pada lesi di CPA. Nistagmus ini merupakan kombinasi antra gaze paretic nystagmus dan vestibuler nystagmus. Meluasnya AN ke CPA menyebabkan kompresi nervus kranialis lainnya yang melewati sisterna ini. Ke arah anterior tumor ini akan mendesak N. VII menyebabkan kelemahan otot wajah dan gangguan pengecapan. Ekstensi ke rostral dapat mendesak N.V dan mengkompresi nervus ini di antara massa tumor dan tentorium serebeli. Gejala dan tanda yang ditimbulkannya berupa hipestesi/anestesi daerah wajah, otalgia dan menurunnya atau hilangnya refleks kornea. Sedangkan ekstensi ke kaudal dapat mengkompresi nervus kranialis di foramen jugulare menyebabkan disfagia, disfonia dan pada proses lanjut menimbulkan paralisis bulber. Dengan bertambahnya ukuran tumor, serebelum dan batang otak juga akan terkompresi. Kompresi serebelum menyebabkan gait ataxia dan gangguan koordinasi. Kompresi batang otak menimbulkan depresi pernapasan dan gejala long track seperti hemiparesis. Efek pendesakan tumor ini juga dapat mengobstruksi ventrikel 4 sehingga terjadi hidrosefalus non komunikan dan peningkatan tekanan intrakranial dengan manifestasi berupa sakit kepala, mual, muntah, menurunnya ketajaman penglihatan dan diplopia. Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan batang otak tertarik ke kaudal sehingga menekan N. VI yang melintasi apeks petrosus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis serta gambaran radiologis. Sedangkan diagnosis pasti dengan pemeriksaan histopatologi. Karakteristik CT Scan pada AN berupa lesi hipo atau isodens yang menyangat kontras homogen dengan posisi meatus auditoris internus di garis tengahnya. Secara radiologis tumor ini mirip dengan meningioma. Akan tetapi terdapat beberapa perbedaan seperti: pada meningioma CPA tumor biasanya hiperdens sebelum pemberian kontras dan letaknya terhadap meatus akustikus internus tidak simetris seperti AN. Erosi dan pelebaran meatus akustikus internus biasanya dijumpai pada AN. Sedangkan pada meningioma erosi ditemukan pada permukaan posterior dari piramid petrosus. Perbedaan lain yang dapat dilihat adalah daerah batas antara tumor dan dura. Pada meningioma tampak permukaan tumor yang melekat pada permukaan os petrosus cukup luas. Sedangkan pada AN, sudut yang dibentuk antara tumor dengan os petrosus cukup tajam. Akibatnya pada AN bentuk tumor biasanya bulat atau oval dan pada menigioma bentuknya semilunar atau hemisferik . Struktur anatomi tulang akan

tervisualisasikan dengan baik menggunakan CT Scan. Akan tetapi kelemahan CT Scan untuk lesi di fossa posterior adalah adanya Hounsfield artefak (strek-like beam hardening) yang berasal dari tulang petrosus yang mengganggu gambaran jaringan lunak disekitarnya. MRI saat ini merupakan modalitas pencitraan pilihan untuk mendeteksi tumor intrakanalikuler. Kebanyakan AN terlihat pada sekuens T1 non kontras tetapi tidak pada T2 karena tumor tampak isointens sama dengan LCS. Pemberian kontras Gadolinium dapat meningkatkan kemampuan mendeteksi tumor yang berukuran kecil. Pasca pemberian kontras akan tampak penyangatan. Selain untuk membantu menegakkan diagnosis CT Scan dan MRI digunakan untuk mengevaluasi ukuran tumor. Pulec et al (1971) mengklasifikasikan AN berdasarkan ukurannya: kecil (intrakanalikuler), sedang (meluas melewati meatus internus tetapi kurang dari 2,5 cm) dan besar (lebih dari 2,5 cm). Penatalaksanaan Dalam hal tatalaksana terdapat tiga strategi yang dapat digunakan yaitu observasi, radioterapi dan bedah mikro. Indikasi observasi berupa: Riwayat gejala auditori lama pada pasien dgn umur berapapun dan ukuran tumor berapapun Pasien usia tua dengan gejala ringan Tumor yang ditemukan insidentil saat CT-Scan Pilihan pasien Indikasi radioterapi: Pasien usia tua dengan tumor yg bertambah besar ke intrakranial 2,5 cm atau kurang atau munculnya gejala yang baru Sisa tumor atau rekuren setelah operasi subtotal Penyakit lain yang meningkatkan resiko operasi Pilihan pasien Indikasi pembedahan: Gejala yg baru atau bertambah berat Tumor yg bertambah besar selama observasi Tumor yg tumbuh kembali setelah operasi subtotal pada pasioen usia muda Tumor yg bertambah besar setelah radiosurgery Terdapat tiga pendekatan pada pembedahan: translabirintin, suboksipital/retrosigmoid atau melalui fossa media. Pemilihan tehnik operasi berdasarkan pada ukuran tumor, derajat gangguan pendengaran, kemampuan mendengar telinga kontralateral serta keterampilan dari ahli bedah. Keuntungan dari tehnik translabirin adalah nervus fasialis dapat segera diidentifikasi sejak awal pembedahan sehingga resiko kerusakan nervus ini dapat dikurangi. Selain itu pada tehnik ini serebelum tidak perlu diretraksi sehinggi resiko edema dapat dikurangi. Kerugian dari tehnik ini adalah destruksi labirin menyebabkan ketulian. Pada pendekatan dari fossa media, pembedahan dilakukan dari bagian atas kanalis auditoris internus dan sisterna CPA. Dengan tehnik ini hannya tumor yang berukuran kecil (15-20 mm) saja yang dapat diangkat. Selain itu kerugian lainnya, lobus temporal harus diretraksi sehingga membawa resiko timbulnya serangan epilepsi. Satu-satunya tehnik yang memungkinkan reseksi tumor radikal dan mempertahankan fungsi nervus kranialis di CPA adalah dengan pendekatan suboksipital. (Red)

Otitis Media Supuratif Akut (OMA) Posted on Januari 28, 2009 by idmgarut Otitis media supuratif akut (OMA) adalah otitis media yang berlangsung selama 3 minggu atau kurang karena infeksi bakteri piogenik. Bakteri piogenik sebagai penyebabnya yang tersering yaitu Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, dan Pneumokokus. Kadang-kadang bakteri penyebabnya yaitu Hemofilus influenza, Escheria colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aerugenosa. Hemofilus influenza merupakan bakteri yang paling sering kita temukan pada pasien anak berumur dibawah 5 tahun. otitis media adalah infeksi pada rongga telinga tengah , sering diderita oleh bayi dan anak-anak, penyebabnya infeksi virus atau bakteri. Pada penyakit bawaan spt down syndrome dan anak dgn alergi sering terjadi. Terapi antibiotika dan kunjungan ke dr. tht dalam proses perbaikan sangat disarankan.

Komplikasi yang bisa timbul jika otitis media tidak segera diobati adalah mastoiditis, perforasi gendang telia dgn cairan yang terus menerus keluar. Komplikasi lebih lanjut seperti infeksi ke otak walau jarang masih mungkin terjadi, sumbatan pembuluh darah akibat tromboemboli juga bisa terjadi. Disarankan segera bawa anak anda bila rewel dan memegang-megang telinga, tidak nyaman merebah demam dan keluar cairan pada telinga. Bila anda memeriksakan secara dini otitis media bisa dicegah sebelum memberikan kerusakan lebih lanjut dengan paracentesis atau miringotomi. Faktor pencetus terjadinya otitis media supuratif akut (OMA), yaitu : Infeksi saluran napas atas. Otitis media supuratif akut (OMA) dapat didahului oleh infeksi saluran napas atas yang terjadi terutama pada pasien anak-anak. Gangguan faktor pertahanan tubuh. Faktor pertahanan tubuh seperti silia dari mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi. Faktor ini akan mencegah masuknya mikroba ke dalam telinga tengah. Tersumbatnya tuba Eustachius merupakan pencetus utama terjadinya otitis media supuratif akut (OMA). Usia pasien. Bayi lebih mudah menderita otitis media supuratif akut (OMA) karena letak tuba Eustachius yang lebih pendek, lebih lebar dan lebih horisontal. Stadium Otitis Media Supuratif Akut (OMA) Ada 5 stadium otitis media supuratif akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, yaitu : Oklusi tuba Eustachius. Hiperemis (pre supurasi). Supurasi. Perforasi. Resolusi. 1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Stadium oklusi tuba Eustachius terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membrana timpani akibat tekanan negatif dalam telinga tengah karena terjadinya absorpsi udara. Selain retraksi, membrana timpani kadang-kadang tetap normal atau hanya berwarna keruh pucat atau terjadi efusi. Stadium oklusi tuba Eustachius dari otitis media supuratif akut (OMA) sulit kita bedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan virus dan alergi. 2. Stadium Hiperemis (Pre Supurasi) Stadium hiperemis (pre supurasi) akibat pelebaran pembuluh darah di membran timpani yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. 3. Stadium Supurasi Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen (nanah). Selain itu edema pada mukosa telinga tengah makin hebat dan sel epitel superfisial hancur. Ketiganya menyebabkan terjadinya bulging (penonjolan) membrana timpani ke arah liang telinga luar. Pasien akan tampak sangat sakit, nadi & suhu meningkat dan rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Anak selalu gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan ruptur membran timpani akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan. Nekrosis ini disebabkan oleh terjadinya iskemia akibat tekanan kapiler membran timpani karena penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil. Keadaan stadium supurasi dapat kita tangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan membuat luka insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan mudah menutup kembali sedangkan ruptur lebih sulit menutup kembali. Bahkan membran timpani bisa tidak menutup kembali jika membran timpani tidak utuh lagi. 4. Stadium Perforasi Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu menurun dan bisa tidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret (nanah) tetap berlangsung selama lebih 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih 1,5-2 bulan maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (OMSK). 5. Stadium Resolusi Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen tidak ada lagi. Stadium ini berlangsung jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Stadium ini didahului oleh sekret yang berkurang sampai mengering. Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK). Kegagalan stadium ini berupa membran timpani tetap perforasi dan sekret tetap keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut (OMA) dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani. Gejala Klinik Otitis Media Supuratif Akut (OMA)

Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium penyakit dan umur penderita. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan suhu tubuh menurun pada stadium perforasi. Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) berdasarkan umur penderita, yaitu : Bayi dan anak kecil. Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 390C (khas), sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, mencret, kejangkejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Anak yang sudah bisa bicara. Gejalanya : biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek. Anak lebih besar dan orang dewasa. Gejalanya : rasa nyeri dan gangguan pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang). Terapi Otitis Media Supuratif Akut (OMA) Terapi otitis media supuratif akut (OMA) tergantung stadium penyakit, yaitu : Oklusi tuba Eustachius. Terapinya : obat tetes hidung & antibiotik. Hiperemis (pre supurasi). Terapinya : antibiotik, obat tetes hidung, analgetik & miringotomi. Supurasi. Terapinya : antibiotik & miringotomi. Perforasi. Terapinya : antibiotik & obat cuci telinga. Resolusi. Terapinya : antibiotik. Aturan pemberian obat tetes hidung : Bahan. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia dibawah 12 tahun. HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia diatas 12 tahun dan orang dewasa. Tujuan. Untuk membuka kembali tuba Eustachius yang tersumbat sehingga tekanan negative dalam telinga tengah akan hilang. Aturan pemberian obat antibiotik : Stadium oklusi. Berikan pada otitis media yang disebabkan kuman bukan otitis media yang disebabkan virus dan alergi (otitis media serosa). Stadium hiperemis (pre supurasi). Berikan golongan penisilin atau ampisilin selama minimal 7 hari. Golongan eritromisin dapat kita gunakan jika terjadi alergi penisilin. Penisilin intramuskuler (IM) sebagai terapi awal untuk mencapai konsentrasi adekuat dalam darah. Hal ini untuk mencegah terjadinya mastoiditis, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Berikan ampisilin 50-100 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 4 dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 3 dosis pada pasien anak. Stadium resolusi. Lanjutkan pemberiannya sampai 3 minggu bila tidak terjadi resolusi. Tidak terjadinya resolusi dapat disebabkan berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Curigai telah terjadi mastoiditis jika sekret masih banyak setelah kita berikan antibiotik selama 3 minggu. Aturan tindakan miringotomi : Stadium hiperemis (pre supurasi). Bisa kita lakukan bila terlihat hiperemis difus. Stadium supurasi. Lakukan jika membran timpani masih utuh. Keuntungannya yaitu gejala klinik lebih cepat hilang dan ruptur membran timpani dapat kita hindari. Aturan pemberian obat cuci telinga : Bahan. Berikan H2O22 3% selama 3-5 hari. Efek. Bersama pemberian antibiotik yang adekuat, sekret akan hilang dan perforasi membran timpani akan menutup kembali dalam 7-10 hari. Komplikasi Otitis Media Supuratif Akut (OMA) Ada 3 komplikasi otitis media supuratif akut (OMA), yaitu : 1. Abses subperiosteal. 2. Meningitis. 3. Abses otak. Dewasa ini, ketiga komplikasi diatas lebih banyak disebabkan oleh otitis media supuratif kronik (OMSK) karena maraknya pemberian antibiotik pada pasien otitis media supuratif akut (OMA). Daftar Pustaka Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. jack

Anda mungkin juga menyukai